Happy weekend semua. Selamat berlibur dengan keluarga dan orang orang terkasih.
Rara tidak menyangka berita itu sudah sampai di telinga Satria dengan cepat.'Apa Kak Juna yang mengatakan hal ini ya?' batin Rara. Namun, mengenal Arjuna yang bibirnya rapat, Rara langsung menepis dugaan itu.'Mungkin Linda yang mengatakannya.' Rara yakin.Linda dipekerjakan oleh Satria untuk menjaga dan membantu Rara. Dilihat dari bagaimana Satria memercayai Linda, keduanya sepertinya sudah bekerja sama untuk waktu yang lama. Hal itu memperkuat dugaan Rara bahwa semua yang terjadi di Jaya Corp akan dilaporkan wanita itu pada Satria.Merasa percuma menyembunyikan apa pun dari sang kakak, Rara pun menjawab, “Ya.” Dia juga menceritakan semua yang terjadi di kantor dan berakhir membuat Satria tertawa keras. "Ha ha ha! Sayang sekali aku tidak melihat kekonyolan itu secara langsung!" ujar Satria dengan tawa geli. Selesai tertawa, pria itu menopang wajahnya dengan satu tangan dan tersenyum kepada Rara. “Adikku sekarang sungguh bisa diandalkan.”Rara tersenyum bangga mendengarnya. Di saat
"Makan yang banyak ya, Sayang," ucap Rara pada Bella yang saat ini tengah berada di meja makan. Gadis kecil itu pun mengangguk sambil tersenyum ketika diurus oleh sang baby sitter. Sama seperti Daffa yang saat ini pun diurus oleh pengasuhnya.Rara pun ingin menyendokkan nasi untuk dirinya sendiri karena anak-anak sudah ada yang mengurusi. Akan tetapi, sadar ada tamu, dia pun menyendokkan nasi untuk Arjuna dulu. "Silahkan Kak. Makan yang banyak ya, jangan sungkan," ucap Rara sembari tersenyum manis. Dan, seperti biasa hanya dibalas dengan anggukan aja oleh Arjuna dan senyuman tipis.Tak lupa wanita cantik itu mengambilkan beberapa macam lauk pauk untuk Arjuna, setelahnya dia kembali menyodorkan piring tersebut. "Apa segini cukup?" tanya Rara lagi."Cukup. Terima kasih," jawab Arjuna sembari menerima sepiring nasi lengkap bersama dengan lauk pauknya itu.Satria menautkan alisnya ketika melihat adegan yang baru saja terjadi itu. "Kenapa bukan aku yang disendokkan nasi?" Spontan dia pun l
Kediaman Sanjaya, pukul tujuh malam.Jeny sedang makan malam di kediamannya dan tampak lesu. Gadis itu hanya mengambil sedikit makanan dan dengan malas-malasan menyuapkan ke mulutnya.Jeny masih memikirkan tentang pertemuan dengan Rara yang benar-benar telah merusak mood dan rencananya. Harapan untuk menempatkan Nizam di Jaya Corp gagal, itu berarti rencananya mengenalkan Nizam ke keluarganya minggu ini juga batal."Jeny kamu baik-baik saja, Nak?" Agnes, Ibu Jeny, menyadari ada yang salah dengan putri cantiknya itu.Jeny memaksakan senyuman untuk sang mama. "Nggak ada apa-apa kok, Ma. Semua baik-baik saja."Agnes masih merasa ada yang beda dari sang anak, hanya saja dia berhenti bertanya karena berpikir mungkin Jeny belum bersedia cerita. "Ya sudah. Misal nanti kamu butuh apa-apa langsung bilang ke Mama ya, Sayang."Jeny segera mengangguk sembari masih menunjukan senyum tipisnya. "Tentu, Ma."'Aku harus tetap diam dan menutup rapat tentang Nizam pada Mama dan Papa. Paling tidak, sampai
"Selamat pagi, Nona." Linda menyapa dengan hormat bos barunya itu, yang baru saja sampai di kantor.Rara pun tersenyum manis dan langsung duduk di kursi kerjanya. "Selamat pagi juga, Linda."Pagi ini memang Rara begitu bersemangat dari pada hari kemarin. Setelah pertemuan dengan Nizam dan Jeny. Juga sedikit adu mulut dengan Erika dan sang paman, Rara kini menjadi lebih percaya diri karena nyatanya dia mampu mengatasi kerikil-kerikil kecil yang akan menganggu hidupnya."Apa agenda hari ini?"Dengan cepat Linda pun memberikan jawaban, "Hari ini, Direktur Pengembangan Bisnis Sanjaya Corp ingin bertemu dan membahas masalah kerja sama." Rara diam sejenak sembari melipat kedua telapak tangannya. "Masalah kerja sama? Kerja sama apa lagi? Bukannya kerja sama itu sudah berjalan dan tidak lagi perlu membahas apa pun?" Linda segera mengangguk. "Benar, Nona. Tetapi direktur tersebut meminta untuk bertemu dengan Anda." Wanita itu menambahkan, “Mungkin … dia ingin mengenal Anda, presdir Jaya Corp
"Iya. Wanita yang tak bisa kamu temui."Senyuman Raja langsung luntur mendengar omongan Arjuna.Apa maksud pria itu? Apa Arjuna sedang menyombongkan wanita barunya!?Tidak sedikit pun Raja sadar Arjuna sedang menyindir kenyataan permintaan pertemuannya tidak disetujui Rara, sedangkan Arjuna malah diundang makan.Tak mau kalah, Raja pun ganti menyindir temannya itu. "Halah, baru bertemu dengan satu wanita saja sudah sombong. Aku yakin kalian saat ini masih belum memiliki status.""Memang belum." Arjuna tampak santai. "Bukan berarti tidak akan."Mendengar hal itu, Raja memasang wajah jijik. ‘Sejak kapan Arjuna Maheswara menjadi budak cinta?!’ teriaknya. Akan tetapi, dia menepiskan hal itu dan berkata, "Hati-hati dalam memilih wanita." Seperti seorang yang bijak Raja pun kembali berucap pada Arjuna, "Kenalkan dia pada keluargamu kalau memang serius. Jangan sampai kakekmu itu tidak setuju dan malah memisahkan kalian berdua."Sudah sejak beberapa tahun silam menjadi teman baik, Raja pun me
Dengan wajah serius, Arjuna pun menatap Raja. “Raja … mengenai masalah itu ….”Namun, lelaki itu berhenti dan mengurungkan niatnya. Justru hal itu membuat Raja penasaran. "Ada apa? Kamu mengetahui hal ini?"Raja tahu Arjuna memiliki kerja sama dengan Wijaya Group, tapi apakah dia juga tahu seluk-beluk Jaya Corp? Setelah berpikir sesaat, akhirnya Arjuna menggelengkan kepala. "Tidak, bukan apa-apa. Lupakan." Arjuna teringat betapa intensnya pertikaian antara Jeny, mantan suami Rara, dan juga Rara. Mengetahui betapa rumitnya permasalahan di antara mereka, dia merasa tidak berhak ikut campur lantaran tidak mengetahui apa pun. Seperti biasa, pria itu lebih memilih untuk diam dan memahami masalah tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan apa pun yang bisa membuat keadaan semakin kacau.Dia harus mendengar cerita dari Rara terlebih dahulu.***Restoran Deli. Pukul 11.50.Masih ada sepuluh menit lagi sebelum jam pertemuan Rara dengan Arjuna, tapi wanita itu terlebih dahulu tiba aga
"Apa yang terjadi di sini?"Mendengar keributan, manager restoran langsung menghampiri dengan tergopoh-gopoh. Mata sang manager pun bersitatap dengan pria yang bersama dengan Sarah tadi."Tuan Daniel?" Manager restoran langsung kenal bahwa si pria itu adalah tuan muda keluarga Mahendra. Salah satu keluarga pejabat paling terhormat di negara itu. Demikian, menyinggung Daniel sama saja mengambil risiko restoran itu ditutup!"Perempuan itu jalan nggak pakai mata dan nabrak aku dengan seenaknya! Lagi ngapain sih? Jalan kok meleng aja?" Ketika melihat sang manager datang, Sarah pun mencoba menjelaskan situasinya, tentu saja dengan cara menyalahkan Rara.Daniel pun tak mau tunggal diam. "Bener banget, hanya membuat repot saja! Cepat usir dia dari sini!" Sembari tetap menatap jijik pada Rara."Tuan Daniel mohon sabar sebentar ya," ucap sang manager yang merasa tak enak. "Saya akan membereskan ini semua dengan cepat."Kemudian sang manager itu malah menoleh kepada Rika yang masih berdiri di
"Manager yang baru? Apa maksudnya ini?" Ketika para pembeli disana sedang saling berbisik karena telepon yang dilakukan oleh Rara, sang manager restoran malah semakin geram. "Jangan banyak akting kamu!" Sang manager menganggap apa yang saat itu dilakukan oleh Rara adalah sebuah sandiwara belaka untuk menakutinya.Saat itu Sarah yang juga sejak tadi terus memperhatikan Rara terkekeh. "Rara, kamu tuh lagi ngapain sih? Udah nggak waras ya?" Sembari menghempaskan telapak tangannya ke udara.Daniel yang mendengar hal itu pun langsung menimpali. "Sepertinya memang begitu, Sar. Hanya mencari perhatian agar nggak diusir dari sini. Sakit jiwa …!"Perkataan Daniel itu sontak membuat Sarah tertawa sembari menatap jijik pada Rara. Sebaliknya, sang manager malah merasa marah karena merasa dirinya tengah diremehkan dengan sandiwara itu.Saat tim security tiba, sang manager pun berkata, “Cepat seret wanita tidak tahu diri ini keluar dari resto–”Belum selesai kalimatnya, lagi-lagi kalimat sang mana
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me