“Mimpi apa saya semalam? Hari ini bisa bertemu denganmu, Gauri Bentlee Uno?” sapa wanita itu tersenyum ramah sambil mengusap pelan bahu Gauri.Kedua mata Gauri membola saat melihat sosok yang memanggil namanya itu. Dia bangkit dengan cepat dan menggenggam kedua lengan wanita itu.“Astaga, Helen?!” pekik Gauri sambil membalas senyum Helen.Helen sudah tumbuh menjadi wanita dewasa sepertinya. Namun, Gauri masih merasa sangat aneh melihat sahabatnya itu memakai pakaian kerja yang sangat formal. Bertolak belakang dengan gaya pakaian kasual yang biasa Helen kenakan saat masih berstatus sebagai mahasiswi.Helen menarik Gauri untuk mencium pipi kanan dan kiri wanita itu. “Aku rindu sekali, Gauri! Kamu benar-benar seperti hilang di telan bumi!”Saat memutuskan pergi ke Amerika Serikat, Gauri memang memutus kontak dengan semua kenalannya di Indonesia. Hanya Amelia yang dia pertahankan, itu pun Gauri menghubungi jika mendesak saja.“Ayo, duduk dulu!” ajak Gauri sambil menarik tangan Helen untuk
“Bagaimana pertemuannya dengan Bu Merry?” tanya Gauri yang baru saja mendaratkan tubuhnya di atas kursi setelah selesai menemui klien.Klien tersebut tiba-tiba datang dan Gauri tidak mungkin menolaknya. Sehingga Amelia mewakili dirinya untuk menyelesaikan transaksi dengan Merry.Gauri terlihat sangat lelah. Dia bahkan melewatkan jam makan siangnya. Namun, setumpuk pekerjaan menunggu untuk diselesaikan hari ini juga.“Semuanya sudah selesai, Nona. Uang itu akan masuk ke rekening Tuan Adam dalam waktu 2 x 24 jam,” sahut Amelia bersikap siap di dekat meja Gauri.“Berarti uang itu akan masuk di hari pertunangan saya.” Wanita cantik itu menyimpulkan sambil tersenyum tipis.Gauri mengangguk lemah. Wanita cantik itu menaruh tangan di atas meja dan memjiat pelan batang hidungnya sambil memejamkan mata. Bibirnya terlihat pucat dan kering.“Nona sudah minum vitamin?” tanya Amelia khawatir.“Sudah,” jawab Gauri singkat sambil membuka matanya. “Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?”Gauri menguatka
Gauri segera ke rumah Thomas dan menjadwalkan ulang rapat direksi yang seharusnya berlangsung sore ini. Bahkan, tanpa menunggu Amelia untuk membukakan pintu, Gauri sudah keluar dari mobilnya dan melangkah lebar menuju kamar kakeknya.“Maaf sudah mengganggu waktu Anda, Nona Gauri,” ucap Bergas yang berjalan di sebelah Gauri.“Tidak apa. Apa yang terjadi?” tanya Gauri. Jantungnya terus berdetak kencang sejak dia mendengar kabar tentang kakeknya.Kepala Gauri memutar memori saat Ezra mengancamnya menggunakan Thomas. Ada atau tidak adanya campur tangan Ezra pada kondisi Thomas saat ini, Gauri spontan berpikir negatif pada pria itu.“Tuan sedang senang-senangnya mengurus kebun mawar. Belakangan mawarnya tumbuh lebih banyak sehingga Tuan kelelahan dalam mengurusnya,” jawab Bergas.Gauri mengangguk, napasnya menjadi lebih lega. “Apa Kakek sudah sadar?”“Sudah, Nona. Hanya saja, Tuan menolak ke rumah sakit.” Bergas menghentikan langkahnya di depan kamar Thomas, begitu pula dengan Gauri.“Bai
“Ini kebun mawar yang membuat Kakek jatuh pingsan,” ujar Gauri sambil menikmati es lemonnya di teras belakang dengan pemandangan bunga mawar saat Lily bergabung dengannya beberapa menit kemudian.Lily baru saja selesai memeriksa Thomas. Wanita manis itu duduk di sebelah Gauri.“Atau mungkin ada alasan lain?” Gauri bertanya, secara tidak langsung mencoba menggali informasi dari Lily tentang kondisi kesehatan Thomas.Lily tersenyum. “Bagaimana dengan kabarmu sendiri, Nona? Beberapa waktu lalu, kamu kabur dari rumah sakit.”Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian Gauri. Sebagai dokter pribadi dari seorang konglomerat, tugas Lily bukan hanya untuk memeriksa dan menyembuhkan pasiennya. Thomas secara khusus meminta Lily untuk merahasiakan hal ini dari Gauri.“Berarti ada alasan lain.” Gauri menyimpulkan sambil tersenyum miring, mengabaikan pertanyaan Lily.“Tuan Thomas sangat mirip sepertimu, Nona,” ujar Lily sambil mengambil es lemon yang masih terisi penuh tanpa menunggu dipersilakan. “S
Bandara Soekarno-Hatta, H-1 pesta pertunangan ….“Bagaimana kabar Kakek?” tanya Gauri sambil mengarahkan kamera ponsel menghadap wajah.Gauri duduk sambil menaruh salah satu kakinya di atas kakinya yang lain. Wanita cantik itu sedang berada di ruang tunggu terminal internasional.Di layar ponselnya, Gauri dapat melihat Thomas sedang bersantai di teras belakang rumahnya. Sesekali pria tua itu mengganti sudut pandang dengan kamera belakang, memperlihatkan kebun mawar yang tumbuh subur menemani hari tuanya.“Sehat,” jawab Thomas sambil menggerakan ponselnya ke kanan dan kiri. “Kamu berubah jadi cerewet. Berhenti memperlakukan saya seperti anak kecil.”Gauri terkekeh. Namun, dia menahannya supaya Thomas tidak mendengarnya dan tersinggung.“Kalau begitu, sampai bertemu besok saat acara, Kek?” Gauri tersenyum saat Thomas kembali menampakkan wajahnya.“Ya, sampai bertemu besok. Kamu harus tampil memukau dan membuat semua orang takjub,” pesan Thomas.Tidak lama kemudian, layar ponsel Gauri me
[Apa kamu sudah mengundang mantan suamimu? Saya sangat ingin melihat wajahnya!]Gauri membaca pesan dari Ezra sambil mengeringkan rambut basahnya dengan handuk. Pesan itu masuk saat Gauri sedang mandi.Wanita itu memutar bola mata dengan kesal. Setelah sore yang lebih panjang dari biasanya karena Gauri terpaksa menghabiskannya dengan Ezra untuk mengambil gaun, pria itu masih saja mengganggunya.Dengan cepat Gauri membalas, “Dia tidak termasuk dalam daftar.”Gauri mendengkus. Dia melempar ponselnya ke atas ranjang dan melangkah ke meja rias. Rambutnya harus kering terlebih dahulu sebelum dia beristirahat.Wanita cantik itu menyalakan alat pengering rambut dan melihat pantulan dirinya dalam cermin. Mungkin ini adalah malam terakhirnya yang damai sebelum meresmikan hubungan dengan pria yang tidak pernah dia cintai.Beberapa menit kemudian, Gauri melangkah ke walk-in wardrobe dan melepas jubah mandi. Tangannya meraih sebuah piyama berwarna kuning cerah, tetapi matanya tertarik pada linger
5 tahun lalu ….Udara dingin merasuk dan menggigit kulit, tetapi Gauri merasa panas di sekujur tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang, berpacu tidak terkendali seiring dengan langkah cepatnya di sepanjang trotoar yang kosong. Sepanjang jalan dari kampus menuju apartemennya, ada perasaan asing yang terus menyusup dalam dirinya. “Tenang, Gauri. Kamu harus tenang!” ucap Gauri pelan sambil meremas buku kuliah yang dia dekap dalam dada.Wanita muda itu melirik ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada orang lain yang mengikutinya. Namun, semakin sering dia berbalik, semakin lebat kecemasan itu menyelimuti dirinya.Sejak menerima pesan dari Ezra yang mengetahui alamat apartemennya, rasa takut itu terus terasa hingga ke tulang sumsum. Bahkan, setiap suara gemerisik dedaunan dan bayangan yang bergerak di bawah cahaya lampu jalan membuat bulu kuduk Gauri meremang.Sesampainya di depan pintu apartemennya, Gauri merogoh tas untuk mencari kartu akses, tetapi tangannya gemetar sehingga dia harus men
“Mama Arum tidak pernah mengizinkan saya untuk memanggilnya seperti itu jika kamu tidak ada di rumah,” sahut Gauri sambil mengibaskan rambut ke belakang. Sementara Adam mulai melepas luaran piyamanya dan memakaikan itu pada bahu Gauri. Gauri terkesiap saat Adam merapatkan dan mengikatkan tali luaran itu di sekitar pinggangnya. Jantungnya berdetak cepat. Kini lingerie Gauri tertutup oleh luaran piyama Adam. Gauri tidak lagi merasa dingin dan Adam tidak akan mudah terdistraksi dengan siluet tubuh seksi Gauri yang membayang di balik lingerienya. Dia sudah mengamankan apa yang perlu diamankan. “Jika seperti ini, kamu boleh masuk,” ucap Adam melupakan ucapan Gauri tentang sikap semena-mena Arum. Adam membukakan pintu dan mempersilakan Gauri melangkah lebih dulu. Wanita itu perlahan berjalan masuk, meninggalkan Amelia yang memilih untuk menunggu di luar. Adam menyusul di belakangnya. “Dari mana kamu tahu kalau aku akan menikah?” tanya Gauri setelah dia mendaratkan tubuhnya di sofa
“Sudah selesai?” tanya Adam, berdiri di tepi kebun mawar yang membentang indah di belakang kediaman Thomas. Matahari mulai tenggelam, memberikan semburat jingga yang memukau.Gauri melangkah mendekat, gaun berwarna krem lembut yang memeluk tubuhnya berkibar tertiup angin sore. Di tangannya ada buket bunga mawar putih kecil yang baru saja wanita itu atur bersama Amelia.“Sudah,” jawab Gauri tersenyum tipis. “Kebun ini terlalu cantik jika tidak dipakai sebagai latar pesta kita.”Adam memandangnya dengan intens, mata gelap pria itu mengamati setiap detail wajah Gauri yang diterangi cahaya lampu sekitar. “Kamu lebih cantik.”“Mas Adam, jangan mulai lagi atau kamu ingin melihat pipiku semerah tomat.” Gauri mendesah kecil sambil menggeleng. “Orang-orang sudah berdatangan, kita harus segera bergabung.”Adam mengulurkan tangan, menarik Gauri mendekat hingga wanita itu berdiri hanya beberapa sentimeter darinya.“Kalau aku bilang kamu cantik, kamu terima saja,” tukas Adam.Gauri tertawa kecil,
“Mama ingin sesuatu dari laci itu?” tanya Gauri lagi, memastikan bahwa dia tidak salah mengerti.Arum mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari laci kecil di samping ranjang. Gauri mengerutkan kening sejenak, merasa sedikit ragu, tetapi akhirnya dia mendekat ke laci itu.Gauri membuka laci kecil tersebut dengan perlahan. Di dalamnya, terdapat sebuah kotak perhiasan kecil berwarna merah marun dengan ukiran emas di bagian atasnya. Gauri mengangkat kotak itu, lalu menoleh ke arah Arum.“Ini, Ma?” tanya Gauri sambil mengangkat kotak itu.Arum mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. Gauri membawa kotak itu ke hadapan Arum, tetapi wanita paruh baya itu membuat gerakan tangan seolah meminta Gauri membuka kotak tersebut.Dengan hati-hati, Gauri membuka kotak kecil itu. Di dalamnya, terdapat sebuah cincin mewah dengan desain yang klasik dan elegan. Kilauan berlian di tengah cincin itu tampak memikat di bawah cahaya lampu kamar.Gauri memandang cincin itu dengan kagum.“Cincinnya sangat indah,
“Jadi, Nona benar-benar akan meninggalkan griya tawang?” tanya Amelia, matanya menatap koper kecil yang ada di sisi Gauri.Gauri mendongak dan memandang griya tawangnya sekali lagi dari tempat parkir JCrown Tower, tempat tinggal yang penuh kenangan, baik manis maupun pahit.“Ya,” jawab Gauri dengan mantap. “Tempat ini terlalu penuh dengan bayangan masa lalu. Kakek benar, saya butuh tempat tinggal baru yang lebih baik.”Amelia tersenyum kecil. “Rona Village memang lebih cocok untuk Nona sekarang. Walaupun kita sudah dewasa, terkadang kembali ke rumah orang tua akan terasa menenangkan.”Gauri hanya tersenyum. Wanita itu mengangguk pelan, mengiakan pendapat Amelia.Beberapa saat kemudian, Gauri melangkah menjauh dari JCrown Tower sambil membawa barang-barang penting dan meninggalkan semua yang tidak lagi ingin wanita itu ingat di griya tawang.Hari-hari berlalu, dan selama Adam berada di Australia, Gauri mengisi waktunya dengan bekerja dan merawat Arum. Setiap malam, setelah menyelesaika
[Bagaimana bisa kamu lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan Mama daripada aku, Gauri?]Gauri membaca pesan itu dengan senyum tipis. Matanya memancarkan kehangatan yang bercampur geli. Adam selalu memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan rasa cemburunya.Tanpa berpikir panjang, Gauri mengetik balasan. “Kamu sudah sampai di Australia?”Gauri menekan tombol kirim dan kembali menyandarkan tubuh di jok mobil. Amelia yang duduk di sampingnya sibuk dengan laptop, sementara sopir yang memegang kemudi sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion.“Pesan dari Tuan Adam?” tanya Amelia dengan senyum menggoda tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.“Hmm,” gumam Gauri singkat sambil menyimpan ponsel ke dalam tas. “Mas Adam hanya ingin memastikan saya tidak lupa bahwa dia ingin menjadi prioritas saya.”Amelia terkekeh pelan, menggelengkan kepala. “Saya senang melihat hubungan Nona dan Tuan sudah membaik.”Mobil perlahan memasuki gerbang besar dengan lampu-lampu taman yang menyor
“Jadi, apa semuanya sudah selesai?” tanya Gauri sambil merapikan pakaiannya ke dalam koper kecil. Tangannya sibuk melipat gaun sederhana yang Amelia serahkan padanya.Amelia, yang berdiri di dekat lemari, mengangguk sambil membawa beberapa dokumen yang baru saja dia serahkan.“Ya, evaluasi mingguan Uno Rekayasa Industri berjalan dengan baik. Proyek-proyek besar berjalan lancar, meski ada beberapa kendala teknis kecil yang bisa diatasi dalam waktu dekat.” Amelia menjawab.“Bagus,” sahut Gauri, tersenyum tipis. “Amelia, kamu benar-benar sudah banyak membantu selama saya di sini. Terima kasih.”“Tapi, Nona Gauri … kalau saya lebih berhati-hati saat menyetir, kecelakaan itu tidak akan terjadi. Saya benar-benar minta maaf.” Amelia mendesah pelan, menatap Gauri dengan sorot mata penuh rasa bersalah.Gauri mengangkat wajah, menatap Amelia tajam, tetapi penuh kehangatan.“Saya sudah bilang berkali-kali, Amelia, saya tidak ingin mendengar permintaan maaf itu lagi,” desah Gauri sebal.“Baik, No
"Bagaimana dengan Mama Arum?" tanya Gauri pelan, matanya menatap Adam yang baru saja duduk di kursi di samping ranjangnya.Pagi tadi, Gauri mendengar bahwa Arum dilarikan ke rumah sakit. Dan baru sore ini, dia bisa mengonfirmasi hal itu ke Adam.Adam menghela napas panjang, menatap Gauri dengan tatapan lembut. “Hipertensinya kambuh semalam, dan sekarang Mama dinyatakan mengalami stroke.”Gauri terkejut, matanya membulat. “Stroke?”Adam mengangguk, rahangnya sedikit mengeras. “Semalam setelah aku bilang ingin membatalkan perceraian dan ingin kembali denganmu, Mama sangat marah. Mama belum bisa menerima itu.”“Mas Adam ….” Gauri menggigit bibir, matanya terlihat berkaca-kaca. “Aku ingin menjenguk Mama Arum.”Adam menatap Gauri cukup lama sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk pelan.“Kamu boleh menjenguknya. Tapi ada syarat!” tukas Adam.“Syarat?” Gauri menaikkan alis. “Apa?”“Kamu hanya boleh menjenguk Mama saat kamu sudah sembuh dan mengenakan gaun cantik yang biasa kamu pakai
“Ini pasti hari spesial, bukan?” tebak Arum sambil memindai ruangan.Suara alunan piano yang lembut mengisi suasana restoran mewah itu. Lampu-lampu kristal menggantung tinggi, memancarkan cahaya hangat yang menciptakan atmosfer elegan.Adam duduk di sebuah meja dekat jendela besar, mengenakan setelan jas hitam sempurna. Di depannya, Arum, terlihat sangat antusias dengan wajah merona yang sulit disembunyikan.“Ini pilihan restoran yang bagus, Adam,” lanjut Arum sambil tersenyum. “Akhirnya, kamu mulai mengerti bahwa wanita-wanita pilihan Mama punya kualitas yang sepadan denganmu.”Adam hanya mengangkat alis sedikit, lalu menyesap air putih dari gelas kristalnya. Senyum kecil muncul di wajah pria itu, meskipun matanya tetap dingin.“Mama sangat yakin malam ini akan menjadi momen besar, ya?” tanya Adam.“Tentu saja!” Arum tertawa kecil sambil merapikan gaunnya yang berkilauan. “Mama tahu kamu keras kepala, Adam, tapi setidaknya sekarang kamu mulai membuka hati untuk pilihan yang tepat. Ja
“Jangan bergerak terlalu banyak, Gauri” pinta Adam sambil mendorong kursi roda Gauri perlahan, membawa wanita itu ke taman rumah sakit. “Dokter bilang kamu masih perlu banyak istirahat. Aku tidak akan mengampuni diriku jika setelah ini terjadi sesuatu pada dirimu lagi.”Gauri tersenyum tipis dengan pipi memerah. Wajah wanita itu jauh lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya.“Aku tidak bergerak sama sekali, Mas Adam. Kamu yang menaruh aku untuk duduk di sini, di kursi roda, bukan?” Gauri tidak ingin kalah.Adam menoleh sejenak ke arah Gauri dengan tatapan yang tenang dan menghangatkan. Ada senyum tipis yang menghiasi bibirnya.“Kalau kamu tidak ingin duduk di sini, aku bisa mengembalikanmu ke ranjang perawatan,” tukas Adam berpura-pura marah, padahal sedang menahan tawa.Gauri tertawa kecil, menyentuh tangan Adam yang berada di pegangan kursi roda. “Tidak usah. Di sini jauh lebih menyenangkan. Terima kasih sudah membawaku keluar.”Angin sore yang sejuk menyapu wajah mereka saat Adam
“Apa yang mereka inginkan dari kerja sama ini?” tanya Adam pada seseorang di seberang telepon sambil memandang cahaya matahari lembut yang masuk melalui jendela, menerangi ruangan perawatan VIP di salah satu rumah sakit terbaik di kota Jakarta.Adam duduk di sofa dengan postur tegap, satu tangan memegang ponsel, sementara tangan lainnya menelusuri dokumen yang tersebar di meja kecil di depannya. Di sekitar sofa, ada laptop terbuka, beberapa map tebal, dan secangkir kopi yang sudah hampir dingin.“Saya paham bahwa Harraz Mall harus menarik perhatian publik dengan langkah ini,” ujar Adam serius. “Tapi brand sebesar itu memerlukan penawaran yang lebih kuat. Saya akan mengatur ulang kontraknya besok.”Sebuah keheningan singkat mengisi ruangan sebelum suara kecil terdengar dari ranjang di belakangnya.“Mas Adam?”Adam langsung tersentak, jantungnya berdebar keras. Suara itu begitu lembut, tetapi cukup untuk menghentikan dunianya sejenak. Dengan gerakan cepat, Adam menoleh, matanya membelal