Maaf ya sudah lama enggak UP! Aku benar-benar minta maaf, karena sibuk banget di kerjaan
Shane menatap tajam Helena. Ia tak suka apa yang diucapkan mantan istrinya barusan, andaikata bukan Helena yang mengatakan hal itu, Shane pasti sudah memberi pelajaran pada siapapun yang menyamakan dirinya dengan Athena Ariana, wanita yang baru saja menodai kepercayaannya itu. Namun, Shane paham kenapa Helena merasa seperti itu. ‘Aku sudah terlalu lama percaya buta dengan apa pun yang dikatakan Athena, hingga melukai Helena.’ “Kau bisa beranggapan sesukamu, Helena. Bukankah kau selalu berpikir buruk tentangku.” Shane langsung berjalan melewati Helena. Lelaki itu duduk di kursi yang bersisian dengan jendela besar menghadap sekolah Primrose. Helena ingin membantah perkataan Shane. ‘Siapa yang selalu berpikiran buruk tentangnya! Bukannya dia yang selalu berpikir buruk tentangku?’ Dengan langkah lebar Helena mengikuti arah langkah Shane tadi berlalu. “Aku tidak pernah berpikir seperti itu, Shane,” ucap Helena ketika mendatangi meja lelaki itu. “Lantas?” Shane menaikkan sebelah alisny
Dada Shane yang tadi terasa dingin seperti batu es, langsung meleleh seakan di siram oleh air hangat akibat ucapan Helena. Manik coklat hazelnut pria itu masih memandang redup pada mantan istrinya. 'Kau akhirnya memanggilku ya?' Shane tertawa pelan yang mana hal itu malah membuat Helena semakin bingung. "Kau, benar-benar bisa membacaku ya?" "Hah? Maksudnya?" Helena tampak semakin bingung. Shane menggelengkan kepalanya, sambil masih tertawa kecil. "Tidak, aku tidak apa-apa." Helena menatap Shane tampak khawatir tapi kemudian ia melangkahkan kaki hendak kembali ke dapur. 'Ini bukan urusanmu, Helena,' tegur wanita itu pada dirinya sendiri, mengembalikan kesadarannya. Namun belum sempat Helena beranjak, pergelangan tangannya ditarik oleh Shane. "Jangan kemana-mana, temani aku Helena." Helena langsung bersikap antipati terhadap permintaan Shane. Helena merasa harus menghindari Shane sebisa mungkin. “Tapi aku-.” Wanita cantik bermanik hijau zamrud itu menggantung kalimatnya, sibuk men
Helena terkejut saat Shane mengatakan hal itu. ‘Apa ia tahu siapa yang ku maksud? Ia pasti mengira aku bersedih untuk pria lain, kekasihku yang lain yang ia sangka ayah Pim.’ Rahang Shane mengeras, ia seakan marah pada seseorang, tapi nyatanya ia sedang sangat marah pada dirinya sendiri. "Dan seharusnya aku memperlakukanmu lebih baik lagi hari itu." Helena kembali terkejut saat Shane tahu persis kapan waktu yang dimaksud oleh dirinya. "Hari ini, walau tak sebanding dengan apa yang kau rasakan saat itu, tapi aku sekarang tahu rasanya tak memiliki siapapun saat membutuhkan seseorang, Helena. Dan aku sangat buruk memperlakukanmu malam itu." Wajah Helena memerah ia tahu apa yang dimaksud Shane tentang 'malam itu'. Malam saat mereka pertama dan terakhir kalinya bercinta. Helena semakin tak nyaman dengan pembicaraan ini, ia takut pertahanannya runtuh, ia takut ingin memiliki lelaki yang diam diam masih dicintainya. "Kurasa aku harus menyiapkan hidangan lain dan-." Shane menahan tanga
“Hah?” gumam Barbara. “Kita pakai saja kamera selfie, Tuan. Kebetulan kamera depan ponselku sangat bagus.” Shane menatap Barbara dengan jengah, sambil menaikkan sebelah alisnya ia kembali mengulang kalimat perintahnya yang tadi. “Suruh Helena yang memotret kita.” Barbara sedikit ketakutan dan tersenyum canggung sambil berbalik ia memanggil Helena yang berada di dapur. “Helena! Kemari! Cepat fotokan kami!” Shane tak suka dengan gaya Barbara yang memerintah Helena, terlebih cafe ini sebenarnya khusus dibuat untuk mantan istrinya itu. Tapi melihat Helena yang akhirnya keluar dengan terburu-buru mengikuti perintah Barbara, lelaki tampan itu hanya bisa memendam rasa kesalnya. “Oke, tunggu sebentar.” Helena mengelap tangannya di apron yang ia kenakan kemudian mengambil ponsel milik Barbara. Barbara menempelkan diri pada lengan Shane, sengaja membuat dadanya yang besar semakin menekan lengan berotot milik lelaki tampan itu. Barbara tersenyum lebar, tak peduli pada wajah dingin Shane yang
Helena menggeleng kencang. “Tidak bukan begitu! Kau salah paham, Barbara.” Senyuman licik muncul di wajah wanita berambut hijau neon itu. “Apa perlu aku memberitahukannya, Helena?” “Kau salah paham Barbara. Aku dan Shane tak punya hubungan seperti itu, dan Pim bukanlah anak Shane.” Helena menelan salivanya dengan gugup karena kebohongan yang ia tutupi. “Hmm.” Barbara tersenyum yang membuat wajahnya semakin licik. “Kalau begitu siapa ayah Pim, Helena. Aku tak percaya kalau ia telah meninggal, kau bahkan tak pernah menceritakan sedikit pun tentang pria itu.” Barbara memiringkan kepalanya sambil melihat Helena. “Siapa nama ayah, Pim?” Helena ingin memberitahu nama karangan pria yang dahulu pernah ia beritahukan pada Shane, tapi ia sendiri bahkan lupa siapa nama pria yang tak sengaja terucap dahulu. Sebelum akhirnya wanita itu menyerah sambil memutar bola matanya. “Itu urusan pribadiku, Barbara.” Wanita berambut panjang itu terlihat jengah. “Dan kau tak punya hak untuk mencampurinya.”
Jantung Helena langsung berdetak kencang, ia takut akan kenyataan itu diketahui semua orang, ia takut pandangan orang-orang lain lagi tentang dirinya ketika tahu kalau Helena memiliki hubungan dengan pria paling berkuasa, Shane Digory. “Bukan begitu, Jeremy! Pria ini- maksudku Shane- eh Tuan Digory.” Helena berputar dengan cepat melihat ke arah pintu masuk cafe, tapi yang ia dapati hanya… Angin, tak ada seorang pun yang masuk ke dalam cafe. Hanya mereka berdua. Helena balik menatap Shane dengan kesal karena telah ditipu. Lelaki yang baru saja menipunya tengah tertawa yang membuat dirinya berkali-kali lipat lebih tampan. Tapi Helena benar-benar sedang kesal dan tak sempat untuk mengagumi ketampanan pria itu seperti biasanya ia lakukan. Shane berhenti tertawa melihat ekspresi Helena yang sebentar lagi akan meledak. “Duduk dan temani aku,” perintahnya dengan tenang. “Maka rahasiamu akan aman.” Helena duduk dengan bersungut-sungut di depan Shane. “Apa aku sekarang harus menyuapimu?”
Helena langsung tertohok dengan pernyataan itu. “Kau tak punya hak, Shane.” Helena langsung membantah pernyataan Shane Digory. “Ini adalah hal yang pribadi antara aku dan anakku, dan ayahnya.” Shane menatap teduh Helena. “Aku hanya ingin melindungimu,” ucap lelaki itu lembut. “Aku tahu aku terlambat, tapi aku tak ingin mengabaikanmu lagi, Helena. Hal yang selalu aku sesali beberapa tahun terakhir ini karena pernah melakukannya padamu.” Helena kehilangan kata-katanya. Ia tahu dirinya tak akan bisa selamat dari tatapan iris coklat hazelnut yang membuatnya semakin tenggelam ke dalam perasaanya pada pria itu. Shane melihat arloji edisi terbatas yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku akan kembali lagi nanti karena ada urusan yang harus aku selesaikan Helena.” Pria itu kemudian berdiri dan mengusak rambut Helena. “Aku ingin berteman lagi denganmu, seperti sebelum semua ini terjadi. Aku mohon jangan abaikan aku, seperti kau mengusirku saat aku memberimu roti manis isi coklat wakt
“Oh ya, Brian tampaknya kau tak cocok lagi menggunakan jas putih itu. Mulai sekarang aku yang menata penampilanmu." Shane mulai memberikan ancaman pada Brian Scoot. Sanksi atas perbuatannya selama ini. "Aku sedang memikirkan kau lebih cocok memakai seragam hitam putih atau setelan suit kaku." Shane mengancam Brian Scoot dengan pilihan antara penjara atau kematian. Brian Scoot langsung memucat, ia paham dari makna yang tersirat dalam ucapan Shane. Tak lama dua orang pria dengan tubuh kekar masuk ke dalam ruang direktur utama. Mereka menunduk hormat pada Shane Digory sambil menunggu perintah. "Singkirkan sampah ini." Kedua pria itu langsung menarik lengan Brian Scoot setelah mendengar perintah dari bos besar mereka, Shane Digory. Brian Scoot meronta sambil berteriak meminta dilepaskan. "Apa maksudmu Shane? Apa salahku! Aku selalu menganggapmu sahabat, kenapa kau melakukan ini padaku?!" Shane melihat ke layar monitornya, memberikan beberapa perintah lain pada anak buahnya via pesan