Bagi Abraham, keadaan ini masih belum tepat untuk memikirkan bagaimana jadinya keluarganya kedepan, dan yang terpenting sekarang ini adalah fokus dalam keselamatan putrinya. Sejak kedatangan anak kecil bernama Bastian tadi ia terpaksa menghindar terlebih dahulu. Belum sanggup untuk mengahadapi situasinya.
Meskipun sebenarnya, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam ia mengagumi bocah yang tampan bernama Bastian. Mungkinkah dia merasa tak percaya diri karena sepertinya ia tak pernah hadir sebagai kakak yang sesungguhnya?
Kembali ia mendatangi ruang perawatan Intan.
Dari kaca pembatas, ia melihat putrinya yang sedang menatap kosong kearah putranya. Wajahnya pucat, dan tubuhnya masih tampak terbaring lemah. Tapi ia sungguh ingin menemuinya.
Haruskah ia hadir diantara mereka? Abraham meragu. Rasa malu seakan mendominasi perasaannya, ia mulai mengepalkan tangannya. Mencari kekuatan untuk bertemu putrinya.
"Ayah..." Intan bergumam, memanggil ayahny
Intan memalingkan wajahnya dari tatapan Baskoro. "Apa kau tak pernah merasakan sakitnya melihat orang yang kamu cintai menikah dengan orang lain? Kau tak tahu rasanya dicampakkan?" "Apa maksudmu? Aku tidak pernah mencampakkan kamu, aku tidak pernah meninggalkanmu sementara kau pergi dariku selama bertahun-tahun. Kau hanya salah faham Intan, cobalah dengarkan aku, please..." "Salah faham bagaimana? Fakta bahwa kamu telah menikah lagi sudah nyata di depan mataku. Sementara aku mencari-cari keberadaan kamu demi Bastian. Aku sangat kecewa, Bas." "Intan, itu hanya pernikahan palsu. Aku tidak benar-benar menikah dengan Wulan. Ya Tuhan, andai kau mau mendengar apa yang aku mau katakan, tentu pikiranmu tak harus seperti ini." Saat itu, Intan melihat Baskoro dengan tatapan heran dan tak percaya. Pernikahan palsu macam apa yang membuat wanita hamil sungguhan. "Kamu nggak sedang bercanda 'kan?" ujarnya. "Apakah kalian bersenang-senang di dalam pernikahan
Baskoro sibuk menandatangani berkas-berkas kerjasama dengan perusahaan Wijaya Group setelah sukses melakukan transfer dana investor hari itu. Sementara Abraham melihatnya penuh perhatian penampilan Baskoro yang telah sangat berubah setelah enam tahun lamanya. "Apakah istrimu baik-baik saja?" Tiba-tiba Abraham menanyakan hal itu kepada Baskoro.Baskoro melihat ke sekeliling, ternyata dia hanya sendirian di ruangan tersebut saat ini. Padahal ada beberapa orang tadi disana yang bersamanya. "Maksud Tuan, istriku yang mana?""Tentu saja istrimu yang ada di desa, memangnya istri yang mana lagi?""Ah, sebelumnya saya sangat berterimakasih karena perhatian Anda yang begitu besar buat saya, akan tetapi sayangnya saya tidak memiliki istri seperti yang Tuan katakan." Baskoro masih terus melihat berkas itu dan berkata hambar di depan Abraham."Aku sungguh tak mengerti, kau menikah dan istrimu telah mengandung. Kau tak bisa menyembunyikan kebenaran dariku.""Kebena
"Kau benar-benar datang tepat waktu." cicit Intan menyindir kedatangan Baskoro.Baskoro menatapnya jengah. "Tepat waktu salah, terlambat juga salah. Jadi apa yang harus aku lakukan?" ujarnya sambil mengemas semua barang bawaan Intan."Hem, enggak ada. Aku cuma bilang kenyataan, toh kamu memang datang tepat waktu 'kan?"Baskoro diam, malas berbalas kata."Mana Bastian, kau tidak menjemput anakku?"Kali ini beralih ke Bastian."Aku sudah mengantarnya sekolah tadi, Nyonya Intan...," ujarnya.Intan diam, lalu dia memperhatikan Baskoro memasukkan semua perlengkapan miliknya."Kemana Aku akan mengantar Nyonya besar ini pulang?""Hem, kemana lagi ya... Aku cuma wanita yang merepotkan, tapi kau memang seharusnya mengantar aku ke Villa Garden."Baskoro menatap Intan, "Kau masih ingin tahu bagaimana pernikahanku dengan Wulan?"Intan mengangguk."Ada syaratnya.""...""Setelah kau mendengar semua penjelasanku, kau haru
Dengan langkah malu-malu, Intan memasuki restoran dengan ornamen yang sangat mewah itu. Di sana sini semua tampak berkilau indah.Tanpa riasan, tanpa pakaian indah, dan hanya memakai sendal jepit itu sungguh menyiksa baginya memasuki tempat seperti itu. Meskipun ia bukan wanita bergaya mewah, tapi dia akan tau diri memasuki tempat semewah yang ia lihat."Kau membuatku malu, Bas.""Kenapa? Apa tempat ini akan menolakmu dengan penampilan seperti itu?""Tapi ini bukan WC umum, mereka pasti menuntut pelanggan dengan penampilan yang sesuai dengan gaya mereka, lihatlah aku yang hanya memakai sendal jepit. Aku bahkan tidak bisa mengangkat kepalaku karena sangat malu," Intan terus merajuk. Menurutnya ini bentuk ajakan yang bar-bar. Baskoro tidak memberi tahu kemana mereka akan pergi. Dan sekarang ia seperti orang yang sangat menyedihkan. Bahkan jalannya pun masih sedikit terpincang-pincang."Aku sudah membuat reservasi, dan Bastian menunggu kita di sana.""Jadi
Lamaran yang terkesan tidak adil! Bagaimana bisa suasana itu sangat canggung dan jauh dari kata romantis."Apa ini paksaan? Kau membuatku jadi bertanya-tanya kenapa secepat ini?"Baskoro melihat tatapan mata Intan yang seperti meragu."Tak ada paksaan untuk siapapun, tapi aku memang tidak menerima penolakan. Aku sudah mengatakan sebelum ini.""Apa kau sungguh belum berubah? Kau tidak sedang mempermainkan hidupku 'kan?" Intan menatapnya tajam. "Wanita yang engkau nikahi, bukankah dia mencintaimu? Aku bisa tahu dari sorot matanya saat itu.""Tidak, diantara kami tidak pernah terjadi apapun kecuali pernikahan palsu. Semua itu aku lakukan hanya sebagai tameng nama baik keluarganya. Dia hamil oleh kekasihnya sendiri, dan sekarang mereka sudah kembali bersama."Intan termenung. Jadi ketika ia menemui Baskoro sehari setelah Baskoro menikah, sebenarnya tidak ada hubungan apapun diantara mereka? Baskoro mengatakan membencinya saat itu, karena dia benar-benar san
"Haruskah mengundang Baskoro?" katanya lirih kepada asistennya."Tuan, saya hanya bertanya-tanya saja bahwa apakah Anda akan mengundangnya setelah semua kejadian ini. Adapun keputusannya semua terserah Anda.""Apakah menurutmu dia akan datang?"Asisten itu tersenyum, "Saya akan mencobanya, Tuan."Abraham merenung. Ia masih ingat dengan apa yang telah ia lakukan terhadap Baskoro. Segala hinaan dan juga celaan selalu ia lontarkan kepada pria itu. Namun Intan tidak pernah terpengaruh dengan semua kata-katanyaBahkan ia menyangka Baskoro melakukan guna-guna untuk memikat putrinya.Nyatanya setelah lima tahun ia memisahkannya, tidak sedikitpun ada yang berubah. Yang terjadi justru sebaliknya dan sangat mengejutkan. Selama ini Intan menyembunyikan seorang anak yang ia lahirkan di pengasingan dan merawat anak itu dengan baik.Abraham meragukan dirinya, apakah dia manusia baik ataukah manusia jahat yang telah tega menyengsarakan putrinya sendir
Mereka sudah berada di dalam mobil dan bergegas menuju sekolah Bastian, berharap Bastian segera bisa ditemukan.Sampailah mereka pada gerbang sebuah sekolah taman kanak-kanak yang gerbangnya tertutup rapat. Tak ada seorangpun berada disana kecuali seorang petugas kebersihan."Maaf Pak, adakah seorang anak yang masih tersisa di sekolah? Sebab anak kami belum sampai di rumah."Pria itu sedikit bingung, kalau sudah satu jam berlalu biasanya memang sudah tidak ada lagi anak yang tertinggal di sekolah."Apa biasanya pulang sendiri?""Tidak, tadi pengasuhnya menjemput tapi tidak ada di sekolah.""Bolehkah saya melihat foto anak tersebut?"Intan mengeluarkan ponsel miliknya dan menunjukkan foto Bastian."Hemm, anak ini ya. Sepertinya ada seorang lelaki yang bersamanya tadi.""Seorang lelaki? Bagaimana wajah pria tersebut? Apa Bapak tahu siapa lelaki itu?" Intan makin panik."Intan, tenanglah Jangan terlalu mendesak bapak ini, sebaiknya kamu
"Kau mengenalinya?" Baskoro menautkan alisnya."Iya, mereka adalah pengawal ayahku. Kita bahkan belum bertanya kepada ayahku."Polisi tersebut melihat mereka keheranan. "Jadi, apakah kalian sungguh mengenal pria tadi?"Intan tersenyum tipis. "Kami mohon maaf karena telah merepotkan. Kami tidak menyangka itu adalah perbuatan kakeknya. Syukurlah karena kemungkinan besar putra kami baik-baik saja."Petugas kepolisian tersebut tersenyum lega. "Syukurlah, sudah menjadi kewajiban kami untuk membantu masyarakat," katanya kemudian.Lalu mereka berpamitan."Jadi kita akan ke mansion ayahmu?""Kenapa tidak? Aku sungguh kesal dibuatnya!""Intan, sebaiknya engkau menahan perasaan kesalmu itu."Baskoro khawatir Intan akan marah-marah kepada ayahnya."Bagaimana aku nggak kesal? Ayah bertindak seperti itu dan membuatku hampir mati ketakutan!"Baskoro mengemudi dengan tenang. Ia bisa mengerti perasaan Intan sebagai seorang ibu yang