“Apa maksudnya semua ini? Bellaaaaa ... Bellaaaaa ... BELLAAAAAAAA!!!!”Willson tanpa sadar meraung dalam tangisnya. Meskipun saat itu dia masih berada di bar. Suara musik yang kencang semakin membuat Willson leluasa berteriak sesuka hati. Melampiaskan kemarahannya.“Emang kenapa sih, Willson?” Anna bertanya sambil mengambil ponsel dari tangan Willson. “Lo kenapa sih? Cengeng!”Bersama Vitta mereka melihat-lihat slide yang dilihat Willson.Vitta tiba-tiba terkejut. “Oh Tuhan! Karena lo bilang lo ada hubungan sama Laura Bella, gue tiba-tiba merasa postingan ini rancu deh. Jadi, ini apa maksudnya?Kandungan Laura Bella itu ... anak lo, Willson?”Willson sudah sedikit mabuk, tapi dia masih bisa menjawab, “Harusnya sih itu anak gue. Itu yang gue percayai selama ini. Tapi setelah baca captionnya seperti itu, kenapa gue merasa ‘ayah’ yang dimaksud dalam postingan itu bukan gue?Coba deh lo baca-baca. Itu mobil, mobil gue. Tapi captionnya kenapa seperti itu? Dan pada kenyataannya, dia menghi
Gelak tawa membahana di sebuah meja makan restoran Ritz Carlton. Keluarga Hayden telah tiba di Jakarta dan saat ini Hayden mengajak mereka semua makan bersama, sembari membuat mereka lebih mengenal Darline.Sekalipun tampil anggun dalam balutan gaun anggun yang sederhana, sekalipun Hayden selalu meyakinkannya bahwa keluarganya open minded, Darline tetap merasa gugup. Ada banyak pertanyaan di benaknya bagaimana keluarga Hayden akan berpikir tentangnya.Biar bagaimana pun bukan hal mudah untuk menerima wanita yang tadinya merupakan istri keponakan, bahkan berstatus cucu, kini menjadi menantu.“Sorry, Hay, kami terlalu mepet datang ke sini. Seharusnya kami sudah di sini dua hari lalu.”Ayah Hayden berbicara dengan senyum menawan terpeta di wajah.Pria itu tampak sama baiknya dengan Hayden.“It’s okay, Dad. Semua sudah siap. Besok kalian hanya perlu hadir. Semuanya sudah diurus wedding organizer. Jadi, tidak ada yang perlu direpotkan lagi.”Steven Lewis mengangguk sembari dengan tatapanny
Kemarahan masih menguasai Willson sampai berhari-hari.Masih teringat jelas di benaknya bagaimana dia yang begitu marah saat membaca surat dari Bella sampai-sampai tanpa berpikir panjang dia meremat kertas surat itu lalu membuangnya ke tanah begitu saja.Dia tak memikirkan kemungkinan surat itu menjadi bukti atas apa yang dilakukan Laura Bella. Willson membuang kertas dan sorenya langit menumpahkan hujan sangat deras, menghanyutkan dan menghancurkan semua bukti.Willson tergugu di jendela kamar memandangi air hujan yang tumpah dari langit.Andai segala kebodohannya terhadap Laura Bella pun bisa tersapu derasnya hujan seperti ini, dia akan memiliki kesempatan untuk memperbaiki. Andai segala kehilangannya bisa digantikan, hatinya pastilah takkan sesesak ini.Saat ini, Willson tidak menginginkan banyak hal. Dia hanya menginginkan penghasilannya secara utuh, tanpa dipotong pembayaran cicilan kredit yang dibawa lari Laura Bella, serta cicilan pengembalian dana warisan Darline yang diharusk
Darline tampak memutar tubuhnya sambil menatap ke cermin besar di hadapannya. Dia sudah bangun pagi-pagi untuk di make up lalu bersiap dengan balutan gaun pengantin.Spesial hari ini, Heaven yang menemani Darline bermake up, sembari wanita itu juga bersolek untuk dirinya sendiri.“Kamu cantik sekali,” kata Heaven ketika ikut memandangi Darline di cermin besar yang menempel di sepanjang tembok di depan mereka.“Kak Heaven juga cantik,” balas Darline seraya memberikan wanita itu senyum lebar.Senyum yang dibalas dengan senyum juga oleh Heaven.Bagi Darline saat ini, Heaven bagaikan seorang sahabat yang menemaninya melalui prosesi pernikahannya ketika Darline tidak memiliki seorang sahabat pun untuk menemaninya berias.Ya, tidak apa-apa. Darline menghibur hatinya sendiri. Yang terpenting sekarang, dia memiliki Hayden.Hayden sosok yang bisa menjadi suami, paman, serta sahabat untuknya.Tak berapa lama, pintu ruangan make up dibuka dan salah satu karyawan WO memanggilnya gegas bersiap unt
“Mari semua bersulang untuk pasangan pengantin kita yang berbahagia kali ini. Mr. Hayden Lewis dan Darline Limanso! Bersulang, cheers!”Suara MC menggema dari dalam hingga keluar seakan menegaskan pada Bu Alma dan rombongan bahwa pengantin wanita benar adalah Darline.Disebutnya nama Darline bersandingan dengan Hayden membuat Bu Alma termangu.‘Bagaimana mungkin adalah Darline? Bagaimana bisa? Mana boleh begitu! Darline adalah anak bau kencur yang bahkan baru kembali berkarier setelah beberapa tahun mendedikasikan diri menjadi ibu rumah tangga.Selain itu juga, bagaimana aku yang masih single ini bisa kalah pada Darline yang sudah pernah menikah?Dari segi jabatan dalam karier, Darline jauh dibawahku!Hey, Pak Hayden, harusnya Bapak melirik saya! Bukan malah menyia-nyiakan hidup dan kekayaan bapak dengan wanita yang pernah gagal berumah tangga seperti Darline!Saya ini masih ting-ting, Pak! Dan hanya pria seperti Bapak yang pantas mendapatkan semua-semuanya dari saya!’Meski terdiam d
Resepsi pernikahan yang melelahkan tapi juga membahagiakan akhirnya selesai. Hayden menawarkan Darline untuk memilih negara yang dia inginkan untuk berbulan madu. “Terserah kamu mau ke mana. Ke Zimbabwe sekalipun, aku akan menurutimu.” Hayden merentangkan tangannya mempersilakan Darline melihat-lihat pilihan negara di tablet yang ada dalam pangkuannya. “Janganlah, Mas, ke Zimbabwe. Negara hiperinflasi seperti itu. Nanti bukannya senang-senang malah terjebak di sana, berabeh!” Hayden terkekeh. “Ya, namanya juga menawarkan. Siapa tahu kamu mencari tempat yang bisa memicu adrenalin. Biar lebih seru, begitu?” “Idih! Mana mau aku ke tempat begituan. Nanti kita nggak bisa pulang, nggak mau lah!” Hayden terkekeh lagi seraya mendaratkan bibirnya ke pucuk kepala Darline. “Iya, iya. Aku hanya bercanda saja. Sekarang, kamu pilihlah.” Darline melihat-lihat. Dari seluruh negara, ada dua tempat yang mencuri perhatiannya. Jepang dan ... “Ah, ini saja, Mas. Sudah lama kepingin ke sini.” Ketika
“Maafkan aku, Darline. Aku sungguh tidak tahu menahu tentang Hailley.”Bisikan Hayden melekat di telinga Darline, begitu lirih dan berusaha mengiba hati istrinya itu.Hayden sendiri tak pernah membayangkan bahwa selama ini dia ternyata memiliki seorang putri.Bahkan putrinya itu sekarang sudah berusia 14 tahun.Tahun demi tahun yang terlewati di mana dia lalui dengan bekerja keras, melupakan Ashley, lalu move on dan mendedikasikan hidupnya hanya untuk perusahaan, ternyata merupakan waktu di mana Hailley, putri yang merupakan darah dagingnya berjuang keras untuk tumbuh melewati masa kanak-kanak tanpa seorang ayah di sampingnya.Mengingat itu saja hati Hayden terasa pilu.Rasa bersalah menyelimutinya dalam kesesakan.“Nggak, Mas. Nggak perlu minta maaf. Mas nggak bersalah. Mas nggak tahu tentang dia. Tapi aku yang meminta maaf.”Darline mengucapkan itu semua dengan nada yang berusaha keras dia jaga agar terdengar datar. Tak dapat dipungkirinya, hatinya terasa sesak.Memang secara logika
Kepulangan ke Indonesia terpaksa diundur dua hari. Semua karena permintaan Ashley agar Hayden mau menemuinya. Pada awalnya, Hayden merasa ragu. Dia takut menyakiti hati Darline. Sekalipun di hatinya tidak ada rasa yang tersisa untuk Ashley, tapi Hayden tidak ingin Darline berpikiran yang bukan-bukan, lalu cemburu. “Aku tidak akan menemuinya jika kamu tidak mengizinkanku, Sayang.” Itu yang Hayden ucapkan ketika lokasi yang di-share Ashley masuk ke pesan chat Hayden. Ketika berhadapan dengan Hailley kemarin, Hayden sebenarnya ingin mengantar pulang Hailley, sekaligus agar bisa menemui Ashley bersama Darline. Tapi gadis remaja itu menolaknya. Dengan cara ketus. “Aku nggak perlu diantar pulang! Memangnya kau nggak melihat kedua kakiku ini masih sehat dan bisa berjalan normal, hah?” Kedua mata Hailley bahkan melotot marah. Hayden kembali terdiam saat Hailley menjawab tawarannya mengantar pulang dengan sekasar itu. “Lagian mommy nggak akan mau jika kau mengajak orang lain ikut bertem
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo