Setelah semalam Darline membuat Hayden keluar apartemen malam-malam berkendara hanya untuk membelikannya martabak, maka pagi ini, Darline bersolek dengan semangat yang berbeda.Hayden mengerang ketika diminta membelikan martabak. Tapi pada akhirnya dia melakukan itu dengan hati penuh tanggung jawab.Ini pertama kalinya Darline mengidam. Sudah pasti harus dia penuhi.Meski jarak cukup jauh, Hayden melajukan mobil dengan hati berbunga-bunga.Ketika pulang, dia masih menemani Darline memakan dua potong martabak keju. Selesai itu, barulah Hayden kembali ke unit penthousenya. Itupun dia lakukan dengan setengah hati. Dengan raut terpaksa yang sengaja dia tunjukkan pada Darline.“Sudah sana, pulang. Aku juga mau tidur. Udah kenyang sih. Makasih lho Mas martabaknya. Nanti aku bilangin boss-ku kalau Mas baiiiik banget sama aku. Nanti biar bossku kasih hadiah ke Mas. Hehehe.”Hayden pun akhirnya pulang dengan senyum masam karena gagal tidur di tempat Darline. langkahnya terasa berat.Tapi setia
Bukan hanya kata-kata Laura Bella yang meminta Willson untuk menemaninya. Willson lebih terkesima pada cara wanita itu membujuknya. Memintanya. Dari tatapan mata hingga gerak bibirnya, semua menyiratkan jiwa manja wanita itu pada Willson. Dan itu membuat kelelakiannya seakan digelitik untuk memberikan apa yang diminta Laura Bella. “Tentu saja aku bersedia, Bella. Ayo!” Malam itu, mereka minum bersama. Dan untuk pertama kalinya, minum-minum sambil berbincang yang diselipi berbagai curhat dari Laura Bella, membuat mereka akhirnya saling berciuman. Tak putus hanya sampai di situ, Laura Bella memohon pada Willson untuk melanjutkannya. Mereka berakhir di hotel. Itu adalah titik awal kebersamaan mereka yang berbeda, karena mulai membuat Willson mengkhianati Darline. Tak sampai empat minggu kemudian, Laura Bella datang padanya dengan memberikan test pack bergaris dua. Willson dilanda berbagai rasa. Dari panik, terpana, hingga pada akhirnya bersyukur. Laura Bella lalu berhasil meyaki
Semakin dipikirnya, semakin lama menunggu sambil memencet bell, semakin Willson yakin di dalam sana tidak ada Meysia ataupun Laura Bella.Entah mengapa, hatinya tak tenang. Sebuah kecurigaan muncul di benaknya.Willson frustrasi dan dia pun mulai mengetuk lebih keras, lalu karena tak kunjung dibukakan, Willson mulai menendang-nendang pintu. Semakin menendang semakin dia merasa takut kecurigaannya benar. Bahwa dia ditipu. Bahwa Laura Bella dan adiknya sudah pergi setelah mendapatkan dana ratusan juta.Yang mengesalkannya adalah bahwa jika itu terjadi, dia tak bisa berbuat apa-apa karena jaminan yang digunakan Laura Bella dan Meysia adalah mobilnya.Mobilnya!'Sialaaaan!'Willson menendang-nendang lebih brutal lagi, hingga tetangga sebelah keluar dan menatapnya sengit."Hei, ngapain sih? Yang punya unit tidak ada di dalam!" Willson kembali blank. Andai ada badai tornado, dia akan melemparkan saja diriinya agar terseret badai daripada harus menghadapi kenyataan teramat pahit ini.
“Apa maksudnya semua ini? Bellaaaaa ... Bellaaaaa ... BELLAAAAAAAA!!!!”Willson tanpa sadar meraung dalam tangisnya. Meskipun saat itu dia masih berada di bar. Suara musik yang kencang semakin membuat Willson leluasa berteriak sesuka hati. Melampiaskan kemarahannya.“Emang kenapa sih, Willson?” Anna bertanya sambil mengambil ponsel dari tangan Willson. “Lo kenapa sih? Cengeng!”Bersama Vitta mereka melihat-lihat slide yang dilihat Willson.Vitta tiba-tiba terkejut. “Oh Tuhan! Karena lo bilang lo ada hubungan sama Laura Bella, gue tiba-tiba merasa postingan ini rancu deh. Jadi, ini apa maksudnya?Kandungan Laura Bella itu ... anak lo, Willson?”Willson sudah sedikit mabuk, tapi dia masih bisa menjawab, “Harusnya sih itu anak gue. Itu yang gue percayai selama ini. Tapi setelah baca captionnya seperti itu, kenapa gue merasa ‘ayah’ yang dimaksud dalam postingan itu bukan gue?Coba deh lo baca-baca. Itu mobil, mobil gue. Tapi captionnya kenapa seperti itu? Dan pada kenyataannya, dia menghi
Gelak tawa membahana di sebuah meja makan restoran Ritz Carlton. Keluarga Hayden telah tiba di Jakarta dan saat ini Hayden mengajak mereka semua makan bersama, sembari membuat mereka lebih mengenal Darline.Sekalipun tampil anggun dalam balutan gaun anggun yang sederhana, sekalipun Hayden selalu meyakinkannya bahwa keluarganya open minded, Darline tetap merasa gugup. Ada banyak pertanyaan di benaknya bagaimana keluarga Hayden akan berpikir tentangnya.Biar bagaimana pun bukan hal mudah untuk menerima wanita yang tadinya merupakan istri keponakan, bahkan berstatus cucu, kini menjadi menantu.“Sorry, Hay, kami terlalu mepet datang ke sini. Seharusnya kami sudah di sini dua hari lalu.”Ayah Hayden berbicara dengan senyum menawan terpeta di wajah.Pria itu tampak sama baiknya dengan Hayden.“It’s okay, Dad. Semua sudah siap. Besok kalian hanya perlu hadir. Semuanya sudah diurus wedding organizer. Jadi, tidak ada yang perlu direpotkan lagi.”Steven Lewis mengangguk sembari dengan tatapanny
Kemarahan masih menguasai Willson sampai berhari-hari.Masih teringat jelas di benaknya bagaimana dia yang begitu marah saat membaca surat dari Bella sampai-sampai tanpa berpikir panjang dia meremat kertas surat itu lalu membuangnya ke tanah begitu saja.Dia tak memikirkan kemungkinan surat itu menjadi bukti atas apa yang dilakukan Laura Bella. Willson membuang kertas dan sorenya langit menumpahkan hujan sangat deras, menghanyutkan dan menghancurkan semua bukti.Willson tergugu di jendela kamar memandangi air hujan yang tumpah dari langit.Andai segala kebodohannya terhadap Laura Bella pun bisa tersapu derasnya hujan seperti ini, dia akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki. Andai segala kehilangannya bisa digantikan, hatinya pastilah takkan sesesak ini.Saat ini, Willson tidak menginginkan banyak hal. Dia hanya menginginkan penghasilannya secara utuh, tanpa dipotong pembayaran cicilan kredit yang dibawa lari Laura Bella, serta cicilan pengembalian dana warisan Darline yang diharusk
Darline tampak memutar tubuhnya sambil menatap ke cermin besar di hadapannya. Dia sudah bangun pagi-pagi untuk di make up lalu bersiap dengan balutan gaun pengantin.Spesial hari ini, Heaven yang menemani Darline bermake up, sembari wanita itu juga bersolek untuk dirinya sendiri.“Kamu cantik sekali,” kata Heaven ketika ikut memandangi Darline di cermin besar yang menempel di sepanjang tembok di depan mereka.“Kak Heaven juga cantik,” balas Darline seraya memberikan wanita itu senyum lebar.Senyum yang dibalas dengan senyum juga oleh Heaven.Bagi Darline saat ini, Heaven bagaikan seorang sahabat yang menemaninya melalui prosesi pernikahannya ketika Darline tidak memiliki seorang sahabat pun untuk menemaninya berias.Ya, tidak apa-apa. Darline menghibur hatinya sendiri. Yang terpenting sekarang, dia memiliki Hayden.Hayden sosok yang bisa menjadi suami, paman, serta sahabat untuknya.Tak berapa lama, pintu ruangan make up dibuka dan salah satu karyawan WO memanggilnya gegas bersiap unt
“Mari semua bersulang untuk pasangan pengantin kita yang berbahagia kali ini. Mr. Hayden Lewis dan Darline Limanso! Bersulang, cheers!”Suara MC menggema dari dalam hingga keluar seakan menegaskan pada Bu Alma dan rombongan bahwa pengantin wanita benar adalah Darline.Disebutnya nama Darline bersandingan dengan Hayden membuat Bu Alma termangu.‘Bagaimana mungkin adalah Darline? Bagaimana bisa? Mana boleh begitu! Darline adalah anak bau kencur yang bahkan baru kembali berkarier setelah beberapa tahun mendedikasikan diri menjadi ibu rumah tangga.Selain itu juga, bagaimana aku yang masih single ini bisa kalah pada Darline yang sudah pernah menikah?Dari segi jabatan dalam karier, Darline jauh dibawahku!Hey, Pak Hayden, harusnya Bapak melirik saya! Bukan malah menyia-nyiakan hidup dan kekayaan bapak dengan wanita yang pernah gagal berumah tangga seperti Darline!Saya ini masih ting-ting, Pak! Dan hanya pria seperti Bapak yang pantas mendapatkan semua-semuanya dari saya!’Meski terdiam d