"Apa kau lebih suka kita saling bunuh karena seorang wanita, Josh?!" tanya Jason jujur. Dia sudah lelah menghadapi tingkah konyol kakak kembarnya yang mengejar-ngejar Eva Xin.Joshua pun tertawa kering. "Hey, itu terserah kau saja Jason. Yang jelas aku ingin Eva kembali kepadaku!" "Ckk ... kau tak pernah berubah. Persoalannya, Eva itu bukan barang yang bisa diperebutkan seperti mainan sewaktu kita kecil dulu. Mungkin aku dahulu selalu mengalah kepadamu karena kau adalah kakakku. Namun, kini berbeda. Eva adalah istriku dan ibu dari anak-anakku!" tutur Jason mencoba menyadarkan kakaknya itu sebelum dia tak bisa lagi bersabar."Memangnya apa yang akan kau lakukan bila aku nekad membawa Eva ke New York? Toh, wanita itu sama saja. Ketika dia kau tiduri di New York, dia sebelumnya telah tujuh tahun lamanya berhubungan dekat sebagai kekasih bersamamu. Lihat dia sekarang ... Eva menganggapmu seolah telah mengenalnya seumur hidup. Sama halnya bila dia kubawa kembali di sisiku tanpa bertemu la
Ketika mengetahui istrinya menangisinya dan panik takut kehilangan nyawanya, Jason tak tega untuk bersandiwara lebih lama lagi. Dia membuka matanya lalu berkata, "Eva, aku baik-baik saja. Pelurunya hanya mengenai rompi anti peluru yang kupakai di bawah pakaian ini!"Seisi mobil pun lega mendengar perkataan Jason. Bahkan, sopir pribadinya menepikan mobil dari jalan raya yang tadinya mengebut untuk membawa majikannya ke rumah sakit."Jason, syukurlah!" seru Eva Xin lega lalu mendekap erat tubuh suaminya yang memang sama sekali tak berdarah. "Aku hanya tak menyangka Joshua akan setega itu menarik pelatuk pistolnya ke arahku. Hmm ... dia akan sangat menyesalinya kali ini!" ujar Jason sembari membelai punggung istrinya. Dia lalu berkata kepada Charlie Huang yang duduk di sebelah bangku pengemudi, "Charlie, telepon rekan-rekan pengawalmu di restoran. Suruh mereka mengamankan Joshua dan anak buahnya. Kemudian telepon Komandan Ekin Lau, dia pasti mengerti apa yang harus dilakukan terhadap o
Resort exclusive yang disewa oleh Jason agak jauh dari kota Kaki Naga di Pulau K. Letaknya di teluk yang menghadap langsung ke Samudera Pasifik. Pemandangannya sangat indah karena berbatasan dengan pantai berpasir putih. "Hubby, berapa lama kita akan tinggal di sini? Apa untuk menghindari Joshua?" tanya Eva Xin yang berdiri di balkon lantai dua unit resort mewah itu. Lengan kokoh suaminya melingkari perutnya yang masih rata.Jason pun menjawab, "Kalau untukmu, kurasa akan lebih lama untuk tinggal di sini, Eva. Aku akan beberapa kali berangkat ke Kota Kaki Naga untuk bisnis dan lain sebagainya. Joshua? Dia tak mungkin mengejar kita ke mari. HA-HA-HA!""Kenapa Jason? Apa Joshua telah kembali ke New York?" tanya Eva Xin penasaran menoleh ke arah suaminya yang tersenyum misterius."Tak perlu kamu pikirkan, Darling. Joshua perlu menenangkan dirinya usai menembak adik kembarnya sendiri. Kuharap dia akan menyesal dan tak mengulangi kejahatannya lagi!" jawab Jason tanpa mengatakan bahwa Josh
"Ckk ... sialan! Kapan aku bisa keluar dari penjara sialan ini?! Makanannya ingin membuatku muntah, tapi bila tidak dimakan lambungku akan meradang. Aku benci sekali padamu, Jason. Pasti kau yang telah membuatku ditahan di sini!" gerutu Joshua sambil duduk di lantai sel tahanan kepolisian Pulau K.Di hadapannya sepiring nasi dengan kuah, potongan kubis, tahu kecil-kecil, dan telur orak-arik dalam kuah terhidang menyedihkan. Makanan penjara terasa hambar dan bertujuan cukup mengganjal perut saja agar tidak mati kelaparan di dalam tempat terkutuk itu.Sudah sepuluh hari pria yang terpandang di daerah Chinatown, New York itu menjalani kesengsaraan hukumannya. Padahal kasusnya bahkan belum dibawa ke persidangan sama sekali. Tubuh yang awalnya kekar berotot atletis karena selalu mendapat asupan makanan bergizi terbaik buatan chef, kini menjadi kurus dan pipinya tirus seperti gembel.Joshua menyingkirkan piring makan malamnya. Napsu makannya menguap dan dia memilih untuk tidur saja di lanta
"Ughh!" erang Eva Xin ketika terbangun dengan tubuh lemas di pagi hari. Semalam suaminya yang perkasa itu seperti kuda jantan yang liar dan tak henti-hentinya meminta dirinya bertahan. "Hai, Cantik. Sudah bangun rupanya, kuharap kau baik-baik saja!" sapa Jason seraya meraih Eva Xin merapat ke tubuhnya di bawah selimut.Nyonya Muda Cheng pun menjawab, "Selamat pagi, Hubby. Aku lelah, mungkin setelah dokter menyatakan bahwa aku positif hamil, kamu harus sedikit menahan gairahmu yang besar itu. Adiknya Ares akan berada dalam bahaya kalau kita bercinta terlalu liar!"Teguran Eva Xin ditanggapi dengan baik oleh Jason. Dia lalu berkata, "Maafkan kecerobohanku, Eva. Lain kali aku akan menahan diri. Mungkin cukup dua ronde saja per malam, okay?"Wanita itu terkikik menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa kau sudah kecanduan bercinta denganku, Jason?" tukasnya seakan tak percaya."Aku akan sakit kalau tak mendapatkan dosis bercinta yang cukup setiap hari darimu, Darling!" balas Jason yang membua
"Kawaguchi, ini Joshua Cheng. Setelah sekian lama aku membiarkan utang budimu tak terbalas. Kini, nampaknya aku akan membutuhkan bantuanmu!" tutur Joshua di teleponnya. Dia memandangi sosok dirinya di pantulan kaca wastafel kamar mandi kabin kapal pesiar mewahnya. Wajah tirus itu dipenuhi cambang tebal bersemak, matanya cekung karena gizi buruk selama di penjara Pulau K. Perasaan tak sukanya kepada Jason semakin menjadi-jadi."Halo, Master Joshua Cheng. Tentu, bantuan semacam apa yang Anda perlukan?" jawab Kawaguchi Takeda yang tinggal di Hokaido, Jepang."Aku ingin orangmu mencelakai sebuah keluarga di Pulau K. Detailnya akan kukirim lewat pesan setelah ini. Terima kasih atas kesediaanmu membantuku, jasamu tak akan kulupakan!" balas Joshua dengan seringai puas menghiasi wajahnya.Setelah menutup teleponnya ke Jepang, pria itu segera mengetik apa yang diinginkannya. "Mampus kau, Jason! Kali ini tak akan ada yang bisa membuktikan kecelakaan nanti adalah perintah dariku!" gumamnya jaha
Julia Ang sangat beruntung karena ketika dini hari itu dia menyelinap meninggalkan mansion mewah pemberian Joshua Cheng untuknya tersebut, para pengawal pria itu tengah terlelap di sofa ruang tengah dan ruang tamu. Mereka masih manusia biasa yang butuh istirahat setelah mengawal majikan mereka sepanjang hari bahkan terombang-ambing naik kapal berhari-hari di lautan. Wanita yang tengah hamil tiga bulan tersebut hanya menjinjing sebuah travel bag berukuran sedang tanpa membawa koper sama sekali dan sebuah tas wanita dikempitnya di ketiak. Segera Julia Ang berlari-lari kecil menyusuri bayang-bayang tanaman hias tinggi serta pepohonan di halaman depan mansion agar tidak ketahuan penjaga. Beruntung saat melewati pos satpam, pria tersebut tak ada di tempat. Kemungkinan sedang buang hajat di toilet, duga Julia Ang lega. Dengan hati-hati dia membuka pintu gerbang dengan kunci miliknya lalu memasang gembok lagi ke kait gerendel pintu gerbang.Langit masih gelap di atas kota Queens, New York.
"Brenda, kau sudah besar sekarang. Cantik sekali!" puji Tuan Winston Cheng ketika menemui sobat kentalnya bersama putri bungsu keturunan Grup Yin Zhen, tycoon yang bergerak di bisnis media di New York.Gadis berambut sepinggang bergelombang warna cokelat itu tersipu malu seraya menjawab sopan, "Paman Winston terlalu memujiku!""Charles, bagaimana rencana kita? Apa jadi Brenda menggantikan putri keluarga Xin itu? Eva sudah diperistri oleh Jason, adik kembar putra kesayanganku!" ujar Tuan Besar Cheng penuh harap. Baginya sebuah pernikahan dari pewaris Grup Cheng Yi East Star harus menjadi sebuah kerja sama yang menguntungkan.Dengan senyum lebar Charles Yin mengangguk-angguk yakin. "Kita tunggu saja kedatangan Joshua. Mereka berdua serasi masih sama-sama belia dan berkarir bagus di perusahaan masing-masing," jawabnya senang. Menjadi besan dari Grup Cheng Yi adalah impian sebagian besar grup konglomerat asal Cina yang menetap di Negri Paman Sam ini."TOK TOK TOK.""Masuk!" jawab Tuan Win