"Apa yang kamu lakukan disini? Ba-bagaimana kamu tahu aku disini?" Tanya Intan lagi.
"Ah, itu nggak penting. Sekarang yang terpenting adalah keadaanmu. Apakah kamu baik baik saja?" Andre menyentuh tangan Intan, namun refleks Intan menariknya. Andre sedikit heran melihat sikap Intan yang ketakutan, hingga netranya terperangkap pada sosok seorang pria di belakang Intan.Baskoro menarik Intan sedikit memaksa kembali ke brangkar rumah sakit."Susah payah aku membawamu kemari, tapi apa yang kamu lakukan?" Katanya sambil mendudukkan Intan di tepi tempat tidur. "Lihat wajahmu yang pucat, apa kau mau mati?!" Geramnya tepat di wajah Intan."Hei Bung! Apa yang kamu lakukan kepada seorang wanita? Tidak bisakah kamu sedikit lembut?" Andre mengomentari Baskoro yang kasar terhadap Intan."Ini juga bukan urusanmu!""Benarkah? Sejak kapan Intan menjadi urusanmu?" Andre melangkah mendekati Baskoro, matanya tajam menyoroti penampilan Baskoro yang le"Tidak perlu kesal, sudah sewajarnya sebagai calon suaminya aku sendiri yang akan merawatnya. Apakah Istrimu tahu bahwa suaminya sedang mengurusi perempuan lain?"Suara Andre membuyarkan lamunan Baskoro yang sedang duduk di bawah pohon rindang di sekitar rumah sakit. Baskoro tampak duduk mengorek-ngorek tanah dengan wajah masam."Kamu terlalu banyak tahu urusan kami," kata Baskoro datar."Itu benar. Aku terlalu banyak tahu tentang urusan kalian dan yang paling aku ketahui adalah bagaimana perasaan wanita yang sudah kamu sakiti itu,"Andre berdiri disisi Baskoro dan bersandar pada batang pohon dengan tajuk melebar itu, sesekali hawa sejuk berhembus menghampiri mereka di cuaca yang terik itu. Namun tidak mengurangi panasnya perbincangan mereka. Kaki Andre bertekuk salah satunya, dan kedua tangannya tersimpan di saku celananya."Apa maumu?" Baskoro to the points."Itu tidak mudah. Karena aku yakin bahwa kau akan menyesalinya.""Menyesal?""Inta
"Tuan, Nona Intan pergi ke rumah seorang pegawai dari salah satu cabang perusahaan kita. Ia tinggal bersama istrinya di kawasan Jakarta Utara." "Siapa nama pria itu?" "Dari informasi yang kami dapatkan, dia bernama Abbas." "Abbas?" Abraham telah mengutus beberapa orang untuk mengikuti kemana Intan pergi. Itulah sebabnya Abraham juga tahu Intan di bawa ke rumah sakit. Bahkan mereka juga mengabarkan bahwasanya Intan pingsan dan dibawa oleh seorang pria tak di kenal ke rumah sakit. Itulah sebabnya Abraham telah berada di rumah sakit mengunjungi putrinya. "Adakah seseorang yang kau kunjungi?""Ah, di - dia hanya mandor proyek yang bekerja di salah satu perusahaan kita, untuk apa ayah mengurusi hal semacam itu?" Intan mengelak diinterogasi."Apa tidak bisa kau wakilkan kepada orang lain, atau setidaknya ada sopir yang mengantarmu?""Aah, ayah. Intan bertanggung jawab dengan proyek ini. Jadi ayah tidak perlu khawatir Ayah,"Sekarang Inta
Baskoro masih mengingat dengan jelas siluet pria tua itu, dia berdiri dengan seorang pengawal di sisinya.Sekilas ia melirik Wulan yang kebingungan."Mas, siapa mereka sebenarnya?""Kamu tidak perlu takut, tapi sebaiknya tetaplah di dalam kamar," perintah Baskoro yang diikuti anggukan Wulan.Baskoro membuka pintu, tak ada senyuman di wajahnya saat pria tua itu menatapnya."Aku tak mengerti mengapa putriku selalu terobsesi dengan pria brengsek sepertimu!"Baskoro melebarkan telinganya, mencermati ucapan Abraham."Anda datang hanya untuk memaki Tuan? Tampaknya itu tidaklah sesuai dengan anda. Bukankah kita tidak punya urusan apapun untuk dibicarakan?"Abraham terkekeh."Kamu bahkan berada dibawah naungan perusahaanku, aku tak pernah menyangka ada tikus got di bawahku. Mulai besok, hentikan proyek itu! Dan satu hal lagi, selesaikan urusanmu dengan Intan secepatnya!" Abraham mengeluarkan sebuah amplop besar dan tebal lalu melemparkannya ke ata
Intan menyibak korden ruang kantornya. Setelah dua hari beristirahat sekarang Intan memulai aktivitasnya di kantor.Beberapa Berkas sudah menumpuk di meja kantornya mungkin hari ini adalah hari yang berat untuknya bekerja. Ia menghirup dalam-dalam udara yang berada di ruangannya untuk memberinya semangat dan kekuatan menjalani pekerjaannya, lalu ia mulai membolak-balik lembaran kertas yang ada di meja kerjanya.Tiba-tibamatanya terpaku pada sebuah berkas yang bertuliskan logo MPM, Ia langsung teringat bahwa itu adalah perusahaan kecil yang dikelola Baskoro. Sedikit penasaran Intan membuka lembaran tersebut, akan tetapi ia dikejutkan dengan berita acara yang menyatakan bahwa perusahaan MPM sudah tidak bisa beroperasi lagi di bawah naungan Wijaya Group. Hal itu tentu saja membuat instan penasaran. Sebab, sebenarnya ia menaruh perhatian besar terhadap perusahaan itu dikarenakan pimpinanya adalah Baskoro.Agak berdebar Intan membaca detail dari berkas
Sudah hampir satu jam Baskoro menunggu di lobby perusahaan itu. Ia baru mau beranjak meninggalkan tempat duduknya, hingga sepasang matanya menumpu pada seorang wanita yang baru saja turun dari mobilnya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya nampak menghentikan langkahnya dan membungkuk memberikan hormat kepadanya. Tampak sekali bahwa dia adalah seorang wanita yang dihormati di perusahaan ini.Tak diragukan talenta yang ia miliki, ia memang seorang wanita penuh pesona. Didalam hati Baskoro memuji wanita yang ia lihat itu.Ia bahkan sedikit terharu menyaksikan bahwa Intan menjadikan nomor teleponnya sebagai panggilan yang disimpan bersama Bastian. Benarkah dia masih mencintaiku?Namun tiba-tiba ia mengepalkan tangannya. "Cinta?" cibirnya dalam hati. Baskoro mengiringi langkah wanita yang telah ditunggunya sejak tadi.Intan hanya melirik dan membiarkan Baskoro mengikutinya hingga mereka berada dalam satu lift."Apakah kau berubah pikiran?" Intan memul
Baskoro tidak segera merespon apa yang ia dengar. Ucapan itu seperti cambuk petir di kepalanya."Hentikan! Aku tak membutuhkan kamu lagi, aku hanya butuh Bastian. Berikan padaku dan menikahlah dengan pria pilihanmu!""Sungguh aku tak ingin menikahi siapapun jika Bastian harus pergi dariku," air mata Intan meluncur, itu terlalu menyakitkan baginya."Kumohon Bas, biarkan Bastian bersamaku! Namun aku membiarkan kamu menemuinya kapanpun kamu mau.""Baiklah jika itu maumu, tapi memang benar aku tidak akan menceraikanmu dan juga tidak menganggap kamu adalah istriku!" Ucapnya kemudian."Bas, itu tidak mungkin bukan?" Intan masih menggantung pernyataan Baskoro."Kalau aku istrimu, maka biarlah aku menjadi istrimu Bas, mengapa kamu membuatku bingung?" Intan memegangi kedua lengan Baskoro. Ia ingin Baskoro melihatnya."Apa maksudmu? Kau tahu aku telah mempunyai seorang istri bukan?""Aku tak akan perduli, aku hanya ingin kamu hadir sebagai ayah Bastian dan ak
"Tidak! Aku tidak bisa bersamamu Wulan, apakah kamu tidak mengingat perjanjian yang telah kita sepakati? Maafkan, aku tidak bisa bersamamu!"Ucapan itu cukup menggema di telinga Wulan. Ia benar-benar tak bisa membuat Baskoro tertarik kepadanya. Namun ia tak boleh menyerah begitu saja."Jika kamu mengembalikan aku ke kampung, lebih baik aku mati saja. Aku tidak mau bercerai denganmu Mas," lirih Wulan, tetapi itu cukup jelas di telinga Baskoro.Baskoro mengacak rambutnya."Mengapa masalah semakin rumit saja!!" Geramnya."Apa yang kamu lakukan? Mengapa aku harus mengikuti kemauanmu?" Baskoro frustasi."Aku tidak bisa Mas, aku sangat mencintaimu!"Wanita benar-benar gila! Mengapa mencintai harus seperti ini? Batinnya berkecamuk."Tidak! Aku tidak mengijinkan kamu mencintaiku, kamu harus segera kembali. Disini Jakarta Wulan, apa kamu mau tidur di kolong jembatan?""Aku tidak perduli Mas, aku akan lakukan apapun untuk bersamamu," Wu
"Apa yang akan kamu lakukan sebenarnya?" Andre mencari tahu penyebab Intan mengatakan semua itu. "Haruskah aku memberi tahu musuhku?" Jawab Intan. "Aku calon suamimu, bukan musuhmu." "Kau harus menyiapkan seorang wanita pengganti atau menyewa seorang gadis untuk menggantikan posisiku, atau kamu akan dibuat malu karena kehilangan mempelai!" Ancamnya. "Mana ada seperti itu?" Andre jadi kesal karenanya. "Tentu ada, aku banyak baca di novel tentang kisah semacam itu. Sewa saja seorang gadis lalu kamu bisa jatuh cinta kepadanya!" "Cerita fiksi? Ah, kamu seorang manajer eksekutif, bagaimana sempat baca novel?" "Akan kubuat kalau tidak ada.. emm, Andre sebagai tokoh utama. Oke?" "Candaan kamu keterlaluan. Aku tidak mau menjalani hidup dalam dongeng menyedihkan seperti itu," protes Andre. Kalau begitu Cepatlah mundur dan jangan setujui keinginan Ayahku maka kita akan sama-sama terbebas Andre
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu