Henry mengatakan sesuatu kepada pewawancara.Pewawancara mengangguk dengan antusias, "Hei, kalau begitu aku akan pergi bekerja dulu. Kalau Pak Henry dan Pak Zayn membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk panggil kami."Setelah pewawancara pergi, Zayn menatapku dengan penuh arti."Ini yang kamu sebut pekerjaan yang sangat bagus?"Dia mengucapkan kata-kata "sangat bagus" dengan sangat lantang.Aku menunduk dan berkata dengan suara rendah, "Benar, menurutku ini pekerjaan yang bagus!""Oh ...."Suara Zayn terdengar lebih panjang lagi dan sinis.Dia berkata dengan santai, "Sayangnya kamu tidak lolos."Aku meremas CV di tanganku tanpa bisa menahan diriku lagi dan berteriak kepadanya, "Benar, aku tidak lolos! Pekerjaan yang mudah saja tidak bisa kudapatkan! Aku tidak berguna dan cuma bisa hidup enak. Sudah puas!?"Zayn berkata dengan dingin, "Aku tidak bicara seperti itu tentangmu, kamu sendiri yang meremehkan dirimu."Heh, dia tidak mengatakan itu padaku.Akan tetapi, bagian mana dari kalimat s
Kupikir itu jelas bukan hal yang baik untuk dikatakan.Aku tersenyum dan berkata, "Katakan saja."Aku sudah cukup terpukul beberapa hari terakhir ini hingga tidak lagi takut dengan kata-kata menohok.Bik Nur berkata dengan suara rendah, "Tuan, menyuruhku untuk memberitahumu kalau kamu benar-benar bosan di rumah, kamu bisa mengembangkan hobi dan jangan mencari pekerjaan sepanjang hari ... dia juga bilang pekerjaan tidak cocok untukmu."Tiba-tiba aku tertawa terbahak-bahak.Pekerjaan tidak cocok untukku?Siapa bilang!?Aku hanya ingin bekerja untuk menunjukkan kepadanya.Aku yakin pasti bisa menghidupi diriku sendiri.Aku sudah muak dengan pukulan itu, tetapi sekarang aku malah merasa termotivasi untuk berjuang setelah mendengar ucapan menohok Zayn.Bik Nur terkejut setelah melihat cibiran di wajahku, "Nona, ka ... kamu baik-baik saja, 'kan?"Aku mendengus dan berkata, "Tidak apa, aku baik-baik saja. Nanti masaklah lebih banyak makanan enak. Aku mau makan sampai kenyang agar besok aku pu
"Kebanyakan orang di Kota Jenara mengenalmu. Meskipun kalian sekeluarga berada dalam kesulitan, mereka tidak akan mengira mantan wanita kaya benar-benar bisa melakukan pekerjaan seperti itu.""Mereka tidak mau merekrutmu karena takut kamu tidak bisa bekerja di bawah tekanan dan kabur yang cuma akan menambah beban kerja mereka.""Audrey kita sangat luar biasa."Aku menatapnya dengan air mata berlinang.Dorin benar-benar seperti matahari kecil yang selalu menghangatkanku.Setelah menghiburku, Dorin menarikku ke lantai dansa.Akan tetapi baru saja berdiri, kami berdua menabrak seorang wanita.Aku hendak meminta maaf ketika wanita itu tiba-tiba berteriak dengan angkuh, "Siapa kalian!? Tidak punya mata, ya!?"Dorin adalah wanita dengan tabiat buruk dan setelah mendengar ini, dia pun langsung naik pitam, "Kamu yang tidak punya mata, seluruh keluargamu tidak punya mata.""Kamu ...." Wanita itu memelototi Dorin dengan marah dan langsung menarik pria yang sedang menelepon sambil bersikap manja,
"Mau ngapain? Kita sudah sampai di depan pintu dan semua orang melihatmu. Agak memalukan kalau kamu pergi lagi."Henry tersenyum licik padaku.Aku juga tidak perlu berbalik untuk merasakan tatapan dingin yang tertuju padaku.Aku berbalik dengan kaku dan melihat Zayn duduk di kursi C sambil menatapku dengan tatapan dingin.Aku menggertakkan gigi dan berkata pada Henry, "Bukankah kamu bilang tidak datang dengan Zayn?"Henry berkata dengan geli, "Aku memang tidak datang dengannya, tapi dia datang ke sini lebih dulu."Setelah terdiam sebentar, Henry tertawa lagi, "Kenapa? Audrey, sejak kapan kamu begitu takut pada Zayn? Seingatku dulu kamu begitu mendominasi di hadapannya, bukan?""Siapa bilang kami takut padanya!?"Dorin berteriak pada Henry dengan marah.Kemudian dia meraih tanganku dan berkata, "Ayo masuk, kita tidak boleh membiarkan mereka meremehkan kita."Aku pun masuk ke dalam dengan kaku.Baru kemudian aku menyadari ada kue besar berlapis-lapis di atas meja.Cindy sedang duduk di s
Aku hendak membantah, kemudian Cindy tiba-tiba berkata, "Sudahlah, Nona Audrey bisa memenangkan hati Kak Henry itu karena dia mampu. Kalian jangan mengkritiknya lagi.""Aduh, kami cuma melakukannya demi Pak Zayn. Kami juga tahu bagaimana wanita ini menindas Pak Zayn sebelumnya.""Benar. Atas dasar apa dia masih bisa muncul di kalangan kita?"Dorin berkata dengan marah, "Apa maksudmu masih bisa muncul di kalangan kalian? Lucu sekali, seberapa mulia kalangan kalian?""Pergi, pergi ... kamu itu nona terbuang dari Keluarga Brighton. Kamu tidak punya hak untuk berbicara di sini. Minggir!"Dorin sangat marah.Aku menggenggam tangannya dan berkata kepada semua orang dengan suara lirih, "Karena tidak ada yang menyambut kami, kami tidak akan mengganggu kegembiraan kalian. Sampai jumpa."Setelah mengatakan itu, aku hendak menarik Dorin pergi.Sejak awal aku tidak ingin terus berada di sini.Henry masih ingin menghentikanku, tetapi saat ini Zayn yang dari tadi diam tiba-tiba berbicara."Seharusny
Aku merasa depresi lalu mengerutkan kening sambil melihat Henry tersenyum jahat padaku.Cindy menutup mulutnya dan tertawa, "Aduh, Kak Henry, kenapa sengaja mengincar Nona Audrey?"Cindy tertawa dengan ambigu.Dalam sekejap, aku merasakan tatapan dingin Zayn kembali tertuju padaku.Zayn duduk di hadapanku, tatapan matanya terlihat sangat menindas.Aku menundukkan kepalaku, hatiku merasa sangat tertekan.Henry berkata padaku, "Audrey, kamu pilih katakan sejujurnya atau tantangan?"Aku menatap Dorin dengan tidak berdaya.Dorin merentangkan tangannya ke arahku yang berarti bahwa dirinya tidak bisa membantuku.Yang lain sudah mulai mendesak aku untuk dengan cepat memilih.Aku ragu-ragu dan berkata, "Aku akan pilih mengatakan yang sejujurnya.""Haha ...."Henry tertawa, "Kalau begitu aku akan mengajukan pertanyaan."Aku mengangguk.Henry berkata, "Apa kamu pernah menyukai Zayn?"Hatiku bergetar, tanpa sadar aku menatap Zayn, tapi aku bertemu dengan tatapan mata kejam dari Zayn.Jantungku be
Jadi ketika Henry bertanya padaku untuk katakan sejujurnya atau tantangan, aku langsung memilih tantangan.Begitu aku memilihnya, aku menyesalinya.Karena aku melihat Henry tersenyum lebih licik.Henry bersandar ke belakang dan tersenyum padaku. "Kamu pilih salah satu pria yang ada di sini lalu berciuman selama satu menit."Suasana menjadi heboh.Dorin sangat marah. "Henry, kamu sengaja menjebak Audrey, 'kan?"Henry merentangkan tangannya. "Botol yang aku putar mengarah ke depannya, aku tidak bisa mengendalikannya. Kalau botol itu mengarah padamu, aku juga akan mengusulkan hukuman seperti itu. Apa maksudmu aku sengaja menjebaknya?"Dorin berkata dengan marah, "Kamu ...."Namun, tidak ada yang mendengarkannya.Semua orang menatapku, menungguku memilih lawan jenis untuk berciuman.Tampaknya mereka semakin heboh dengan tantangan seperti ini.Aku memandang Zayn dengan tenang.Zayn merokok dengan ekspresi tenang di wajahnya, seolah-olah dirinya adalah orang luar.Mungkin, jika aku memilih u
Begitu melihatku mendekat, ekspresi Henry berubah."Apa ... apa yang akan kamu lakukan?"Aku mencibir padanya, "Bukankah kamu bilang aku harus memilih pria untuk dicium?""Oh!"Semua orang di sekitarku langsung menjadi energik."Sepertinya karena Pak Zayn mengabaikannya, jadi dia mengalihkan sasarannya pada Tuan Henry.""Tapi lihat, Pak Henry tampak sangat gugup dan bingung.""Lucu sekali, wanita ini menakutkan sekali, bahkan playboy seperti Pak Henry takut padanya."Aku berjalan ke arah Henry dan menatapnya sambil mencibir.Sikap Henry yang gelisah membuatku yakin Henry tidak berani berciuman denganku.Henry ini selalu terlihat tidak takut pada masalah apa pun.Jika tebakanku benar, Henry hanya ingin memanfaatkanku untuk membuat Zayn kesal.Haha, suka sekali bermain-main?Sekarang aku akan menjebakmu sendiri!Aku tersenyum pada Henry. "Ayo, kita berciuman sebentar.""Tidak, tidak, tidak ... kenapa kamu memilihku?" Henry sangat ketakutan sehingga tidak dapat berbicara dengan jelas.Dor
Aku mendengar suara Arya pada saat ini.Aku segera menoleh dan melihat Arya sedang bersandar di pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada, terlihat jelas jika dia sudah datang lebih awal.Saat menarik kembali pandanganku, aku tidak sengaja bertatapan dengan Zayn.Zayn mengerutkan keningnya, terdapat tatapan yang rumit dan gelap di matanya.Aku tanpa sadar menggenggam tangan Zayn karena takut dia salah paham lagi padaku dan Arya.Pada awalnya Zayn ingin melepaskan tangannya, tapi tidak lama kemudian dia berhenti bergerak.Arya mengangkat sudut bibirnya saat melihat kami berdua berpegangan tangan.Arya berjalan masuk dengan perlahan dan berhenti di sisi tempat tidur Cindy.Dia menatap Cindy dengan tatapan kasihan, "Lihatlah dirimu, untuk apa kamu membuat dirimu sampai seperti ini demi seorang pria yang tidak mencintaimu?""Dia pernah berjanji pada Ayah kalau dia akan merawatku seumur hidup, dia sudah berjanji."Cindy berkata pada Arya sambil menunjuk Zayn.Arya mengangkat sudut
Dia memeluk lengan Zayn dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menunjuk ke arahku, menangis tersedu-sedu di hadapan Zayn."Aku tahu kalian sekarang sudah berbaikan, dan kamu sangat mencintainya.""Tapi, dia jelas punya prasangka terhadapku, dia selalu targetkan aku.""Aku tidak ingin lihat dia, Kak Zayn ... uhuk uhuk ...."Sambil berbicara, dia mulai batuk lagi, menampilkan diri dengan begitu lemah, seolah-olah benar-benar akan mati."Kamu suruh dia pergi saja, cepat suruh dia pergi.""Ah, jantungku sangat sakit, Kak Zayn ... sakit sekali ....""Suruh dia pergi, aku tidak mau lihat dia ... uhh, suruh dia pergi ...."Aku diam-diam melihatnya berakting, makin melihat makin ingin muntah.Aku mencibir dengan penuh penghinaan, hendak berbalik dan pergi.Namun, Zayn tiba-tiba memanggilku.Dia berkata, "Aku akan pergi sama kamu."Cindy langsung panik saat mendengar kata-kata ini, makin erat menggenggam lengan Zayn."Jangan, Kak Zayn, jangan pergi.""Aku benar-benar merasa sangat tidak e
Sebelum pintu terbuka sepenuhnya, aku sudah melihat sosok ramping yang langsung menerjang ke dalam pelukan Zayn.Begitu aku melihat lebih jelas, ternyata itu adalah Cindy.Yang membuatku tertawa dingin dalam hati adalah, entah sengaja atau tidak, Cindy hanya mengenakan gaun tidur sutra putih.Gaun itu tipis seperti sayap capung, memperlihatkan siluet tubuhnya yang samar-samar.Selain itu, bagian leher gaun itu juga sangat rendah.Dia langsung menerjang ke dalam pelukan Zayn seperti ini. Kalau ada yang bilang dia tidak berniat menggoda, aku sama sekali tidak percaya."Kak Zayn, akhirnya kamu datang. Aku ... aku sangat tidak enak badan, dadaku terasa sangat sakit ... Kak Zayn ...."Dengan wajah penuh penderitaan, dia meraih tangan Zayn dan menempelkannya ke dadanya.Aku tersenyum sinis dan berkata, "Cindy, sepertinya kamu benar-benar merasa sangat sakit. Bagaimana kalau aku panggilkan dokter untukmu?"Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku sama sekali. Ucapanku yang tiba-tiba membuat
Zayn menyimpan ponselnya, menggenggam tanganku, lalu tersenyum. "Tidak apa-apa, ayo pulang."Meskipun dia tersenyum, matanya masih menyiratkan sedikit kekhawatiran.Wajar saja, meskipun dia tidak memiliki perasaan romantis terhadap Cindy, mereka tetap memiliki ikatan seperti saudara.Terlebih lagi, Cindy memang benar-benar sakit. Jadi, wajar jika dia merasa khawatir saat Cindy kambuh.Aku melihat dia menyalakan mobil.Aku tersenyum padanya. "Pergilah melihatnya. Kalau terjadi sesuatu yang serius, kamu mungkin akan menyesal seumur hidup."Zayn mengernyit dan menatapku dengan serius. "Aku sudah bilang, aku tidak akan tinggalkan kamu lagi. Hari ini, aku hanya akan temani kamu.""Aku tahu." Aku tersenyum lebar. "Jadi, aku ikut kamu. Setelah melihatnya, kita bisa pulang bersama."Zayn tertegun.Aku melanjutkan dengan ekspresi serius, "Karena kamu anggap dia sebagai adik, maka dia juga adikku, 'kan?Sekarang dia sedang sakit, sebagai kakak ipar, sudah seharusnya aku juga jenguk dia, 'kan?"M
Namun, di masa depan, Zayn yang berbeda justru menatapku dengan mata merah darah, mencekik leherku, dan menyuruhku pergi dari Kota Jenara selamanya.Dunia ini memang selalu penuh dengan hal-hal yang sulit ditebak!Begitu keluar dari restoran, banyak pejalan kaki mengenali kami. Mereka berebut ingin berfoto bersama dan bahkan ingin mewawancarai kisah cinta kami.Zayn hanya menjawab mereka dengan beberapa kata seadanya, lalu menarik tanganku dan mulai berlari.Itu adalah pertama kalinya aku berlari bebas di tengah badai salju.Dia menggenggam tanganku dan berlari di depan.Angin dingin menerpa wajah, butiran salju selembut bulu angsa turun perlahan.Namun, aku sama sekali tidak merasa kedinginan, justru hatiku terasa hangat, tanganku juga terasa hangat.Kami berlari hingga ke tepi sungai yang sepi, di mana angin dingin berhembus kencang.Zayn membantu merapikan syal dan topiku, lalu bertanya, "Dingin?"Aku menggelengkan kepala, lalu menatapnya dengan senyum geli. "Ini semua salahmu, terl
Kalimat berikutnya langsung tak serius."Sepertinya kamu memang tidak suka tahapan kencan seperti ini, lebih suka langsung ke ranjang begitu bertemu. Baiklah, lain kali aku akan tahu.""Zayn!"Benar saja, pria ini tidak bisa serius lebih dari tiga detik.Tatapan Zayn menjadi makin dalam.Mata pria ini selalu begitu suram dan penuh misteri, terutama saat disertai hasrat seperti ini, membuat jantungku tanpa alasan berdebar kencang, tubuhku memanas.Aku menggenggam erat kerah bajuku, menatapnya tajam. "Kamu kenapa? Jangan menatapku dengan mata seperti itu."Zayn menundukkan kepala, terkekeh pelan. "Baiklah, toh nanti aku punya banyak kesempatan untuk melihatmu ... bahkan 'lebih banyak'."Kata "lebih banyak" itu diucapkannya dengan penuh makna.Aku segera meraih jus di sampingku dan meneguknya, berusaha meredam kehangatan yang menjalar di dalam diriku.Saat itu juga, terdengar suara "bum" di luar, dan langit langsung dipenuhi kembang api yang meledak dengan megah.Aku langsung terpana.Kem
"Pertama kali."Zayn menundukkan kepala, menikmati pangsit dalam kotak makanan, lalu menjawabku.Sudut bibirku tak sadar melengkung ke atas, seolah aroma bunga ini pun membawa sedikit rasa manis.Zayn dengan cepat menghabiskan pangsitnya.Dia merapikan kotak makanan dan menyerahkannya padaku, lalu berkata, "Nanti sampaikan terima kasihku untuk ibumu.""... hmm."Aku mengangguk mantap. Mengingat bagaimana keluargaku memperlakukannya dulu, aku masih merasa sedikit bersalah.Aku bertanya padanya, "Kamu ... tidak menyalahkan kami?"Zayn tertegun sejenak. "Menyalahkan kalian untuk apa?""Maksudku, dulu aku dan keluargaku perlakukan kamu seperti itu, aku ...."Zayn menggeleng sambil tersenyum, lalu berkata dengan nada bercanda, "Percayalah atau tidak, tiga tahun di rumahmu jauh lebih membahagiakan dibandingkan di Keluarga Hale."Hatiku tiba-tiba terasa sesak, seperti ditusuk rasa sakit yang menyengat.Selama di rumahku, dia selalu ditekan olehku dan kakakku.Ayah dan ibuku pun tak pernah ber
Zayn bersandar di kap mobil, mengenakan mantel hitam, tampak begitu elegan dan berkelas di tengah pemandangan bersalju.Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku, sementara tangan lainnya memegang ponsel, sedang berbicara denganku."Masih belum turun juga?"Saat bertanya, dia mendongak dan menatap ke arahku.Jaraknya agak jauh, aku tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas, tapi rasanya dia sedang tersenyum.Aku menggigit bibir, sengaja bertanya, "Turun buat apa?""Kencan."Zayn mengucapkan dua kata itu dengan nada lembut yang bisa melelehkan hati siapa pun.Hatiku tentu saja berbunga-bunga, tetapi aku tetap ingin menggodanya, "Kita ini sudah seperti pasangan lama, masih perlu kencan segala? Lagi pula, cuacanya dingin sekali."Zayn terdiam selama dua detik, lalu berkata dengan nada kesal, "Audrey, bahkan kencan pun kamu malas hanya karena cuaca dingin? Kamu ini masih perempuan atau bukan? Sama sekali tidak romantis."Aku menutup mulut, tertawa sampai perutku sakit.Bagaimana ini? Aku b
Meskipun sekarang aku sudah jarang mengalami mual kehamilan, tetapi mencium bau yang menyengat tetap membuatku tidak tahan.Aku tidak memikirkan hal lain lagi, buru-buru menutup mulut dan berlari ke kamar mandi.Dari luar, terdengar suara Cindy yang dibuat-buat, "Nona Audrey kenapa ini? Barusan masih baik-baik saja, kenapa tiba-tiba ingin muntah?""Bibi, mungkinkah dia sengaja muntah di depanmu karena melihatmu bela aku, supaya kamu merasa muak?"Aku bersandar di wastafel dan muntah hebat, rasanya ingin memuntahkan semua sarapan yang kumakan pagi ini.Aku tidak punya waktu untuk peduli dengan provokasi jahat dari Cindy.Setelah selesai muntah dan berkumur, aku keluar dari kamar mandi dengan berpikir bahwa Bu Agatha pasti akan makin jengkel melihatku.Namun, di luar dugaanku, wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa jengkel. Dia hanya mengerutkan alis dalam-dalam, menatapku dengan ekspresi penuh kecurigaan.Aku juga tidak takut dia akan menebak sesuatu, dengan wajah tenang aku berkat