“Maasssss ...!”Darline mendorong kuat tubuh Hayden hingga menjauh dari tubuhnya.“Kita nggak bisa seperti ini!” serunya seraya mengatur napasnya menjadi tenang.“Kenapa? Kamu sudah resmi terlepas dari statusmu, Darl! Sekarang kamu single lagi!”Hayden terheran sekalipun saat ini dia sudah menghentikan sentuhannya, meski tubuhnya masih di atas Darline.Hayden melayangkan tatapan lembut penuh hasrat, tapi juga terlihat dari sorot matanya, betapa kuat dia harus menahan dirinya.“Sudah pernah kubilang, bukan? Aku akan bertanggung jawab padamu atas malam itu, andai kamu bukan istrinya Willson. Sekarang, kamu sudah bukan istrinya lagi. Aku ingin kamu menjadi milikku, Darline.”“Iya, Mas, aku ingat. Tapi ...”“Tapi apa?”“Waktu itu kan aku takut Willson tahu kita tak sengaja bersama. Sekarang, semuanya sudah terkuak dan Willson adalah dalangnya. Jadi
Darline membuka matanya pagi itu akibat dering ponsel yang membangunkannya.Alarmnya telah berbunyi tapi entah mengapa kedua matanya masih terasa berat.Hatinya bagai masih terus terkenang-kenang atas kejadian semalam. Meski dia tidak mengerti, tapi dinginnya sikap Hayden seakan masih membayangi benaknya.Diraihnya ponsel untuk mematikan alaram.Begitu Darline hendak bangkit, perutnya terasa asam luar biasa.Sesuatu seakan mengaduk-aduk perutnya.Darline bangkit dan berlari menuju toilet dan memuntahkan isi perutnya.Setelah beberapa kali muntah, Darline akhirnya kembali ke ranjang dan duduk bersandar.Drrrt. Drrrrt.Terdengar ponselnya bergetar.Darline membuka pesan masuk untuknya.Dari Pak Boss.[Darline, pagi ini aku golf sebentar dengan Mr. Fritzer. Setelahnya baru aku ke kantor. Kamu ke kantor sendiri bisa? Atau aku minta Gael mengantarkanmu?]Darline tersenyum kecil. Setidaknya, Pak Boss ternyata masih perhatian padanya. Walau terdengar aneh, masa dia yang karyawan tapi dia jug
Saat tiba di kantor, Hayden langsung mendapatkan kunjungan dari Bu Alma.Apa lagi jika bukan karena mau mengecek apakah keterlambatan datang Mr. CEO mereka ada hubungan dengan sakitnya Darline?Biar bagaimana pun Bu Alma sudah curiga dan semakin curiga.“Selamat siang, Pak. Tumben masuknya siang, Pak?” tanya Bu Alma dengan nada bercanda.Dia tahu Hayden takkan tersinggung jika ditanya seperti ini.“Iya, tadi menemani Mr. Fritzer dulu bermain gold. Ada agenda urgent hari ini?”‘Oh, benar yang tadi Darline katakan, main golf dulu ...’Bu Alma melanjutkan,“Oh, iya, Pak. Perwakilan dari Top-Oil Asia ingin bertemu siang ini membahas penawaran kerjasama.”“Top-Oil Asia? Hmm, Oke. Nanti minta bagian produksi ikut meeting ini dengan saya.”“Baik, Pak. Oh ya ... hmm ... Darline sakit ya, Pak? Tadi katanya dia sudah minta izin sama Bapak?”
“Selamat, Pak, istri Anda tidak enak badan karena hamil. Ini kantung kehamilannya yang sudah berusia kurang lebih 6 minggu. Sudah terlihat jelas. Bahkan ini, perhatikan yang ini, dalam satu dua minggu ke depan, embrio akan terbentuk lebih jelas. Sudah akan bisa dilihat mana kepala, tangan, badan, dan kaki. Yah ... pokoknya selamat!”Ucapan selamat dari dokter paruh baya, yang dilontarkan pada mereka dengan penuh keceriaan, tidak juga membuat Darline tersenyum lebar.Hayden memang mendaftarkan Darline sebagai pasien dengan menyebut diri mereka sebagai suami istri. Jadi tidak salah jika dokter mengira mereka pasangan suami istri yang sudah lama menunggu buah hati.Darline sendiri memang sudah lama menunggu kabar kehamilan dirinya. Sepanjang pernikahannya dengan Willson, Darline sudah tak sabar mendapati dirinya hamil. Tapi, tiga tahun pernikahan dan dia tak kunjung hamil, Darline mengira ada yang salah dengan dirinya.Sekalipun hasil pemeriksaan kesuburan yang dia lakukan diam-diam meny
Lissa sedang menunggu pemeriksaan Marina bersama dua orang teman kost-nya ketika dia berjalan-jalan sendiri di koridor rumah sakit, hendak menuju kafetaria untuk membeli minuman ketika tatapannya tanpa sengaja tertuju pada dua orang yang snagat dikenalnya. Paman Hayden dan Darline? Di benaknya langsung terbersit berbagai hal negatif yang mungkin dilakukan pamannya dan mantan kakak iparnya itu. “Ben- bentar ya, gaes, gue ke toilet dulu!” seru Lissa yang langsung meninggalkan dua temannya itu. “Eh? Toilet emangnya di sebelah sana? Perasaan di sana deh!” seru seorang temannya tapi tak lagi digubris Lissa. Rasa penasaran yang disertai keengganan menampakkan dirinya pada dua orang itu membuat Lissa membuntuti mereka. Paman Hayden tampak begitu melindungi Darline saat berjalan. Lissa mendengus kesal melihat tangan pamannya itu bertengger di pinggang belakang Darline. “Kapan ya gue dapet cowok kayak gitu! Huh!” gumam Lissa seraya terus membuntuti dari jarak beberapa meter. Tak lama k
Mendengar pertanyaan Willson, Laura Bella merapatkan bibirnya agar tidak lagi bersuara. Tapi picingan mata Willson membuat Laura Bella tak bisa tidak membela dirinya. “Ka- kan dia mandul, Will. Kamu sendiri yang pernah cerita, kan?” Kali ini giliran Willson yang termangu. “Iya, sih. Memang. Tapi kan siapa tahu dia tiba-tiba tidak mandul lagi. Atau dia sebenarnya tidak mandul. Kan aneh rasanya kalau tidak hamil dan belum ada ikatan apa-apa, tapi sudah pergi periksa bareng ke dokter kandungan. Apa mereka nggak malu, ya?” “Y- yaaa ... bisa aja sih. Mungkin pamanmu mau benar-benar pastiin sebelum merajut hubungan yang lebih jauh lagi.” “Oh, begitu kah?” “Ya, kan bisa aja, Will. Namanya juga dia kan bekasanmu. Pastilah pamanmu juga merasa harus yakin bahwa dia bersih.” “Maksud kamu, mereka cek HIV gitu?” “Ya, nggak tau. Tapi bisa aja. Kalau pastinya ya mana kutahu juga, Will.” Willson akhirnya hanya berdecak-decak kesal sambil menggelengkan kepalanya. Bu Mira yang akhirnya menutupi
Hayden cukup aneh hari ini. Begitu yang Darline pikirkan saat menjelang sore dan pekerjaannya sudah lumayan santai.Biasanya, pria itu minum espresso di pagi hari, sekitar jam 08.00. Lalu sekitar jam 11.30. Dan terakhir menjelang sore sekitar jam 15.00.Tiga kali sehari minum espresso di tempat kerja. Jika malam ada jamuan makan dengan klien, maka selepas jam kantor, Hayden akan meminta dibuatkan secangkir espresso lagi.Tapi kali ini ... hari ini ... dia bahkan berpesan dengan suara beratnya dan wajah yang dibuatnya teramat serius, “Tidak perlu membuatkan aku espresso. Pokoknya, kamu duduk manis saja di ruanganmu, Darl! Awas kalau aku melihatmu naik turun ke pantry lah toilet lah. Pokoknya, duduk manis!”“Lah, kenapa begitu, Mas? Kalau nggak boleh ke pantry, trus kalau aku laper mau makan siang gimana? Dan kalau nggak boleh ke toilet, kalau aku mau pipis gimana?”“Kalau kamu lapar, beritahu aku. Biar aku suruh OB belikan. Atau pesan delivery kan bisa! Kalau mau pipis, pakai toilet pr
“Ng- nggak, kok, Bu! Masa iya saya senyum-senyum sendiri??!” Darline menggeleng dan langsung menyimpan senyumnya itu. Dia memasang wajah serius. Bayangan wajah Hayden yang cemburu memang langsung lenyap ketika dia berhadapan dengan Bu Alma yang semakin hari semakin sinis padanya. Awalnya, wanita itu bagaikan induk ayam yang begitu melindungi anaknya. Tapi entah kenapa, sekarang Bu Alma bagai berubah menjadi predator yang mengamati setiap liku tingkah laku Darline penuh kecurigaan. “Itu kamu senyum-senyum sendiri! Nggak usah menyangkal kamu!” Galaknya Bu Alma sekarang sudah menyamai ibunya Willson. Darline pun tetap menyangkal karena tidak mungkin baginya untuk mengakui apa dan siapa sosok yang membuatnya tersenyum-senyum seorang diri. “Nggak kok, Bu. Ibu salah lihat mungkin.” “Lah, kamu malah menuduh saya yang salah lihat?! Jangan mentang-mentang saya berkacamata, kamu menuduh saya setengah buta, ya!” Darline terkesiap dan lang
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo