Share

121. Sebuah Ide dari Hakim

last update Last Updated: 2024-11-21 16:47:07

"Bagaimana bisa mami Maria ke sini? Ah, itu maksudnya, pasti mamaku yang membawa mami ke restoran Aini. Mami suka kulineran. Tapi.... ck, semua jadi rumit gini ya. Terus gimana?"

Dhuha mengangguk pelan, tatapannya kosong menatap gelas teh di depannya yang belum tersentuh sejak tiba di kafe ini. "Aku bahkan sempat berdebat dengan mama dan kami menjadi pusat perhatian, meskipun...” Ia menggantungkan kalimatnya, menelan kekesalan yang tertahan di tenggorokannya.

“Meskipun apa?” desak Hakim.

“Meskipun hasilnya tetap sama,” jawab Dhuha, suaranya lirih namun sarat frustrasi. “Dia tidak akan pernah merestui hubungan kami. Dia bahkan bilang, aku lebih baik melupakan Aini kalau ingin hidup tenang dan hidup penuh berkah dari restu orang tua."

Hakim mengangkat alis. “Dan lo diam aja saat mami ngomong gitu? Lo tetap tidak bisa membela Aini di depan mami! Ini udah empat tahun Dhuha. Lo ganti aja baju pake daster! Jangan cemen lah!"

“Itu bukan masalah percaya atau tidak, Hakim,” sahut Dhuha cepat,
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
gak akan dh mak lampir luluh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   122. Jangan Gantung Hubungan

    "Aini, aku mohon, jangan terus seperti ini," suara Alex menggema lembut di restoran yang masih sepi. Meja-meja kayu yang tertata rapi, aroma kopi hangat, dan wangi rempah dari dapur tidak cukup untuk menenangkan ketegangan di udara. Pria itu duduk di depan Aini, matanya penuh harap, namun juga lelah.Di depannya aroma secangkir kopi begitu menggoda, tetapi wanita yang kini duduk di depannya mengambil semua perhatiannya. Aini menghela napas panjang, tangannya sibuk membersihkan meja meskipun meja itu sudah bersih. "Alex, berapa kali harus aku bilang? Aku tidak bisa.""Kamu bisa kalau kamu mau, Aini. Ini bukan soal kamu tidak mampu, ini soal kamu tidak mau mengambil langkah untuk kebahagiaanmu sendiri. Sudah empat tahun Aini. Awalnya kamu sudah setuju dan sempat menerima lamaranku'kan?""Sudah cukup, Mas. Masih terlalu pagi membicarakan masalah hati," balas Aini, kali ini dengan nada tegas. Ia menatap Alex, wajahnya yang cantik memancarkan kesedihan yang dalam."Aku sudah lelah dengan

    Last Updated : 2024-11-21
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   123. Bukan Kamu, juga Kamu

    Hujan gerimis menemani gerakan Aini yang tergesa. Masih pagi dan semua sedang bersiap memulai hari. Meskipun dalam keadaan cuaca hujan seperti ini, biasanya pengunjung restoran lebih sepi, tetapi tidak menyurutkan semangat Aini dan tim yang siap memanjakan lidah pelanggan."Ibu mau keluar?" tanya Rina yang sedang mengepel ruangan Aini. "Iya, saya keluar sebentar. Ada keperluan. Nanti saya balik lagi kok. Mudah-mudahan cepat selesai." Aini melirik jam di tangannya. Masih jam delapan tiga puluh pagi. Masih ada waktu dua jam lagi untuk menuntaskan rasa penasarannya. Perasaan cemas menggelayuti hati sejak Alex meninggalkan restorannya dengan wajah merah padam dan langkah penuh amarah. Dia tahu betul sifat Alex yang impulsif, dan pikirannya langsung melayang kepada satu orang: Dhuha.Aini meraih ponselnya, menekan nomor Hakim—sepupu Dhuha yang kebetulan tinggal tak jauh dari apartemen sepupunya."Ri, bisa keluar sebentar?""Oh, bisa, Bu. Udah selesai semua." Aini mengangguk. Begitu pintu

    Last Updated : 2024-11-22
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   124. Apa Ada Orang yang Sengaja?

    Kilatan lampu biru dan merah dari dua mobil pemadam kebakaran memantul di jalan basah yang diterpa gerimis. Di depan restoran yang kini hanya menyisakan dinding yang menghitam, Aini berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Asap tebal masih mengepul dari dalam, dan aroma hangus yang menyengat menusuk hidungnya.“Aku tidak percaya...,” gumam Aini dengan suara parau. Tatapannya kosong menatap reruntuhan mimpinya. Tapi perlahan, rasa tidak percaya itu berubah menjadi jeritan yang meledak dari dadanya.“Tidak!” teriak Aini histeris, lututnya hampir goyah. Hakim dengan sigap memegang bahunya, tapi Aini meronta. “Biarkan aku masuk! Aku harus memastikan semuanya! Kim, restoranku. Ya Allah, ya Allah!"“Mbak, tidak bisa! Itu berbahaya!” seru Hakim, mencoba menahan gerakan liar Aini.“Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini?!” tangisnya semakin menjadi.Di dekat mereka, dua karyawan Aini, Rina dan Ani, menangis sambil memeluk satu sama lain. Begitu melihat Aini, keduanya berlari menghampiri, lalu

    Last Updated : 2024-11-22
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   125. Kamu Gak Takut Sama Saya?

    Anton memandangi jalanan yang meluncur cepat dari balik kaca mobil. Hembusan angin dari AC yang menyentuh kulitnya terasa dingin, sama seperti perasaan yang masih membeku di hatinya. Ia baru saja pulang dari rumah sakit setelah beberapa minggu berjuang melawan amnesia ringan yang membuat sebagian ingatannya kabur. Hari ini, ia dijemput oleh keluarganya—ibu, bapak, dan putranya yang berumur empat tahun, Aris.Aris duduk di kursi belakang, sibuk mengaduk-aduk sekantong kecil keripik yang tadi dibelikan neneknya di rumah sakit. Bocah itu tak henti-hentinya berbicara, meskipun sebagian besar ceritanya hanya berupa ocehan polos khas anak kecil. Sesekali, Anton tersenyum samar dan mengacak rambut Aris."Bapak, itu helikoptel, ya?" tanya Aris sambil menunjuk ke langit biru di luar jendela."Helikopter atau capung, tuh?" balas Anton dengan suara yang lemah namun mencoba bercanda."Helikopteo, lah! Masa capung segede itu, Pak!" jawab Aris sambil tertawa kecil, membuat semua orang di mobil ikut

    Last Updated : 2024-11-23
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   126. Gak Mungkin Cemburu'kan?

    Luna duduk di sebuah kedai kopi kecil yang ramai, menatap layar laptop yang menampilkan daftar panjang lamaran pekerjaan yang belum mendapatkan balasan. Telapak tangan yang tadinya mulus, kuku jari tangan yang mengkilap dan lentik dengan sederet perawatan, kini sudah tidak ada lagi. Kulit wajahnya pun sedikit kusam. Perawatan wajah yang dahulu masih bisa ia dapatkan dari Anton, kini sudah tidak ada lagi. Tangan itu menggenggam cangkir teh hangat yang sudah hampir dingin, sementara pikirannya melayang-layang di antara rasa frustrasi dan keputusasaan. Sudah dua bulan berlalu dari ia memutuskan pergi dari rumah suaminya dan sampai detik ini ia mencoba peruntungan untuk mendapatkan kembali pekerjaan, tetapi tidaklah mudah. Bahkan ia hampir putus asa. Ia memandangi notifikasi emailnya yang kosong, seperti mengharapkan ada keajaiban. Setiap perusahaan besar yang ia lamar seolah tak tertarik pada namanya. Ia tahu, nilai akademisnya tak buruk, bahkan cukup gemilang. Pengalaman magangnya di

    Last Updated : 2024-11-23
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   127. Suami Orang Lebih Menggoda

    Amel tersenyum puas sambil melangkah keluar dari toko kue, menggandeng tangan Anton dengan erat. Di balik kaca etalase, ia sempat melirik Luna yang berdiri terpaku di belakang kasir, wajahnya pias seperti kehilangan warna.Ia tahu Luna bekerja di toko itu. Amel sengaja memilih tempat ini untuk "kebetulan" bertemu dengannya. Tak ada yang lebih memuaskan daripada menyaksikan ekspresi Luna yang penuh keterkejutan dan rasa sakit."Amel, tadi kenapa kamu tiba-tiba menggandeng tanganku?" tanya Anton saat mereka keluar dari toko, suaranya terdengar bingung namun tetap lembut.Amel melirik pria di sampingnya. Wajah Anton tampak tenang, seperti biasa, tetapi ia tahu bahwa Anton belum pulih, terbukti Anton masih terlihat tak begitu semangat dan sangat irit sekali senyum. Memang sudah lebih baik dari pada awal pria itu pulang ke rumah, tetapi masih saja begitu kaku. "Ah, iseng saja. Kamu kelihatan lelah, jadi aku pikir nggak apa-apa menggandeng kamu sebentar. Gak papa'kan? Anggap saja pemanasan

    Last Updated : 2024-11-23
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   128. Aku Bukan Pelakor, Pa

    Ruang tamu itu terasa lebih sempit dari biasanya. Amel duduk di sofa paling ujung, jari-jarinya saling menggenggam erat di pangkuannya. Di hadapannya, duduk kedua orang tuanya, Viona dan Darma dengan raut wajah tegang. Sementara itu, Hakim, kakak laki-lakinya, berdiri bersandar di dinding dengan tatapan tajam yang membuat Amel tak nyaman. Atmosfer ruangan dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan.Sepertinya momen aku mengucapkan tadi tidak tepat. Batin Amel. "Amel," suara Viona, pecah dalam keheningan. Ada nada gemetar di balik tegasnya. "Jawab dengan jujur. Kamu pernah bermalam dengan lelaki itu atau belum?"Amel menelan ludah. Pertanyaan itu seperti tamparan yang sudah ia duga akan datang. Tapi kali ini ia tak bisa menghindar. Ia menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian."Iya," jawabnya, suaranya nyaris berbisik. Memang setiap malam ia tidur di rumah Anton, karena ia ngekos. Bukan karena hal-hal tabu lainnya. Namun, ia tidak mengatakan yang sebenarnya pada kedua orang

    Last Updated : 2024-11-24
  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   129. Meminta Bantuan Dhuha

    Hening malam seperti menertawakan Aini yang duduk termenung di sudut kamarnya. Ia memandangi dinding kosong, pikirannya dipenuhi rasa bersalah yang berat. Setiap kedipan mata seolah memutar ulang kejadian hari itu, ketika api melahap semua restoran miliknya. Tiga karyawannya—Pak Agung, Majid, dan Sinta—terluka. Dua di antaranya harus menjalani operasi. Tangisan dan teriakan mereka masih terngiang di telinganya.Hanya Ani dan Rina yang luka ringan, tetapi keduanya tetap perlu perawatan oleh dokter di rumah sakit. Aini menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri, tapi sia-sia. Sejak kejadian itu, tidur menjadi barang langka baginya. Pikirannya terus melompat-lompat antara rasa bersalah, khawatir, dan rasa putus asa. Apalagi, BPJS tidak sepenuhnya mengcover biaya rumah sakit. Pak Agung bahkan tak memiliki BPJS, meskipun Aini selalu mengalokasikan dana untuk itu. Kesalahan sistem atau kelalaian? Ia tak tahu lagi.“Apa aku telah gagal menjadi pemilik yang bertanggung jawab?” batinny

    Last Updated : 2024-11-24

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   284. Belum Menikah, Udah Pusing Duluan!

    Hakim kembali memijat pelipisnya setelah pertemuannya dengan Salsabila. Dua miliar bukan jumlah yang kecil, tetapi ia tahu bahwa dengan posisi dan kekayaan keluarganya, itu bukan angka yang mustahil. Yang menjadi pertanyaannya sekarang, apakah Tania akan meminta hal yang sama?Ia meraih ponselnya dan menghubungi Amel."Halo, Mas Hakim," suara Amel terdengar ceria seperti biasa."Amel, aku baru saja bertemu dengan Salsabila dan dia setuju, tapi ada syaratnya," kata Hakim."Syarat seperti apa?" tanya Amel penasaran."Dua miliar sebagai kompensasi atas perannya. Dia ingin semuanya berjalan profesional tanpa perasaan terlibat," jawab Hakim jujur.Amel terdiam sesaat sebelum tertawa kecil. "Wah, nggak kaget sih. Salsabila memang tipe wanita yang tahu apa yang dia mau.""Nah, itu yang mau aku tanyakan ke kamu. Apakah menurutmu Tania juga akan meminta kompensasi seperti itu?" Hakim bertanya hati-hati.Amel menghela napas. "Sejujurnya, aku nggak tahu, Mas. Tania orangnya berbeda dari Salsabil

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   283. Sebuah Jawaban

    Hakim duduk di kursinya dengan perasaan campur aduk setelah mengirim pesan kepada Amel. Ia memijat pelipisnya, mencoba mencerna semua pilihan yang tiba-tiba datang dalam hidupnya. Tiga minggu bukan waktu yang lama untuk mencari pasangan hidup, meskipun hanya sekadar pernikahan pura-pura.Di satu sisi, ada Salsabila. Wanita yang direkomendasikan oleh Aini dan tampak sangat profesional. Sikapnya tegas dan penuh perhitungan. Hakim bisa melihat bahwa Salsabila bukan tipe orang yang mudah dibohongi atau dimanfaatkan. Jika ia setuju, Hakim yakin mereka bisa menyusun kesepakatan yang jelas dan tidak akan ada drama di kemudian hari. Namun, justru itulah yang sedikit membuatnya khawatir. Wanita seperti Salsabila pasti punya standar tinggi dan bisa jadi ia tidak akan mau menjalani sandiwara ini tanpa syarat yang ketat.Di sisi lain, ada Tania. Wanita yang diperkenalkan oleh Amel. Dari deskripsi Amel, Tania tampak seperti gadis sederhana yang pekerja keras dan penuh tanggung jawab. Yatim piatu,

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   282. Calon Istri Hakim

    Hakim menatap layar ponselnya dengan ekspresi serius. Setelah menelepon Dhuha, ia merasa sedikit lebih tenang, tetapi tetap saja, waktu yang diberikan orang tuanya sangatlah singkat. Ia bukan tipe pria yang terbiasa terburu-buru dalam mengambil keputusan besar, apalagi soal pernikahan. Namun, kali ini ia tidak punya banyak pilihan.Di sisi lain, Dhuha masih mencerna ucapan Hakim barusan. Ini bukan permintaan yang biasa. Mencari calon istri dalam waktu tiga minggu saja sudah sulit, apalagi jika syaratnya adalah pernikahan pura-pura. Ia merebahkan diri di sofa sambil menatap langit-langit. Aini, yang baru saja selesai mandi, keluar dari kamar dan melihat ekspresi suaminya yang sedang berpikir keras."Kenapa bengong begitu?" tanya Aini sambil mengeringkan rambutnya.Dhuha menoleh dan tersenyum kecil. "Barusan Hakim nelepon. Dia butuh istri dalam tiga minggu."Aini mengernyit. "Istri? Maksud Mas, dia mau menikah? Emang Hakim punya ayang? ""Iya. Tapi bukan pernikahan yang sebenarnya. Dia

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   281. Istri Sewaan?

    Hotel Mulia Sahabat sudah beroperasi sejak subuh. Para staf dengan cekatan mempersiapkan segala sesuatu untuk memastikan tamu mendapatkan pelayanan terbaik. Dari lobi yang dipenuhi dengan aroma kopi segar hingga restoran yang mulai menyajikan sarapan prasmanan, semuanya berjalan dengan rapi dan efisien. Hakim duduk di ruang rapat utama, menatap layar presentasi yang menunjukkan proyek ekspansi terbaru hotel mereka di Kota Malang."Baik, untuk grand opening di Malang, saya ingin semua berjalan sesuai jadwal. Pak Irwan, bagaimana progres renovasi gedungnya?" tanya Hakim dengan suara tegas namun tetap tenang."Alhamdulillah, Pak Hakim. Progresnya sudah mencapai 85 persen. Kami hanya tinggal menyelesaikan beberapa bagian interior dan pelatihan staf baru."Hakim mengangguk puas. "Bagus. Saya ingin kita pastikan bahwa pelayanannya tetap setara dengan standar hotel kita di kota lain. Bu Siska, bagaimana dengan marketingnya?""Sudah berjalan sesuai rencana, Pak. Kami sudah melakukan kampanye

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   281. Apa Perlu Lapor Polisi?

    Dhuha menatap ibunya dengan perasaan terluka. "Mama, jangan bicara seperti itu. Aku memilih Aini bukan karena sihir atau apapun yang Mama pikirkan. Aku memilihnya karena aku mencintainya. Mama, aku mohon, berhentilah mencurigainya tanpa bukti yang jelas. Aini tulus mencintaiku, Ma. Dulu kami berpisah karena aku yang tidak dewasa. Sekarang aku sudah dewasa dan paham. Aku gak mau sampai pernikahanku gagal lagi.""Kamu tidak pernah tahu kan, kenapa bisa cinta berat sama Aini? Kamu saja jarang solat. Orang yang jarang solat itu, mudah dimasukin jin." Dhuha menggelengkan kepala. Mamanya selalu saja keras kepala dan pasti tidak akan menerima pembelaan darinya. Maria menghela napas panjang. Ia ingin membantah, tetapi dalam hatinya, ia pun ragu. Foto-foto itu memang tampak mencurigakan, tetapi apakah itu cukup sebagai bukti bahwa Aini tidak layak untuk Dhuha? Apalagi setelah mendengar bahwa foto tersebut adalah foto lama."Mama akan mencari tahu lebih lanjut. Tapi untuk sekarang, Mama tidak

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   280. Fitnah Keji

    Setelah membaca pesan itu, Aini merasa hatinya mulai tidak tenang. Meskipun Dhuha sudah meyakinkannya bahwa ia akan selalu melindunginya, tetap saja perasaan gelisah itu tidak bisa hilang begitu saja. Ia mencoba mengabaikan rasa takutnya dan melanjutkan aktivitasnya, tetapi firasat buruk itu terus menghantuinya.Keesokan harinya, Aini dan Dhuha pergi ke Sentul seperti yang mereka rencanakan. Udara pagi yang sejuk dan pemandangan hijau pegunungan sedikit mengurangi kegelisahan yang masih tersisa dalam hati Aini. Mereka mengunjungi rumah yang akan segera menjadi milik mereka, sebuah hunian minimalis dengan halaman luas dan suasana yang tenang."Masya Allah, indah sekali," gumam Aini takjub.Dhuha tersenyum melihat ekspresi bahagia istrinya. "Aku ingin kamu bahagia di sini. Aku ingin kita membangun rumah tangga yang penuh ketenangan dan cinta."Aini menggenggam tangan suaminya erat. "Terima kasih, Mas. Aku tidak butuh rumah besar atau barang mewah, yang penting kita selalu bersama." Mesk

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   279. Pesan Ancaman

    Dhuha menggeleng-geleng sambil tertawa, menarik Aini kembali ke dalam pelukannya. "Adek benar-benar bikin abang kalah terus ya?"Aini terkikik. "Bukannya kalah, tapi harusnya bangga punya istri cerdas."Dhuha mengecup kening istrinya lembut. "Iya, iya, abang bangga sekali."Mereka duduk berdua di ranjang, menikmati momen tenang setelah kejadian barusan. Aini bersandar di bahu Dhuha, memainkan jari-jarinya di telapak tangan suaminya. "Mas, menurutmu, Mama akan terus begini?"Dhuha menghela napas panjang. "Entahlah. Aku tahu Mama butuh waktu. Tapi aku yakin lama-lama beliau akan menerima kamu sepenuhnya."Aini mengangguk. "Aku tidak ingin buru-buru. Yang penting kita berdua tetap satu hati."Dhuha tersenyum. "Selalu."Sementara itu, di kamar Maria, wanita paruh baya itu duduk di depan cermin riasnya, memandangi wajahnya dengan ekspresi penuh pertimbangan. Ia memegang dompet pemberian Monic, mengelus permukaannya pelan. Pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan.Monic adalah kandidat

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   278. Adek Cerdas, Abang Lemas

    Aini tertawa kecil melihat ekspresi terkejut Dhuha. "Sudah, sekarang kita diam saja di dalam kamar, biarkan Mama dan Monic di luar."Dhuha menggelengkan kepala, tetapi akhirnya hanya bisa tersenyum pasrah. Ia menarik Aini ke dalam pelukannya, membiarkan istrinya bersandar di dadanya. "Kamu benar-benar tidak ada takutnya, ya?""Kenapa harus takut? Aku istrimu, sah di mata agama dan negara. Mau Mama undang Monic, Silvi, atau siapa pun, yang terpenting hatimu hanya untukku, kan?" goda Aini.Dhuha tertawa pelan. "Iya, iya. Kamu memang satu-satunya buatku.""Ada yang bilang, selama suami berpihak pada istri, jangankan pelakor, set an pun gak berani menggoda." Dhuha kembali tertawa. "Jadi, apa kita ada momen untuk bikin bayi siang-siang begini?" goda Dhuha. "Of, course, Sayang. Kali ini, aku di atas ya." Dhuha terbahak sambil menekan hidung istrinya karena gemas. Sementara itu, di ruang tamu, Maria menyambut Monic dengan senyuman ramah. Wanita itu terlihat anggun dengan gaun merah marunn

  • Malam Pertama dengan Janda Anak 2   277. Mertua, Oh, Mertua

    Setelah kunjungan mereka ke panti asuhan Cahaya Kasih, Dhuha dan Aini kembali ke rumah mereka yang nyaman. Hari itu terasa begitu indah bagi Aini, berbagi kebahagiaan dengan anak-anak di panti asuhan yang telah menjadi bagian dari hidupnya. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama.Sore itu, ketika mereka baru saja tiba di rumah, ponsel Dhuha bergetar. Nama yang tertera di layar membuatnya menghela napas panjang sebelum mengangkat panggilan itu. "Mama," sapanya pelan."Dhuha, Mama ingin bicara. Bisa Mama datang sekarang?" suara Maria terdengar lebih lembut dari biasanya.Dhuha melirik Aini yang sedang menata beberapa barang di ruang tamu. Ia mengangguk kecil seolah mengizinkan, meski tak tahu apa yang akan dibahas mamanya kali ini. "Baik, Ma. Mama ke sini sekarang?""Ya, tunggu Mama sebentar.""Kenapa, Mas?" tanya Aini sambil menatap suaminya. "Mama mau berkunjung ke sinu." Aini mengangguk. "Terus kenapa?""Kamu gak papa?" tanya Dhuha khawatir. "Ish, Mama itu juga mamaku sekarang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status