Baskoro hampir tak mengenali wanita ini dengan pakaian yang sangat buruk, kepalanya tertutup kain sehingga warna blondes itu tak kelihatan. Kaki tangannya sangat dingin, bibirnya memutih dan pakaiannya basah karena air laut.
Ia berlari membawa kompres air panas, menyeka wajahnya yang berpasir. Lalu ia mengganti pakaiannya dengan pakaian seadanya. Menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal.
Sesuatu yang besar pasti telah terjadi, ia menyangka Intan telah lari dari pertunangannya. Bekas make up tebal masih tertinggal di sebagian wajahnya. Wanita itu sungguh sangat kacau penampilannya. Apa yang terjadi sebenarnya?
Bastian menyentuh wajah yang tenang itu dengan tangan kecilnya, sesekali memeluk tubuhnya.
"Mommy, jangan tinggalkan Bastian. Mommy..." Lirih bocah itu.
***
Abraham menggeram, kemarahannya memuncak. Situasi semakin kacau tak terkendali. Matanya memerah dan rahangnya mengeras, pria tua itu sangat frustasi.
Ia ingin m
"Itu terlalu berat, kau harus tetap menghadapi ayahmu dan meminta maaf kepadanya. Aku akan memikirkan cara untuk bisa keluar dari situasi ini." Intan menatap sendu pria itu. Ia tak akan melepaskannya lagi jika bisa. Namun hatinya mulai goncang saat wanita lain telah berada disisi Baskoro. Ia terlalu berhalusinasi dan mengharapkan pertolongan pria yang tak seharusnya. Kenapa aku selalu bodoh? batinnya. "Bas, bolehkah aku bertanya sesuatu?" kini Intan merasa canggung karenanya. "Tanyakan, apa itu?" Baskoro selalu tenang menghadapi Intan. Meskipun sebenarnya ia sungguh merindukan wanita itu, ia ingin menjadi pahlawan hidupnya. Tapi saat ini ia tak mungkin melakukan dengan gegabah. "Apakah kamu mencintai wanita itu?" Baskoro tersenyum getir, sebenarnya sejak lama ia ingin bercerita tentang jati diri rumah tangganya. Akan tetapi ia merasa belum saatnya. "Kamu cemburu?" "Tidak!" Intan melepaskan tangannya dari lengan Baskoro. I
"Apa maksudmu?""Kau sudah tahu bukan? Aku telah menghancurkan semuanya," Intan menatap pria itu dengan tatapan kosong.Bobby tak menyangka akan bertemu Intan dalam keadaan seperti ini. Ia sengaja datang untuk menemui Intan dalam masalah bisnis. Tapi ia sungguh terkejut melihat Intan dengan keadaan yang sangat kacau."Baiklah, tunggulah sebentar," katanya saat Intan mengatakan itu penuh kesedihan.Bobby turun dari mobilnya dan menuntun Intan masuk kedalam mobil. Ia sungguh seperti mumi berjalan. Jasad nya seakan kosong tak bernyawa."Tenanglah, semua akan baik-baik saja," katanya sambil memasang sabuk pengaman untuknya. Ia memang melihat berita dimana-mana yang memuat kekacauan yang telah Intan perbuat, tapi ia tak menyangka akan membuatnya seperti ini.Bobby membimbing Intan didalam ruangan yang sejuk, ia sangat sedih melihat Intan sangat kacau."Terimakasih Bob, terimakasih atas bantuamu," Intan bergumam."Tidak, aku tidaklah
"Maaf, saya tidak bermaksud untuk ikut campur dalam urusan anda, akan tetapi mungkin saya bisa membantu memberikan motivasi untuk teman saya" Bobby menemui Baskoro setelah rapat di ruang kerjanya. "Saya tidak mengerti maksud Anda pak Bobby," ujarnya. Ia memang tidak mengerti arah tujuan pembicaraan Bobby. "Sebenarnya saya adalah teman Intan, saya merasa sangat prihatin dengan kondisinya sekarang ini," katanya. Baskoro menghela napas panjang. Iapun sebenarnya banyak berpikir untuk membantu Intan, tapi ia belum mengetahui cara yang tepat. Ia tak mungkin membawa Intan kembali ke kampungnya. Dan sekarang ini ia merasa heran karena tiba-tiba saja Bobby mengenal Intan dan mengajaknya untuk membicarakan hal itu. "Saya tidak tahu apakah Intan berhasil meminta maaf ayahnya terkait insiden tempo hari," kata Baskoro. "Menurutmu, kenapa Intan lari dari pernikahannya? Apakah dia punya seseorang yang diharapkannya?" Baskoro menatap tajam Bobby, ucap
Pertanyaan itu tercekat di kerongkongannya. Bagaimana kalau ia merindukan bocah itu? Kemana dia harus mencarinya?Bobby telah keluar dari ruang kerjanya. Entah sudah berapa kali ia menghubungi Intan, mencoba barangkali Baskoro bisa sedikit bertanya apakah ia bisa melakukan sesuatu untuk Intan dan Bastian. Ia merasa bersalah karena menyuruhnya menemui ayahnya. Dan juga ia terlalu lambat untuk berterus terang bahwa sebenarnya pernikahannya dengan Wulan adalah palsu.Ia sengaja menutupinya dan berharap Intan lebih realistis, keadaannya yang miskin dan juga tidak direstui ayahnya akan menyulitkan kehidupan Intan selanjutnya. Akan tetapi ia tak menyangka Intan justru melarikan diri tepat di hari pernikahannya. Ia juga tak mengira bahwa Intan bersungguh-sungguh dalam mencintai dirinya."Jadi bagaimana aku akan menyelesaikan ini?" sesaknya.***Abraham terbaring lemah di tempat tidurnya, ia terlalu banyak berpikir tentang kejadian yang menimpa hidupnya. D
Abraham semakin kuat mencengkram tongkatnya. Putrinya seakan mendapat penghinaan pria miskin ini. Padahal putrinya berani berbuat nekad hanya karena pria ini. Tapi apa? Ternyata Baskoro ini tidak punya hati untuk putrinya?"Putriku telah dibutakan oleh pria bedebah sepertimu. Kamu tidak mungkin bisa menikmati kekayaan kami, jangan pernah bermimpi!" Katanya, "Keluarkan orang ini dari sini!" Abraham berteriak kepada pengawalnya."Kau benar Tuan Abraham yang saya hormati, Intan terlalu buta untuk mencintai pria sepertiku. Tapi sayangnya pria miskin ini tidak membutuhkan wanita buta. Ambillah putrimu, dan aku akan mengambil anakku! Itu saja!"Bersamaan dengan itu dua orang pengawal telah mencengkeram kuat lengan Baskoro dan membawa dirinya keluar dari Mansion itu. Baskoro melemparkan pandangan mengejek kepada Abraham. Meskipun dia miskin, dia punya cinta yang putrinya rela mengemis kepadanya.Baskoro mengibaskan jas yang dipakainya saat dua bodyguard itu mend
"Hati-hati, tubuhnya masih sangat kecil," Wulan memperingati Baskoro. Baskoro sedang mencoba merasakan menyentuh bayi mungil."Hemm, aku jadi takut. Maklumlah, tidak pernah sekalipun menggendong bayi." tangannya serasa gemetaran melihat bayi mungil itu. Padahal usianya sudah tiga bulanan. "Apakah Bastian dulu sekecil ini?" batinnya."Kamu sangat kaku, Mas." Wulan tertawa, ia melihat Baskoro sangat canggung menggendongnya. Wulan terus berdiri di sisi Baskoro karena kuatir bayi itu terlepas dari gendongan Baskoro."Rasanya aku sudah keluar keringat dingin Wulan," katanya ragu.Wulan mengambil alih bayi tersebut dan menggendongnya."Pekerjaan ini memang cocok untuk wanita, pria kasar sepertiku mana mungkin bisa mengurusi bayi dengan lembut, aku salut sama perempuan," katanya.Ayah Wulan tiba-tiba datang."Lama-lama nanti juga terbiasa, bagaimana kabarmu? Apa pekerjaanmu lancar?"Baskoro menyalaminya. "Syukurlah Pak, sudah mu
Baskoro melihat lebih dalam pada pria dihadapannya. Ia ingin tahu yang sebenarnya. "Wulan mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan, Mas Dani jangan mengada-ada." Pria itu mendesah. "Kalau masalah kehamilannya, itu bukanlah kecelakaan. Akan tetapi itu adalah kesalahan kami berdua," katanya sambil menatap Baskoro. " Sedangkan kecelakaan yang sebenarnya adalah terjadi pada diri saya ini," katanya sambil menunjuk kakinya yang cacat. "Saya tidak mengerti Mas." "Awalnya, saya melamar Wulan kepada orang tuanya. Meminta baik-baik anak perempuannya karena kami memang pacaran diam-diam. Ternyata kami tidak mendapatkan restu," terangnya. "Entahlah bagaimana kami terjerumus dan membuatnya hamil. Akan tetapi saya tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan saya karena saya kecelakaan dan dirawat di rumah sakit cukup lama." Sesekali pria itu menarik napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah danau. "Setelah saya sadar, saya mendengar k
Okky mengembangkan senyumnya, seakan itu sebuah keberuntungan."Kamu sudah bisa move on, tapi aku belum. Rasanya masih berharap sama mantanku," ucap Intan. "Oh ya, aku kerja dulu ya. Lain kali kita ngobrol lagi," Intan berpamitan.Meskipun sedikit kecewa Okky mengangguk pasrah.Dulu, ketika di bangku sekolah menengah, Okky menyukai Intan. Dia gadis yang selalu ceria dan bersikap ramah. Banyak cowok yang naksir dengan Intan, tapi semua pasti mundur teratur karena minder dengan putri konglomerat itu.Kebetulan Okky juga punya standar yang lumayan, selain kaya dia juga tampan. Okky berusaha mendekati Intan, tapi tak pernah berhasil.Saat itu, seakan masa emas dalam hidupnya. Masa-masa jatuh cinta dan berhayal sebagus mungkin. Namun kenyataan tak seindah harapan. Seperti apa yang menimpa mereka berdua, dipertemukan sebagai orang yang sama-sama menyandang status single parents.*Intan mengenakan apron dan mulai mengambil sikat kamar mandi