Mereka hampir lupa dengan keberadaan Bastian di ruangan itu, hingga Bastian merengek karena minta makan.
"Tentu sayang, Mommy akan membeli makanan untukmu." Intan beranjak, tapi Baskoro menghalanginya.
"Aku ayahnya, biarkan aku yang membelinya," ucapnya sambil memegang lengan Intan.
"Tidak, akulah ibunya yang lebih tahu makanan kesukaannya," Intan berusaha melepaskan pegangan Baskoro di lengannya.
"Intan..."
"Bas... Biarkan saja aku yang membelinya!"
"Tidak! Toko makanan cukup jauh dari sini," bantahnya.
"Mommy, Daddy kenapa kalian bertengkar?"
Baskoro melepaskan cengkraman tangannya, ia bisa melihat bagaimana Intan tersenyum karena menang.
Setelah Intan pergi, Baskoro mendekati Bastian dan duduk di sebelahnya.
"Paman, apakah engkau menyukai Mommy?"
Baskoro terkejut saat Bastian memanggilnya paman kembali setelah Intan tidak ada.
"Kenapa Bastian memanggilku paman lagi?" Protes Baskoro.
"Apa maksudmu Intan mempunyai anak? Katakan dengan jelas apa maksud omonganmu itu!" Sekarang Andre tak akan bisa mengelak dari pertanyaan Abraham, masalah ini tak mungkin dianggap remeh oleh Abraham. Ia sedikit menyesal, tapi semua sudah terlambat. "Intan melahirkan seorang anak di Australia Om, anak itu bernama Bastian." "Jadi menurutmu dia adalah cucuku? Dia adalah anak bajingan, mana mungkin aku bisa menganggap dia cucuku?" Andre terdiam, tapi ia tak tahan dengan ucapan Abraham. Intan sangatlah mencintai anak itu. "Itulah sebabnya Intan menyembunyikan anak itu selama enam tahun lamanya, bukankah itu cukup membuatnya menderita Om," Andre berharap Abraham tidak terlalu keras dalam menentang putrinya. Abraham mengeratkan giginya. Ia sangat murka dengan kebohongan Intan terhadapnya. Lalu ia memikirkan sebuah cara. "Apakah menurutmu Intan masih berhubungan dengan Baskoro?" "Saya tidak yakin Om, tetapi sebenarnya pria itu
Intan sangat tergesa-gesa, ia sangat takut sesuatu bakal terjadi dengan ayahnya. Setelah turun dari taksi ia berlari sekuatnya memasuki rumahnya. Ia berlari menuju kamar ayahnya. Akan tetapi ia sangat heran saat Andre dan Abraham mengobrol santai di sana. "Kalian menipuku?" ucap Intan kesal bukan main. Ia telah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk mencapai tempat ini dan membayar ongkos taksi tiga kali lipat karena mengejar waktu. Intan merebahkan tubuhnya pada sandaran sofa, memijit pelipisnya yang tertimpa stress. "Oh God!" desahnya. "Apakah kamu datang pada saat yang tepat putriku?" Abraham membuka suara, sementara Andre melihatnya dengan mata yang gugup. "Ayah tahu semua hal membuatku frustasi sekarang ini." Intan bangkit mengambil tas kecilnya hendak keluar dari ruangan itu. "Kamu tidak bisa menolaknya, atau aku akan mencelakai Baskoro." Ancam ayahnya. Intan lelah, selalu itu yang mereka ributkan. Ia sangat
Itu tak akan pernah terbayangkan di dalam benak siapapun yang menikah di hari bahagianya, namun wanita yang tak rela menikah pasti ia ingin lari seperti dirinya. Ia mengingat Bastian yang tertidur di dalam buaian Baskoro, ia ingat Baskoro yang selama ini ia cintai. "Ah, aku harus lari meski tak kembali," batinnya. Intan mengepalkan tangannya, menantikan seorang wanita yang bersedia menggantikan dirinya, dia adalah wanita yang disewa Andre. Itu gila! Tapi ia lebih gila dalam mencintai Bastian dan Baskoro. Ia gelisah saat ini. Handle pintu itu berputar, seakan memutar perasaannya yang pilu. Seorang wanita masuk dengan anggun, ia sangat cantik dan bermata dingin. "Vina," wanita itu memperkenalkan dirinya. "Anda beruntung, dia telah kau tolak tapi masih menolongmu dengan segala cara," ucapnya sarkas. "Aku tahu, tapi aku tak seberuntung itu jika harus kehilangan dua orang yang aku cintai," Intan masih meneteskan air mata. Jiwanya berg
Baskoro hampir tak mengenali wanita ini dengan pakaian yang sangat buruk, kepalanya tertutup kain sehingga warna blondes itu tak kelihatan. Kaki tangannya sangat dingin, bibirnya memutih dan pakaiannya basah karena air laut. Ia berlari membawa kompres air panas, menyeka wajahnya yang berpasir. Lalu ia mengganti pakaiannya dengan pakaian seadanya. Menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Sesuatu yang besar pasti telah terjadi, ia menyangka Intan telah lari dari pertunangannya. Bekas make up tebal masih tertinggal di sebagian wajahnya. Wanita itu sungguh sangat kacau penampilannya. Apa yang terjadi sebenarnya? Bastian menyentuh wajah yang tenang itu dengan tangan kecilnya, sesekali memeluk tubuhnya. "Mommy, jangan tinggalkan Bastian. Mommy..." Lirih bocah itu. *** Abraham menggeram, kemarahannya memuncak. Situasi semakin kacau tak terkendali. Matanya memerah dan rahangnya mengeras, pria tua itu sangat frustasi. Ia ingin m
"Itu terlalu berat, kau harus tetap menghadapi ayahmu dan meminta maaf kepadanya. Aku akan memikirkan cara untuk bisa keluar dari situasi ini." Intan menatap sendu pria itu. Ia tak akan melepaskannya lagi jika bisa. Namun hatinya mulai goncang saat wanita lain telah berada disisi Baskoro. Ia terlalu berhalusinasi dan mengharapkan pertolongan pria yang tak seharusnya. Kenapa aku selalu bodoh? batinnya. "Bas, bolehkah aku bertanya sesuatu?" kini Intan merasa canggung karenanya. "Tanyakan, apa itu?" Baskoro selalu tenang menghadapi Intan. Meskipun sebenarnya ia sungguh merindukan wanita itu, ia ingin menjadi pahlawan hidupnya. Tapi saat ini ia tak mungkin melakukan dengan gegabah. "Apakah kamu mencintai wanita itu?" Baskoro tersenyum getir, sebenarnya sejak lama ia ingin bercerita tentang jati diri rumah tangganya. Akan tetapi ia merasa belum saatnya. "Kamu cemburu?" "Tidak!" Intan melepaskan tangannya dari lengan Baskoro. I
"Apa maksudmu?""Kau sudah tahu bukan? Aku telah menghancurkan semuanya," Intan menatap pria itu dengan tatapan kosong.Bobby tak menyangka akan bertemu Intan dalam keadaan seperti ini. Ia sengaja datang untuk menemui Intan dalam masalah bisnis. Tapi ia sungguh terkejut melihat Intan dengan keadaan yang sangat kacau."Baiklah, tunggulah sebentar," katanya saat Intan mengatakan itu penuh kesedihan.Bobby turun dari mobilnya dan menuntun Intan masuk kedalam mobil. Ia sungguh seperti mumi berjalan. Jasad nya seakan kosong tak bernyawa."Tenanglah, semua akan baik-baik saja," katanya sambil memasang sabuk pengaman untuknya. Ia memang melihat berita dimana-mana yang memuat kekacauan yang telah Intan perbuat, tapi ia tak menyangka akan membuatnya seperti ini.Bobby membimbing Intan didalam ruangan yang sejuk, ia sangat sedih melihat Intan sangat kacau."Terimakasih Bob, terimakasih atas bantuamu," Intan bergumam."Tidak, aku tidaklah
"Maaf, saya tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan anda, akan tetapi mungkin saya bisa membantu memberikan motivasi untuk teman saya" Bobby menemui Baskoro setelah rapat di ruang kerjanya. "Saya tidak mengerti maksud Anda pak Bobby," ujarnya. Ia memang tidak mengerti arah tujuan pembicaraan Bobby. "Sebenarnya saya adalah teman Intan, saya merasa sangat prihatin dengan kondisinya sekarang ini," katanya. Baskoro menghela napas panjang. Iapun sebenarnya banyak berpikir untuk membantu Intan, tapi ia belum mengetahui cara yang tepat. Ia tak mungkin membawa Intan kembali ke kampungnya. Dan sekarang ini ia merasa heran karena tiba-tiba saja Bobby mengenal Intan dan mengajaknya untuk membicarakan hal itu. "Saya tidak tahu apakah Intan berhasil meminta maaf ayahnya terkait insiden tempo hari," kata Baskoro. "Menurutmu, kenapa Intan lari dari pernikahannya? Apakah dia punya seseorang yang diharapkannya?" Baskoro menatap tajam Bobby, ucap
Pertanyaan itu tercekat di kerongkongannya. Bagaimana kalau ia merindukan bocah itu? Kemana dia harus mencarinya?Bobby telah keluar dari ruang kerjanya. Entah sudah berapa kali ia menghubungi Intan, mencoba barangkali Baskoro bisa sedikit bertanya apakah ia bisa melakukan sesuatu untuk Intan dan Bastian. Ia merasa bersalah karena menyuruhnya menemui ayahnya. Dan juga ia terlalu lambat untuk berterus terang bahwa sebenarnya pernikahannya dengan Wulan adalah palsu.Ia sengaja menutupinya dan berharap Intan lebih realistis, keadaannya yang miskin dan juga tidak direstui ayahnya akan menyulitkan kehidupan Intan selanjutnya. Akan tetapi ia tak menyangka Intan justru melarikan diri tepat di hari pernikahannya. Ia juga tak mengira bahwa Intan bersungguh-sungguh dalam mencintai dirinya."Jadi bagaimana aku akan menyelesaikan ini?" sesaknya.***Abraham terbaring lemah di tempat tidurnya, ia terlalu banyak berpikir tentang kejadian yang menimpa hidupnya. D