“Saya pesan semua makanan dan minuman yang ada di sini,” ucap Adam pada pelayan yang melayani mereka.Gauri mengangkat kedua alis sambil menggeleng. Wanita itu tidak pernah mengerti jalan pikiran Adam.Setelah menyeretnya ke tangga darurat, Adam memaksanya untuk ikut. Ternyata pria itu membawa Gauri ke sebuah restoran bintang lima dan memesan ruang VVIP hanya untuk makan dengannya.Wanita itu menghela napas. Diam-diam dia melirik Adam yang masih berbicara pada pelayan dengan tatapan iba, teringat dengan ucapan Amora yang tidak sengaja dia dengar saat sedang berada di toilet rumah sakit.‘Sebentar lagi Mas Adam akan mendapat kabar buruk. Terima saja kebaikannya kali ini, Gauri. Toh hanya makan siang bersama.’ Gauri bicara pada dirinya sendiri.“Kita hanya berdua, Mas.” Gauri mengingatkan setelah pelayan pergi.“Ini makan siang pertama kita, kan? Jadi ini harus berkesan,” sahut Adam menatap lurus ke mata Gauri sambil melepas jasnya
“Jangan sembarangan kalau bicara!” bantah Gauri. Wajah wanita itu memerah, antara marah dan malu.Kata-kata Adam menusuk tepat di ulu hatinya. Begitu pula dengan sikapnya yang mempermainkan Gauri.Pria itu yang mengajak Gauri makan siang bersama. Dia juga memesan semua makanan dan menu restoran. Namun, sekarang Gauri yang harus membayar semuanya?Perasaan iba dan hangat yang sempat Gauri rasakan saat bersama Adam kini lenyap begitu saja. Pria ini mungkin tidak sejahat iblis, tetapi dia juga tidak sebaik malaikat.“Sebagai informasi, kami hanya menerima pembayaran non-cash, Nona,” sela pelayan wanita yang sedang menunggu keputusan Gauri.Dahi Gauri mengernyit. Wanita itu menatap Adam dan pelayan itu bergantian sambil mengambil dompetnya.Gauri mengambil kartu ATM satu-satunya dan menyerahkannya pada pelayan wanita itu dengan tidak rela. Sisa saldo di kartu itu adalah uang tabungan Gauri yang terakhir. Dia akan langsung kehabisan uang setelah membayar ini semua.Namun saat pelayan wanit
“Lupakan aku, Mas,” ucap Gauri pada akhirnya.Hal itu membuat Adam mengernyit. “Apa maksudmu?”“Kamu terus mencampuri urusanku, Mas. Apakah kamu masih … ah! Aku hampir saja bertanya apakah kamu masih mencintaiku,” ucap Gauri tertawa sinis.Mereka hanya menikah kontrak. Tidak butuh cinta di dalamnya, tetapi setelah berpisah, Gauri justru merasa Adam berperilaku seperti mantan suami pada umumnya.Sering mengganggu, mengikuti, bahkan mulai menunjukan perilaku obsesif. Pria itu seharusnya diam saja dan tidak perlu berada di sekitar Gauri lagi.“Kamu tidak pernah mencintaiku. Jadi kumohon berhenti!” lanjut Gauri dengan tatapan memohon, tetapi wanita itu tidak kehilangan sisi anggunnya sama sekali.“Kenapa aku harus berhenti?” tanya Adam dengan cepat ketika pria itu mengerti apa yang Gauri maksud dengan berhenti.Berhenti menghubungi, mengikuti, dan apa pun yang membuat Gauri risih. Dadanya bergemuruh, tidak terima dengan perm
“Apa kamu bisa melakukannya?” Ezra balik bertanya sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding di dekat pintu kamar Gauri.Gauri mengepalkan tangan, mencoba menguatkan dirinya. Dia juga berusaha membuang ketakutannya.“Kenapa tidak? Kamu masih berpikir saya tidak bisa melakukan apa pun tanpa bantuan Kakek?” Gauri tidak ingin kalah, pertanyaan dibalas dengan pertanyaan.Tanpa ragu dan merasa bersalah, Ezra dengan cepat mengangguk. “Ya, tentu saja masih. Saya orang yang cukup konsisten dan saya jarang salah dalam menilai sesuatu.”Wanita cantik itu mendesah kesal. Dia menaruh tasnya di atas nakas terdekat dan duduk di salah satu kursi yang biasa digunakan untuk makan.Walaupun sudah berusaha menguatkan dirinya untuk membalas setiap ucapan Ezra, kaki Gauri semakin terasa lemas. Dia takut jatuh jika terlalu memaksakan diri. Itu hanya akan mempermalukan dirinya.Rumah Amelia bergaya terbuka dan tidak terlalu luas sehingga Gauri dan Ezra
“Berhenti, Ezra!” pekik Gauri terus melangkah mundur.Sayangnya, langkahnya terhenti ketika tubuh Gauri menabrak meja dapur. Ezra tidak memedulikan peringatan Gauri, pria itu terus melangkah.Namun, saat Ezra hanya tinggal selangkah lagi dengan Gauri, pria itu tiba-tiba berhenti. Kedua alisnya terangkat antusias.“Saya melupakan sesuatu,” ucap Ezra sambil mengambil ponsel dari saku celananya dan membukanya. “Kita harus mendokumentasikan kegiatan kita.”Gauri menatap Ezra curiga. Apalagi ketika pria itu menaruh ponsel dalam keadaan terbalik dan mengarahkan kameranya ke wanita cantik itu.Kemudian, Ezra kembali menipiskan jarak mereka hingga tidak tersisa lagi. Gauri tersentak, dia dengan panik meraba-raba ke meja dapur di belakangnya.Saat Gauri ingin menghindari dari sana, Ezra mengurungnya dengan menaruh kedua tangan besarnya ke meja dapur. Jantung Gauri bergemuruh. Wanita itu ingin marah, tetapi tidak memiliki tenaga untuk melakukan itu.“Ezra, sadarlah!” Gauri mencoba memohon supay
“Uang ini dikirim untuk keperluan apa, Pak?” tanya Ivan, manajer Bank CCA Pusat yang Adam temui di daerah Jakarta Barat. Mereka memilih berbicara di dalam mobil Adam.Adam yang sedari tadi sedang membubuhkan tanda tangan di beberapa dokumen, melirik tajam pada Ivan.“Maaf, saya harus tahu supaya ada laporan ke atasan,” lanjut Ivan langsung mengoreksi ucapannya sambil tersenyum tipis, walaupun dalam hatinya ketakutan karena aura Adam sangat dingin.“Ini utang-utang saya padanya,” jawab Adam kemudian. Pria itu menyerahkan dokumen tersebut dan menunggu Ivan yang sedang memeriksanya.“Gauri Bentlee dengan nama ibu kandung Visca Bentlee, jumlah uang yang akan ditransfer 20 miliar rupiah. Benar, Pak?” tanya Ivan memastikan sambil membaca dokumen data diri nasabah.Adam mengangguk tanpa bicara satu patah kata pun. Angka itu sebenarnya sudah jauh lebih tinggi daripada nafkah Gauri selama menjadi istri Adam.Adam sengaja menambahkan uang yang seharusnya Gauri terima sebagai istrinya berkali-k
“Nona harus segera pergi!” seru Amelia setelah dia menutup pintu rumahnya, wajahnya tegang seperti sedang dikejar-kejar sesuatu. Gauri yang sedang menyiapkan makan malam spontan mengernyit. “Setelah mengajakku tinggal di sini, sekarang kamu mengusirku?” tanya Gauri sambil menatap Amelia yang masih berdiri di ambang pintu. Wajah Amelia memucat. Wanita itu segera mendekati Gauri dan membantunya menata hidangan makan malam. “Bukan begitu, Nona. Saya baru saja mendengar Tuan Thomas mengatakan sesuatu.” Amelia membenarkan ucapannya. “Kakek?” Gauri menghentikan aktivitasnya dan fokus menatap Amelia. Sudah lama Gauri tidak mendengar apa-apa dari Thomas. Amelia mengangguk. “Tuan Thomas belum tahu kalau Nona ada bersama saya, tapi beliau berjanji akan mengurung Nona Gauri di ruang bawah tanah jika kalian bertemu.” Gauri mengernyit sambil duduk di salah satu kursi. Amelia mengikutinya. “Tidak ada yang tahu di mana ruangan itu berada. Hanya Tuan Thomas yang memiliki akses masuk ke
“2 miliar?!” jerit tertahan Gauri, khawatir tetangga Amelia akan mengusirnya jika mereka terlalu berisik.Amelia membuka mulutnya beberapa lama. Begitu pula dengan Gauri, hanya saja dia masih cukup sadar untuk menutupnya menggunakan salah satu tangan.Angka itu membuat jantung Gauri berdetak lebih cepat. Berbagai bayangan negatif menyerbu pikirannya.“Bagaimana kalau ini penipuan transaksi barang ilegal?” tanya Gauri sambil terus menatap layar ponselnya yang menunjukkan sisa saldo di rekeningnya.Saldo yang tertera di sana seharusnya tidak sampai dua juta karena Gauri baru saja menggunakan 12 juta untuk makan siang bersama Adam. Jika bisa meleleh, ponselnya mungkin sudah meleleh sejak tadi karena Gauri terus memelototinya.Gauri menoleh ke Amelia karena wanita itu tidak kunjung meresponsnya. Rupanya Amelia sedang menelpon seseorang.“Halo. Ya, selamat malam,” sapa Amelia sambil melirik Gauri dengan ragu. “Saya ingin menanyakan sesuatu terkait uang yang masuk ke rekening bos saya.”Gau
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita