"Tuan, Nona Intan pergi ke rumah seorang pegawai dari salah satu cabang perusahaan kita. Ia tinggal bersama istrinya di kawasan Jakarta Utara."
"Siapa nama pria itu?"
"Dari informasi yang kami dapatkan, dia bernama Abbas."
"Abbas?"
Abraham telah mengutus beberapa orang untuk mengikuti kemana Intan pergi. Itulah sebabnya Abraham juga tahu Intan di bawa ke rumah sakit. Bahkan mereka juga mengabarkan bahwasanya Intan pingsan dan dibawa oleh seorang pria tak di kenal ke rumah sakit. Itulah sebabnya Abraham telah berada di rumah sakit mengunjungi putrinya.
"Adakah seseorang yang kau kunjungi?"
"Ah, di - dia hanya mandor proyek yang bekerja di salah satu perusahaan kita, untuk apa ayah mengurusi hal semacam itu?" Intan mengelak diinterogasi."Apa tidak bisa kau wakilkan kepada orang lain, atau setidaknya ada sopir yang mengantarmu?""Aah, ayah. Intan bertanggung jawab dengan proyek ini. Jadi ayah tidak perlu khawatir Ayah,"Sekarang IntaBaskoro masih mengingat dengan jelas siluet pria tua itu, dia berdiri dengan seorang pengawal di sisinya.Sekilas ia melirik Wulan yang kebingungan."Mas, siapa mereka sebenarnya?""Kamu tidak perlu takut, tapi sebaiknya tetaplah di dalam kamar," perintah Baskoro yang diikuti anggukan Wulan.Baskoro membuka pintu, tak ada senyuman di wajahnya saat pria tua itu menatapnya."Aku tak mengerti mengapa putriku selalu terobsesi dengan pria brengsek sepertimu!"Baskoro melebarkan telinganya, mencermati ucapan Abraham."Anda datang hanya untuk memaki Tuan? Tampaknya itu tidaklah sesuai dengan anda. Bukankah kita tidak punya urusan apapun untuk dibicarakan?"Abraham terkekeh."Kamu bahkan berada dibawah naungan perusahaanku, aku tak pernah menyangka ada tikus got di bawahku. Mulai besok, hentikan proyek itu! Dan satu hal lagi, selesaikan urusanmu dengan Intan secepatnya!" Abraham mengeluarkan sebuah amplop besar dan tebal lalu melemparkannya ke ata
Intan menyibak korden ruang kantornya. Setelah dua hari beristirahat sekarang Intan memulai aktivitasnya di kantor.Beberapa Berkas sudah menumpuk di meja kantornya mungkin hari ini adalah hari yang berat untuknya bekerja. Ia menghirup dalam-dalam udara yang berada di ruangannya untuk memberinya semangat dan kekuatan menjalani pekerjaannya, lalu ia mulai membolak-balik lembaran kertas yang ada di meja kerjanya.Tiba-tibamatanya terpaku pada sebuah berkas yang bertuliskan logo MPM, Ia langsung teringat bahwa itu adalah perusahaan kecil yang dikelola Baskoro. Sedikit penasaran Intan membuka lembaran tersebut, akan tetapi ia dikejutkan dengan berita acara yang menyatakan bahwa perusahaan MPM sudah tidak bisa beroperasi lagi di bawah naungan Wijaya Group. Hal itu tentu saja membuat instan penasaran. Sebab, sebenarnya ia menaruh perhatian besar terhadap perusahaan itu dikarenakan pimpinanya adalah Baskoro.Agak berdebar Intan membaca detail dari berkas
Sudah hampir satu jam Baskoro menunggu di lobby perusahaan itu. Ia baru mau beranjak meninggalkan tempat duduknya, hingga sepasang matanya menumpu pada seorang wanita yang baru saja turun dari mobilnya. Beberapa karyawan yang berpapasan dengannya nampak menghentikan langkahnya dan membungkuk memberikan hormat kepadanya. Tampak sekali bahwa dia adalah seorang wanita yang dihormati di perusahaan ini.Tak diragukan talenta yang ia miliki, ia memang seorang wanita penuh pesona. Didalam hati Baskoro memuji wanita yang ia lihat itu.Ia bahkan sedikit terharu menyaksikan bahwa Intan menjadikan nomor teleponnya sebagai panggilan yang disimpan bersama Bastian. Benarkah dia masih mencintaiku?Namun tiba-tiba ia mengepalkan tangannya. "Cinta?" cibirnya dalam hati. Baskoro mengiringi langkah wanita yang telah ditunggunya sejak tadi.Intan hanya melirik dan membiarkan Baskoro mengikutinya hingga mereka berada dalam satu lift."Apakah kau berubah pikiran?" Intan memul
Baskoro tidak segera merespon apa yang ia dengar. Ucapan itu seperti cambuk petir di kepalanya."Hentikan! Aku tak membutuhkan kamu lagi, aku hanya butuh Bastian. Berikan padaku dan menikahlah dengan pria pilihanmu!""Sungguh aku tak ingin menikahi siapapun jika Bastian harus pergi dariku," air mata Intan meluncur, itu terlalu menyakitkan baginya."Kumohon Bas, biarkan Bastian bersamaku! Namun aku membiarkan kamu menemuinya kapanpun kamu mau.""Baiklah jika itu maumu, tapi memang benar aku tidak akan menceraikanmu dan juga tidak menganggap kamu adalah istriku!" Ucapnya kemudian."Bas, itu tidak mungkin bukan?" Intan masih menggantung pernyataan Baskoro."Kalau aku istrimu, maka biarlah aku menjadi istrimu Bas, mengapa kamu membuatku bingung?" Intan memegangi kedua lengan Baskoro. Ia ingin Baskoro melihatnya."Apa maksudmu? Kau tahu aku telah mempunyai seorang istri bukan?""Aku tak akan perduli, aku hanya ingin kamu hadir sebagai ayah Bastian dan ak
"Tidak! Aku tidak bisa bersamamu Wulan, apakah kamu tidak mengingat perjanjian yang telah kita sepakati? Maafkan, aku tidak bisa bersamamu!"Ucapan itu cukup menggema di telinga Wulan. Ia benar-benar tak bisa membuat Baskoro tertarik kepadanya. Namun ia tak boleh menyerah begitu saja."Jika kamu mengembalikan aku ke kampung, lebih baik aku mati saja. Aku tidak mau bercerai denganmu Mas," lirih Wulan, tetapi itu cukup jelas di telinga Baskoro.Baskoro mengacak rambutnya."Mengapa masalah semakin rumit saja!!" Geramnya."Apa yang kamu lakukan? Mengapa aku harus mengikuti kemauanmu?" Baskoro frustasi."Aku tidak bisa Mas, aku sangat mencintaimu!"Wanita benar-benar gila! Mengapa mencintai harus seperti ini? Batinnya berkecamuk."Tidak! Aku tidak mengijinkan kamu mencintaiku, kamu harus segera kembali. Disini Jakarta Wulan, apa kamu mau tidur di kolong jembatan?""Aku tidak perduli Mas, aku akan lakukan apapun untuk bersamamu," Wu
"Apa yang akan kamu lakukan sebenarnya?" Andre mencari tahu penyebab Intan mengatakan semua itu. "Haruskah aku memberi tahu musuhku?" Jawab Intan. "Aku calon suamimu, bukan musuhmu." "Kau harus menyiapkan seorang wanita pengganti atau menyewa seorang gadis untuk menggantikan posisiku, atau kamu akan dibuat malu karena kehilangan mempelai!" Ancamnya. "Mana ada seperti itu?" Andre jadi kesal karenanya. "Tentu ada, aku banyak baca di novel tentang kisah semacam itu. Sewa saja seorang gadis lalu kamu bisa jatuh cinta kepadanya!" "Cerita fiksi? Ah, kamu seorang manajer eksekutif, bagaimana sempat baca novel?" "Akan kubuat kalau tidak ada.. emm, Andre sebagai tokoh utama. Oke?" "Candaan kamu keterlaluan. Aku tidak mau menjalani hidup dalam dongeng menyedihkan seperti itu," protes Andre. Kalau begitu Cepatlah mundur dan jangan setujui keinginan Ayahku maka kita akan sama-sama terbebas Andre
"Baiklah, aku akan menceraikan kamu, agar kamu bebas menikahi siapapun. Maafkan karena aku tidak bisa menjadi suami yang baik."Dedaunan seakan runtuh berserakan mendengar Baskoro mengucapkan semua kalimat itu. Pijakan yang menahan Intan berdiri seakan bergetar dan berputar. Intan sudah menyerah untuk berharap sejak lama, tapi ia tak pernah siap untuk mendengar kalimat ini. Satu-satunya harapan terakhir adalah membuat Baskoro mengasihani dirinya."Mengapa begitu mudahnya Kamu melepaskan diriku?" Suara serak Intan membuat Baskoro melihatnya."Aku tidak bisa bersamamu, dan Kamu juga tidak bisa bersamaku, itu sudah cukup jelas buat kita. Lagian kita memang akan menempuh jalan hidup kita masingmasing.""Lalu bagaimana dengan putra kita?"Baskoro mendesah. Mereka harus berakhir seperti ini, siapa yang menyangka?"Aku akan selalu mengunjunginya dan tidak mengambilnya darimu. Apa kau puas?""Puas? Apa yang akan membuatku puas Bas? Aku
Setelah sekian lama rasa bergantung itu menancap dalam hatinya, sekarang Intan merasa terjun bebas seakan terjatuh dari cakrawalanya. Ia tak bisa lagi mengharap cinta dari pria bernama Baskoro. Hidupnya gamang tak bertepi. Ia hanya bisa menekan rasa sakit yang menusuk dadanya dengan memukul-mukul sedikit kuat ke dadanya. "Baiklah, aku akan menikahi Andre. Mungkin itu sedikit melupakan rasa sakit ini," gumam Intan lirih. "Mommy, aku ingin bermain sepeda," Bastian menarik tangan Intan untuk keluar rumah. Saat itulah Intan bisa melihat Baskoro telah berdiri di depan pintu rumahnya. "Bolehkah aku masuk?" Intan hanya melebarkan pintu itu tanpa bersuara. Bastian berlari keluar menghampiri Nita dan mengajak Nita bermain di halaman. Baskoro masuk ke dalam rumah Villa, ia duduk disebuah kursi di sana. "Aku senang Bastian bisa menikmati kehidupan yang layak," gumamnya sambil mengedarkan matanya ke rumah bagus itu. "