“Oh jadi Mas Faiz perduli pada reputasi, kenapa berani bermain api, apa karena selama ini aku menjadi istri penurut. Pengabdianku, mendampingimu dari titik nol, hingga sekarang kamu menjadi pegawai dengan jabatan tinggi di instansi pemerintah membuatmu khilaf, melupakan wanita yang pertama kamu ajak merangkak dengan segala duka ini,” ucap Rania, air mata luruh seketika.
“Ran, maafkan aku, tapi aku tak berniat menceraikanmu atau menyingkirkanmu, dari hidupku, cukup kamu restui pernikahanku dengan Kinan, semua fasilitas dan uang nafkah batin dan lahir tidak akan berkurang sedikitpun, aku janji padamu,” suara Faiz terdengar memohon.Rania tak bergeming, ia terisak menangis sambil menutup wajahnya.“Kamu dengar ‘kan Ran, kedudukanmu di masyarakat tetap sama, istri dari Faiz.” Sela Larasati dengan pelan.”Safa juga bisa hidup tenang tanpa di ganggu dengan perceraian orang tuanya,” tambahnya lagi.Rania sudah kehabisan kata-kata, dadanya sesak, ketika orang di sekelilingnya justru tidak bersimpati denganya, tapi malah memojokannya, tanpa bicara, Rania berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju kamar.Ketika melewati kamar Safa, ia membuka kasar pintu itu, dan mendapati Safa, sedang asyik bermain ponsel. Tak sedikitpun ada rasa bersalah dalam dirinya telah membohongi dan bersengkokol atas pengkhianatan papahnya.“Tidak kusangka anak yang aku lahirkan dan aku besarkan dengan kasih sayang, tega menikamku, apa karena baju, sepatu dan tas mahal ini, kamu menjadikan ibumu seorang badut, hanya dijadikan lawakan oleh Papahmu dan selingkuhanya!” bentak Rania, dengan memporak porandakan isi lemari Safa.“Mah, Safa pernah bilang ‘kan, ubah penampilan Mamah, seperti wanita-wanita jaman sekarang yang tetap modis walau hanya ibu rumah tangga,” balas Safa.“Ya Tuhan, aku telah gagal mendidikmu Safa.” Tubuh Rania luruh ke lantai dan menangis.“Mah, maafkan Safa.” Safa mendekati Rania, berusaha memeluk sang Ibu, tapi ditepisnya tangan Safa.“Sejak kapan Papahmu menjalin hubungan dengan wanita jalang itu?”“Sudah satu tahun, Mah, berawal dari sering bertemunya Papah dan Tante Kinan di sekolah waktu menjembut Safa dan Nayla. Dan kebetulan aku dan Nayla juga sangat akrab, kami sering jalan keluar berempat, semula aku mengira mereka murni berteman, tapi seiring berjalan waktu, aku paham semuanya, tapi aku bisa berbuat apa Mah, Papah memintaku untuk merahasiakan hubungan ini, dengan dalih, tidak mau menyakiti Mamah,” ungkap Safa pelan.“Tetap saja, keputusanmu yang menyembunyikannya dari Mamah, lebih menyakitkan, aku seperti melahirkan seorang pengkhianat,” sarkas Rania.Rania bangkit dan bergegas keluar kamar Safa, masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, dipandangi kamar yang selalu memberikan kehangatan, dan ia tak menyangka, jika suaminya justru mencari kehangatan dengan perempuan lain.Rania berjalan pelan, meraih tas berukuran besar, mengemasi satu persatu pakaian miliknya, ia tahu apa yang sudah diputuskannya, mungkin saja kehidupanya akan sulit, tapi hidup dengan memendam luka lebih sulit, lebih baik pergi.Langkah Rania sampai di tangga terakhir, membuat Larasati dan Faiz terkejut.“Benar-benar keras kepala kamu!” bentak Faiz sambil bangkit berdiri mendekati Rania.”“Aku akan pergi, dan besok terima gugatan ceraiku Mas.”Plak!..tamparan mendarat di pipi Rania.Rania memegangi pipinya, rasa panas di pipinya, tidak seberapa dibanding panas di hatinya, untuk pertama kalinya setelah tujuh belas tahun, dan di hari ulang tahun pernikahan, ini adalah kado yang ia dapatkan dari suaminya.Senyum getir terlihat di bibir Rania. “Jadi ini hadiah annyversary, tujuh belas tahun, selain pengkhianatan juga tamparan.”“Pergilah, kita lihat akan jadi apa kamu di luar sana, jangan harap ada seorang pria yang akan menikahimu,” umpat Faiz dengan menggenggam telapak tangannya.“Ya Mas, kita lihat, apa jadinya dirimu tanpa istri seperti aku ini,” balas umpat Rania.Larasati hanya menggeleng kepala. ”Jelas dirimu yang akan hancur Ran, kamu pikir, aku dulu setuju Faiz menikahimu, silsilah keluarga miskin tujuh turunan,” tukas Larasati.Tatapan Rania mengarah pada ibu mertuanya itu, wanita yang memiliki satu orang putra dan seorang putri itu masih bersikap ponggah.“Iya, oleh karenanya ibu menjadikan aku seorang pesuruh, bukan sebagai menantu, saya menerima itu selama tujuh belas tahun, Bu. Saya anggap itu pengabdianku pada wanita yang melahirkan suamiku, surgaku. Tapi hati ini tidak bisa menerima lagi.”Rania berjalan keluar dengan langkah berat ditinggalnya semua kenangan indah bersama suaminya, dan mengenai Safa, gadis itu sudah gelap mata, lebih mencintai keindahan dunia yang memanjakanya dibanding kasih sayang ibunya.Rania berjalan dengan menjinjing tas berisi barang pribadinya, lalu melangkah keluar dan memanggil ojek online, tak lama sebuah motor matic berhenti di jalan depan rumahnya, Rania langsung naik ke atas motor.“Mau kemana Bu.”“ke hotel,” jawab Rania.Satu-satunya tempat untuk singgah setidaknya untuk malam ini adalah hotel, lalu motor melaju mencari hotel yang terdekat seperti keinginan Rania, sejenak montor berhenti di lampu merah, tidak sengaja Rania menangkap sosok wanita yang tengah berbonceng erat dengan seorang pria.Dinda, malam–malam begini masih kelayapan, apa dia dengan kekasihnya batin Rania.Tiba-tiba Rania berkeinginan mengikuti gadis bernama Dinda, yang tidak lain adalah adik perempuan Faiz.“Pak, ikuti motor itu!” perintah Rania.“Baik Bu.”Ojek online mengikuti montor yang ditumpangi Dinda, hingga motor berbelok di sebuah hotel bintang 4.Rania pun segera mengikuti Dinda dengan seorang lak-laki masuk ke loby, terdengar mereka menyewa satu buah kamar.Dengan cepat Rania mengambil foto Dinda. Sambil menghela napas panjang. “Ternyata Dinda sama dengan Mas Faiz, tidak punya akhlak,” gumam Rania.Dan akhirnya Rania pun sekalian menginap di hotel, dan terus mematai-matai Dinda yang bergelayut manja dengan seorang pria yang Rania tidak kenal.Rania memakai masker, supaya Dinda tidak mengenalinya, bahkan mereka satu lift, tapi Dinda tidak mengenali Rania.“Bagaimana pernikahan kedua kakakmu, Din? Apa tadi pagi berjalan lancar?”“Ahh yang aku dengar sih gagal, karena istri Kak Faiz keburu tahu, sial darimana sih Kak Rania tahu, padahal kami sudah merahasikannya,” umpat Dinda.Darah Rania semakin mendidih, mengetahui adik iparnya mengetahui perselingkuhan suaminya.“Waah, jika gagal, kamu tidak bisa dong nyalon gratis di tempat Kak Kinan,” ucap laki-laki di sebelahnya.“Ahhh benar juga, aku lebih suka jika Kak Faiz menceraikan Kak Rania, lalu menikahi Kak Kinan, lebih bisa dibanggakan daripada Kak Rania, wanita yang tidak mempunyai prestasi apalagi penghasilan, hanya bisa menadah pada gaji suami, menghabiskan uang Kak Faiz,” jawab Dinda.Hingga pintu lift terbuka ketiganya keluar, Rania berjalan pelan beberapa meter dari Dinda yang saling bertaut erat, hingga berdiri di depan pintu dan membuka pintu. Rania sudah mendapatkan foto dari Dinda dan kekasihnya itu.“Kak beradik sama-sama buruk,” gumamnya lagi, lalu Rania melangkah mencari kamar yang disewanya.Dibukanya kamar hotel sederhana, ia duduk di tepian tempat tidur, membuka isi tasnya dan meraih sebuah buku tabungan.Tertulis saldo, 50 juta, hasil menyisihkan uang belanja selama sepuluh tahun terakhir ini, betapa berhematnya Rania, makanya penampilannya selalu sederhana, juga dari hasil usaha kecil-kecilan membuat cake yang merupakan hobbynya.Ia menarik napas dan berharap dengan uang tabungan yang tak seberapa bisa dipakainya untuk memulai usaha.Pagi menyapa, mentari bersinar terang, Rania membuka matanya, biasanya ia bangun sebelum matahari terbit, salat dan menyiapkan keperluan suaminya, memasak di pagi hari, lalu berlanjut membersihkan rumah, tapi kali ini, usai salat subuh, ia kembali tertidur hingga hangat sang surya menyapanya. Jam di ponsel menunjukan pukul sembilan, ia bergegas membersihkan diri, selesai keluar dari kamar mandi bunyi ponsel berdering nyaring, nama ibu mertua, tertera di layar ponsel.“Ada apa Bu?” sapa ketus Rania, karena masih kesal“Ran, pulangkah Ibu mohon sekali ini saja, jangan gugat cerai, jika kamu menginginkan perceraian, tunggulah sampai Dinda menikah, saat ini ada keluarga terhormat yang akan meminangnya, kita harus menjaga reputasi keluarga ‘kan, bagaimana jika mereka membatalkan lamaran jika tahu pernikahan kakaknya di ujung perceraian.”Rania masih diam, dan menyimak setiap perkataan wanita yang masih berstatus mertua itu.“Apa yang ibu inginkan.”“Datanglah nanti malam ke acara pinangan Dinda, bersikaplah kalian seakan-akan tidak ada masalah,“ pinta Larasati“Lalu untuk drama yang menjijikan ini, apa yang akan aku terima?”“Maksudmu apa Ran.”“Aku ingin uang Bu, bukankah setelah cerai nanti Mas Faiz tidak akan memberikan harta gono-gini, karena semua harta atas nama Mas Faiz, aku tidak memiliki apapun di rumah itu Bu,” pinta sinis Rania.“Berapa yang kamu inginkan?”“Dua puluh juta dibayar setelah acara lamaran selesai, jika tidak, aku akan mengugat cerai putramu,” ancam Rania.“Kurang ajar kau Ran, kamu memeras ibu mertuamu sendiri.”“Tidak Bu, ini kesepakatan, aku perlu banyak uang setelah bercerai dengan Mas Faiz ‘kan.”“Baiklah, sekarang pulang kembali ke rumah, dan beraktinglah pernikahanmu baik-baik saja.”Ponsel ditutup, Rania harus menahan amarahnya, sekali lagi ia merasa mertuanya hanya memanfaatkan dirinya, oleh karena itu ia memaafkan balik.Rania kembali ke rumah Faiz, tapi kali sikapnya dingin, dengan rasa kecewanya ia mengikuti keinginan Larasati dan malam itu besama Faiz dan Safa, mereka menghadiri acara pinangan dan sekaligus lamaran untuk Dinda.Dengan menebar senyum palsu, Rania berusaha menunjukan bahwa keluarganya harmonis. Hingga tiba keluarga dari pihak pria datang.Seorang pemuda tampan diperkenalkan sebagai calon suami Dinda. Betapa terkejutnya Rania, karena pemuda yang meminang Dinda, bukanlan pemuda yang bersama Dinda semalam di hotel.Aku yakin, bukan pemuda ini yang semalam bersama Dinda, batin Rania, perlahan ia membuka ponsel, dan membuka galeri dan benar dugaannya, yang menghabiskan malam bersama Dinda di hotel, bukan pemuda yang saat ini melamar Dinda. Seringai tipis keluar dari bibir Rania.Perkenalan antara Dinda dan pemuda tampan yang berprofesi sebagai dokter pun dilaksanaakan, secara resmi pria yang mengenakan kemeja batik itu, meminang Dinda, dan keluarga Dinda pun menerima dengan rasa bahagia, dan penuh kebanggaan.Rania hanya mengelengkan kepalanya, ia sungguh tak menyangka jika adik iparnya itu bisa bermuka dua, baru kemarin malam menghabiskan malam dengan seorang pria dan saat ini menerima pinangan dari pria lain.“Sungguh menjijikan,” gerutu pelan Rania.Kedua keluarga menentukan tanggal pertunangan, dan disepakati satu minggu lagi pertunangan akan di adakan. Lalu kedua keluarga melanjutkan makan malam.“Saya sangat senang menjalin silaturahmi dengan kelurga Bu Larasati,” ucap bariton pria dengan tubuh tegapnya.”Saya satu–satunya kakak Bastian, jadi semua urusan pernikahan ini saya yang akan bertangung jawab, kedua orang tua kami telah meninggal,” lanjutnya lagi dengan nada sopan.“Lalu istri Pak Fathan, tidak ikut?”“Istri saya telah meninggal satu tahun yang
Rania berjalan menyusuri lorong jalan, ia mencari sebuah alamat, akhirnya bernapas lega ketika tempat yang dicarinya ada di depannya.’Butik Kinan’ tertampang tulisan yang besar dan elegan di depan pintu, dengan menghembuskan napas pelan, Rania berjalan memasuki pintu kaca, seorang karyawan menyapanya dengan sangat sopan.Rania tersenyum, lalu berjalan ke arah baju-baju yang gantung rapi, lalu memilih asal baju, dan menuju ruang pas, tapi Rania tidak mencoba baju yang dipilihnya melainkan meletakan sebuah kotak, yang tutupnya dibuka sedikit.Setelah itu keluar dari ruang pas.“Bagaimana Kak, apakah cocok?” tanya karyawan.“Maaf, gaun ini kurang pas di badan saya,” balas Rania.Rania lalu berjalan keluar pintu, tepat di depan pintu keluar ia berpapasan dengan Kinan.“Kinan..” sapa sinis Rania.“Rania, apa yang kamu lakukan disini, jangan harap kamu bisa membeli gaun di butikku ini,” balas Kinan.“Aku memang tidak bermaksud membeli baju di butikmu. Aku hanya ingin melihat bagaimana bi
“Aku sudah tak tahan dengan sikap Rania yang selalu memberontak Bu, aku ingin sekali memenuhi keinginannya untuk bercerai,” tegas Faiz pada sang ibu, yang saat itu berkujung ke rumahnya.“Memangnya apa yang Rania lakukan?” Larasati menatap ke arah putra sulungnya dengan dahi mengerut.“Rania, membuat onar di butik Kinan, ia menaruh kecoa di butiknya, ibu bisa bayangkan bagaimana pengunjung butik pada berlarian keluar, dan yang lebih parahnya, sudah viral di media sosial, itu berdampak buruk bagi butik,” jelas Faiz, dengan menunjukkan raut muka kesal.“Kurang ajar sekali Rania, Ibu juga kesal mendengar hal itu, tapi kita harus bisa menahannya, sampai Dinda dan Bastian menikah, kita harus terlihat seperti keluarga harmonis di depan keluarga Bastian, mereka benar–benar keluarga terpandang dan terhormat.”Tanpa sepengetahuan Faiz dan Larasati, perkataan ibu dan anak itu di dengar oleh Rania, yang sedari tadi sudah berada di teras depan, sengaja mendengarkan pembicaraan mereka.“Seandaiany
Acara pertunangan Dinda dan Bastian, berlangsung, tenda warna putih dan unggu sudah terpasang rapi di sepanjang jalan depan rumah Larasati, menu sajian untuk para tamu pun sudah di tata rapi, Rania berdiri di salah satu sudut rumah, mengawasi para paramusaji yang siap melayani para tamu. Terlihat Dinda mengenakan kebaya modern, gadis itu tampak semringah ketika para tamu memuji kecantikannya.“Wah, tak sia-sia kecantikanmu bisa memikat seorang Dokter, hidupmu bakalan terjamin, menjadi istri seorang dokter,” seloroh seorang ibu.“Iya, Bu Larasati juga beruntung berbesan dengan keluarga terpandang, rumah tangga Faiz dan Rania, juga harmonis, lengkap sudah ya Bu kebahagiannya,” timpal yang lainnya.“Iya, senang dan bangga pada kedua anakku, mereka bisa mengangkat derajat orang tua,” sahut Larasati dengan binar kebahagiaan.Mendengar hal itu Rania hanya mendengus pelan, hingga panggilan ibu mertuanya membuatnya melangkah me
Rania semakin meradang, tapi ia memilih tetap diam, biarlah adik iparnya itu semakin banyak membuat kesalahan hingga tiba waktunya nanti semua kesalahan–kesalahannya terbongkar di saat yang tepat. Rania diam-diam mengambil gambar kebersamaan Dinda dengan pacar gelapnya. Acara pertunangan telah usai, Rania masih bungkam akan kebusukan keluarga sang suami dan adik iparnya. Hari menjelang malam, Rania masih sibuk mencari tempat yang akan digunakan untuk tempat tinggalnya dan sekaligus usahanya dengan uang dari hasil menjual rumah peninggalan orang tuanya, wanita berparas cantik alami itu berdiri di depan ruko, letak ruko dua lantai itu sangat strategis, berada di kawasan padat penduduk, di sekitaran ruko juga terdapat perkantoran dan gedung apartemen, ini sangat cocok untuk usaha kuliner yang akan dijalankan oleh Rania. “Bu Rania,” suara bariton seorang pria membuyarkan lamunan Rania. Seketika wanita itu menoleh ke arah suara. “Dokter Fathan.” “Bu Rania sedang apa disini?” “Saya se
“Mamah.”“Ini masih jam sekolah ‘kan kenapa kamu keluyuran di mall,” sarkas Rania“Safa tadi terlambat sekolah Mah, daripada Safa kena sanksi lebih baik Safa bolos.”“Itu bukan jawaban yang benar Safa, lebih baik kamu diberi sanksi atas keterlambatanmu, daripada kamu menutupi kesalahanmu dengan kesalahan lainnya,” gertak Ranai, begitu marah dengan Safa.“Itu salah Mamah, kenapa sekarang tidak perduli lagi pada Safa dan Papah. Mamah sering kali tidak berada di rumah,” balas Safa tersulut emosi.“Ranai menarik napas pelan, tanganya mengepal, seakan ingin rasanya menampar Safa yang semakin hari semakin brutal.“Pintar sekali kamu ngomong, kalau kamu ada di posisi Mamah, kamu baru menyadari. Dan kamu tahu persis apa yang sedang terjadi antara Mamah dan Papah. Seharusnya kamu mulai berfikr dewasa, sekarang pulang ke rumah.” Rania menarik tangan Safa, gadis itu sempat berontak.“Safa lebih baik kamu turuti perkataan Mamahmu,“ ucap Nayla, yang merupakan keponakan Kinan.“Tidak Mah, bicaraka
“Darimana Pak Fathan tahu, jika suamiku berselingkuh?”“Aku pria dewasa, sejak melihat Pak Faiz dan Kinan makan di kafe kemarin, aku sudah bisa menangkap, maaf jika berasumsi terlalu jauh.”“Dokter juga tahu nama wanita itu juga.”“Ya...aku tahu Kinanti, ia istri mendiang sahabatku Dokter Bima,” balas Fathan datar.Rania menoleh ke arah Fathan, dahinya mengerut. ”Tapi kenapa Dokter tidak menyapanya?”“Aku tidak mengenal Kinan, aku hanya tahu wanita itu mendiang istri sahabatku, Bima belum sempat memperkenalkan Kinan padaku, Tuhan berkehendak lain, ia meninggal.” Fathan menjeda ucapannya, lalu menoleh ke arah Rania. “Dan aku tidak menyangka, belum ada satu tahun, Kinan sudah mendapatkan pengganti Bima,” suara Fathan terdengar sinis.Jadi Kinan menjanda karena suaminya meninggal, setahuku ia bercerai dari suaminya, Rania membantin, tampa
Kembali di restoran mewah, tempat keluarga Larasati berkumpul, mereka masih menikmati menu restoran dengan sangat bahagia. Tiba-tiba ada sosok yang mendekat ke arah meja. Senyum mengembang di wajah kharismatiknya dengan rambut yang ditata rapi.“Selamat malam Bu Larasati,” sapa pria itu.“Selamat malam Pak Fathan.”Wanita baya serta yang lainnya terkejut, tiba-tiba saja Dokter Fathan ada dihadapan mereka.“Kebetulan sekali Dokter Fathan kita bertemu disini, silahkan bergabung dengan kami,” ajak Faiz dengan ragu.“Oh terima kasih.” Fathan pun duduk bergabung di salah satu kursi yang kosong, matanya mengedar seakan mencari seseorang.“Aku tidak melihat Bu Rania disini?” tanya dokter itu dan membuat semua orang gelagapan, terutama Larasati.“Isrti saya sedang tidak enak badan, jadi tidak ikut makan malam,” sahut Faiz.“Oh sayang sekali.“ Fathan ter
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,