Hari menjelang senja, sebuah motor berhenti di depan ruko milik Rania. Tampak Faiz turun dari motor dan melepas helm, lalu menaruh helm di atas motornya, sejak mobilnya hilang, Faiz memilih mengendari motor, langkah kakinya terhenti, ketika menatap sebuah mobil yang sangat dikenalinya.“Mobilku, ada disini,” gumamnya, lalu mempercepat langkah kakinya memastikan jika itu benar-benar mobilnya.Rania berjalan ke arah Faiz yang masih tampak bingung.“Kenapa heran Mas, aku yang membeli mobilmu,” ujar Rania dengan santai.“Aku tidak menjualnya Ran, mobilku hilang satu bulan yang lalu, bagimana bisa ada di tanganmu,” Faiz semakin bingung.“Aku membelinya beberapa hari yang lalu, aku pikir Mas Faiz memang menjualnya melalui makelar, aku menyuruh karyawan kateringku untuk mengurusinya, jika ini curian, tidak mungkin ‘kan ada surat mobil lengkap beserta kunci mobilnya.“Apa, surat mobil juga ada di tanganmu?”“Iya Mas, ini bukan mobil curian, surat mobilnya lengkap.” Rania masih bersikap tenang
Kinan masih meradang sesampainya di rumah, berkali-kali ia mengusap kasar rambutnya hingga terlihat acak-acakan.“Rania harus mengembalikan mobil itu,” ujar Kinan.“Ya nggak bisa lah, dia membeli mobil itu, dalam hal ini, ia tidak bersalah, jika lapor pada polisi pun percuma, ini akan di aggap masalah keluarga, bukan pencurian mobil,” timpal Faiz, juga kesal, dengan tindakan Rafa adik iparnya tu.“Jika begitu, Rafa yang harus bertanggungjawab, ia harus menggantinya.” Kinan berkata dengan wajah penuh amarah.Faiz menghela napas berat, ia yakin, Rafa pasti tidak mempunyai uang untuk mengganti mobil mewahnya itu.Sedangkan di tempat lain Rania tersenyum, ia menatap mobil Faiz yang masih terparkir di depan rukonya. Mobil dengan harga ratusan juta itu, sekarang berpindah ke tangannya hanya cukup mengeluarkan uang 15 juta, saja, 5 juta untuk Rafa, dan 10 juta untuk Adi. Dan lebih membuatnya puas, kini Rafa dan Kinan dan juga Faiz, pasti saling bersitegang.“Mah..” panggilan Safa membuyarkan
Rafa, masuk ke sebuah hutan kecil, sampai disana ia menelepon Kinan.“Rafa dimana kamu?” tanya Kinan, ketika mengangkat ponsel“Kak Kinan, harus menolongku, keluar dari Jakarta,” pinta Rafa.“Tidak bisa, aku tidak mau terlibat apapun denganmu, kamu sangat bodoh sekali!” ucap Kinan, pelan.“Aku melakukan ini demi Kak Kinan, bisa-bisanya kamu lepas tangan,” timpal Rafa dengan kesal.“Pokoknya, kau urus sendiri, aku tak mau terlibat,” timpal Kinan.“Baik, kalau begitu, aku akan kirim video asusila kita ke Faiz,” ancam Rafa dengan nada tegas dan kesal.“Rafa..!.”“Kamu tidak punya pilihan lain ‘kan, selain membantuku,” sahut Rafa merasa menang dengan ancamannya itu.“Baiklah, apa maumu?” Akhirnya Kinan menuruti kemauan Rafa.“Aku butuh uang dan motor, Kak Kinan sediakan itu, aku tunggu di hutan pinggir kota, disana ada, rumah tua kosong, sementara waktu aku ada disana,” suruh Rafa.“Baiklah, tunggu aku, aku sendiri yang akan kesana,” balas Kinan.Kinan, menutup ponsel, otaknya kini berput
Polisi memasang, polici line di sekitar rumah kosong, lalu membawa jenazah Rafa naik ke mobil ambulance dan dibawa ke rumah sakit untuk otopsi.Di tempat lain Kinan tampak kesal, berkali-kali ia membuka ponsel milik Rafa, tapi video yang dicarinya tidak ada.“Sial, apa Rafa telah menghapus video itu, apa masih menyimpannya, apa dia punya ponsel dua,” tebak kinan, semakin cemas.Wanita itu sedari tadi hanya berdiam di dalam kamar, sambil mengecek ponsel Rafa. Setelah tidak mendapati apa yang dicari, Kinan menyembunyikan ponsel milik Rafa di laci almari pakaiannya, lalu menguncinya.Sementara itu, seorang polisi datang mengabari Dinda tentang tewasnya Rafa, yang menelan racun. Dinda histeris, Larasati berusaha menenangkan putrinya itu.“Sudah Dinda, jangan terlalu larut dalam kesedihan, kita harus siapkan pemakaman untuk Rafa,” suruh Larasati.Setelah Dinda bisa menenangkan dirinya, ia pun, mulai mempersiapkan pemakaman. Menurut hasil otopsi, tidak ada tanda kekerasan pada tubuh Rafa,
Dinda menahan amarahnya, ia menyimpan flash disk dalam tas slempangnya, dengan menaiki montor, ia melajukan motor matic dengan kecepatan tinggi menuju kantor polisi.“Pak..saya ingin melaporkan Kinanti, ia yang memerintahkan Rafa untuk mencuri mobil, saya juga curiga, dia yang meracuni Rafa,” lapor Dinda dengan sangat emosi.“Kasus Rafa sudah ditutup dan dinyatakan kasus bunuh diri,” jawab polisi“Saya belum punya bukti, jika Kinan pelaku pembunuhan, yang saya miliki adalah rekaman suara dan video, ini Pak, saya mohon selidiki lagi kasus suami saya, aku tidak mau Rafa tewas sia-sia,” Dinda menyerahkan flash diks pada polisi.Setelah melihat isi flash disk, polisi pun bertindak, mulai meminta keterangan dari Dinda, setelah itu beberapa polisi meluncur menuju kediaman Kinan.Setelah itu Dinda menelepon Rania, ia sudah tak sabar memberi berita yang mengejutkan itu.“Hallo Kak Rania,“ sapa Di
Sidang keputusan kejahatan Kinan diadakan, selama tiga jam lebih ruang persidangan begitu memanas, Kinan berulang kali menyangkal, tapi bukti sudah cukup membuktikan dirinya bersalah, kesaksian Fahri dan juga keterlibatan Joko yang akhirnya mengakui kejahatan perencanaan kecelakaan Bimantara sampai tewas.Akhirnya Kinan di vonis 30 tahun penjara atas dua kejahatan pelenyapan dua orang korban, sementara Joko, di vonis 5 tahun penjara, karena membantu Kinan.Kinan terlihat kacau, dan histeris, meratapi nasibnya. Faiz terlihat terpukul, ia berencana mengugat cerai Kinan.Sebelum Kinan dibawa ke rumah tahanan, Faiz menemui Kinan.“Kinan, aku akan menggugat cerai, aku tidak bisa menerima kejahatanmu dan pengkhianatanmu,” ucap Faiz, bernada sinis.“Sudah kuduga, kamu pasti akan menceraikan diriku, tapi ingat, Mas, Nayla masih tanggung jawabmu, setelah ia menjalani masa tahanan, kamu harus mengurusnya dengan baik, aku juga akan memberikan salon dan butik pada Nayla, biar dia yang menguruska
“Kamu sudah gila ya Mang! Harafa sudah meninggalkan dua tahun yang lalu ” pekik Fathan dengan nada serius.“Itu ‘kan, saya dikira gila, makanya Pak Fathan secepatnya ke villa,” balas Asep.“Baiklah, aku akan kesana sekarang.” Akhirnya Fathan penasaran dengan ucapan Asep. Dokter yang masih mengenakn kemeja rapi itu berjalan menghampiri Rania, yang sedang fitting gaun waran putih, Rania terlihat sangat cantik.“Pak Fahan , bagaimana?” tanya Rania.“Cantik, pilihanmu tepat Ran,”“Terima kasih Pak Fathan.”“Ran, aku ada urusan mendadak, bagaimana jika kamu pulang naik taksi,“ pinta Fathan.“Oh, aku tak keberatan Pak, silahkan Pak Fathan menyelesaikan urusan dulu,” balas Rania.Fathan tersenyum ke arah Rania. ”Aku pergi dulu,” pamit Fathan lalu melangkah lebar keluar dari butik.Sepanjang perjalanan menuju villa, Fathan begitu penasaran.Hampir satu jam perjalanan, hari sudah gelap, Fathan sampai di villa kecilnya, biasanya Mang Asep, pulang sore, pria berusia 50 tahun itu hanya berjaga p
“Jangan berisik, apa kamu sudah gila berbicara sendiri!’bentak napi wanita bertubuh gemuk, membentak Kinan.Kinan hanya berdecih kesal, ingin rasanya ia melarikan diri dari penjara itu.ini semua gara-gara Rania, ia harus membayarnya, jangan kira hidupmu akan tenang setelah berhasil, mengungkap kejahatanku Rania, batin Kinan telapak tanganya mengengam seakan meluapkan emosinya.***Hari minggu Pagi, Rania terlihat berbinar, setelah fiting gaun pengantin, tak henti-hentinya ia selalu mengulas senyum didepan cermin, membayangkan betapa bahagianya jika bersanding dengan seorang dokter.Senyumnya memudar, ketika dering ponselnya berbunyi, lalu ia segera meraih ponsel, nama Fathan terlihat dilayar ponsel.“Assalamualaikum Pak Fathan,”sapa Rania.“Waalaikum salam Ran, aku akan menjemputmu satu jam lagi, bersiap-siaplah,”suruh Fathan“Baik Pak,”sahut Rania.Kejutan apa lagi yang akan kamu berikan Pak Fathan? tanya Rania dalam hatinya, senyum kecil menghiasi bibirnya yang merah muda alami