Darline sudah menolak, tapi Paman Hayden tetap memaksa agar mereka ke kediamannya dulu, baru kemudian dia akan mencarikan tempat bermalam untuk Darline. “Duduk sini, Darline. Aku akan mengambil kantung es batu dulu.” Hayden meninggalkan Darline duduk di sofa ruang tamunya. Tak lama kemudian, pria itu sudah kembali dengan sekantung es batu dengan kain handuk kecil di tangannya. “Tahan sedikit, ya,” kata Hayden dengan penuh kelembutan. Masalahnya, tekanan yang dia berikan saat mengompres pipi lebam Darline tidak sama lembut dengan suaranya. “Arrgggh!” erang Darline tertahan. Dia meringis perih ketika lebam itu ditekan. Rasa dingin menyengat Darline, menimbulkan perih, tapi hanya sesaat. Setelahnya, dia merasa lebih baik meski Darline masih terlihat mengernyit menahan rasa sakitnya. “Makanya ... sudah kubilang hubungi aku kalau dia mulai kurang ajar, tapi kenapa kau keras kepala sekali? Malah bilang mau cas HP! Asal kau tahu, aku sebenarnya belum benar-benar pulang ke rumah dari ta
“Sudah kuduga. Rasanya tubuhku menjadi panas dan gelisah sehabis meminum itu. Apakah minuman itu dicampur obat perangsang?” Darline sampai menoleh ketika Hayden mengatakan hal itu pada si penelpon. Dia bertanya-tanya minuman apa yang Hayden minum yang bercampur obat perangsang? Melihat Darline menoleh dan seakan ingin tahu terhadap percakapannya, Hayden menekan tombol speaker dan suara Gael pun terdengar jelas. “Iya, Bos. Dari rekaman kamera CCTV terlihat salah satu keponakan Anda menaruh sebungkus obat di minuman itu. Lalu dia menitipkannya pada pelayan. Hanya saja, tak lama kemudian, pelayan dipanggil untuk melayani tamu dan dia meninggalkan minuman di meja dapur. Saat itulah, Boss datang dan menanyakan minuman yang bisa Boss minum dan pelayan menunjuk ke arah dapur. Mungkin Boss salah mengira minuman mana yang ditunjuknya sedangkan pelayan itu pun sedang buru-buru pergi, sehingga Boss malah meminum wine yang berisi obat. Setelah boss pergi dari dapur dan pelayan itu kembali, d
Di ibukota ini, Hayden menempati unit penthouse dari apartemen yang dibelinya sebagai tempat tinggal selama dia mengurusi perusahaan di Indonesia. Apartemen itu sendiri menyasar kalangan kelas atas. Meski begitu, unit di lantai pertengahan merupakan unit yang lebih terjangkau untuk kalangan kelas menengah.Di situlah, Hayden menyewa untuk tempat tinggal Darline sementara ini.“Daripada susah payah mencari lagi di tempat lain, apalagi hari sudah malam. Lagipula aku mengenal seseorang yang menyewakan unit apartemen miliknya di lantai bawah. Aku tinggal menghubunginya lalu kunci bisa minta di manajer apartment.”itu alasan yang Hayden lontarkan agar Darline bersedia disewakan apartemen di lantai tengah. Padahal sebenarnya dia hanya ingin Darline tinggal berdekatan dengannya. Meskipun sementara, itu cukup berarti bagi Hayden.“Ini masih terlalu mewah, Paman,” elak Darline ketika mereka sudah mengambil kunci di manajer apartemen dan melihat isi dalam dari unit yang disewakan Hayden untukny
Lissa sampai mengucek matanya untuk memastikan isi pesan yang dikirimkan Willson padanya.Seharusnya dia sudah bisa memperkirakan bahwa tugasnya akan tiba di fase ini. Jadi, seharusnya dari awal Lissa sudah memperkirakan bahwa konspirasinya bersama Ringgo -menutupi kesalahan mereka mengenai wine yang terminum orang lain- pasti akan terbongkar juga.Willson meminta rekaman CCTV Darline bersama penjaga memasuki kamar yang sama dan bermalam di sana, baru keluar dari sana ketika pagi menjelang.Lissa kelabakan. Dia gegas mengambil ponsel dan menghubungi Ringgo.Ketika akhirnya Ringgo menjawab, Lissa gegas menyecarnya.“Ringgo! Kamu harus tolongin aku! Willson minta rekaman CCTV di paviliun tempat eksekusi rencana kita pada Darline. Kamu bisa kan, cariin, tapi kalau dapat, kamu lihatin dulu siapa yang bersama Darline. Laporin dulu ke aku, baru nanti aku kasih tahu lagi apa yang harus dilakukan selanjutnya. Bisa, kan?”Di ujung telepon ada jeda sejenak. Pria muda yang telah tinggal di villa
Sungguh sangat romantis sebenarnya. Tapi malah membuat DArline heran, sekaligus resah. Hayden menekan tombol B menuju basement sementara Darline masih menanti jawaban dari Pak Boss-nya itu. “Mas, kenapa bisa ke tempatku sih? Mas sengaja ya mau jemput-jemput aku ke kantor segala? Padahal semalam di chat katanya sampai ketemu di kantor.” Darline memanyunkan bibirnya mencibir pesan chat yang sangat berbeda dengan kelakuan pria itu pagi ini. “Sudah kubilang tadi, kan? Kebetulan mau ke kantor, jadi aku samperin dulu. Kali aja pas momennya. Dan eeeh, bener, kau juga baru mau berangkat. Jadi ya sama-sama saja!” Darline merasa tak percaya. Dia pun mendelik Hayden. “Masa sih? Kok aku nggak percaya ya?” “Terserah! Kalau nggak percaya ya terserah. Yang penting sekarang kita harus segera berangkat kantor! Oh ya, coba kulihat dulu bekas lebammu kemarin." Hayden tiba-tiba saja meraih dagu DArline dan mengarahkan wajah Darline ke arahnya. Ditelisiknya lekat hingga membuat DArline deg-deg-an, me
“Err ... Ng—nggak kok, Bu, saya dari pintu samping.”Terlalu gugup membuat Darline malah berbohong. Dia menyesalinya tak sampai sedetik kemudian.“Ah, Ibu lihat dengan jelas, kamu masuk dari pintu belakang. Pake nengok kanan kiri lagi, kayak takut terlihat orang. Kamu datang dengan siapa memangnya?”“Errr, itu, annuu ...” Darline semakin gugup hingga, apalagi tatapan Bu Alma semakin lekat menelisik wajahnya, mencari kejujuran di sana.Tak sanggup dipandangi seperti itu oleh atasannya yang Darline yakin berusia di pertengahan tiga puluhan, Darline pun menunduk sambil menjawab lirih, “Iya, Bu, tadi dari pintu belakang soalnya ...”Saat itulah ide baru pun muncul. Darline menambahkan, “Soalnya tadi Bapak sempat manggil saya pas mobilnya lewat mau ke parkiran. Jadi, saya samperin dulu.”“Oh ... ya kalau begitu, kenapa harus bilang dari pintu samping tadi! Kamu ini!”Darline yang mendapat ceramah dari Bu Alma hanya tersenyum malu. Sekali lagi, dia mendapatkan delikan tajam -yang kali ini j
Masih ada waktu sekitar lima belas menit sebelum pukul lima petang. Karena semua pekerjaannya sudah beres, tidak ada lagi surat masuk yang urgent yang perlu segera ditelaah Pak Boss, maka Darline pun membereskan tasnya dan meletakkan tas di atas meja kerjanya yang juga sudah rapi dan bersih.Tidak ada apa-apa di atas mejanya kecuali tas-nya.Darline pun duduk sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan selepas pulang kerja.Agendanya sore ini adalah mendapatkan beberapa pakaian rumah, tidur, serta kerja yang masih tertinggal di rumahnya.Tadinya, Darline ingin membeli saja, tapi setelah dipikir-pikir, dia sedang membutuhkan uang dan belum gajian. Daripada membeli lebih baik mengambil yang tertinggal di rumah.Teringat olehnya bahwa jendela kamar terbuat dari kaca. Dan tidak ada terali kecil lagi di baliknya. Jadi, jika dipecahkan, dia akan bisa memasuki kamar dengan mudah.Lagipula, rumah itu sudah diambil rentenir, kenapa dia tak boleh merusaknya?Sedang berpikir, intercom-nya berbun
Sisa hari itu dilalui dengan sedikit perdebatan antara Darline dan Hayden. Hayden berkilah bahwa hukuman Darline adalah menemaninya sepanjang malam Jumat itu hingga sepanjang weekend, tapi Darline berkilah dia memiliki urusan pribadi yang harus dia kerjakan sepanjang weekend. Diberikan alasan urusan pribadi membuat Hayden merasa tertolak. “Memangnya urusan pribadimu itu apa sampai-sampai menghabiskan waktu sepanjang weekend? Kamu jangan bilang ingin mencari Willson sepanjang weekend ini!” Suaranya jadi terdengar berat dan penuh wibawa mewanti-wanti Darline. “Nggak lah, Mas. Ngapain aku mencari dia?!” kilah Darline. “Ya, siapa tahu? Cinta seringkali membuat buta!” Disinggung seperti itu, Darline kembali terlihat muram dan berdiam diri. Hayden merasa tak enak, lalu meraih dan menggenggam tangannya. “Sorry, aku bukan bilang kamu cinta buta padanya. Aku hanya menerka, masih ada sisa cinta di hatimu untuk Willson.” Darline menggeleng kecil lalu menoleh pada Hayden. “Nggak ada, Mas.
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo