Pertanyaan itu tercekat di kerongkongannya. Bagaimana kalau ia merindukan bocah itu? Kemana dia harus mencarinya?
Bobby telah keluar dari ruang kerjanya. Entah sudah berapa kali ia menghubungi Intan, mencoba barangkali Baskoro bisa sedikit bertanya apakah ia bisa melakukan sesuatu untuk Intan dan Bastian. Ia merasa bersalah karena menyuruhnya menemui ayahnya. Dan juga ia terlalu lambat untuk berterus terang bahwa sebenarnya pernikahannya dengan Wulan adalah palsu.
Ia sengaja menutupinya dan berharap Intan lebih realistis, keadaannya yang miskin dan juga tidak direstui ayahnya akan menyulitkan kehidupan Intan selanjutnya. Akan tetapi ia tak menyangka Intan justru melarikan diri tepat di hari pernikahannya. Ia juga tak mengira bahwa Intan bersungguh-sungguh dalam mencintai dirinya.
"Jadi bagaimana aku akan menyelesaikan ini?" sesaknya.
***
Abraham terbaring lemah di tempat tidurnya, ia terlalu banyak berpikir tentang kejadian yang menimpa hidupnya. D
Abraham semakin kuat mencengkram tongkatnya. Putrinya seakan mendapat penghinaan pria miskin ini. Padahal putrinya berani berbuat nekad hanya karena pria ini. Tapi apa? Ternyata Baskoro ini tidak punya hati untuk putrinya?"Putriku telah dibutakan oleh pria bedebah sepertimu. Kamu tidak mungkin bisa menikmati kekayaan kami, jangan pernah bermimpi!" Katanya, "Keluarkan orang ini dari sini!" Abraham berteriak kepada pengawalnya."Kau benar Tuan Abraham yang saya hormati, Intan terlalu buta untuk mencintai pria sepertiku. Tapi sayangnya pria miskin ini tidak membutuhkan wanita buta. Ambillah putrimu, dan aku akan mengambil anakku! Itu saja!"Bersamaan dengan itu dua orang pengawal telah mencengkeram kuat lengan Baskoro dan membawa dirinya keluar dari Mansion itu. Baskoro melemparkan pandangan mengejek kepada Abraham. Meskipun dia miskin, dia punya cinta yang putrinya rela mengemis kepadanya.Baskoro mengibaskan jas yang dipakainya saat dua bodyguard itu mend
"Hati-hati, tubuhnya masih sangat kecil," Wulan memperingati Baskoro. Baskoro sedang mencoba merasakan menyentuh bayi mungil."Hemm, aku jadi takut. Maklumlah, tidak pernah sekalipun menggendong bayi." tangannya serasa gemetaran melihat bayi mungil itu. Padahal usianya sudah tiga bulanan. "Apakah Bastian dulu sekecil ini?" batinnya."Kamu sangat kaku, Mas." Wulan tertawa, ia melihat Baskoro sangat canggung menggendongnya. Wulan terus berdiri di sisi Baskoro karena kuatir bayi itu terlepas dari gendongan Baskoro."Rasanya aku sudah keluar keringat dingin Wulan," katanya ragu.Wulan mengambil alih bayi tersebut dan menggendongnya."Pekerjaan ini memang cocok untuk wanita, pria kasar sepertiku mana mungkin bisa mengurusi bayi dengan lembut, aku salut sama perempuan," katanya.Ayah Wulan tiba-tiba datang."Lama-lama nanti juga terbiasa, bagaimana kabarmu? Apa pekerjaanmu lancar?"Baskoro menyalaminya. "Syukurlah Pak, sudah mu
Baskoro melihat lebih dalam pada pria dihadapannya. Ia ingin tahu yang sebenarnya. "Wulan mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan, Mas Dani jangan mengada-ada." Pria itu mendesah. "Kalau masalah kehamilannya, itu bukanlah kecelakaan. Akan tetapi itu adalah kesalahan kami berdua," katanya sambil menatap Baskoro. " Sedangkan kecelakaan yang sebenarnya adalah terjadi pada diri saya ini," katanya sambil menunjuk kakinya yang cacat. "Saya tidak mengerti Mas." "Awalnya, saya melamar Wulan kepada orang tuanya. Meminta baik-baik anak perempuannya karena kami memang pacaran diam-diam. Ternyata kami tidak mendapatkan restu," terangnya. "Entahlah bagaimana kami terjerumus dan membuatnya hamil. Akan tetapi saya tidak bisa mempertanggungjawabkan perbuatan saya karena saya kecelakaan dan dirawat di rumah sakit cukup lama." Sesekali pria itu menarik napas panjang dan melemparkan pandangannya ke arah danau. "Setelah saya sadar, saya mendengar k
Okky mengembangkan senyumnya, seakan itu sebuah keberuntungan."Kamu sudah bisa move on, tapi aku belum. Rasanya masih berharap sama mantanku," ucap Intan. "Oh ya, aku kerja dulu ya. Lain kali kita ngobrol lagi," Intan berpamitan.Meskipun sedikit kecewa Okky mengangguk pasrah.Dulu, ketika di bangku sekolah menengah, Okky menyukai Intan. Dia gadis yang selalu ceria dan bersikap ramah. Banyak cowok yang naksir dengan Intan, tapi semua pasti mundur teratur karena minder dengan putri konglomerat itu.Kebetulan Okky juga punya standar yang lumayan, selain kaya dia juga tampan. Okky berusaha mendekati Intan, tapi tak pernah berhasil.Saat itu, seakan masa emas dalam hidupnya. Masa-masa jatuh cinta dan berhayal sebagus mungkin. Namun kenyataan tak seindah harapan. Seperti apa yang menimpa mereka berdua, dipertemukan sebagai orang yang sama-sama menyandang status single parents.*Intan mengenakan apron dan mulai mengambil sikat kamar mandi
Semakin ia rasakan, semakin ia mengerti bahwa kehidupan yang ia jalani menyajikan kisah yang memilukan. Setelah istri yang ia nikahi diambil paksa orang tuanya, sekarang ia harus menikah terpaksa karena balas budi. Lalu ia bertemu dengan istrinya dalam keadaan membawa seorang anak, setelah ia merasakan sedikit bahagia mereka pergi begitu saja. "Apakah mereka akan menerimaku jika aku telah menceraikan Wulan?" hati Baskoro gelisah. Meskipun kembali bersama Intan bukan alasan utama menceraikan Wulan, tapi ia berharap Intan masih mencintainya. "Mas, ini diminum dulu kopinya," Wulan meletakkan secangkir kopi di hadapan Baskoro. "Apakah Agung sudah tidur?" Wulan mengangguk, lalu duduk di kursi di depan Baskoro. "Aku akan mengatakan sesuatu, tapi sebenarnya yang aku katakan ini membutuhkan kejujuranmu seutuhnya. Aku, selama ini selalu menganggapmu sebagai adik Perempuanku. Jadi aku juga selalu memikirkan kebaikanmu dan kebaikan keluarga ini," ujarnya
Bastian bermain di sekitar kafe, sekedar memainkan beberapa kerikil kecil di tangannya. Yapi kemudian matanya menangkap seekor kucing lucu berbulu lebat berjalan tak jauh darinya. Iapun melangkah keluar pagar dan ingin menyentuh kucing lucu tersebut. Bastian hampir bisa menangkapnya, ia bersemangat untuk menangkapnya.Selangkah, dua langkah tiga langkah ia terus melangkahkan kakinya untuk mengikuti kucing tersebut. Hingga Bastian tak menyadari langkahnya telah menjauh dari kafe Mommy-nya. Ketika ia sadar bahwa langkahnya menjauh ia sudah lupa jalan untuk kembali.Ia berusaha mengingat arah darimana ia datang akan tetapi semua tampak mirip. Ketika ia melangkah ke sebuah arah sebenarnya ia justru berjalan lebih jauh lagi, Bastian tersesat."Mommy..." gumamnya sedikit ketakutan. " telah "Daddy..." Kakinya lelah untuk melangkah. Rasa haus dan lapar mulai mendera. Lalu ia duduk di sebuah bangku dekat taman. Ia sungguh sudah tak sanggup untuk berjalan.Bastian
Intan berusaha menyingkirkan prasangka buruk. Namun tetap saja ia tak bisa tenang. Buah hatinya tak tampak di manapun diseputaran kafe, haruskah ia merasa tenang? "Bagaimana ini Ky, dia tak mengenali daerah ini karena masih baru. Mungkinkah ia tersesat?" "Tenanglah Intan, bagaimana kalau kita mencarinya berpencar? Carilah kearah sana dan aku akan mencari kearah sebelah sana. Ujarnya. Tapi...aku tidak tahu seperti apa wajahnya. Bisakah kau tunjukkan fotonya?" Intan mengeluarkan handphone, ia membuka koleksi foto Bastian terbaru. Okky mengamati wajah itu, lalu menyalin foto Bastian ke handphone miliknya. "Daddy, aku ikut!" teriak Sofi saat Okky mulai bergerak. "Baiklah, ayo kita cari bersama." Mereka menyusuri lorong-lorong di daerah tersebut, hingga tiga puluh menit berlalu mereka tak mendapatkan apapun. Sofi penasaran, seperti apa wajah seorang anak yang sejak tadi mereka cari. Sebab sebenarnya ia cuma membebek me
"Kamu membohongi ayahmu yang sudah tua ini? Lalu kamu menyusahkan semua orang dan juga Baskoro?"Wulan tertunduk ketakutan.Pria itu menatap sinis kepada Dani yang memakai tongkat penyangga. Sebelum kondisinya seperti itu, ayah Wulan memang sudah tak menyukai pria yang bernama Dani ini. Apalagi dengan kondisinya yang seperti itu."Kamu masih berani datang menemui Wulan?" Tangan ayah Wulan sudah bertengger di kerah baju Dani. "Kenapa?"Dani tersenyum menatap pria itu, ia tak takut dengan gertakan ayah Wulan."Tanyakan Wulan kenapa saya datang menemuinya? Atau saya katakan saja kepada penduduk di desa ini apa yang sebenarnya terjadi?"Ayah Wulan sangat kesal dibuatnya."Apa maumu?" Ucapnya dengan sangat mengintimidasi."Aku harus menikahinya dan menjadi ayah dari anakku, atau aku akan membeberkan semuanya!" Dani mengancam.Ayah Wulan mendorong tubuh Dani dan membuatnya tersungkur di tanah.Sedangkan Wulan tak
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu