"Selamat ... selamat, Tuan Winston Cheng. Kebahagiaan ganda tahun yang luar biasa kali ini. Ulang tahun Grung Cheng Yi East Star ke-50 dan pernikahan Joshua. Semoga berlimpah rezeki hingga keturunan berikutnya!" ujar Tuan Charles Yin dari Grup Yin Zhen yang merupakan sobat kental keluarga Cheng.
"Terima kasih, Tuan Charles Yin. Hadiah yang Anda berikan sungguh bernilai, seharusnya tidak perlu repot-repot!" balas Winston dengan senyuman bangga.
Sepasang mempelai pun tiba diawali dengan pertunjukan Liong Sam Sie (Barongsai dan Naga) yang melambangkan doa dengan tujuan mendatangkan keberuntungan. Petasan merah panjang yang digantung di depan teras rumah pun dinyalakan hingga terdengar riuh meletus serta memercikkan bunga-bunga api sehingga menambah meriah suasana keceriaan acara pernikahan Joshua dan Eva.
"Selamat berbahagia!"
"Semoga langgeng selamanya!"
"Istriku, kita telah sah menjadi pasangan suami istri sekarang!" ucap Joshua dengan senyum bahagia terukir di wajah tampannya kepada Eva Xin.
"Iya, Suamiku. Aku senang sekali!" sahut Eva menggandeng tangan Joshua berkeliling ruangan aula kediaman Cheng untuk bersama-sama menyapa tamu.
Acara resepsi pernikahan selanjutnya diadakan di ballroom hotel bintang 5 di tengah kota New York. Di sana juga telah disewa satu gedung penuh untuk penginapan para tamu kehormatan beserta keluarga masing-masing. Banyak yang berasal dari luar Amerika dan luar kota New York. Kamar pengantin pun disewa di hotel yang sama dan telah dihias dengan sempurna.
Sepanjang hari kedua mempelai beserta keluarga besar Cheng dan Xin menerima tamu dan menjamu tiada henti hingga larut malam tak jua berhenti. Maka ibu Joshua, Nyonya Helena Cheng berbisik ke menantu barunya, "Nak, pergilah dahulu ke kamar pengantin untuk bersiap-siap. Biarkan kami saja yang menjamu tamu. Kurasa hingga pagi pun pesta masih akan terus berlangsung. Jangan kecewakan suamimu di malam pertama kalian!"
"Ohh ... baiklah, Mama Mertua. Eva izin undur diri ke kamar kalau begitu!" jawab mempelai wanita cantik itu lalu dia diantarkan oleh beberapa pelayan wanita ke kamar pengantin yang telah disediakan oleh keluarga Cheng.
Rombongan pelayan yang mengantar Eva Xin menuju ke lantai teratas dengan lift. Mereka membawa sebuah kunci akses kamar cadangan untuk membukakan pintu kamar pengantin.
"Joel, aku enggan masuk ke pesta!" tukas Jason ketika melintasi lobi hotel bintang 5 di mana pesta meriah Grup Cheng Yi digelar.
"TING." Bunyi penanda lift terdengar seiring pintunya terbuka lebar.
"Sebentar saja, Master Jason. Tidak sopan bila Anda sama sekali tidak menampakkan diri di acara ini. Setelah itu kita bisa menyelinap keluar dari ruang pesta dan pergi beristirahat!" saran Joel Yi dengan bijak yang dengan terpaksa dituruti oleh tuan mudanya.
Sudah nyaris tengah malam dan sebagian besar tamu undangan mulai mabuk minuman keras sajian tuan rumah. Jason melihat ayah dan kakak-kakaknya di sebuah meja lebar dilengkapi sepuluh kursi yang terisi penuh. Dia pun melangkahkan kakinya ke sana dengan berat hati.
"Selamat malam, Papa," ucap Jason lalu menatap kakak kembarnya, Joshua seraya berkata, "Pestanya meriah, di mana kakak iparku yang beruntung itu? Kami belum pernah bertemu sama sekali, jangan sampai dia salah mengenaliku dan berpikir aku suaminya. HA-HA-HA!"
Joshua mendesis kesal, alkohol dalam darahnya semakin membakar emosinya mendengar kata-kata usil adik kembarnya hingga dia memukul meja makan.
"BRAAKK!"
"Dasar adik sialan kau! Apa maksudmu berkata tak senonoh tentang istriku?! Sekali brengsek tetap saja brengsek, tak pernah berubah sekalipun diberi pelajaran keras!" teriak Joshua naik pitam dengan badan sempoyongan berdiri menunjuk ke arah Jason.
Rahang Jason mengetat mendengar kakak kembarnya mengungkit masalah dahulu dia diasingkan ke Pulau K. Rasanya dia ingin menggampar wajah Joshua dan membuat pria itu babak belur.
"CUKUP!" dentum suara Tuan Besar Cheng melerai keributan yang ditimbulkan kedua putera kembarnya.
"Jason, apa kau tak pernah belajar tentang tata krama? Ini hari bahagia kakakmu, tidak bisakah kau sedikit waras dan memberikan ucapan selamat?!" tegur Tuan Winston Cheng yang diperhatikan oleh seisi ruang pesta.
Sementara Joshua tertawa pelan sambil meminum anggur perayaan dari cawan keramik di tangannya. Dia melirik raut muka kembarannya yang mirip dengan dirinya itu, sekilas ada ekspresi kecewa dan amarah di sana. 'Rasakan itu, Jason!' batinnya riang.
Dengan emosi yang terkemas rapi di bawah wajah dinginnya, Jason menyunggingkan senyum palsu seraya menuruti perkataan ayahnya. "Selamat atas pernikahanmu, Kak!" ucapnya ringan.
"Ohh ... senang mendengarnya, Adikku. Nikmati makanan pesta dan bersulanglah untuk kebahagiaanku!" jawab Joshua ramah yang seolah menambah cuka garam di luka hati kembarannya tersebut.
Seorang pelayan membawakan nampan dengan cawan berisi minuman anggur untuk Jason. Pria itu merasa dirinya dipermalukan, tetapi Jason enggan berbuat onar lagi malam ini. Dia hanya ingin segalanya berlalu bagaikan sebuah mimpi buruk yang sesaat saja melintas.
"Gan bei!" seru Jason sebelum meminum isi cawan hingga habis di hadapan keluarganya dan para tamu.
Joshua menyeringai puas. Sekali lagi adik kembarnya itu harus tunduk di hadapannya. Perseteruan mereka sejak kecil lebih banyak dimenangkan olehnya. 'Pecundang tetaplah pecundang!' batinnya.
"Baiklah, sepertinya aku harus mencari kursi untuk duduk merayakan pesta. Perutku lapar sekali setelah berlayar begitu jauh," pamit Jason beralasan karena nampaknya tak ada satu pun yang duduk di meja bundar itu bersedia memberikan tempat untuknya.
Nyonya Helena Cheng menghampiri puteranya itu lalu menggandengnya ke sebuah meja kosong. Para pelayan bergegas menyajikan masakan baru dengan peralatan makan untuk Jason.
"Mama merindukanmu, Jason Puteraku. Kau sudah begitu besar sekarang!" ujar ibunda Jason sembari merangkul bahu pria muda itu.
Sebersit senyum penuh kerinduan terukir di wajah Jason saat menatap Nyonya Helena. Dia menjawab, "Mama, aku pun rindu. Apa kabar, Ma?"
"Selalu baik, Jason. Maafkan Mama yang takut berlayar untuk mengunjungimu di Pulau K. Doa Mama selalu terpanjat untukmu," tutur Nyonya Helena lembut. Dia mengambilkan makanan ke mangkuk nasi putera bungsunya, "makanlah dahulu, katamu tadi kau lapar!"
Maka Jason pun menurut dan mulai makan dengan lahap. Dia memang lapar. Kemudian dia teringat akan Joel Yi yang bersamanya dan melihat ke arah belakang punggungnya. "Joel, duduklah dan makan bersamaku. Kau pasti juga lapar setelah perjalanan jauh!" ujarnya.
Pelayan menyiapkan semangkuk nasi putih untuk Joel Yi. Kemudian pemuda itu menemani tuan mudanya makan malam yang sangat terlambat karena hari jelang tengah malam.
Sambil makan, Jason mendengarkan semua cerita ibundanya tentang perusahaan keluarga Cheng yang kian maju pesat dipegang oleh Joshua di daratan Amerika. Dia hanya mengangguk, tersenyum, dan berkomentar singkat untuk menyenangkan ibunya. Perusahaan maritim miliknya yang berbasis di Pulau K juga sangat maju, tetapi Jason enggan menyombongkan dirinya dan memilih untuk diam.
Seusai makan dengan kenyang, Jason mengecup pipi Nyonya Helena Cheng lalu berpamitan, "Mama, izinkan aku beristirahat malam ini. Rasanya lelah sekali. Terima kasih untuk makanannya, ini lezat!"
"Baiklah, minta kunci kamar hotel ke resepsionis. Suruh saja Joel turun ke lantai lobi kalau kau lelah!" jawab ibunya lalu melepas kepergian Jason.
Namun, Jason tak ingin terkesan bossy. Dia turun ke lantai lobi bersama Joel Yi untuk meminta kunci kamar mereka berdua.
"Selamat malam, atas nama siapa Anda bermalam?" sapa wanita petugas resepsionis itu dengan ramah.
"Selamat malam, Nona. Atas nama Jason Cheng dan satu kamar untuk asisten pribadiku kalau ada!" jawab Jason sopan.
Kemudian dua buah kunci disodorkan ke Jason. Petugas resepsionis itu berkata, "Untuk Tuan Jason Cheng di kamar nomor 3113 dan asisten Anda bisa bermalam di kamar 1001. Berbeda lantai, kedua kamar itu berada di lantai 31 dan 10. Apa Anda mengerti maksud saya, Tuan Jason?"
"Kurasa saya paham. Terima kasih, Nona!" sahut Jason lalu menyerahkan kunci kamar 1001 ke Joel Yi.
Kemudian mereka berpisah lantai, Joel turun terlebih dahulu di lantai 10, sementara dia terus naik hingga lantai teratas hotel bintang 5 itu. Jason memijit leher dan lekuk bahunya karena penat. Dia ingin segera beristirahat.
"Selamat malam, Tuan Muda Jason. Silakan, kamar Anda yang ini!" sambut seorang pria pendek beruban yang telah menunggunya di depan pintu sebuah kamar sesuai nomor kunci akses yang dipegangnya 3113.
"Ohh ... baiklah. Sampaikan terima kasihku ke Nyonya Besar, Pak!" ujar Jason lalu dia membuka pintu kamar tersebut dan segera melangkah masuk.
Jason mengerutkan keningnya merasa aneh dengan kamar tempatnya menginap. Terlalu ramai dengan dekorasi kain merah dan bunga-bunga hias. Dia hanya tamu di acara malam ini, pikirnya. Maka dia keluar lagi tanpa menyadari ada sesosok wanita yang tertidur di atas ranjang.
Pria tua yang tadi menyambutnya masih berada di depan pintu seolah memang menunggunya. Jason bertanya, "Apa aku tidak salah kamar?"
"Sama sekali tidak, Tuan Muda Jason. Ada wanita penghibur yang bisa menemani istirahat Anda malam ini. Semoga Anda berkenan!" jawab pria tua itu sembari tersenyum penuh arti.
"Ohh, aku malah belum melihat wanita itu. Apa dia cantik?" sahut Jason dengan polosnya.
Dia tak menyangka ibundanya akan menyediakan partner ranjang untuk menyambut dirinya agar betah. Namun, tetap besok pagi dia ingin kembali ke Pulau K. Acara keluarga membuatnya muak sejak dulu dan dia selalu saja kabur dari kerumunan.
"Sangat istimewa, wanita itu sengaja dipersiapkan untuk kedatangan Anda. Selamat beristirahat dengan nyaman, Tuan Muda Jason!" ujar pak tua tersebut sembari membungkukkan punggungnya.
Akhirnya Jason kembali masuk ke kamar yang sama dan melihat wanita yang disebutkan oleh pria tua bertubuh pendek tadi. Dia sedikit terpana saat menatap sosok yang terlelap dengan posisi setengah terbaring di kepala ranjang itu.
"Luar biasa menarik, sesuai seleraku!" pujinya dengan tatapan bergairah. Segala rasa kantuk dan lelahnya mendadak sirna. Namun, dia merasa tubuhnya kotor dari perjalanan jauh. Jason pun memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum menghabiskan malam panjang bersama si cantik.
Suara gemericik air dari arah kamar mandi membuat Eva Xin terjaga, dia telah menantikan kedatangan suaminya sejak berjam-jam lalu. Dia tak ingin merajuk di malam pertamanya dan membuat suasana kacau. Maka dia pun melangkah ke cermin meja rias untuk memeriksa penampilannya.Langkah kaki pria itu tak terdengar olehnya dan sepasang lengan kekar berbulu memerangkap tubuh rampingnya yang terbalut selapis kain tipis putih nyaris transparan."Cantik sekali kau, Sayang!" puji suara yang begitu familiar di telinga Eva. Senyum bahagia bersemi di wajah mempelai wanita itu, dia berpikir suaminyalah yang memuji dirinya. "Hubby, aku telah lama menunggumu!" balasnya lalu membalik badannya dan memanjakan pria yang dia sangka suaminya itu dengan kecupan bibir yang memabukkan. Tubuh berlekuknya menempel erat dengan pria yang ada di hadapannya.Pikiran Jason sudah tak lagi fokus karena menerima godaan yang sedemikian dahsyat di panca inderanya. Sekalipun rasanya aneh dipanggil suami oleh wanita penghib
"Ukhh ... kepalaku rasanya seperti mau pecah!" keluh Joshua. Sinar matahari yang terang menyilaukan matanya ketika dia membuka mata pertama kalinya seusai pesta semalam. Kamar pengantin yang dihias dengan indah itu hanya ada dirinya sendirian. Saat kesadaran memasuki benaknya, dia bangun dan mencari mempelai wanitanya yang tak nampak di mana pun. "Eva ... Eva Sayang! Di mana kamu?" panggilnya nyaring sembari memeriksa kamar mandi yang ternyata kosong. Joshua bertolak pinggang dengan setelan jasnya yang kusut. Dia berpikir keras mengenai keberadaan istrinya. Hari memang sudah siang, jam dinding menunjukkan pukul 11.30 waktu New York. Sayup-sayup dia dapat mendengar suara hiruk pikuk lalu lintas di depan hotel bintang 5 yang disewa keluarganya."Apa mungkin Eva sedang menemui sanak saudara kami di restoran hotel? Aku pasti telah membuatnya kecewa karena menungguku semalaman dan malah tumbang karena mabuk berat. Aku harus mandi sekarang!" Joshua pun bergegas melepas pakaiannya dan man
"PRANG!" Sebuah gelas dilempar ke arah kepala pengawalnya dan meleset hingga membentur lantai marmer dan pecah berkeping-keping."Aku tak mau dengar kegagalan kalian menemukan istriku!" bentak Joshua di ruang presdir Grup Cheng Yi East Star Company cabang New York.Tak ada yang berani mendebat perintah Joshua sekalipun para pengawalnya sudah sangat putus asa. Ini adalah hari ketiga pasca menghilangnya Nyonya Muda Cheng. Ada kepanikan yang mencekam di keluarga Cheng, mereka merasa bersalah kepada keluarga Xin karena keteledoran putera kesayangan Tuan Besar Winston Cheng tersebut dalam menjaga Eva Xin."Hey, Lucas. Apa ada kabar dari kepala sekuriti Hotel North Star American tentang rekaman CCTV di malam perayaan pernikahanku?" tanya Joshua dengan kedua kepalan tangannya terbenam di saku celana kain sembari menatap asisten kepercayaannya.Pria monolid berambut cepak dengan tubuh setinggi 190cm itu menggelengkan kepalanya. "Nihil, Tuan Muda Joshua. Nampaknya memang ada pihak yang sengaja
"Ikat talinya kuat-kuat! Master Jason siap untuk turun ke dermaga," teriak mandor kapal Great Oceania, Adam Huo.Anak buahnya segera mengerjakan perintah mandor kapal. Mereka juga memasang jembatan kayu dari kapal ke jalan dermaga yang terpisah oleh air. "Eva, ayo kita naik ke daratan. Kau pasti akan menyukai pemandangan Pulau K. Kuharap kau betah tinggal di sini, Sayangku!" ujar Jason seraya merangkul bahu wanita cantik yang memasang cadar hitam ke wajahnya. Memang sudah kebiasaan Eva Xin menutupi sebagian wajahnya sejak kecil seperti itu. Jason tidak keberatan karena dia pun merasa kecantikan wanita penghiburnya yang baru itu agak di atas standar. Menikmati privilege untuk berhadapan langsung dengan Eva Xin tanpa cadar sungguh istimewa bagi Jason.Ketika Eva Xin turun dari kapal, dia terkesima melihat hamparan bangunan atap warna-warni di perbukitan yang langsung menghadap ke pantai dengan permukaan air lautan yang membiru bak saphire tertimpa cahaya. Pohon-pohon bunga Bougenville
"Rumah peristirahatan ini sangat luas dan indah, Hubby. Apa boleh aku bertanya sampai kapan kita akan tinggal di Pulau K?" ujar Eva Xin sambil melingkarkan tangannya di lengan kekar pria jangkung di sisinya.Jason semakin curiga bahwa wanita itu adalah kakak iparnya. Dia pun bersandiwara, "Apa kamu lebih suka tinggal di New York, Eva? Setelah menjadi istriku seharusnya kau ikut di mana aku menetap bukan?""Hmm ... Joshua, aku merindukan Golden Lantern Restaurant setelah beberapa hari tidak masuk ke dapur untuk memasak. Bagaimana kalau kau mengizinkanku memasak di sini juga kapan-kapan?" jawab Eva Xin seturut kata hatinya tanpa menyadari sedikit pun pria yang sedang berjalan di taman bersamanya itu bukanlah suaminya, Joshua Cheng."Tentu saja boleh, aku akan suruh Joel untuk menyampaikannya ke koki rumah agar mengizinkanmu memakai dapurnya kapan saja. Apa kamu senang, Eva? Namun, sepertinya aku ingin kita menetap di Pulau K untuk kurun waktu yang lama. Bisnis yang kujalankan membutuhka
"Uugh, beri aku air ... haus!" rintih Joshua dengan bulir keringat membasahi tubuhnya dan wajahnya pun memerah karena demam yang dideritanya.Nyonya Helena Cheng menyodorkan segelas air putih ke dekat bibir puteranya. Tatapannya iba melihat Joshua sedemikian menderita pasca kehilangan istri yang baru saja dinikahinya. "Nak, makanlah bubur lalu minum ramuan tabib keluarga kita!" ujar wanita beruban yang masih nampak cantik di usianya kepala lima itu.Joshua menggelengkan kepalanya. "Nanti dulu, Ma. Aku tidak lapar!" tolak pria itu dengan melengos ke samping kiri menghadap dinding kamar tidurnya untuk menghindari tatapan ibundanya yang membuat dirinya lebih terluka."Kalau kamu masih mencintai Eva dan ingin dia kembali, maka kamu harus bangkit, Josh! Jangan membiarkan pikiran negatif merusak kesehatanmu apalagi membahayakan nyawamu. Ribuan karyawan Grup Cheng Yi membutuhkanmu untuk kelangsungan kehidupan mereka. Kamu pemimpin masa depan keluarga Cheng. Mama sangat kuatir melihatmu begin
"Hubby, berapa lama kita akan tiba di Italia?" tanya Eva Xin bergelanyut manja di dada Jason Cheng. Wanita itu benar-benar tak menaruh curiga sedikit pun bahwa pria yang mencumbu dan memanjakannya sejak malam pertama di New York adalah adik kembar suaminya.Dengan tatapan penuh kasih, Jason membelai wajah cantik kakak iparnya yang kini menjadi wanitanya. Dia berbisik di telinga Eva Xin, "Untuk apa bertanya? Di mana pun kita berdua menghabiskan waktu akan sama saja, Eva."Pipi Eva sontak merona, dia mengerti betul apa yang dikatakan pria yang dia pikir adalah suaminya. Mereka terus menerus bermesraan dan berakhir dengan pergumulan panas di ranjang setiap malam hingga pagi bangun tidur pun selalu begitu. Jason hanya tidak menyentuhnya ketika berada di luar kamar dan bekerja. "Kamu yang biasanya workaholic bisa meninggalkan pekerjaanmu yang hectic itu hanya untuk berbulan madu ke Italia denganku. Kenapa tidak kembali ke New York saja? Aku tersanjung dengan perhatianmu, Hubby!" sindir Ev
"Selamat pagi, Presdir!" Sambutan hangat serempak yang mengiringi langkah-langkah tegap Joshua terdengar sepanjang lantai pusat perbelanjaan milik Grup Cheng Yi East Star. Dia selalu menggunakan tangga berjalan manual dibanding lift untuk berkeliling melihat kondisi mall secara langsung.Tatapan kagum dan mendamba dari para karyawati mall yang berharap bisa mendapat sedikit perhatian darinya mengiringi kepergian Joshua hingga berakhir di ruangan CEO lantai enam.Sesampai di kantor, Joshua menghenyakkan tubuhnya di kursi nyaman bersandaran tinggi berlapis kulit hitam. Dia melirik tajam ke asisten kepercayaannya, Lucas Wang lalu berkata dengan nada kasar, "Dasar tolol! Apa kerja kalian selama sebulan ini, hah? Bahkan mencari seorang wanita saja tidak bisa!""Maafkan kami, Tuan Muda. Namun, tak ada petunjuk yang bisa didapat saat malam Nyonya Eva Xin lenyap. CCTV hotel kebetulan rusak sehingga tidak merekam kejadian di lorong semua lantai hingga lobi. Saya menduga memang penculikan ini t