Perkenalan antara Dinda dan pemuda tampan yang berprofesi sebagai dokter pun dilaksanaakan, secara resmi pria yang mengenakan kemeja batik itu, meminang Dinda, dan keluarga Dinda pun menerima dengan rasa bahagia, dan penuh kebanggaan.
Rania hanya mengelengkan kepalanya, ia sungguh tak menyangka jika adik iparnya itu bisa bermuka dua, baru kemarin malam menghabiskan malam dengan seorang pria dan saat ini menerima pinangan dari pria lain.“Sungguh menjijikan,” gerutu pelan Rania.Kedua keluarga menentukan tanggal pertunangan, dan disepakati satu minggu lagi pertunangan akan di adakan. Lalu kedua keluarga melanjutkan makan malam.“Saya sangat senang menjalin silaturahmi dengan kelurga Bu Larasati,” ucap bariton pria dengan tubuh tegapnya.”Saya satu–satunya kakak Bastian, jadi semua urusan pernikahan ini saya yang akan bertangung jawab, kedua orang tua kami telah meninggal,” lanjutnya lagi dengan nada sopan.“Lalu istri Pak Fathan, tidak ikut?”“Istri saya telah meninggal satu tahun yang lalu,” jawab Pria yang bernama Fathan.Mendengar penuturan pria yang berusia 40 tahun itu Rania, langsung menatapnya.Jadi Pak Fathan ini seorang duda, batin Rania“Pak Fathan, mudah-mudahn silaturahmi menyatukan kedua keluarga ini berjalan lancar,” balas Larasati.“Aku harap, Dinda dan Bastian, bisa cocok dalam menjalani rumah tangga kelak, walaupun pernikahan ini lewat perjodohan,” sela Faiz.Semuanya pun tersenyum mengamiinkan kecuali Rania, ia berharap pernikahan Dinda dan Bastian tidak pernah terjadi.Sekitar tiga jam acara telah usai. Fathan dan Bastian, memohon pamit, kedua pria tampan itu menaiki mobil alpard, lalu melajukan kendaraannya keluar halaman rumah Larasati.Tawa bahagia langsung terdengar, Larasati dan Dinda saling berpelukan erat.“Kamu beruntung Dinda, yang melamarmu bukan sembarang orang, Bastian itu seorang dokter, dan kakaknya Pak Fathan, dia juga seorang dokter, dan direktur rumah sakit.“Bagus Dinda, sebentar lagi kamu akan menjdi istri seorang dokter, Kakak bangga denganmu,” ucap Faiz, sambil mengusap rambut adik kesayangannya.“Terima kasih Kak Faiz,” sahut Dinda.Faiz dan Dinda memasuki rumah, sementara Rania masih berdiri di samping mertuanya yang terlihat bahagia.“Bu, uang dua puluh juta, aku ingin sekarang, berikan padaku,” bisik Rania“Ck..” decak kesal Larasati terdengar sambil menatap sinis Rania.”Ayo ke kamar aku sudah siapkan uangnya,” ajak Larasati.Rania berjalan di belakang ibu mertunya, lalu kedunya memasuki kamar. Larasati membuka lemari dan mengambil amplop cokelat yang berisi uang 20 juta.“Ingat, jangan mengugat cerai sebelum acara pernikahan Dinda dan Bastian!” perintah Larasati sambil menyodorkan amplop.“Iya Bu, aku pasti akan tepati janji, tidak akan mengugat cerai Mas Faiz.”“Oh ya, satu lagi, seminggu lagi acara pertunangan Dinda, seperti biasa semua menu makanan kamu yang masak, minta beberapa orang untuk membantumu, aku ingin ada beberapa menu untuk tamu undangan sekitar 200 tamu.”“Aku harus menghitungnya terlebih dahulu untuk tamu 200 orang, dan beberapa menu, saya akan berikan ibu daftar harganya secepatnya.”“Maksudmu?”“Maksud Rania, ibu harus membayarnya, anggap saja ibu merupakan pelangan pertama catering Rania, jadi aku beri potongan 10 persen, bagaimana? Tapi jika ibu keberatan silahkan cari catering lain,” ujar Rania dengan santai.“Ran, kamu hitungan-hitungan dengan ibu mertuamu ini!” bentak Larasati.“Maaf Bu, aku harus melakukan ini untuk biaya hidupku, ketika menjadi janda, aku harus persiapkan mulai sekarang ‘kan?” tukas Rania.Perdebatan mereka di dengar oleh Faiz, pintu kamar dibuka kasar.”Ada apa ini.”“Faiz, istrimu ini meminta bayaran, untuk memasak menu acara tunangan Dinda nanti.”Faiz menatap tajam Rania.”Apa benar Ran!”“Benar Mas, aku butuh uang untuk status ku yang baru, apa aku salah meminta bayaran dari hasil kerja kerasku, aku menawarkan ibu, memesan catering dariku, kalau kalian tidak mau, silahkan cari catering lain,” jawab Rania, sambil berdiri dan melangkah pergi.“Baiklah, aku setuju, semua biaya catering untuk acara pertunangan, aku yang handle, ibu tidak usah khawatir,” sahut Faiz.“Baik Mas, aku buatkan daftar harganya.” Rania berucap sambil pergi keluar rumah.Darimana Rania, mendapat keberanian seperti itu, dulu ia selalu menurut, perkataanmu dan perkataan ibu, tapi dalam waktu sekejab, sikapnya berubah,” gerutu Larasati.“Iya Kak Faiz, lama-lama Dinda benci dengan Kak Rania, lebih baik Kak Faiz segera bercerai,” tukas Dinda .“Tidak semudah itu bercerai di kalangan pegawai pemerintah, reputasiku bisa hancur, apa lagi sebentar lagi ada kenaikan jabatan, kemungkinan bisa gagal promosi naik jabatanku, jika Rania, mengugat cerai,” jelas Faiz.“Iya, apalagi sekarang kamu akan menikah dengan keluarga terhormat, dimana perceraian dalam pernikahan adalah sutu hal yang tidak dapat ditolereransi,” sela Larasati.Ketiganya berdecak kesal, memikirkan perubahan sikap Rania.***Pagi menyapa Rania sudah terlihat rapi, dengan dres sederhana dan rambut yang ditata rapi, ia meraih tas dan melangkah keluar kamar, baru saja selangkah meninggalkan kamarnya panggilan seseorang membuatnya menghentikan langkah dan berbalik ke arah suara.“Mah!”“Ada apa Safa?”“Mah, seragamku kok belum di setrika, ini ‘kan mau Safa pakai,” keluh Safa dengan bibir cemberut.“Kamu bisa ‘kan setrika sendiri, atau Papahmu suruh bayar ART, atau minta tolong Tante Kinan. Mulai dari sekarang kamu harus biasakan dirimu tanpa Mamah, kerana setelah bercerai, Mamah akan pergi dari sini, dan aku yakin, kamu akan lebih memilih ikut Papahmu,” jawab Rania ketus, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju luar rumah, terdengar decak kesal Safa.Rania berjalan menghampiri ojek online, lalu motor matic bergegas melaju ke suatu tempat. Motor pun berhenti di sebuah kantor pengacara, Rania berjalan mendekati pintu dan membunyikan bel, kantor yang sekaligus dijadikan tempat tinggal.Pintu terbuka, senyum kecil seorang wanita menyambut kedatangan Rania, lalu mereka berpelukan.“Masuk Ran, apa kabar setelah tamat dari SMA. Aku sempat kehilangan jejakmu, dan tiba-tiba kamu menghubungi aku lewat media sosial.”“Maaf, aku menghubungi kerena aku membutuhkanmu, ““Apa yang bisa aku bantu.”“Dalam waktu dekat ini, aku ingin mengungat cerai suamiku, tapi aku juga ingin menghancurkan karirnya, sebagai hukuman atas perselingkuhan yang ia lakukan.”“Kemungkinan bisa Ran, jika kamu bisa membuktikan perselingkuhan suamimu, dan jika bisa bukti KDRT juga, ini akan sangat memperkuat untuk menjatuhkan reputasinya, biasanya kasus seperti suamimu akan sulit mendapatkan promosi kenaikan jabatan,” jelas seorang wanita yang berprofesi pengacara.“Rania tersenyum, aku pasti akan berusaha mencari bukti itu.”“Bagus Ran, kamu harus kuat, aku akan membantumu.”Rania berpamitan pada teman sewaktu di SMA, lalu ia memesan ojek online, sebuah motor menghampirinya.“Bu Rania, sapaan dari pengendara motor.”Rania menatap pemuda di depannya yang berprofesi ojol. ”Kamu siapa?”“Oh Bu Rania lupa, dua tahun lalu menolong adik saya, waktu mengalami tabrak lari,” jelas pemuda itu.Raniapun berusaha mengingatnya. ”Oh...kamu yang dulu pemulung bersama adikmu itu ‘kan .”“Iya Bu, saya masih ingat kebaikan Bu Rania, yang membiayai pengobatan adik saya.”“Jadi sekarang kamu menjadi ojol.”Pemuda itupun mengangguk. ”Kebetualan jika begitu, aku ingin kamu membantuku.”Rania mengajak pemuda itu di suatu tempat, lalu berbincang dengan serius.“Kirimkan aku fotonya, buntuti mereka, biasanya mereka bertemu di sore hari sampai malam, lebih bagus jika kamu mendapati pria dan wanita ini, bersama di jam kerja!” Rania memperlihatkan foto Faiz dan Kinan.“Oke Bu, akan saya laksanakan.”“Aku, akan membayarku untuk jasa ini.”“Baik Bu.”Rania tersenyum puas, perlahan tapi pasti keinginannya membuat Faiz dan keluarganya hancur akan terwujud.Rania berjalan menyusuri lorong jalan, ia mencari sebuah alamat, akhirnya bernapas lega ketika tempat yang dicarinya ada di depannya.’Butik Kinan’ tertampang tulisan yang besar dan elegan di depan pintu, dengan menghembuskan napas pelan, Rania berjalan memasuki pintu kaca, seorang karyawan menyapanya dengan sangat sopan.Rania tersenyum, lalu berjalan ke arah baju-baju yang gantung rapi, lalu memilih asal baju, dan menuju ruang pas, tapi Rania tidak mencoba baju yang dipilihnya melainkan meletakan sebuah kotak, yang tutupnya dibuka sedikit.Setelah itu keluar dari ruang pas.“Bagaimana Kak, apakah cocok?” tanya karyawan.“Maaf, gaun ini kurang pas di badan saya,” balas Rania.Rania lalu berjalan keluar pintu, tepat di depan pintu keluar ia berpapasan dengan Kinan.“Kinan..” sapa sinis Rania.“Rania, apa yang kamu lakukan disini, jangan harap kamu bisa membeli gaun di butikku ini,” balas Kinan.“Aku memang tidak bermaksud membeli baju di butikmu. Aku hanya ingin melihat bagaimana bi
“Aku sudah tak tahan dengan sikap Rania yang selalu memberontak Bu, aku ingin sekali memenuhi keinginannya untuk bercerai,” tegas Faiz pada sang ibu, yang saat itu berkujung ke rumahnya.“Memangnya apa yang Rania lakukan?” Larasati menatap ke arah putra sulungnya dengan dahi mengerut.“Rania, membuat onar di butik Kinan, ia menaruh kecoa di butiknya, ibu bisa bayangkan bagaimana pengunjung butik pada berlarian keluar, dan yang lebih parahnya, sudah viral di media sosial, itu berdampak buruk bagi butik,” jelas Faiz, dengan menunjukkan raut muka kesal.“Kurang ajar sekali Rania, Ibu juga kesal mendengar hal itu, tapi kita harus bisa menahannya, sampai Dinda dan Bastian menikah, kita harus terlihat seperti keluarga harmonis di depan keluarga Bastian, mereka benar–benar keluarga terpandang dan terhormat.”Tanpa sepengetahuan Faiz dan Larasati, perkataan ibu dan anak itu di dengar oleh Rania, yang sedari tadi sudah berada di teras depan, sengaja mendengarkan pembicaraan mereka.“Seandaiany
Acara pertunangan Dinda dan Bastian, berlangsung, tenda warna putih dan unggu sudah terpasang rapi di sepanjang jalan depan rumah Larasati, menu sajian untuk para tamu pun sudah di tata rapi, Rania berdiri di salah satu sudut rumah, mengawasi para paramusaji yang siap melayani para tamu. Terlihat Dinda mengenakan kebaya modern, gadis itu tampak semringah ketika para tamu memuji kecantikannya.“Wah, tak sia-sia kecantikanmu bisa memikat seorang Dokter, hidupmu bakalan terjamin, menjadi istri seorang dokter,” seloroh seorang ibu.“Iya, Bu Larasati juga beruntung berbesan dengan keluarga terpandang, rumah tangga Faiz dan Rania, juga harmonis, lengkap sudah ya Bu kebahagiannya,” timpal yang lainnya.“Iya, senang dan bangga pada kedua anakku, mereka bisa mengangkat derajat orang tua,” sahut Larasati dengan binar kebahagiaan.Mendengar hal itu Rania hanya mendengus pelan, hingga panggilan ibu mertuanya membuatnya melangkah me
Rania semakin meradang, tapi ia memilih tetap diam, biarlah adik iparnya itu semakin banyak membuat kesalahan hingga tiba waktunya nanti semua kesalahan–kesalahannya terbongkar di saat yang tepat. Rania diam-diam mengambil gambar kebersamaan Dinda dengan pacar gelapnya. Acara pertunangan telah usai, Rania masih bungkam akan kebusukan keluarga sang suami dan adik iparnya. Hari menjelang malam, Rania masih sibuk mencari tempat yang akan digunakan untuk tempat tinggalnya dan sekaligus usahanya dengan uang dari hasil menjual rumah peninggalan orang tuanya, wanita berparas cantik alami itu berdiri di depan ruko, letak ruko dua lantai itu sangat strategis, berada di kawasan padat penduduk, di sekitaran ruko juga terdapat perkantoran dan gedung apartemen, ini sangat cocok untuk usaha kuliner yang akan dijalankan oleh Rania. “Bu Rania,” suara bariton seorang pria membuyarkan lamunan Rania. Seketika wanita itu menoleh ke arah suara. “Dokter Fathan.” “Bu Rania sedang apa disini?” “Saya se
“Mamah.”“Ini masih jam sekolah ‘kan kenapa kamu keluyuran di mall,” sarkas Rania“Safa tadi terlambat sekolah Mah, daripada Safa kena sanksi lebih baik Safa bolos.”“Itu bukan jawaban yang benar Safa, lebih baik kamu diberi sanksi atas keterlambatanmu, daripada kamu menutupi kesalahanmu dengan kesalahan lainnya,” gertak Ranai, begitu marah dengan Safa.“Itu salah Mamah, kenapa sekarang tidak perduli lagi pada Safa dan Papah. Mamah sering kali tidak berada di rumah,” balas Safa tersulut emosi.“Ranai menarik napas pelan, tanganya mengepal, seakan ingin rasanya menampar Safa yang semakin hari semakin brutal.“Pintar sekali kamu ngomong, kalau kamu ada di posisi Mamah, kamu baru menyadari. Dan kamu tahu persis apa yang sedang terjadi antara Mamah dan Papah. Seharusnya kamu mulai berfikr dewasa, sekarang pulang ke rumah.” Rania menarik tangan Safa, gadis itu sempat berontak.“Safa lebih baik kamu turuti perkataan Mamahmu,“ ucap Nayla, yang merupakan keponakan Kinan.“Tidak Mah, bicaraka
“Darimana Pak Fathan tahu, jika suamiku berselingkuh?”“Aku pria dewasa, sejak melihat Pak Faiz dan Kinan makan di kafe kemarin, aku sudah bisa menangkap, maaf jika berasumsi terlalu jauh.”“Dokter juga tahu nama wanita itu juga.”“Ya...aku tahu Kinanti, ia istri mendiang sahabatku Dokter Bima,” balas Fathan datar.Rania menoleh ke arah Fathan, dahinya mengerut. ”Tapi kenapa Dokter tidak menyapanya?”“Aku tidak mengenal Kinan, aku hanya tahu wanita itu mendiang istri sahabatku, Bima belum sempat memperkenalkan Kinan padaku, Tuhan berkehendak lain, ia meninggal.” Fathan menjeda ucapannya, lalu menoleh ke arah Rania. “Dan aku tidak menyangka, belum ada satu tahun, Kinan sudah mendapatkan pengganti Bima,” suara Fathan terdengar sinis.Jadi Kinan menjanda karena suaminya meninggal, setahuku ia bercerai dari suaminya, Rania membantin, tampa
Kembali di restoran mewah, tempat keluarga Larasati berkumpul, mereka masih menikmati menu restoran dengan sangat bahagia. Tiba-tiba ada sosok yang mendekat ke arah meja. Senyum mengembang di wajah kharismatiknya dengan rambut yang ditata rapi.“Selamat malam Bu Larasati,” sapa pria itu.“Selamat malam Pak Fathan.”Wanita baya serta yang lainnya terkejut, tiba-tiba saja Dokter Fathan ada dihadapan mereka.“Kebetulan sekali Dokter Fathan kita bertemu disini, silahkan bergabung dengan kami,” ajak Faiz dengan ragu.“Oh terima kasih.” Fathan pun duduk bergabung di salah satu kursi yang kosong, matanya mengedar seakan mencari seseorang.“Aku tidak melihat Bu Rania disini?” tanya dokter itu dan membuat semua orang gelagapan, terutama Larasati.“Isrti saya sedang tidak enak badan, jadi tidak ikut makan malam,” sahut Faiz.“Oh sayang sekali.“ Fathan ter
Sementara itu di sebuah apartemen Kinan, sedang merenung, mengingat perkataan Dokter Fathan, yang ternyata calon kakak ipar Dinda. Kinan menyalahkan dirinya kenapa ia terlambat mengetahuinya, terlalu terlena dengan Faiz, hingga waktu datang di acara pertunangan Dinda, ia melewatkan hal penting yaitu berkenalan dengan keluarga tunangan Dinda.“Sialan, apa tadi Mas Faiz mencerna perkataan Dokter Fathan, jika aku menjanda bukanlah bercerai, tapi suamiku meninggal dunia,” gumam Kinan sambil jarinya mengetuk-ngetuk meja, berpikir alasan apa jika nanti Faiz mempertanyakan kebohongan tentang mendiang suaminya.Kinan mengingat kejadian dimana mendiang suaminya meninggal saat kecelakaan saat itu dibawa ke rumah sakirt terdekat, ada beberapa dokter yang menanganinya, tapi wajah Dokter Fathan tak diingat Kinan, mereka memakai masker, dan hanya satu dokter yang mengajaknya berbicara.Dokter Fathan, bilang ia sahabat dari Mas Bima, tapi
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Satu bulan kemudian, Rania sudah sehat dan aktif lagi di Harafa Hospital.Persiapan pernikahan Fathan dan Rania sudah dilakukan, undangan pernikahan Fathan dan Rania sudah tersebar, sebuah ballroom hotel berbintang sudah dipesannya untuk acara resepsi pernikahan yang sangat mewah dan megah. Fathan juga sudah mendaftarkan pernikahan secara hukum.Binar bahagia selalu berbinar di wajah Rania.Ranai memegang sebuah undangan, ia berniat memberikannya pada Kinan, walau ia tahu, Kinan tidak bisa datang, tapi setidaknya memberitahukan dia, bahwa dirinya telah berbahagia bersama Fathan. Kini Rania melajukan mobilnya berjalan ke arah rumah tahanan. Beberapa menit kemudian sampailah ia ditempat yang dituju. Rania menunggu disebuah ruangan untuk pengunjung.Setelah menunggu beberapa saat, munculah wanita yang satu tahun ini tidak pernah ditemui, wajah cantik Kinan, memudar, kulitnya berubah kusam, dan pipinya terlihat tirus, sebaliknya dengan Rania, telihat segar dan cantik dengan balutan baju
Fathan semakin geram, melihat tingkah Faiz, sementara mobil semakin terbakar. Dengan cepat Fathan berlari ke arah pintu mobil sebelah, dan menendang kaca jendala, hingga pecah, kemudian dipukulnya Faiz , hingga lelaki itu terkapar entah mati entah pingsan, tapi pegangan tangannya terlepas dari kaki Rania, dengan cepat Fathan kembali ke posisi Rania, dan menarik tubuh Rania, untuk keluar. Akhirnya Fathan berhasil, membawa tubuh Rania keluar dari mobil, baru saja beberapa langkah, terjadi ledakan besar pada bangkai mobil Faiz.Dhuar!...dan bersamaan dengan itu, dua mobil ambunlance dan mobil polisi datang ke lokasi kecelakaan.Beberapa menit kemudian, Fathan dan Rania sudah terbaring di brankar rumah sakit Harafa Hospital, dokter sudah memeriksa keadaan Rania dan Fathan, keduanya masih tak sadarkan diri.Sesaat kemudian, Fathan tersadar dari pingsanya.dan tatapannya menangkap seorang perawat yang tengah membetulkan letak infusnya.“Suster, bagaimana keadaan Rania?”tanya Fathan.“Bu Ran
Di rumah Larasati, wanita itu sibuk mempersiapkan pesta kecil untuk pernikahan Faiz dan Rania, hanya tetangga terdekat yang diundang, wanita yang berusia 60 tahun, itu terlihat semringah, ia berharap rujuknya Faiz dengan Rania, akan membawa kebahagian bagi putranya, yang beberapa bulan ini tampak murung, dan tak bergairah untuk hidup. Berbanding terbalik dengan Safa, sejak kepergian Faiz dari rumah, ia justru terlihat gelisah, ia tahu saat ini hanya ada dua kemungkinan, Faiz menikahi Rania, dan membebaskan Abela, atau Faiz, tidak jadi menikahi Rania, dan papahnya itu ditangkap polisi.Bagi Safa, keduanya sangat menyakitkan, ia berdiam diri di kamar, hingga ketukan pintu terdengar.“Safa, keluarlah, bantulah Oma,”suruh Larasati“Iya Oma.”Safa membuka pintu dan mendapati Larasati di depan pintu.”kamu kenapa sih, malah murung, sebentar lagi Papah dan mamahmu datang, kita harus sambut mereka.”“Iya Oma,”Jawab Safa datar, lalu keluar kamar.***Sementara itu, Fathan sudah stay dijalan,