“Err ... Ng—nggak kok, Bu, saya dari pintu samping.”Terlalu gugup membuat Darline malah berbohong. Dia menyesalinya tak sampai sedetik kemudian.“Ah, Ibu lihat dengan jelas, kamu masuk dari pintu belakang. Pake nengok kanan kiri lagi, kayak takut terlihat orang. Kamu datang dengan siapa memangnya?”“Errr, itu, annuu ...” Darline semakin gugup hingga, apalagi tatapan Bu Alma semakin lekat menelisik wajahnya, mencari kejujuran di sana.Tak sanggup dipandangi seperti itu oleh atasannya yang Darline yakin berusia di pertengahan tiga puluhan, Darline pun menunduk sambil menjawab lirih, “Iya, Bu, tadi dari pintu belakang soalnya ...”Saat itulah ide baru pun muncul. Darline menambahkan, “Soalnya tadi Bapak sempat manggil saya pas mobilnya lewat mau ke parkiran. Jadi, saya samperin dulu.”“Oh ... ya kalau begitu, kenapa harus bilang dari pintu samping tadi! Kamu ini!”Darline yang mendapat ceramah dari Bu Alma hanya tersenyum malu. Sekali lagi, dia mendapatkan delikan tajam -yang kali ini j
Masih ada waktu sekitar lima belas menit sebelum pukul lima petang. Karena semua pekerjaannya sudah beres, tidak ada lagi surat masuk yang urgent yang perlu segera ditelaah Pak Boss, maka Darline pun membereskan tasnya dan meletakkan tas di atas meja kerjanya yang juga sudah rapi dan bersih.Tidak ada apa-apa di atas mejanya kecuali tas-nya.Darline pun duduk sambil memikirkan apa yang akan dia lakukan selepas pulang kerja.Agendanya sore ini adalah mendapatkan beberapa pakaian rumah, tidur, serta kerja yang masih tertinggal di rumahnya.Tadinya, Darline ingin membeli saja, tapi setelah dipikir-pikir, dia sedang membutuhkan uang dan belum gajian. Daripada membeli lebih baik mengambil yang tertinggal di rumah.Teringat olehnya bahwa jendela kamar terbuat dari kaca. Dan tidak ada terali kecil lagi di baliknya. Jadi, jika dipecahkan, dia akan bisa memasuki kamar dengan mudah.Lagipula, rumah itu sudah diambil rentenir, kenapa dia tak boleh merusaknya?Sedang berpikir, intercom-nya berbun
Sisa hari itu dilalui dengan sedikit perdebatan antara Darline dan Hayden. Hayden berkilah bahwa hukuman Darline adalah menemaninya sepanjang malam Jumat itu hingga sepanjang weekend, tapi Darline berkilah dia memiliki urusan pribadi yang harus dia kerjakan sepanjang weekend. Diberikan alasan urusan pribadi membuat Hayden merasa tertolak. “Memangnya urusan pribadimu itu apa sampai-sampai menghabiskan waktu sepanjang weekend? Kamu jangan bilang ingin mencari Willson sepanjang weekend ini!” Suaranya jadi terdengar berat dan penuh wibawa mewanti-wanti Darline. “Nggak lah, Mas. Ngapain aku mencari dia?!” kilah Darline. “Ya, siapa tahu? Cinta seringkali membuat buta!” Disinggung seperti itu, Darline kembali terlihat muram dan berdiam diri. Hayden merasa tak enak, lalu meraih dan menggenggam tangannya. “Sorry, aku bukan bilang kamu cinta buta padanya. Aku hanya menerka, masih ada sisa cinta di hatimu untuk Willson.” Darline menggeleng kecil lalu menoleh pada Hayden. “Nggak ada, Mas.
Sabtu pagi, Willson bersiap menuju villa Opa Ben.Dia mengenakan pakaian semi formalnya dan saat Laura Bella keluar dari toilet, Willson sedang menata rambut lalu menyemprot parfum di pakaiannya.“Kamu udah mau pergi ke Opa Ben, Will?” tanya Laura Bella yang membiarkan rambut panjangnya terurai di bahu lalu dengan handuk melilit tubuhnya dia mendekati Willson, memeluknya dari belakang.“Bell! Jangan membasahi bajuku,” kata Willson ketika merasakan percikan air dari rambut Bella.“Nggak! Handukku udah kering kok. Ini dari rambut, nggak akan membasahi bajumu. Tapi ...”Tangan Laura Bella merayap mengelus dada Willson di depannya. Bibirnya didekatkan ke telinga Willson lalu dia berbisik, “Apa kamu yakin Ringgo bisa dipercaya?”Willson menghela napasnya. Itu juga pertanyaannya pada Lissa waktu itu. Namun, Lissa sudah meyakinkannya bahwa masih lebih baik Ringgo daripada membayar penjaga untuk berbohong.Willson sempat terkejut saat itu. “Kenapa harus membayar penjaga untuk berbohong? Kalia
Darline bangun pagi di hari libur dengan rencana seperti sebelumnya. Dia harus ke rumah lama untuk memecahkan jendela kamar dan mengambil baju-bajunya. Juga sepatu dan tas.Setelah mengambil semua barang-barangnya itu, Darline juga akan pergi ke rumah baru yang proses pembangunannya sudah terhenti.Dua agendanya itu membuat Darline turun cepat dari kasurnya dan menuju dapur.Ternyata tingkah absurd Paman Hayden yang menyuruh asisten kepercayaannya menyusup ke apartemennya ini sangat menguntungkan Darline.Dia jadi memiliki banyak bahan makanan untuk dia olah. Itu berarti, dia bisa merasakan sarapan pagi yang mengenyangkan sesuai keinginannya sendiri.Dilihatnya atas meja dapur. Selain bumbu dapur yang lengkap, Darline bahkan mendapati roti tawar beserta sebungkus keju di sampingnya.Darline pun berpikir untuk membuat sandwich simpel berupa roti panggang dengan keju dan telur mata sapi di dalamnya.Itu sudah cukup bergizi.Namun, ketika Darline membuka lemari es untuk mencari telur dan
Di villa Opa Ben ...Begitu kakek tua itu mengingat tentang Darline, pertemuan mereka tiba-tiba saja terasa bagai gading yang begitu banyak retaknya.Willson bergerak gelisah mendengar pertanyaan Opa nya itu. Terutama karena dia baru mengetahui jika Darline pernah memberikan masakannya pada Opa-nya itu.Willson tak pernah mengingat hal itu. Mungkin juga karena selama ini Willson tidak menaruh perhatian pada apa yang Darline lakukan sehingga dia sama sekali tidak menyadari saat Darline membawa masakannya sendiri ketika mereka datang ke villa Opa Ben.Mendadak lidahnya terasa kelu. “Darline ... err ... dia nggak ikut, Opa,” ucap Willson pelan.Andai boleh, dia memilih untuk tidak membahas Darline.“Kenapa dia tidak ikut? Dia tidak sedang sakit, bukan?”“Oh, nggak sakit, Opa. Darline sehat.”“Lalu? Kenapa dia tidak ikut?”Willson melayangkan tatapan pada ibunya sesaat sebelum Bu Mira mengangguk kecil, nyaris tak terlihat.Willson pun berkata lagi pada Opa Ben. “Err, itu karena Darline d
Hayden merasakan kegembiraan berlapis-lapis ketika melihat Darline menggunakan ponsel pemberiannya. Tapi ketika dilihatnya dari samping bahwa si pengirim pesan adalah Willson, kegembiraan itu menguap dan berubah menjadi wajah memberengut.“Siapa?” tanyanya berusaha agar Darline tidak mengetahui bahwa dia sudah mengintip si pengirim pesan Darline.Bukannya menjawab, Darline tampak linglung karena harus berpikir ekstra. “Hmm?” Dia balik bertanya masih sambil mengulangi membaca pesan dari Willson.Opa Ben? Kenapa tiba-tiba bisa Opa Ben mengajaknya makan malam bersama?“Pesan dari siapa? Willson?” tuntut Hayden lagi.Kali ini Darline mengangguk, mengiyakan.“Mau apa dia?” tanya Hayden sedikit menyesal tidak mencoba membaca pesan yang tertera di sana tadi.“Dia hanya bilang, Opa Ben memintaku datang ke villa sore ini. Katanya juga, Opa mau makan malam bersamaku.”“Oh!” Hayden tampak terkesiap. Dia sama sekali tak menyangka isi pesan dari Willson mengenai keinginan pria tua yang dipanggilny
Ringgo tersentak ketika mendengar suara Darline yang tiba-tiba memrotesnya. Semua yang hadir di sana pun menoleh ke arah pintu. Tampak di sana Darline berdiri seorang diri dengan tenang tapi sepasang matanya menyorot marah pada Ringgo yang masih bersimpuh di kaku Opa Ben. “B—Bu Da- Dar—Darli—iiiiiineee ...” ucap Ringgo susah payah karena dia terlalu kaget. Willson mengatakan padanya tadi bahwa Darline tidak akan muncul di villa. Tapi kini, lihatlah! Bagaimana seluruh tubuhnya tidak gementar melihat kemunculan Darline yang tiba-tiba? “Dar—Darline! Bukankah kamu sedang nggak enak badan? Katanya nggak bisa hadir ke sini. lalu kenapa tiba-tiba kamu ada di sini?” Willson tiba-tiba bangkit dan menanyakannya dengan penuh perhatian, tapi Darline mengetahui dengan jelas, bahwa itu semua palsu. “Kenapa, Willson? Sepertinya kamu sangat berharap aku nggak enak badan dan nggak bisa hadir di sini? Apakah agar kamu bisa dengan leluasa memfitnahku?” “Apa-apaan kamu, Darline!” Willson mulai nai
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo