Abraham semakin kuat mencengkram tongkatnya. Putrinya seakan mendapat penghinaan pria miskin ini. Padahal putrinya berani berbuat nekad hanya karena pria ini. Tapi apa? Ternyata Baskoro ini tidak punya hati untuk putrinya?
"Putriku telah dibutakan oleh pria bedebah sepertimu. Kamu tidak mungkin bisa menikmati kekayaan kami, jangan pernah bermimpi!" Katanya, "Keluarkan orang ini dari sini!" Abraham berteriak kepada pengawalnya.
"Kau benar Tuan Abraham yang saya hormati, Intan terlalu buta untuk mencintai pria sepertiku. Tapi sayangnya pria miskin ini tidak membutuhkan wanita buta. Ambillah putrimu, dan aku akan mengambil anakku! Itu saja!"
Bersamaan dengan itu dua orang pengawal telah mencengkeram kuat lengan Baskoro dan membawa dirinya keluar dari Mansion itu. Baskoro melemparkan pandangan mengejek kepada Abraham. Meskipun dia miskin, dia punya cinta yang putrinya rela mengemis kepadanya.
Baskoro mengibaskan jas yang dipakainya saat dua bodyguard itu mend
"Hati-hati, tubuhnya masih sangat kecil," Wulan memperingati Baskoro. Baskoro sedang mencoba merasakan menyentuh bayi mungil."Hemm, aku jadi takut. Maklumlah, tidak pernah sekalipun menggendong bayi." tangannya serasa gemetaran melihat bayi mungil itu. Padahal usianya sudah tiga bulanan. "Apakah Bastian dulu sekecil ini?" batinnya."Kamu sangat kaku, Mas." Wulan tertawa, ia melihat Baskoro sangat canggung menggendongnya. Wulan terus berdiri di sisi Baskoro karena kuatir bayi itu terlepas dari gendongan Baskoro."Rasanya aku sudah keluar keringat dingin Wulan," katanya ragu.Wulan mengambil alih bayi tersebut dan menggendongnya."Pekerjaan ini memang cocok untuk wanita, pria kasar sepertiku mana mungkin bisa mengurusi bayi dengan lembut, aku salut sama perempuan," katanya.Ayah Wulan tiba-tiba datang."Lama-lama nanti juga terbiasa, bagaimana kabarmu? Apa pekerjaanmu lancar?"Baskoro menyalaminya. "Syukurlah Pak, sudah mu
Baskoro melihat lebih dalam pada pria dihadapannya. Ia ingin tahu yang sebenarnya. "Wulan mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan, Mas Dani jangan mengada-ada." Pria itu mendesah. "Kalau masalah kehamilannya, itu bukanlah kecelakaan. Akan tetapi itu adalah kesalahan kami berdua," katanya sambil menatap Baskoro. " Sedangkan kecelakaan yang sebenarnya adalah terjadi pada diri saya ini," katanya sambil menunjuk kakinya yang cacat. "Saya tidak mengerti Mas." "Awalnya, saya melamar Wulan kepada orang tuanya. Meminta baik-baik anak perempuannya karena kami memang pacaran diam-diam. Ternyata kami tidak mendapatkan restu," terangnya. "Entahlah bagaimana kami terjerumus dan membuatnya hamil. Akan tetapi saya tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan saya karena saya kecelakaan dan dirawat di rumah sakit cukup lama." Sesekali pria itu menarik napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah danau. "Setelah saya sadar, saya mendengar k
Okky mengembangkan senyumnya, seakan itu sebuah keberuntungan."Kamu sudah bisa move on, tapi aku belum. Rasanya masih berharap sama mantanku," ucap Intan. "Oh ya, aku kerja dulu ya. Lain kali kita ngobrol lagi," Intan berpamitan.Meskipun sedikit kecewa Okky mengangguk pasrah.Dulu, ketika di bangku sekolah menengah, Okky menyukai Intan. Dia gadis yang selalu ceria dan bersikap ramah. Banyak cowok yang naksir dengan Intan, tapi semua pasti mundur teratur karena minder dengan putri konglomerat itu.Kebetulan Okky juga punya standar yang lumayan, selain kaya dia juga tampan. Okky berusaha mendekati Intan, tapi tak pernah berhasil.Saat itu, seakan masa emas dalam hidupnya. Masa-masa jatuh cinta dan berhayal sebagus mungkin. Namun kenyataan tak seindah harapan. Seperti apa yang menimpa mereka berdua, dipertemukan sebagai orang yang sama-sama menyandang status single parents.*Intan mengenakan apron dan mulai mengambil sikat kamar mandi
Semakin ia rasakan, semakin ia mengerti bahwa kehidupan yang ia jalani menyajikan kisah yang memilukan. Setelah istri yang ia nikahi diambil paksa orang tuanya, sekarang ia harus menikah terpaksa karena balas budi. Lalu ia bertemu dengan istrinya dalam keadaan membawa seorang anak, setelah ia merasakan sedikit bahagia mereka pergi begitu saja. "Apakah mereka akan menerimaku jika aku telah menceraikan Wulan?" hati Baskoro gelisah. Meskipun kembali bersama Intan bukan alasan utama menceraikan Wulan, tapi ia berharap Intan masih mencintainya. "Mas, ini diminum dulu kopinya," Wulan meletakkan secangkir kopi di hadapan Baskoro. "Apakah Agung sudah tidur?" Wulan mengangguk, lalu duduk di kursi di depan Baskoro. "Aku akan mengatakan sesuatu, tapi sebenarnya yang aku katakan ini membutuhkan kejujuranmu seutuhnya. Aku, selama ini selalu menganggapmu sebagai adik Perempuanku. Jadi aku juga selalu memikirkan kebaikanmu dan kebaikan keluarga ini," ujarnya
Bastian bermain di sekitar kafe, sekedar memainkan beberapa kerikil kecil di tangannya. Yapi kemudian matanya menangkap seekor kucing lucu berbulu lebat berjalan tak jauh darinya. Iapun melangkah keluar pagar dan ingin menyentuh kucing lucu tersebut. Bastian hampir bisa menangkapnya, ia bersemangat untuk menangkapnya.Selangkah, dua langkah tiga langkah ia terus melangkahkan kakinya untuk mengikuti kucing tersebut. Hingga Bastian tak menyadari langkahnya telah menjauh dari kafe Mommy-nya. Ketika ia sadar bahwa langkahnya menjauh ia sudah lupa jalan untuk kembali.Ia berusaha mengingat arah darimana ia datang akan tetapi semua tampak mirip. Ketika ia melangkah ke sebuah arah sebenarnya ia justru berjalan lebih jauh lagi, Bastian tersesat."Mommy..." gumamnya sedikit ketakutan. " telah "Daddy..." Kakinya lelah untuk melangkah. Rasa haus dan lapar mulai mendera. Lalu ia duduk di sebuah bangku dekat taman. Ia sungguh sudah tak sanggup untuk berjalan.Bastian
Intan berusaha menyingkirkan prasangka buruk. Namun tetap saja ia tak bisa tenang. Buah hatinya tak tampak di manapun diseputaran kafe, haruskah ia merasa tenang? "Bagaimana ini Ky, dia tak mengenali daerah ini karena masih baru. Mungkinkah ia tersesat?" "Tenanglah Intan, bagaimana kalau kita mencarinya berpencar? Carilah kearah sana dan aku akan mencari kearah sebelah sana. Ujarnya. Tapi...aku tidak tahu seperti apa wajahnya. Bisakah kau tunjukkan fotonya?" Intan mengeluarkan handphone, ia membuka koleksi foto Bastian terbaru. Okky mengamati wajah itu, lalu menyalin foto Bastian ke handphone miliknya. "Daddy, aku ikut!" teriak Sofi saat Okky mulai bergerak. "Baiklah, ayo kita cari bersama." Mereka menyusuri lorong-lorong di daerah tersebut, hingga tiga puluh menit berlalu mereka tak mendapatkan apapun. Sofi penasaran, seperti apa wajah seorang anak yang sejak tadi mereka cari. Sebab sebenarnya ia cuma membebek me
"Kamu membohongi ayahmu yang sudah tua ini? Lalu kamu menyusahkan semua orang dan juga Baskoro?"Wulan tertunduk ketakutan.Pria itu menatap sinis kepada Dani yang memakai tongkat penyangga. Sebelum kondisinya seperti itu, ayah Wulan memang sudah tak menyukai pria yang bernama Dani ini. Apalagi dengan kondisinya yang seperti itu."Kamu masih berani datang menemui Wulan?" Tangan ayah Wulan sudah bertengger di kerah baju Dani. "Kenapa?"Dani tersenyum menatap pria itu, ia tak takut dengan gertakan ayah Wulan."Tanyakan Wulan kenapa saya datang menemuinya? Atau saya katakan saja kepada penduduk di desa ini apa yang sebenarnya terjadi?"Ayah Wulan sangat kesal dibuatnya."Apa maumu?" Ucapnya dengan sangat mengintimidasi."Aku harus menikahinya dan menjadi ayah dari anakku, atau aku akan membeberkan semuanya!" Dani mengancam.Ayah Wulan mendorong tubuh Dani dan membuatnya tersungkur di tanah.Sedangkan Wulan tak
Batin Intan berperang, antara pulang ke Jakarta atau menetap di Singapura. Sudah bagus ia bertahan untuk tidak merindukan Baskoro di tempat sejauh ini. Akan tetapi jika ia kembali ke Jakarta, Bastian bisa bertemu dengan Baskoro, Bastian pasti sangat menyukainya. Jika ia kembali ke Jakarta, ia harus berurusan dengan ayahnya, karena menurut informasi pak Joko, ayahnya telah menemukan Villa tempat ia menyembunyikan Bastian. Anak buah ayahnya terus memantau penerbangan dan juga semua orang yang berkaitan dengannya. Sayangnya Intan tak pernah kelihatan berhubungan dengan Bobby setelah membeli perusahaan defisit itu, dimana ia memakai uang yang ia sembunyikan dengan baik, perusahaan tidak akan bisa melacak jalur pengeluarannya itu. "Baiklah, mungkin aku harus menundanya hingga keadaan membaik," gumamnya. Suasana kafe sedikit lengang di pagi hari, biasanya akan mulai ramai ketika jam makan siang hingga malam hari. Intan mengembangkan senyumnya saat Okk