Share

227. Nyonya Rumah

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-18 20:08:15

Hari-hari di Panti Asuhan Cahaya Kasih menjadi jauh lebih sunyi bagi Aini. Setelah percakapan terakhir dengan Erwin, ia terpaksa menerima kenyataan pahit: ia tetap menjadi istri Erwin, namun harus berbagi peran dengan Diana, wanita yang begitu jelas tak menginginkannya ada.

Keputusan itu bukan pilihan yang Aini buat dengan hati ringan, melainkan pengorbanan demi menghormati Nara, sosok yang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.

Namun, hidup sebagai istri kedua sama sekali tidak mudah. Erwin semakin jarang bicara dengannya, dan jika pun mereka berbicara, nada suara pria itu dingin dan sering kali terdengar seperti perintah. Diana, di sisi lain, dengan terang-terangan memandang Aini sebagai ancaman.

Suatu pagi, Aini sedang sibuk menyusun berkas administrasi yayasan di ruang kerja kecil di lantai dua. Diana tiba-tiba masuk tanpa mengetuk, membawa tumpukan pakaian di tangannya.

"Aini!" panggil Diana dengan nada tinggi.

Aini menoleh cepat, berdiri dari kursinya. "Ada apa, Kak Diana?"

"Pakai
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   228. Salah Sendiri

    "Kak Diana! Apa yang terjadi?!" Aini segera berlutut, mencoba membantu Diana duduk. Wanita itu msih terus memegang perutnya. Aini pun ikut gemetar dan takut. Keringat tiba-tiba membanjiri kening dan lehernya. Diana tidak menjawab. Ia hanya menangis, mengerang, dan mencengkeram tangan Aini dengan kuat. "Tolong... perutku sakit... darah...!"Tanpa berpikir panjang, Aini memanggil Pak Zainal penjaga panti untuk membantu mengangkat Diana ke mobil. Dengan tangan gemetar, Pak Zainal menyetir secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat. Dalam perjalanan, Diana terus merintih kesakitan, suaranya memecah keheningan malam."Aku tidak mau kehilangan dia!" isak Diana, matanya berlinang air mata."Sabar, Kak. Kita hampir sampai," jawab Aini, meski hatinya berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi, namun rasa paniknya tak bisa ia kendalikan."Kalian terlalu lama, aku takut... Aarg!""I-iya, Mbak, sedikit lagi sampai. Maaf, ini tumben macet sekali," tambah pak Zainal. Sesampainya di ru

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-18
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   1. Satu Kamar Mandi

    "Pak, saya bisa jelaskan ini. Ini semua salah paham. Saya gak kenal wanita ini dan.... ""Kalau gak kenal, kenapa bisa ada di sini? Kamar mandi masjid pula. Kamu gak punya duit buat sewa hotel apa?! Gak kenal tapi udah pelorotin celana!""Benar, bikin maksiat di rumah Allah. Udahlah, kita arak aja lelaki ini! Buka bajunya! Kalau perlu arak sampai kantor polisi!" Seru yang lain saling sahut menyahut. Semua orang sudah mengelilingiku. Mereka semua marah dan bersiap menghajarku karena kepergok berada di kamar mandi masjid bersama wanita yang aku pun gak tahu siapa. Bisa mati konyol aku jika terus memaksa membela diri. Masyarakat yang tengah gaduh tak mungkin aku lawan seorang diri saja. Di dalam kamar mandi, emangnya orang biasanya ngapain? Kalau udah buka celana tandanya emang kebelet. Gak mungkin aku buka warung di kamar mandi, apa lagi buka endors. Ampun, benar-benar warga di sini! "Heh, malah bengong! Cepet!""Oke, oke, saya akan nikahi wanita ini!" Aku merasa tidak punya pilihan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   2. Serangan Jantung

    "Dhuha, bangun! Opa kamu datang tuh!" "Ya ampun, Ma, Du baru aja tidur. Masa udah harus bangun lagi. Du ada meeting siang, jadi.... ""Bangun, Opa perlu bicara!" Aku pun langsung melompat begitu mendengar suara ayah dari pihak papaku yang aku panggil opa. Mata ini langsung segar, apalagi Opa Fauzi sudah duduk di depanku. "Maria, bawakan Papa pisang rebus di bawah.""Baik, Pa." Mama pun keluar dari kamar. Tinggal aku berdua opa saja. Tumben sekali opaku masih jam tujuh pagi sudah ada di rumahku. "Kamu ada masalah apa sama Monic?" aku mengernyit. "Oh, Monic, terlalu lebay, Pa. Jajannya banyak. Baru sekali jalan, udah minta dibelikan emas. Memangnya saya juragan?""Baru sekali, coba lagi. Siapa tahu dia berubah." Opaku masih berusaha membujuk. "Kesan pertama itu sangat membekas, Pa. Baru satu kali ketemu udah kapok.""Tapi Opa udah janji mau jodohkan kamu dengan Monic. Begini, perusahaan akan bisa berkembang jika kamu menikahi Monic. Papa Monic dan almarhum papa kamu udah menjodohka

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   3. Acie... Dhuha

    "Lu kenapa gak belain gue tadi?" tanyaku kesal pada Hakim yang sejak kami keluar dari kamar perawatan opa, terus saja tertawa cekikan. "Gue gak mau kena omel opa. Mana berani gue ikut campur." Aku menghela napas kesal mendengar alasannya. "Gue aja berasa kayak mimpi kalau lu udah nikah beneran." "Itu bukan nikah beneran namanya. Buset, gue gak tahu kayak apa nanti opa, mama, dan yang lainnya kalau tahu wanita itu gelandangan dan janda! Anaknya dua pula. Duh, nasibku.... " Hakim menyalakan mesin mobil. "Pikirkan nanti saja yang penting sekarang, kita jemput dulu istri lu ha ha ha.... " aku meninju lengan Hakim yang sudah siap memutar stir. Sepanjang jalan, aku gak tahu mau bicara apa karena aku pun bingung. Alasan apa nanti yang aku ucapkan pada mama, opa, dan yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga terpandang. Bahkan opa sudah menyiapkan simpanan warisan yang bisa digunakan sampai anak dan cucu tujuh turunan. Asalkan, semua anak cucunya bisa mengelola usaha dengan baik. "Bil

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   4. Kesepakatan Kerja Suami Istri

    "Ibu, bajunya bagus sekali. Ibu jadi cantik dan wangi. Hhuumm.... " Anak lelaki kecil itu terus memeluk ibunya dengan erat sambil tersenyum begitu lama. Nampak sekali ia bahagia dan terpesona dengan bentukan ibunya yang baru. Kuakui dengan berganti pakaian dan menumpang sholat di masjid, wajahnya tidak sekucel seperti awal. "Izzam, ikut Om beli mainan yuk! Ibu mau bicara dulu sama Ayah Dhuha." Hakim yang sudah aku beritahu apa tugasnya, langsung bergerak cepat. "Iya, Om." "Adik Izzam siapa namanya, Mbak?" tanyaku. "Intan, Mas.""Umur?" "Setahun setengah." Aku memandangi wajah kecilnya yang tengah terlelap beralaskan kain gendongan. "Mbak mulung, Anak-anak ditinggal berdua saja?" ia mengangguk. "Kasihan kalau dibawa dua-dua. Tapi memang saya mulung gak jauh-jauh, Mas. Saya dua kali pulang kalau pergi mulung dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas." Aku mengangguk paham. "Ayahnya anak-anak ke mana?" "Udah gak ada.""Meninggal?" ia mengangguk. "Usia kamu berapa?" tanyaku lagi.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   5. Malam Pertama

    Benar seperti tebakanku bahwa mamaku terdiam sepanjang jalan pulang ke rumah. Wajahnya nampak tidak senang dengan kenyataan bahwa aku menikahi janda anak dua. Aku pun bingung mau mengatakan apa karena ini semua serba tiba-tiba dan aku belum menyiapkan plan A ataupun plan B. "Tante mau mampir ke mana, biar Hakim anter," kata Hakim mencaurkan suasana. "Pulang saja. Tante mau bicara sama sepupu kamu ini!" Jawab mama ketus. Aku menelan ludah. Aku perhatikan Aini pun sama. Ia tertunduk malu sambil memilih ujung bajunya. "Masih lama gak sih, mobil kamu bau banget ini, Dhu. Apa nggak dicuci?" tanya mamaku sebal. "Dikit lagi Tante. Sabar ya. Iya, ini Dhuha belum sempat cuci mobil semalam, cucian mobilnya udah keburu tutup." "Ck, ya sudah, cepat, cepat!" Lima belas menit berlalu dan kami pun tiba di rumahku. Lebih tepatnya rumah mamaku. Untung saja Izzam dan adiknya masih tidur sampai aku dan Hakim membawa keduanya masuk ke kamarku yang ada di lantai dua. "Kamu di sini dulu, Aini. Jangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   6. Kesepakatan Kontrak Pernikahan

    "Buka baju, Mas?" tanyanya dengan wajah polos. Aku terbahak sambil mengibaskan tangan. "Bukan, mana mungkin kita tidur seperti suami istri. Mbak, ini tuh seperti pernikahan kontrak. Imbalannya anak-anak dapat tempat tinggal nyaman, bukan di sini. Saya ada rumah sendiri. Mbak punya suami yang menafkahi. Punya mertua dan keluarga. Saya akan kasih uang juga, meski gak banyak, tapi saya akan tetap tanggung jawab. Gimana?""Baik, Mas. Terima kasih banyak atas kebaikannya. Saya gak tahu bagaimana membalas kebaikan Mas dan juga keluarga Mas.""Kamu cukup lakukan apa yang aku perintahkan. Oke! Oh, iya, satu lagi, kamu gak boleh ikut campur urusan pribadi aku. Paham kan maksudnya?""Baik, Mas." Aku mengangguk sambil tersenyum. Anggap saja aku tengah beramal dengan janda miskin dan juga anak yatim. Pasti Tuhan akan balas kebaikanku dengan kebaikan pula. Aku mematikan lampu kamar, kemudian ikut terlelap. Aini dan dua anaknya masih tetap tidur di bawah. Aku tidak mau merayu meminta mereka pinda

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-05
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   7. Pindah Rumah

    Aku seperti bermimpi bisa bicara lagi dengan Luna. Sudah lama sekali tidak pernah WA apalagi telepon. Hanya sesekali saja aku mengomentari jika ia update status di akun media sosial instagramnya. Itu pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dia posting. Terlihat ia sangat sibuk dan aktif sehari-harinya dan setahuku, ia tidak pernah posting foto lelaki yang sedang dekatnya. Jika pun ada foto lelaki, aku rasa itu temannya karena fotonya beramai-ramai. "Dhuha, kamu mau bengong sampai kapan?" teguran dari mamaku membuatku tersentak. "Eh, nggak bengong, Ma. Cuma lagi mikirin mungkin akan ajak Aini pindah ke rumah Dhuha," jawabku salah tingkah. Mama membuang wajahnya dan terlihat jengah dengan kehadiran Aini dan juga dua anaknya. "Lekas kalian makan, lalu bawa saja mereka ke rumah kamu. Maaf, Mama masih merasa kalian bukan seperti pasangan lainnya. Ini terlalu aneh! Seperti tidak ada wanita lain saja di luaran sana. Kenapa harus.... ""Ma, ada anak-anak!" Potongku cepat. Aini sudah menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-08

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   228. Salah Sendiri

    "Kak Diana! Apa yang terjadi?!" Aini segera berlutut, mencoba membantu Diana duduk. Wanita itu msih terus memegang perutnya. Aini pun ikut gemetar dan takut. Keringat tiba-tiba membanjiri kening dan lehernya. Diana tidak menjawab. Ia hanya menangis, mengerang, dan mencengkeram tangan Aini dengan kuat. "Tolong... perutku sakit... darah...!"Tanpa berpikir panjang, Aini memanggil Pak Zainal penjaga panti untuk membantu mengangkat Diana ke mobil. Dengan tangan gemetar, Pak Zainal menyetir secepat mungkin menuju rumah sakit terdekat. Dalam perjalanan, Diana terus merintih kesakitan, suaranya memecah keheningan malam."Aku tidak mau kehilangan dia!" isak Diana, matanya berlinang air mata."Sabar, Kak. Kita hampir sampai," jawab Aini, meski hatinya berdegup kencang. Ia tak tahu apa yang sedang terjadi, namun rasa paniknya tak bisa ia kendalikan."Kalian terlalu lama, aku takut... Aarg!""I-iya, Mbak, sedikit lagi sampai. Maaf, ini tumben macet sekali," tambah pak Zainal. Sesampainya di ru

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   227. Nyonya Rumah

    Hari-hari di Panti Asuhan Cahaya Kasih menjadi jauh lebih sunyi bagi Aini. Setelah percakapan terakhir dengan Erwin, ia terpaksa menerima kenyataan pahit: ia tetap menjadi istri Erwin, namun harus berbagi peran dengan Diana, wanita yang begitu jelas tak menginginkannya ada.Keputusan itu bukan pilihan yang Aini buat dengan hati ringan, melainkan pengorbanan demi menghormati Nara, sosok yang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.Namun, hidup sebagai istri kedua sama sekali tidak mudah. Erwin semakin jarang bicara dengannya, dan jika pun mereka berbicara, nada suara pria itu dingin dan sering kali terdengar seperti perintah. Diana, di sisi lain, dengan terang-terangan memandang Aini sebagai ancaman.Suatu pagi, Aini sedang sibuk menyusun berkas administrasi yayasan di ruang kerja kecil di lantai dua. Diana tiba-tiba masuk tanpa mengetuk, membawa tumpukan pakaian di tangannya."Aini!" panggil Diana dengan nada tinggi.Aini menoleh cepat, berdiri dari kursinya. "Ada apa, Kak Diana?""Pakai

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   226. Kedatangan Istri Tua

    Pagi pertama setelah pernikahan, Aini bangun dengan mata yang masih sembab akibat tangis semalam. Kamar itu terasa sunyi, dan ia mendapati tempat tidur di sampingnya kosong. Erwin sudah bangun lebih dulu, atau mungkin ia memang tak pernah tidur di sana.Aini menatap cermin di depan meja rias. Wajahnya tampak lelah, namun ia berusaha menguatkan diri. Ia tahu, hidupnya kini sudah berubah, meski tak sesuai dengan harapannya.Di ruang makan, Nara sudah menunggu dengan senyum hangat. Wanita tua itu tampak lebih bersemangat daripada biasanya, mungkin karena merasa salah satu keinginannya telah terpenuhi."Aini, bagaimana malam pertamamu?" tanya Nara dengan nada bercanda, membuat Aini tersipu."Baik, Bu," jawab Aini sambil tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan luka di hatinya. Tidak ada apapun yang terjadi semalam. Jangankan menyentuh, melihat dirinya saja, Erwin enggan. Tak lama kemudian, Erwin muncul dari arah pintu belakang. Ia mengenakan kemeja putih yang dilipat hingga siku, rambutn

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   225. Cuma Kamu Satu-satunya

    Flash backPanti Asuhan Cahaya Kasih berdiri di tengah-tengah sebuah desa kecil yang asri. Bangunannya sederhana, dengan dinding kayu yang dicat putih dan halaman luas yang selalu dipenuhi tawa riang anak-anak. Hari itu, aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, menambah kehangatan suasana. Hujan rintik-rintik yang membasahi rumput di halaman panti, beraroma khas yang sangat menenangkan. Kue di dalam oven pun sebentar lagi akan siap disantap. "Kak Aini, ini adonannya udah bener, belum?" tanya Nia, seorang bocah berusia delapan tahun sambil mengangkat mangkuk adonan ke arah Aini.Aini tersenyum lembut, memperhatikan adonan cokelat yang agak berantakan itu. "Hmm, bagus, tapi coba tambah sedikit gula bubuk, ya. Supaya manisnya pas."Nia mengangguk semangat, lalu kembali ke meja kerjanya bersama anak-anak lainnya. "Pastikan kamu gak salah mengatur waktu bakaran kuenya Isna!""Baik, Teh Aini." "Jika sudah selesai, jangan langsung dimasukan dalam toples. Biarkan dingin dengan s

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   224. Ibunya Sudah Meninggal

    Setelah melalui pencarian panjang, akhirnya Aini mendapatkan informasi yang selama ini ia cari. Alamat sekolah baru Intan dan Izzam kini ada di tangannya, dan sebuah fakta mengejutkan terungkap—anak-anaknya kini tinggal di Jakarta, bukan lagi di Bandung."Kamu yakin tidak salah kan, Fahmi? Anak-anakku ada di Jakarta?""Iya, betul, mereka semua pindah ke Jakarta."“Kenapa Alex memutuskan membawa mereka sejauh ini?” gumam Aini saat membaca kembali alamat itu. Hatinya campur aduk antara lega dan gelisah.Pagi itu juga, Aini bersiap untuk perjalanan ke Jakarta. Ia mengenakan pakaian sederhana, tetapi rapi, dan memasukkan dokumen penting ke dalam tas kecilnya. Saat ia selesai bersiap, Dhuha muncul di ruang tamu dengan wajah penuh penyesalan.“Aini,” panggil Dhuha lembut. “Aku minta maaf banget, tapi aku nggak bisa nganter kamu hari ini. Ada rapat penting di kantor yang nggak bisa aku tinggalin.”Aini tersenyum tipis, meskipun hatinya sedikit kecewa. “Nggak apa-apa, Dhuha. Aku bisa pergi se

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   223. Masih Berusaha

    Malam itu, setelah tangisannya reda, Aini duduk termenung di balkon apartemen. Dhuha sudah memintanya untuk beristirahat, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan Intan dan Izzam. Ia memandangi layar ponselnya, mencoba menghubungi kembali nomor telepon dari papan rumah dijual, tetapi hasilnya tetap sama—tidak aktif.Pagi harinya, Aini memutuskan untuk melanjutkan pencariannya. Ia mengumpulkan keberanian untuk mengunjungi tempat-tempat yang mungkin bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan anak-anaknya. Satu hal yang sangat ia sayangkan, bahwa ia tidak tahu kantor Alex dimana. Nomor telepon bu Asma pun tidak bisa ia hubungi. Semakin sedih dan kecewa saja Aini karena benar-benar dipisahkan dengan anak-anak yang sudah ia anggap anaknya sendiri. Namun, di sisi lain kota, berita tentang kedatangannya ke sekolah mulai sampai ke telinga seseorang yang tak ia duga—Alex.Di sebuah kantor kecil yang berlokasi di kawasan bisnis Jakarta, Alex tengah sibuk dengan pekerjaannya ketika seor

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   222. Kehilangan Anak-anak

    Satu bulan telah berlalu sejak Aini memutuskan untuk menjauh sementara dari segala hiruk-pikuk hidupnya yang penuh konflik. Namun, kerinduan akan kedua anaknya, Intan dan Izzam, menjadi beban yang tak bisa ia abaikan. Setelah berhari-hari berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini semua demi kebaikan bersama, akhirnya ia memberanikan diri kembali mengunjungi sekolah anak-anaknya, berharap bisa melihat wajah mereka meskipun dari kejauhan."Kamu gak mau aku temani?" tanya Dhuha saat Aini menemaninya sarapan. "Nggak, Dhu. Aku bisa naik taksi online. Kamu fokus kerja ya. Aku cuma main ke sekolah anak-anak aja hari ini. Udah sebulan, aku udah kangen. Semoga aja Alex udah gak marah lagi." Aini meyakinkan Dhuha. Pria itu pun tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Aku ijinnya saat kamu sidang terakhir saja. Lusa kan?" Aini mengangguk. "Makasih ya, Dhuha, aku udah benar-benar ngerepotin kamu.""Gak repot, Mbak Sayang. Aku beneran ikhlas. Udah, ah, pagi-pagi jangan melow. Ayo, habiskan sarapannya."Pa

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   221. Talak Tilu

    Malam itu, suasana rumah keluarga Budi cukup tenang. Viona sedang sibuk di dapur menyiapkan makan malam, sementara Budi duduk di ruang tamu, membaca artikel tentang dipecatnya pelatih sepak bola Indonesia Sin Tae Hyong. "Kenapa harus dipecat ya, Ma?" kata Budi bergumam. "Mungkin memang sudah waktunya pensiun pelatih dari Korea itu, Pa. Papa ini, sejak kemarin, yang dibaca itu terus. Masih ada berita lain, Pa. Papa tahu gak, kalau Lolly anak Nikita Keren, bertengkar lagi dengan ibunya.""Itu berita gosip yang Mama sukai, jelas beda sama lelaki." Viona mencebik. "Maria tadi telepon, dia curhat kalau Dhuha kembali membangkang dan memilih Aini." Budi menaruh ponselnya. "Bagus, sejak awal, Aini itu memang anak baik. Statusnya memang pernah menikah, tapi ternyata masih gadis. Heran, Papa, kenapa Maria tetap tidak setuju?""Karena Aini tadinya pemulung, Pa. Jadi Maria gak mau. Malu katanya.""Ah, sudahlah, gak usah pikirin anak orang, anak kita aja susah diatur dua-duanya. Kayak gak ada

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   220. Amel Cemburu

    Malam terasa dingin ketika Amel memutuskan untuk meninggalkan rumah Anton. Ia berjalan cepat ke mobilnya, tanpa menoleh ke belakang. Emosi yang bercampur aduk membuat tangannya gemetar saat membuka pintu mobil. Ketika akhirnya duduk di kursi pengemudi, air mata yang sejak tadi ia tahan mengalir deras."Aku bodoh," gumamnya pelan. "Kenapa aku percaya dia? Jelas-jelas mereka akan kembali rujuk!"Amel menatap kosong ke arah dashboard. Bayangan Anton yang memapah Luna masuk ke rumah tadi terus membayangi pikirannya. Meski ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Anton mencintainya, pemandangan itu terlalu menyakitkan.Butuh beberapa menit sebelum Amel akhirnya memutuskan langkah selanjutnya. Ia menyalakan mesin mobil, mengarahkan kendaraannya ke rumah orang tuanya. Selama perjalanan, pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab. Apakah ia salah memilih Anton? Apakah semua pengorbanannya sia-sia? Ia sudah terlalu baik untuk duda beranak satu itu. Bahkan disaat pria itu amnesia. Ket

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status