“Bukti konspirasi?” Willson nyaris meledak dalam ketakutan saat dia mendengar kata-kata pamannya itu.“Bukti konspirasi gimana maksudnya, Paman? Aku tidak berkonspirasi dengan siapapun, apalagi dengan Ringgo!” seru Willson lagi dengan kepanikan tingkat dewa.“Oh ya? Kalau kau tidak berkonspirasi dengan Ringgo, berarti it’s okay menonton rekaman ini sama-sama, iya kan?”Willson bingung sesaat. Diliriknya Lissa karena setahunya Lissa sempat mengatakan bahwa CCTV di paviliun sudah tidak terpasang lagi. Juga bahwa semua CCTV sudah dicabut enam bulan yang lalu.Willson mengira bahwa tidak mungkin ada bukti rekaman CCTV antara Lissa dan Ringgo karena tidak ada lagi kamera CCTV. Lagipula, tidak mungkin Lissa sebodoh itu menjalankan aksi dari rencana mereka tanpa menyadari adanya kamera CCTV, bukan? Pastilah Lissa bertemu tatap dengan Ringgo di tempat tersembunyi.Dengan berpegang pada pemikirannya itu, Willson pun mengira bahwa pamannya hanya sekadar gertak sambal. Dia pun balas menantang de
Willson gegas bersimpuh di kaki Opa Ben. Opa Ben paling membenci perselingkuhan. Jika Opa Ben tahu dia memiliki wanita lain semasa masih berstatus suami dari Darline, maka dia bisa dicoret dari daftar ahli waris Opa Ben.Jangankan warisan, untuk mendapatkan bantuan modal butik saja hanya akan tinggal mimpi. Apalagi untuk mendapatkan restu menikahi Laura Bella. Itu mimpi tak terjangkau!“It—itu tidak benar, Opa! Itu editan! Aku nggak kenal dengan wanita itu! Itu pastilah editan dari seseorang yang hendak menjatuhkan namaku!”“Willson!” Hayden yang geram kali ini karena selalu apa yang dia tampilkan dianggap editan.“Kamu menuduhku membuat-buat foto ini, hah? Kalian ini, dari tadi selalu bisanya hanya berkilah ‘ini editan’. Apa tidak punya argumen lain yang lebih berkelas?!”“Paman! Kenapa paman seakan ngotot sekali ingin aku terlihat bersalah di mata Opa? Apa salah yang pernah aku perbuat pada Paman?”“Aku tidak sedang membalas dendam padamu, Willson. Aku hanya menunjukkan kebenaran ya
Hayden melangkah melewati Willson yang degup hatinya begitu marah mendengar kata-kata sindiran pamannya itu. Tapi di satu sisi, rasa khawatirnya atas keputusan Opa Ben mengenai suntikan dana untuk bisnis barunya lebih besar melingkupi dirinya sehingga willson membiarkan saja Hayden lewat.Dari sudut matanya, terlihat bagaimana pamannya itu menunjuk ke arah pintu, lalu berkata pada istri yang sedang berusaha dia campakkan. “Ayo, Darline, aku rasa kita bisa menemani Opa makan malam hari ini.”Willson menahan perih dan geramnya saat dilihatnya Darline ikut melangkah ke pintu, bersisian dengan sang paman.“Kamu gimana sih, Willson? Kok kamu dengan Laura Bella malah ketahuan begini?” Bu Mira yang sedari tadi menahan kesal tak mampu lagi berdiam.“Ya, aku juga nggak tau, Bu! Tapi itu pasti ulahnya paman!”“Memangnya kamu nggak merasa ada yang ngikutin trus moto-motoin kalian?”“Suerrr nggak merasa, Bu! Paman kan punya orang kepercayaan yang handal untuk nguntit orang. Dasar paman sial! Kena
Darline terdiam. Dia memang tidak pernah berpikiran sampai ke sana sebelum ini.Selama ini, pertanyaan itu memang menggenang di pikirannya. Kenapa Willson berubah sampai sejauh ini padanya?Apakah karena dia tak lagi bekerja? Tidak lagi bisa membantu pemasukan bulanan mereka?Ataukah karena Willson benar-benar kecewa karena mereka belum juga mendapatkan keturunan?Atau karena dia memang tampak membosankan di mata Willson? Kehidupannya hanya seputar rumah dan kebutuhan sehari-hari. Tidak ada hal lain yang bisa diajaknya bertukar pikiran.Semua pertanyaan yang berputar di kepalanya selama ini hanya seputar tiga hal itu saja.Tidak pernah sekalipun dia terpikir bahwa alasan Willson berubah sikap dan perhatian padanya adalah karena adanya wanita lain. Kecuali saat dia menemukan kondom di saku celana Willson.Tapi saat itu pun pikiran Darline teralihkan pada hal lain, sehingga dia pun melupakan petunjuk buruk satu itu.Sampai saat tadi, saat Hayden menunjukkan foto mesra Willson bersama wa
“Kamu ... tidak ingin mengatakan sesuatu?” Hayden bertanya ketika dia telah di depan pintu unit apartemen Darline dan wanita itu masuk setelah mengucapkan tiga deret ucapan.“Hmm? Bukannya tadi sudah aku mengatakan terima kasih?”“Hmm, tapi bukan itu yang kuharapkan,” kata Hayden dengan sebelah tangannya bersandar di kusen pintu dan tubuhnya ikut bersender di sana.Mendengar itu, sebelah alis Darline menaik. “Hmmm? Jadi apa yang ingin Mas dengar? Selamat tidur dan sampai jumpa?”“Argh! Itu justru hal yang tidak ingin kudengar darimu.”“Lalu? Maunya dengar apa?”“Hmm, begini. Tidur-nya sudah benar. Tapi depannya bukan ‘selamat’.” Hayden terkekeh mendengar teka tekinya sendiri.Apalagi saat wajah Darline berpikir keras. Sebenarnya dia kesal juga kenapa dia jadi menggunakan teka teki untuk hal se-sepele itu. Harusnya dia katakan saja terus terang.Apalagi dengan pengalamannya yang selama ini tidak pernah menutup diri pada wanita, mengatakan keinginan untuk tidur bersama itu bukan hal sul
“Nggak ada ceritanya bos nebeng sama karyawannya, Mas,” kilah Darline walaupun akhirnya dia melebarkan juga daun pintu dan mempersilahkan Hayden masuk.“Ada dong! Ini sekarang kita buktinya!”“Itu kan karena Mas memaksa.”“Mana ada aku memaksamu! Kamu melebarkan pintu dengan sendirinya lho. Tidak ada pemaksaan.” Hayden tampak menjengkelkan jika sudah bermode tengil seperti ini.Sudah pasti, Darline tak bisa memrotesnya lagi. Dia pun akhirnya hanya menjawab pendek, “Iye, iye, lah!” dengan nada suara seperti Upin Ipin.Seperti tadi, tanpa disuruh duduk, Hayden sudah langsung menuju dapur dan melihat secangkir kopi yang sedang dinikmati Darline.Diangkatnya hanya untuk dia hirup aromanya. Kedua matanya terpejam begitu menikmati aroma kopi yang disesapnya.“Sepertinya lezat. Hmmm.”Tanpa diduga-duga, Hayden meminum dari cangkir Darline, membuat kedua mata Darline membelalak.“Lho, Mas, kenapa diminum? Itu punyaku!”“Eh, iya ya. Habis enak banget. Jadi lupa diri.” Hayden tersenyum tanpa do
Darline terduduk lesu ketika mereka kembali ke mobil.Satu-satunya properti yang dia harapkan dapat direbutnya dari Willson kini ternyata sudah dijual tanpa dia ketahui dan tanpa sedikit pun rupiah yang diberikan padanya.Padahal, pembangunan rumah ini menggunakan uang warisannya. Hanya tanah saja yang merupakan milik Willson.Namun, di atas semua itu, sudah seharusnya Willson memberitahukannya ketika hendak menjual rumah itu.“Maaf, Sayang, tapi aku rasa Willson sudah membohongimu selama ini.” Hayden akhirnya bersuara setelah membiarkan Darline diam dan merenungi semuanya.Hanya deru mesin mobil yang begitu halus yang melingkupi mereka sedari tadi.Dengan hati berat dan pahit yang menyeruak dari hati hingga ke lidahnya, Darline mengangguk.Tidak ada hal lain yang mungkin kecuali bahwa Willson memang sudah menipunya dengan mengatakan bahwa pembangunan rumah mangkrak, padahal dia terus membangunnya. Setelah selesai, dia men
Pertemuan dengan pengacara yang dipersiapkan Hayden menjadi pintu bagi Darline untuk segera mengakhiri status pernikahannya dengan Willson. Sore itu, Darline diperkenalkan pada Pak Harison sang pengacara. Mereka membahas banyak hal. Dan dari percakapan itu juga, Darline jadi mengetahui bahwa Hayden sudah mempersiapkan semuanya. Data-data yang dibutuhkan dalam ajuan gugatan cerai, semua diambil Hayden dari data kantor. Surat undangan menghadiri sidang perceraian pun sudah berada di tangan Pak Harison sehingga Darline hanya perlu menghadiri persidangan dan membeberkan alasannya untuk bercerai dari Willson. “Jika ternyata Bu Darline dan Pak Willson memiliki rumah bersama, maka hasil penjualan rumah haruslah dibagi,” kata Pak Harison dengan mantap. “Bisahkah pembagian dibuat lebih adil? Willson seharusnya hanya berhak mendapatkan seharga tanahnya saja. Sedangkan bangunan rumah semua menggunakan uang warisan Darline.” Hayden menimbrung dengan antusias. Pak Harison mengangguk mantap.
Di hari H, mereka serombongan melakukan perjalanan udara dan saat tiba di bandara Soekarno Hatta, Hayden dan Darline menjemput bersama.Perut Darline sudah terlihat buncit meski tubuhnya masih langsing seperti dulu.Melihat Heaven yang terlebih dahulu keluar dari exit door, Hayden melambaikan tangannya.Heaven memimpin rombongan menghampiri Hayden.Satu demi satu mereka berpelukan.Hanya saat tiba giliran Darline, Oma Jenny merasa canggung, tapi akhirnya dia memeluk lebih dulu.“Maafkan Mom yang dulu sempat menuduh kamu mandul, Sayang. Maafkan ya.” Oma Jenny berbisik di telinga Darline.Tentu saja dia malu jika Hayden mendengar permintaan maafnya.Ketika pelukan mereka terurai, Darline tersenyum pada ibu suaminya itu. “Nggak pa-pa, Mom. Itu juga kesalahan kami, lupa memberitahu Mom tentang kehamilan ini.”Mendengar itu, Hayden langsung menimbrung, “Iya, Mom. Aku yang lupa. Terlalu banyak pekerjaan.”“Ya, ya, sekarang istrimu sudah mengandung, kau harus kurangi kerjamu, jaga dia baik-b
Hailley pulang dengan hati hancur. Sehabis dari apartemen baru mommy-nya, dia nongkrong di dermaga dengan ditemani Mike.Driver dimintanya menjemput di sore hari dengan alasan dia memiliki pelajaran tambahan.Jadi, Hailley nongkrong hingga sore, ditemani Mike. Meski begitu, gadis itu tidak banyak curhat pada Mike.Mereka hanya duduk diam, merenung sendiri-sendiri. Angin kencang menerpa wajah Hailley membuat gadis itu kembali teringat kata-kata ibunya sebelum dia disuruh pulang sesegera mungkin.“Hailley, dengarkan Mommy. Mommy terpaksa melakukan ini semua! Mommy tidak punya uang lagi. Untuk kembali pada daddy-mu itu tidak mungkin. Kita sudah berakhir lama sekali. Itupun juga karena mommy yang salah sudah meninggalkan daddy-mu.Lalu ada pria ini, yang melamar mommy. Dia bisa menunjang hidup mommy. Hanya saja, dia hanya bersedia menerima seorang istri, tidak dengan anak-anaknya. Jadi, karena inilah, Mommy terpaksa memintamu tinggal bersama Daddy-mu.”“Ck! Sudah kuduga! Mommy tega! Kau m
Hailley semakin sakit hati.Kenapa ibunya menikah tapi tidak memberitahunya?Dan benarkah perkiraan oma-nya tadi?“Tidak! Aku harus mencaritahu!”Hailley menekan nomor Mike dan menghubunginya.Suara di ujung sana menjawab, “Hei, kenapa telpon malam-malam begini? Hpku perlu dicas.”“Aku hanya ingin menanyakan alamat apartemen tempat ibumu bekerja. Bisa berikan padaku?”“Maksudmu, tempat tinggal baru ibumu?”“Iya.”Hailley teramat sesak rasanya ektika menjawab pertanyaan Mike. Dia sendiri tak pernah menyangka akan menanyakan alamat ibunya pada orang lain.Di sisi lain, hati kecil Hailley masih tak percaya.Setelah Mike mengirimkannya alamat, Hailley memaksa diri untuk tidur, meski itu sulit sekali. Di benaknya sudah terukir rencananya untuk esok hari. ***Hailley memang berangkat ke sekolah dengan mobil dari Opa. Tiba di sekolah, dia turun dan menunggu di gerbang dalam, sampai mobil pergi, Hailley pun keluar lagi.Tapi tepukan di bahunya membuatnya terkejut. Saat dia men
Sudah berminggu-minggu berlalu dengan Hailley dibawa pulang Oma ke Singapura.Sekalipun terasa melegakan karena tidak ada lagi tekanan dari gadis itu, tetap saja rumah yang sempat dihuni 3 orang, lalu berkurang satu, terasa sepi.Sedikit banyak Darline juga merindukan Hailley. Andai Hailley tidak bermasalah, dia pasti dengan senang hati menjadi ibu sambungnya.“Hei, perutmu seperti tidak bulat.”Suara Hayden tiba-tiba membuyarkan lamunan Darline ketika malam itu mereka menonton TV bersama sambil berpelukan.“Eh, iya ya, Mas. Terasa seperti kram. Oh, ini baby nya lagi bergerak kali. Kayak ada yang mendorong dari dalam.”Hayden gegas bangun untuk melihat apa yang terjadi.Di bagian bawah perut Darline terlihat sesuatu yang kecil tercetak di permukaan perut.Benar kata Darline, baby sepertinya sedang mendorong dari dalam. “Sepertinya dia pegal, jadi sekarang sedang stretching,” canda Hayden sambil memeragakan stretching ala baby yang di bayangkannya sendiri. Darline sampai tertawa dibuat
“Halo, Mom, ada apa yang terjadi?” Hayden tidak merasa perlu berbasa basi lagi. Dia langsung menunjukkan bahwa dia sudah mengetahui semuanya. “Oh, berarti kamu sudah tahu bahwa Mom membawa Hailley ke Singapura?” “Iya, Darline baru saja menelpon.” “Oh, bagus kalau begitu. Mom mengambil keputusan ini karena istri kamu itu tidak terlihat keinginannya untuk mengurus cucuku. Dia seringkali menindas Hailley!” “Menindas bagaimana, Mom? Setahuku justru Darline sudah sangat bersabar dalam menghadapi Hailley. Sikap Hailley sering kasar. Bukan saja pada Darline, tapi pada siapa saja. Tapi Darline dengan sabar mendidiknya. Dia memang tidak mengabulkan semua keingingan Hailley, tapi aku tahu Darline melakukan semua itu untuk kebaikan Hailley.” “Omong kosong, Hayden! Itu sih hanya akal-akalannya saja agar kau tidak mengira dia menindas Hailley. Mana mungkin dia bisa seperti itu karena Hailley kan bukan darah dagingnya. Maka dari itu, mom membawa Hailley pulang ke Singapura. Mom tidak rela ji
Brak!!!Hailley bangkit dari duduknya dengan mendorong kursi sekuat tenaga.Gadis itu tak jadi makan dan kembali ke kamarnya.Tiba di kamar, Hailley mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan pada Hayden.[Daddy, aku nggak mau tinggal sama-sama istrimu lagi! Dia keterlaluan! Dia sering mengejekku! Dia itu nggak pantas jadi istri daddy. Lebih nggak pantas lagi jadi penggantinya mommy!Aku benci dia! Kalau daddy benaran sayang padaku, kalau daddy benaran ingin menjadi ayah yang baik untukku, daddy harus meninggalkannya! Aku nggak mau tinggal di sini lagi, selama dia masih di sini!!!]Setelah mengirim pesan, Hailley terduduk dengan wajah cemberut. Kedua matanya basah akan air mata dengan pinggiran matanya menjadi merah.Dia benar-benar marah dan membenci Darline.Diliriknya lagi ponsel di tangan. Kenapa daddy nggak balas-balas, sih?Hailley semakin kesal.Tepat saat dia melempar ponsel itu, balasan dari ayahnya masuk.[Maafkan istriku kalau dia sering mengejekmu. Tapi aku yakin Darline hanya
“Hailley! Kenapa kamu harus sekasar itu pada seseorang? Dia hanya bertanya!”Bukannya menyesali, tapi Hailley malah menjawab acuh, “Apaan sih, Dad? Ngapain dia tanya-tanya? Kenal juga nggak!”“Hailley, dia bertanya karena melihat wajahmu seperti kurang sehat.”Saat Darline menjelaskan, Hailley bertambah murka. Daddy yang menegur saja dia tak terima, apalagi saat Darline yang menegur. Tidak mungkin dia bisa terima.“Mana ada kurang sehat? Mukaku beginilah! Dia saja yang caper! Cari-cari perhatian! Cuih!”Tak enak pertanyaannya ditanggapi seperti itu, pelayan tadi pun berkata, “Maaf, Nona. Saya tidak sengaja.”“Tidak sengaja, tidak sengaja! Tugasmu itu hanya melayani customer, ngapain pake-”“HAILLEY!”Hayden benar-benar murka. Perilaku Hailley tidak bisa dia tolerir lagi. Sekalipun Hailley adalah putrinya, tapi dia tidak bisa menerima sikap kurang ajar seperti itu.Apalagi Hailley meremehkan pelayan.“Kalau kamu tidak bisa berkata yang baik, maka lebih baik kamu diam!”“Daddy! Aku ngga
“Kamu beneran nggak mau ikut Oma ke Singapura? Di sana kamu tinggal sama Oma, nemenin Oma lho, Hailley.”Oma Jenny tak mengira jika Hailley akan menolak ajakannya.Dia jadi bersedih.“Iya, Oma. Aku di sini aja dulu. Sudah daftar sekolah juga.”“Oh, ya sudah. Baiklah. Oma akan datang lagi bulan depan. Kamu baik-baik di sini ya?”“Iya, Oma.”“Kalau istri daddy-mu itu menindasmu, laporkan pada oma. Akan oma adukan pada daddy-mu,” bisik Oma Jenny saat sedang menyusun isi kopernya.Hailley mengangguk dengan hatinya membatin sengit, ‘Tentu saja, Oma. Aku nggak mungkin sebodoh itu membiarkan dia menindasku. Malahan aku yang akan menindasnya. Tapi di belakang Daddy tentunya!Karena mommy sudah beratus-ratus kali mengingatkanku untuk menjaga sikap di depan Daddy. Tapi mommy tak pernah memintaku bersikap baik pada istrinya daddy.So, kalau aku nggak bersikap baik pada Darline, aku nggak bisa disebut melanggar perintah mommy juga, kan?’Hailley tersenyum licik pada dirinya sendiri.Pada akhirnya,
“Astaga, Mas! Apa di rumah kurang?”Pertanyaan polos Darline membuat Hayden terkekeh. Setelah itu, mereka selesai bertelpon dengan Hayden meminta Darline lekas berganti pakaian.Dia sendiri langsung menekan nomor ibunya untuk memberitahu perihal jamuan makan malam yang akan dia hadiri bersama Darline.Tidak butuh waktu lama, panggilannya dijawab sang ibu.“Ya, Hayden? Ada apa menelpon di jam begini?” sambut ibunya dengan suara teramat lembut.“Ini, Mom, aku ada jamuan makan malam dan akan mengajak Darline. Mom menemani Hailley dulu di rumah, tidak apa-apa kan?”“Oh, iya, tentu. Bagus juga kamu mengajak Darline keluar. Seharian ini dia di rumah tidak mengerjakan apa-apa. Bahkan dia juga tidak masak makan malam.”Niat ibunya untuk mengadu, tidak mendapatkan perhatian dari Hayden.“Ya, nanti mom delivery saja. Atau mau aku yang pesankan?”“Ah, nggak usah. Biar Mom minta Hailley saja yang pesankan. Dia pintar menggunakan aplikasi online.”“Oh, oke, Mom. Begitu juga bagus.”Selesai menelpo