“Mas!” panggil seorang wanita yang menahan suaranya. Dia menarik tangan Adam dengan sangat kuat. Saat Adam menoleh, dia mendapat Lily berdiri di dekatnya. Wanita itu menggeleng, mengisyaratkan bahwa sebaiknya Adam tidak pergi menghampiri Ezra. Adam mengernyit dan menatap tajam Lily dengan dingin. “Lepas.” Lily terkesiap. Dia segera melepas genggamannya pada tangan Adam. Walaupun masih berwajah masam, Adam terlihat mendengarkannya. “Maaf,” ucap Lily pelan sambil menunduk, terlihat menyesal. “Saya tidak punya waktu untuk ini,” sergah Adam. Pria itu hampir saja melangkah kembali jika Lily tidak menahannya. “Apa kamu tidak akan datang jika saya memberi tahu sejak awal bahwa ini adalah pesta pertunangan mantan istrimu?” tanya Lily penasaran. “Papi melakukan hal yang sama seperti saya, menyembunyikan fakta itu. Mengapa kamu hanya marah pada saya?” Lily berkata lagi. Lily berkata benar. Namun, Adam tidak ingin mengakui itu dan membesarkan kepala wanita itu. “Pergi dari hadap
“Ada satu hal lagi yang belum saya katakan tentang cucu kandung saya,” ucap Thomas sambil menyapu pandangannya ke segala arah. “Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amerika Serikat, kini dia resmi menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri.”Sementara itu di dalam ruang ganti khusus mempelai wanita, Gauri ikut berdebar kala mendengar Thomas memperkenalkannya. Suara sang kakek tersambung ke pengeras suara yang ada di ruangannya.Beberapa kali Gauri menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia merasa telapak tangannya menjadi dingin dan berkeringat.“Kakek terlalu berlebihan, bukan?” tanya Gauri saat melihat Amelia mendekatinya.“Tidak. Nona memang sempurna,” jawab Amelia sambil memuji dengan tulis.Gauri mendesah. Jawaban itu justru membuatnya semakin tegang.“Untuk cucu saya tercinta, Gauri Bentlee, ini waktumu ke panggung!” seru Thomas terdengar antusias.“Silakan, Nona.” Amelia membukakan pintu untuk Gauri.Gauri mengangguk mantap. Wanita cantik itu segera melangkah kel
Kurang satu inci lagi Ezra mendaratkan bibirnya di atas bibir tunangannya, tiba-tiba Gauri jatuh pingsan. Kepala wanita itu hampir saja membentur lantai jika Ezra tidak segera menahannya. Beberapa para tamu undangan terkesiap menyaksikan momen mendebarkan itu. Mereka hampir saja melihat pesta pertunangan paling megah yang berubah menjadi tragedi. Ezra mengernyit kesal. Gauri berhasil membuat darahnya mendidih, mencapai suhu tertinggi dalam waktu dekat. “Bangun!” seru Ezra sambil berbisik. “Saya tahu kamu hanya berpura-pura, Gauri!” Gauri bergeming. “Akan saya hitung sampai tiga, jika kamu tidak juga bangun, saya akan membuat kamu sangat menyesal!” ancam Ezra pelan. Gauri masih bergeming. “Bukankah seharusnya kamu melindungi dia terlebih dahulu?!” Tiba-tiba suara bariton mendekati Ezra yang tengah menopang kepala Gauri. Itu Adam. Pria itu dengan berani maju ke panggung utama. Rahang Adam mengeras saat dia melepas jas hitamnya. Lalu, dia menyelimuti bagian paha Gauri yang
Gauri menyingkirkan tangan Adam dari bibirnya dan membuang wajah. Dia tidak bisa melakukan hal bodoh di hari pertunangannya. Adam menghela napas. Dia menarik diri dan duduk di hadapan Gauri. Namun, matanya masih menatap dalam Gauri. ‘Kamu bisa pergi,’ batin Gauri. Itu adalah kalimat yang seharusnya Gauri ucapkan dengan lantang. Akan tetapi, wanita itu masih menutup mulutnya. Jantungnya berdebar hebat, dan Adam bisa segera tahu ada yang salah dalam nada bicaranya. “Kenapa menghindari tunanganmu?” tanya Adam memecah keheningan. Kedua tangan pria itu bersandar pada punggung sofa dan dagunya sedikit terangkat. “Aku pingsan,” sahut Gauri cepat, masih tidak menatap Adam. Gauri bertanya dalam hati, ‘Mengapa ketika di depan Mas Adam, aku selalu menjadi Gauri lama yang lemah?’ Adam terkekeh, tidak percaya. “Berarti kamu sudah pernah berciuman dengannya?” Gauri menoleh dan menatap pria itu. Adam bertanya hal yang bersifat pribadi seolah itu bukan masalah besar. Bahkan, wajah pria
Gauri menatap Adam hingga pria itu menghilang di balik pintu.“Bagaimana keadaanmu, Gauri?” tanya Thomas. Tatapan mata tajam yang dia gunakan untuk menatap Adam, kini berubah hangat saat menatap Gauri.“Tentu saja baik. Memang apa yang terjadi padaku?” tanya Gauri sarkas.Gauri sangat kesal. Tiba-tiba semua orang seakan peduli padanya dan mengganggu urusan pribadinya. Terutama tatapan merendahkan Thomas pada Adam, Gauri tidak bisa menerima itu.“Saya sangat khawatir mendengar kamu pingsan,” ujar Thomas sambil duduk di salah satu sofa. Dia sudah terlalu tua untuk berdiri lama-lama. Apalagi di luar sana, dia bergerak aktif menjamu para tamunya.“Bagaimana bisa mantan suamimu datang?” tanya Thomas menginterogasi. “Apakah kamu tahu yang mereka bicarakan? Kamu sungguh gila!”Gauri tersenyum miring. Thomas yang dulu tidak sepenuhnya pergi dari raga yang semakin menua itu jika sudah berbicara tentang bisnis dan citra publik.“Maaf, Tuan. Mas Adam datang bersama saya,” ucap Lily menyela pembi
“Kamu tidak boleh membuat kesalahan sedikit pun!” bentak seorang pelayan senior kepada pelayan magang wanita yang dipekerjakan secara mendadak karena dia butuh tenaga tambahan. Tamu pesta pertunangan cucu konglomerat nomor satu di dunia ini semakin banyak yang datang walaupun jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Belum lagi, tamu undangan yang datang sejak pukul enam sore pun belum terlihat berniat meninggalkan gedung ini. Para konglomerat baik kelas teri maupun kakap, akan sulit ditemui di luar sana. Namun, Thomas Uno berhasil membuat mereka meluangkan waktu malam ini. Belum lagi, para menteri yang ikut meramaikan suasana. Selain memberi ucapan selamat pada Gauri dan Ezra, mereka tentu memiliki agenda lain untuk menjalin kerja sama dan mengembangkan bisnis mereka. “Baik,” sahut pelayan magang wanita yang memakai masker itu. “Oke! Kamu sudah bisa langsung bekerja, bukan? Silakan pergi ke sekitar aula untuk tamu non-VIP.” Pelayan senior itu memberi perintah. “Baik,” sah
“Apa kamu tahu seberapa meruginya Harraz Mall lima tahun ke belakang, Gauri?” tanya Ezra penuh penekanan. “Jika sampai akhir tahun dia tidak bisa mengatasi masalahnya, Harraz Mall tidak akan bisa berdiri lagi tahun depan!”Gauri menutup mulut. Dia menatap tajam mata Ezra untuk menilai seberapa serius pria itu. Apakah Ezra berbicara fakta atau hanya menakut-nakuti Gauri?Jantung Gauri berdegup cepat. Harraz Mall adalah mall terbesar di negara ini. Rasanya hanya krisis ekonomi nasional yang bisa membuatnya lumpuh. Dia tidak ingin percaya begitu saja.‘Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa Mas Adam lambat menanganinya?’ batin Gauri sambil menghela napas, berusaha menenangkan dirinya.“Ikut saya!” ucap Ezra sambil menarik tangan Gauri.Sementara Gauri berusaha bertahan di tempatnya berdiri. Wanita itu mengernyitkan dahi, tidak suka dengan cara Ezra memaksanya.“Lepaskan tangan saya,” balas Gauri. “Saya bisa jalan sendiri.”Bola mata Gauri terlihat tenang, tetapi saat yang sama, Ezra juga m
Amora memelototi Ezra. Dia menarik kembali tangannya yang menggantung, tidak tersambut.“Kamu bersikap seolah kamu adalah atasan saya, Ezra. Kita ini setara!” bentak Amora, dadanya naik turun karena emosi yang melandanya.“Setara?” tanya Ezra menaikkan salah satu alisnya. “Apa kamu memberi tahu saya sebelum kamu bertindak ceroboh dengan hampir membunuh Gauri saat peluang saya untuk mendapatkan kekayaan Keluarga Uno masih tipis?”“Jangan bercanda! Tipis? Kamu sengaja bilang seperti itu supaya saya tidak mendapat bagian ya? Kamu adalah Direktur Operasional!” sergah Amora mengibaskan tangannya ke udara dengan dramatis.“Terserah, percuma saya menjelaskan ke kamu karena isi kepalamu …” Ezra menunjuk pelipisnya. “Kosong.”“Sial!” umpat Amora. “Saya hanya pergi sebentar dan kamu sudah merengek seperti ini!”Amora menghela napas usai mengejek Ezra. Kini tatapannya pada Ezra lebih lembut.“Tidak ada yang merengek di sini,” sergah Ezra sambil menyugar rambutnya. Namun, dahinya semakin mengerny
Gauri menggenggam tangan Adam dengan erat, menarik pria itu keluar dari aula yang penuh dengan berbagai macam tatapan para tamu undangan. Gaun biru tua wanita itu menyapu lantai, menciptakan desiran halus setiap kali Gauri melangkah cepat.Adam mengikuti tanpa perlawanan, senyuman kecil masih tersungging di wajahnya yang tampan.Tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamu yang mereka lewati tidak membuat pria itu merasa terintimidasi. Sebaliknya, Adam justru tampak menikmati setiap detik pertunjukan yang dia ciptakan.Sampai akhirnya, mereka berhenti di sebuah lorong sepi yang dipenuhi dengan pintu-pintu menuju ruangan kecil untuk panitia dan staf acara.Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, mempertegas aura intens di antara keduanya.Gauri melepas genggaman tangannya, lalu berbalik menghadapi Adam. Tatapan wanita itu tajam, walaupun wajahnya masih sedikit memerah akibat insiden di meja tadi.“Apa yang kamu lakukan tadi di depan banyak orang, Mas Adam?!” seru Gauri s
Sorotan lampu dari panggung utama mengikuti langkah anggun Gauri saat wanita itu melangkah menuju podium. Gaun biru tuanya berkilauan di bawah cahaya lampu, menonjolkan aura berkelas dan memukau yang membuat ruangan seketika terdiam.“Selamat, Nona Gauri!” ucap pembawa acara dengan senyum lebar sambil memberikan piagam penghargaan pada Gauri.Setelah Gauri menerima piagam itu, pembawa acara segera mempersilakannya menuju podium untuk berpidato.Dengan kepala terangkat, Gauri berdiri tegap di belakang mikrofon. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, bukan senyum hangat, melainkan senyum formalitas yang hanya wanita itu gunakan di depan rekan bisnis.“Terima kasih kepada panitia dan para dewan juri atas penghargaan ini,” ucap Gauri, suaranya mengalir lembut, memenuhi ruangan yang dipenuhi sosok penting dunia bisnis. “Penghargaan ini adalah bukti nyata kerja keras dan dedikasi seluruh tim di Uno Rekayasa Industri. Tanpa mereka, visi saya tidak akan pernah terwujud.”Saat Gauri melanjutk
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama