Rania malam ini tampak tegang Adi, mengatakan jika eksekusi butik Kinan akan dilakukan malam ini, Adi yang telah merencakannya, dan Rania hanya bisa berdiam di ruko, dan menunggu kabar dari Adi, ia sedikit takut, jika Adi tertangkap, tapi setiap perbuatan pasti ada resikonya. Waktu menunjukkan jam sebelas malam, pasti butik Kinan sudah tutup.Detik terus berjalan, menit berlalu begitu lama, Rania hanya bisa mondar-mandir, sambil matanya sesekali menatap jam dinding di kamarnya.Hingga bunyi ponsel, membuatnya kaget dan langsung mengangkat ponsel.“Hallo Adi,” sapa Rania.“Bu Rania, aku sudah melakukannya, sudah mulai menjalankan membakar butik,”“Tidak ada orang ‘kan, di dalamnya.”“Aman, toko sebelah kirinya kebetulan kosong, dan di sebelah kanannya, juga gudang kosong, jadi tidak akan merugikan kedua toko sebelahnya,” jelas Adi.“Bagus, bagaimana dengan cctv?”“Cctv aku sudah mengecek dan ternyata cctv tidak aktif, sejak satu minggu yang lalu, makanya aku segera mengeksekusi malam
Rania menuju ke ruang obat, ia sangat penasaran sekali dengan obat yang diberikan Fahri pada Kinan. Dengan mempercepat langkahnya ia pun sudah berada di ruang obat dan mendengarkan penjelasan dari ahli obat.“Ohh jadi jika di konsumsi tidak sesuai resep, akan mempengaruhi kerja jantung.”“Iya Bu Rania, dan obat ini tidak bisa dibeli tanpa resep dokter,” jelas apoteker“Okay terima kasih atas penjelasannya.”Rania berpamitan dan kemudian melangkah menuju ruang perawatan dimana Larasati dirawat, di sana ada Dinda yang menunggui ibunya.Tok! Tok “Boleh aku masuk,” pinta Rania.“Kak Rania, darimana tahu jika ibu dirawat disini?” tanya Dinda.“Kamu lupa, Din, jika aku bekerja di Harafa Hospital, dan kemarin aku bertemu Mas Faiz, lalu mengatakan jika Ibu sakit.”“Kak Rania, pasti senang melihat ibu tak berdaya seperti itu,” Dinda terlihat sedih.
Sementara itu Rafa telihat kesal, ia menatap Dinda yang masih menyuapi Fano.“Kenapa sih, ibu harus tinggal disini?”“Apa kamu keberatan, dia itu ibuku, ibu mertuamu,” timpal Dinda kesal.“Halah, dulu saja, kita menikah tidak direstui oleh ibu, sekarang malah mau tinggal disini.”“Sudah Raf, jangan banyak mengeluh, jaga Fano, aku akan ke rumah sakit menjenguk ibu, kalau kau bekerja, titipkan Fano pada tetangga sebelah,” suruh Dinda.Setelah Dinda selesai menyuapi Fano, ia bergegas pergi, naik montor maticnya. Tak lama ponsel Rafa berdering, nomor Kinan ada di layar ponsel, dengan wajah sumringah Rafa mengangkatnya.“Hallo Kak Kinan?”“Rafa, datanglah ke salonku sekarang!” perintah Kinan.“Okay Kak, segera aku akan ke sana,” jawab Rafa, kemudian dengan cepat menitipkan Fano pada tetangganya, dan meluncur pergi, menemui Kinan.Sampail
Faiz sudah menunggu kedatangan Rania, di sebuah kafe dekat dengan Harafa Hopital, Faiz tampak gelisah, entah kenapa ia takut jika selama ini keputusannya menikahi Kinan adalah suatu kesalahan. Pria yang masih mengenakan seragam abdi negara itu, beberapa kali meneguk jus di tangannya. Hingga matanya tertuju pada sosok wanita yang semakin hari semakin terpancar kecantikan alaminya, Rania melangkah pelan, menghampiri Faiz.“Maaf, aku terlambat.”Faiz hanya tersenyum, lalu mepersilakan Rania duduk, bahkan aroma parfum, wangi masih tercium, sangat menyegarkan, sesuatu yang Faiz tak pernah dapati selama Rania menjadi istrinya.“Kamu ingin minum apa Ran?”“Es teh lemon saja, Mas..”“Seleramu masih sama, aku pikir selera minum dan makanmu berubah, seperti penampilanmu yang berubah?”“Kalau soal perut, pasti tidak akan berubah,” sahut Rania.Kemudian Faiz memesan es teh lemon, kesukaa
Rafa yang mendengar hal itu hanya tersenyum simpul.”Wah... ide hebat itu Ibu, aku sangat mendukung sekali,” selorohnya.“Diam kamu Rafa, jangan menyela omongan orang tua,” timpal Dinda matanya melotot ke arah Rafa.“Tidak semudah itu Bu, Aku dan Kinan, akan memperbaiki pernikahan ini, mungkin demi Nayla, kau tak tega, jika kebahagian Nayla melihat orang tuanya bersatu dan kini hancur dengan perceraian, aku masih mencintai Kinan, walau tak bisa aku pungkiri, sebagai seorang istri, Rania lebih baik dari Kinan,” sahut Faiz.Larasati terlihat sedih, baginya Kinan itu hanya wanita munafik dan sangat berbahaya.“Kak Faiz, hati-hati ya, setelah aku mengetahui perbuatan Kak Kinan, sunguh aku mengkhawatirkan keselamatan Kak Faiz,” sela Dinda.“Jangan Kahawatir. Aku kesini ingin memberi tahukan, jika aku sudah membeli rumah untuk ibu, walau tak besar, tapi mudah-mudahan bisa membuat ibu nyam
Dalam sekejab Rania sudah berada dipelukan Fathan, pelukan yang erat dan hangat, bagai tersengat aliran listrik, desiran jantung Rania mengalir keseluruh pembuluh darah, hingga tak kuasa untuk menolak pelukan itu, dalam kegelapan itu Rania hanya pasrah, bererapa menit dalam dekapan Fathan, hingga terdengar suara Fathan. “Harafa, aku merindukanmu.” Rania tersentak, ia kemudian perlahan mengurai pelukan Fathan, dan membuat pria itu tersadar dari mimpi berjalannya. “Pak Fathan, saya, bukan Harafa,” sahut Rania. Fathan yang menyadarinya, langsung menekan saklar lampu dan ia terkejut di depannya Rania berdiri. “Rania, maafkan aku, sakitku kumat lagi, aku mengalami tidur berjalanan, padahal aku sudah dalam pengobatan, tapi kambuh lagi, maaf, aku tadi bermimpi bertemu Harafa,”ucap Fathan “Tidak apa-apa Pak Fathan, aku keluar hanya ingin mengambil air minum, aku tidak mau membuat Pak Fathan terbangun, oleh karena itu aku tidak menghidupkan lampu.” “Duduklah, biar aku ambilkan, aku akan
Di tempat lain Rania tersenyum, mengingat jika ia telah menerima lamaran Fathan, hatinya berbunga-bunga seperti remaja yang jatuh cinta lagi.Ketukan pintu ruangannya membuyarkan lamunannya, dan menyuruh si pengetuk pintu.Ceklek! Pintu terbuka, terlihat Fathan tersenyum ke arah Rania.”Yuk makan siang,” ajak Fathan.“Pak Fathan, saya malu, jika banyak orang yang akan melihat kebersamaan kita,” ucap Rania.“Kenapa harus malu, apa aku kurang tampan jika berjalan denganmu?”“Bukan begitu Pak Fathan, saya tidak enak jadi bahan gunjingan.”“Jangan hiraukan, mereka mengunjing di belangkang kita Ran, kita harus terus maju, jangan berhenti hanya karena sebuah omongan yang menyakitkan,” tegas Fathan.“Baiklah Pak Fathan benar, kita tidak akan maju jika hanya terpaku pada omongan orang, aku yang sekarang, pantas jika bersanding dengan seorang Dokter.”“Nah begitu dong, percaya diri.”Rania bangkit dari kursinya, lalu keluar ruangan bersama Dokter Fathan, sepanjang melewati koridor rumah saki
Faiz terlihat shock melihat mobilnya sudah menghilang dari parkiran, ia berusaha mencari, tapi tidak ada, di lokasi juga tidak ada cctv. Dengan langkah gontai akhirnya Faiz, meninggalkan lokasi dengan menaiki ojek online, ke kantor polisi melaporkan hilangnya mobil. Setelah itu, ia memutuskan kembali ke rumah.“Lho... Mas, kok pulang pakai ojek, mobil Mas Faiz mogok?” cerca Kinan ketika melihat sang suami berjalan ke arah pintu.“Mobilku dicuri,” jawab Faiz.“Apa! Kok bisa sih Mas,” Kinan geram.“Ya bisalah namanya saja lagi apes,“ sahut Faiz seraya menghempaskan tubuhnya di kursi.“Sudah lapor polisi?”“Sudah, tapi sayang, di lokasi tidak ada cctv, jadi susah untuk melacaknya, aku rasa percuma, melapor polisi,” jawab Faiz, terlihat putus asa.“Kenapa sih, banyak sekali kesialan menimpa kita, Mas.“ Kinan cemberut wajahnya terlihat kesal.Kinan dengan kesal, duduk disamping Faiz. ”Mas, lebih baik kamu ambil uang kantor, saja,” pinta Kinan dengan tatapan serius ke arah suaminya.Faiz m
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,