Home / Romansa / Malam Penuh Topeng / Satu Malam Saat Itu (Bagian 3 — 18+)

Share

Satu Malam Saat Itu (Bagian 3 — 18+)

Author: Yuan
last update Last Updated: 2024-04-02 01:11:31

Hiraya menarik nafas, merasakan bibir Alaric di lehernya. Dia dapat menyadari betapa panas hela nafasnya, setiap ciuman yang mendarat di kulitnya begitu hangat dan membara sementara tangannya mengusap lengannya. Dia bahkan sudah lupa dimana dia meletakkan sarung tangan serta sepatunya — mungkin tertinggal di taman.

Dia menutup matanya sejenak. Sulit untuk berpikir ketika–

“Alaric!”

Dia menyangga tubuhnya dengan kedua lengan, menunduk pada laki-laki itu yang tengah memainkan pahanya, mengecup begitu banyak kulit disana. “Yang tenang, Aya,” tegurnya, tersenyum. “Aku takkan melukaimu.”

Namun Hiraya dapat merasakan tangan di atas rusuknya, membuatnya mendongak. Sedikit kerlip terjatuh dari rambutnya, dan bahkan beberapa tersisa pada laki-laki itu.

Alaric menyentuh pipinya kembali, mengecup bibirnya sebelum membaliknya, memberikan sentuhan yang sama pada tengkuknya sementara dia dapat merasakan tangannya bermain di kancing gaunnya.

Dia menunduk, ragu, teringat akan korsetnya yang begitu rumit. “Apa kau bisa melakukannya?”

Getar tawa Alaric terdengar, lalu kecupan di telinganya. “Kenapa aku tak bisa melakukannya?”

“Entahlah,” ucapnya, memerah. “Bahkan aku membutuhkan bantuan.”

“Ya?” dia tertawa. “Kau harus meminta bantuan padaku,” komentarnya, “Aku mahir melakukan ini.”

Dengan ucapan itu, dia merasakan tali korsetnya sendiri terlepas ketika udara lebih mudah masuk ke paru-parunya, membuatnya menarik nafas. Hiraya menoleh padanya, mata membulat. “Kau–”

“Lihat ‘kan?” bisiknya, meraih dagu untuk menciumnya kembali. “Aku mahir.”

Mungkin sebaiknya Hiraya mempertanyakan kenapa laki-laki itu lebih baik dalam membuka korset dibanding dirinya. Mungkin sebaiknya dia bertanya padanya tentang seberapa banyak dia melakukan itu hingga begitu mampu dalam menerka kemana talinya pergi.

Namun dia sebaiknya tak terlalu memikirkannya, karena Alaric telah membaliknya kembali dan membaringkannya ke atas bantal.

Dia memperhatikannya menarik kemeja longgarnya hingga terbuka, menampakkan torso dengan otot yang keras. Tidak seperti paman-paman menggelikan yang selalu dia lihat ketika dia berkeliaran terlalu jauh di pasar. Tidak. Alaric lebih–

“Kau boleh menyentuhnya,” dia meyakinkan, meraih tangannya untuk menyentuhkan diri pada gadis itu. “Kau tak perlu takut.”

Dan ketika dia teralihkan oleh tubuhnya, Alaric berhasil menyingkirkan korset dan gaunnya, menarik dalamannya turun hingga dia harus menekuk kaki dan menutupi dadanya dengan tangannya sendiri.

Namun laki-laki itu meletakkan jari di dagu, memintanya untuk memperhatikannya sebelum mencium bibirnya, menyingkirkan tangan yang ada di dadanya.

“Alaric–”

“Tak apa untuk menunjukkan dirimu,” dia meyakinkan, dan Hiraya dengan ragu membiarkan tangannya menjauh dari dada, membiarkan udara menyentuh pucuknya, membuatnya menutup mata.

“Dingin?”

“Sedikit,” bisiknya, menarik nafas dan meremas rambut Alaric ketika laki-laki itu memasukkan salah satu ke dalam mulutnya, satu tangan meremasnya.

“Oh, tidak,” bisiknya. “Tidak, Alaric. Ah.”

Dia dapat merasakan satu kaki Alaric berada di antaranya, menjepit mereka terbuka dan bergerak, gesekannya tepat di tengahnya. Hiraya merasakan seluruh inderanya terbuka.

Dia dapat mendengar desahannya, matanya tertutup, dan wangi ruangan laki-laki itu menyeruak. Tangannya meremas bantalnya sementara yang lain menyentuh kepalanya, memaksanya untuk tetap melanjutkan apa yang dia lakukan atau menjauh.

Hiraya tak lagi tahu.

Yang dia rasakan saat ini terlalu membuncah. Dia ingin menjauh dari sana. Melarikan diri sebelum dia merasakan dirinya meledak. Namun tak bisa. Alaric telah menjebaknya, membuatnya ingin datang lagi dan lagi ke dalam sentuhannya.

Dan ketika dia merasakan daratan ciuman di atas perutnya, dia hanya mampu menghela nafas, menutup mata. Kecupan Alaric selalu terasa menenangkan, seolah menghilangkan apa yang tadinya dia lakukan.

“Aku tak tahu apa yang kau sukai,” bisiknya pada akhirnya, ciumannya naik ke atasnya dan Hiraya takut akan siraman perasaan yang menyerangnya ketika dia mengecup dadanya kembali. “Apa yang kau rasakan?”

Gadis itu menarik nafas, menutup mata sejenak sebelum membukanya. Dia dapat memperhatikan wajah penuh harap darinya, membuatnya mengusap pipi dan mulai kembali bertanya-tanya jika dia melakukan ini pada setiap wanita yang dia temui — membawanya menuju nyaris ke puncak sebelum memaksanya turun kembali.

“Aya,” bisiknya kembali, menyentuh pipinya. “Apa kau menyukainya?”

Hiraya berkedip, memperhatikan kedua mata tersebut. “Iya,” dia membalas. “Terasa menyesakkan pada awalnya, tapi aku mulai menikmatinya dalam beberapa saat.”

Senyuman Alaric kembali. “Ya?” sahutnya, mencium lehernya kembali. “Kau menyukainya?”

Ada sebagian kecil dari Hiraya yang membuatnya menyesal bahwa dia mengatakan itu. Bahwa dia telah membawakan satu titik arogansi pada laki-laki yang kembali berada di atasnya, mengusap lengannya sebelum duduk, meraih kakinya dan membuatnya berada di antaranya. Dan Hiraya merasa bahwa dia takkan tahu apa yang akan dia lakukan padanya setelah ini.

Namun Alaric menundukkan kepala, pandangan tak pernah lepas darinya, dan dia merasakan ciuman tepat di atasnya, membuatnya menarik nafas, meraih rambut kecoklatan tersebut.

“Alaric!”

“Yang tenang, Aya,” tegurnya kembali. “Yang tenang, gadis cantikku.”

Hiraya merasakan dirinya bergetar pada panggilan itu, walaupun dia tahu bahwa Alaric hanya tengah menenangkannya di dalam kabut nafsu — untuk tetap membuatnya bersamanya, untuk tetap membuatnya mengikutinya.

 Hiraya dapat merasakan jemari bergabung dengan bibirnya, dan dia menarik nafas, desahannya terdengar di ruangan.

“Alaric,” bisiknya, terengah, tangannya meremas selimut sementara dia menyangga tubuh dengan kedua lengannya, berusaha melihat apa yang tengah dia lakukan. “Alaric. Astaga, Tuhanku–”

Geraman laki-laki itu turun hingga ke pusatnya, membuatnya bergetar. “Namaku, Aya,” perintahnya. “Namaku.”

“Alaric,” panggilnya, menjatuhkan diri ke ranjang. “Alaric, Alaric.”

Satu tangannya naik, mengusap tubuhnya dari perut menuju dada, meremas satu sebelum Hiraya merenggutnya ke dalam genggaman, meremas tangan tersebut ketika dia merasakan dirinya sendiri naik ke puncak, desahannya semakin kentara, dengan setia mengucapkan nama laki-laki yang baru saja dia temui di pesta malam itu.

Jemari Alaric ikut bertautan dengannya, seolah meyakinkannya untuk melakukan apapun, sementara bibir, lidah, dan jarinya bermain di pusatnya, membuka dan menjelajahi tempat dimana tak seharusnya ada yang masuk kesana. Hiraya merasakan matanya berputar ke belakang, punggungnya melengkung.

Tepat ketika Alaric melepasnya.

“Tidak!” jeritnya, mata memohon ketika melihatnya tersenyum kecil. “Kumohon,” dia berbisik. “Kumohon, Alaric. Kumohon–”

“Seberapa dekat?”

Dia awalnya tak memahaminya, namun untuk sejenak, Hiraya tahu apa yang dia tanyakan. “Dekat,” balasnya, nafas terengah. “Sangat dekat. Kumohon. Jangan berhenti. Jangan–”

Gadis itu menjerit kembali ketika merasakannya membenamkan kepala ke selangkangannya, dua jarinya membuka miliknya sebelum lidahnya meluncur masuk ke dalam, bergerak cepat. Mungkin seluruh Crimsonrealm mampu mendengar suaranya. Mungkin dia takkan bisa menampakkan wajahnya di kota setelah malam ini.

Namun tak ada yang bisa dia pikirkan sementara tangannya meremas bantal, punggungnya kembali melengkung, sementara satu tangannya yang lain meremas rambut Alaric, memohon untuk tak berhenti.

Hingga puncaknya tiba, jeritan teredam tangan laki-laki itu.

Related chapters

  • Malam Penuh Topeng   Satu Malam Saat itu (Bagian 4)

    Hiraya menarik nafas, terbangun. Tangannya berada di atas dada Alaric, membuatnya menelusurinya sementara alam bawah sadarnya masih terlalu banyak mengganggu pemikirannya. Mungkin dia seharusnya pergi, akan sedikit canggung baginya jika dia tetap tinggal. Namun dia merasakan usapan di punggungnya, lalu tangan Alaric yang masih tetap berada di lengan dan pundaknya. Dan Hiraya sedikit menahan diri untuk bergerak. Lagipula, dia merasa bahwa dia akan terjatuh jika dia berjalan sekarang. Laki-laki itu dengan begitu murah hati tidak meminta gilirannya tadi malam, dan walaupun dia merasa sedikit tidak enak, Hiraya meyakinkan diri bahwa itu bukan masalah besar. Juga, tadi malam adalah kali pertamanya. Akan sedikit menyesakkan jika dia melakukan segalanya sekaligus. “Jangan berpikir untuk melarikan diri dariku,” dia memperingatkan pada malam tadi, menggenggam erat tangannya sementara dia berbaring di atasnya. “Aku akan menemukanmu jika begitu.” Dia tertawa. “Kalau begitu, kau tak perlu taku

    Last Updated : 2024-04-02
  • Malam Penuh Topeng   Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 1)

    Alaric menarik nafas, mengerang ketika terbangun, matanya segera terbuka ketika rabaan tangan di sampingnya hanyalah kosong dengan selimut yang tersibak. Bahkan ketika dia tertidur tadi malam, ada sebuah perasaan yang memohon padanya untuk terus membuka mata. Bahwa gadis itu akan pergi seperti embun mengucapkan selamat tinggal di bawah sinar matahari. Dan dia benar. “Selamat pagi, Sepupu.” Pangeran itu menoleh, menatap pada sepupunya yang telah menuangkan teh untuk dirinya sendiri, duduk di meja dan kursi sarapannya, kaki tersilang. “Sejak kapan kau ada disini?” “Kau tak senang karena melihatku?” tanya Dimitri, meletakkan cangkirnya. “Atau kau hanya tak senang karena aku bukan yang ingin kau lihat pagi ini?” Dia menghela nafas. Dimitri Fernthier adalah putra sang duke dari Flarevana, yang juga merupakan pamannya — kakak sang ratu. Namun dengan segala kedekatan mereka, Alaric begitu berharap bahwa adik sepupunya itu tak terlalu sering menyelinap masuk ke dalam ruangannya. Teruta

    Last Updated : 2024-04-02
  • Malam Penuh Topeng   Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 2)

    “Aku tak percaya kau membawaku kemari.” Dimitri tertawa, memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Para debutante duduk bersama keluarga mereka, beberapa anak memainkan lempar lingkaran dan bola, beberapa melayangkan layangan. Para bangsawan berkumpul dan berbisik, memperhatikan gadis-gadis yang melewati mereka sebelum melanjutkan pembicaraan. Promenade penuh dengan taktik perjodohan — gerakan kipas, pandangan mata, dan senyum penuh hormat. Dia mungkin akan menikmatinya jika itu bukan karena dia terlalu memikirkan malamnya bersama Aya. “Ayolah,” mulai sepupunya. “Aku yakin kau akan menemukannya.” Alaric berdeham, memperbaiki pakaiannya sebelum berjalan mengikutinya. “Apa yang membuatmu begitu yakin bahwa dia ada?” “Entahlah,” dia membalas. “Aku juga tak yakin sebenarnya — tapi setiap debutante tahun ini akan berada disini. Aku yakin dia juga. Jika dia tak ingin, aku yakin ibunya akan membuatnya berada disini.” Mungkinkah? Dia melihat betapa gelisahnya Aya ketika dia belum me

    Last Updated : 2024-04-04
  • Malam Penuh Topeng   Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 3)

    Sang ratu adalah seorang dengan kesukaan terhadap musik dan anjing, membuat baik Alaric maupun Dimitri duduk di depannya dengan kaku, sementara pangeran itu memperhatikan seekor yang tengah digendong ibunya.“Alaric,” panggilnya, mengusap anjingnya.“Ya, Ibu.”“Bukan kau, Sayangku,” dia meralat. “Aku menamai ini Alaric, lucu bukan?”Dia mendengar kekehan dari Dimitri, yang berusaha meredam tawa di balik cangkir tehnya. Dan untuk sejenak, Alaric tergoda untuk menendang sepupunya tepat di tulang kering. Mungkin itu akan memuaskan kekesalannya.“Aku rasa aku bisa merubah namanya,” ucap sang ratu kembali. “Jika kau tidak bersikap seperti dia yang senang berlari tanpa mendengarkanku. Faktanya, anjingku yang ini adalah yang paling tidak bisa dikendalikan.”“Ibu,” dia berdeham. “Ibu menyakanku dengan anjing milik Ibu?”Sekali lagi, Alaric mendengar tawa teredam dari sepupunya, cangkir teh yang dia genggam bergetar karena menahan setiap hembusan nafas yang ingin di keluarkan keras-keras. Alar

    Last Updated : 2024-04-05
  • Malam Penuh Topeng   Dia yang Tak Terlupakan (Bagian 4)

    Alaric tak tahu menahu tentang apa yang ingin dibicarakan oleh ibunya dengan sepupunya. Sejujurnya, dia juga tak ingin tahu. Dimitri memiliki sedikit kebebasan sebagai putra sang duke, membiarkan dirinya sendiri berada di dalam gemerlap pesta-pesta dan minuman.Sang pangeran tak memiliki kemewahan itu.Tapi itu memberinya sedikit rasa bersyukur bahwa dia takkan mendapatkan masalah soal itu. Walaupun sebentar lagi dia akan terjerat masalah jika dia tak menemukan Aya.Dia tengah berjalan-jalan di kota, memperhatikan orang-orang lalu lalang. Beberapa gadis dan ibu mereka menuju toko pakaian, beberapa debutante dan peminang mereka berada di kedai teh, bercengkrama ditemani para pendamping.Dia ingin tahu jika ada seorang bangsawan yang mengetuk rumah Aya dan memperkenalkan diri, memberikannya bunga dan pujian demi memenangkan hatinya.Jika dia berada disana, mereka semua akan kalah. Alaric akan memberikannya hadiah gaun dan perhiasan yang lebih berharga dari yang mereka persembahkan. Dia

    Last Updated : 2024-04-06
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 1)

    Diora membuka pintu rumah Hiraya, menghela nafas ketika menyadari bahwa itu tak terkunci. Temannya memiliki sebuah kebiasaan dimana dia lupa untuk menutup pintu rapat-rapat sebelum dia pergi. Gadis itu sangat yakin bahwa dia tengah berada di rumah pamannya, membantu pekerjaan rumah.Atau dia harus mengatakan bahwa Hiraya adalah salah satu pembantu di dalam rumah tersebut. Temannya itu akan kembali ketika sore tiba. Satu-satunya saat dimana dia tak berada disana adalah ketika makan pagi. Dimana yang lain mengambil alih. Namun Hiraya harus tetap berada disana hingga sebelum makan malam nanti.Diora membenci keluarga paman temannya dengan sepenuh hatinya.Waktu telah mencapai pukul lima ketika gadis itu kembali, membuka pintu tanpa mempertanyakan banyak hal, bahkan ketika dia melihat temannya merebahkan diri di tempat

    Last Updated : 2024-04-07
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 2)

    Hiraya memperhatikan Diora yang kini terbaring di ranjangnya, matanya kosong penuh rasa sedih dan penasaran. Dia merasa gagal berempati dengan temannya sendiri, namun dia tak bisa memaksakan dirinya untuk mengatakan bahwa dia mengetahui perasaannya.“Bagaimana kau bisa melakukan itu?” tanya Diora, membuatnya menoleh kembali padanya, bergumam penuh pertanyaan. “Bersikap seolah tak terjadi apapun.”Dia tidak.Sudah semenjak pagi tadi dia menyesali apa yang terjadi bersama Alaric — mencoba menghapusnya dari ingatan dan mengalihkan perhatiannya. Walaupun dia merasa bahwa laki-laki itu menemukannya tepat ketika dia berjalan menuju rumah pamannya.Dia memberikan selamat pada dirinya sendiri ketika berhasil menghindar. Ketika dia tak menggubris pan

    Last Updated : 2024-04-07
  • Malam Penuh Topeng   Rumah Kecil Hiraya (Bagian 3)

    Ketika dia membuka mata, Hiraya mendapati dirinya kembali ke taman, lampu-lampu yang temaram menyala di sekitarnya, sementara gemerisik dedaunan berbisik ketika dia berjalan melewatinya.Taman memiliki jalur setapak yang sedikit sempit, namun tak mustahil baginya untuk berjalan sementara dia berada di dalam gaunnya. Dia tak memahami apa yang membawanya kemari, mengernyitkan dahi sementara matanya berusaha melihat melalui lampu temaram.Dia dapat menyadari sebuah ruang terbuka di ujung lorong dedaunan, memperhatikan seorang laki-laki yang berdiri di tengahnya. Pakaiannya hitam, lebih gelap dari rambutnya yang kecoklatan.Ketika dia berbalik, Alaric tersenyum padanya, mengulurkan tangan.Dan Entah kenapa, Hiraya mendapati dirinya menerima uluran itu, membalas senyumannya s

    Last Updated : 2024-04-08

Latest chapter

  • Malam Penuh Topeng   Epilog

    Enam tahun kemudianBloomingflame adalah sebuah pedesaan yang sangat sunyi. Begitu sunyi hingga bahkan teriakan Hiraya dapat terdengar malam itu.Sang putri mahkota telah memutuskan untuk menghabiskan masa kehamilannya yang kedua di rumah ibunya, mengulang apa yang Viscountess Clearwing alami selama dia memilikinya.Sang putra mahkota berada di luar, menggendong putra mereka yang dalam diam mengkhawatirkan ibunya.“Dia akan baik-baik saja,” Alaric meyakinkan. “Ibumu adalah orang yang kuat. Dia akan melahirkan adikmu dan segera kembali pada kita.”Vien menganggukkan kepala, namun terus mengeratkan pelukannya pada sang ayah, meneteskan air mata ketika mendengar ibunya berteriak kembali.

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 3)

    Pesta dansa terakhir berada di Flarevana, tepat di kediaman putra sang duke dan istrinya — Dimitri dan Diora Fernthier.Itu berarti bahwa mereka yang diundang akan pergi dan diberikan penginapan selama mereka tinggal untuk pesta dansa tersebut. Termasuk pada putra dan putri mahkota kerajaan mereka.Hiraya mengintip dari jendela kereta mereka, sementara Alaric berada di depannya. Gadis itu tersenyum kecil, sementara suaminya menyentuh tangannya, menggenggamnya erat.“Ini adalah kali pertamamu datang kemari, benar ‘kan?”Dia menganggukkan kepala, tersenyum. “Kau sudah sering kemari?”“Tentu saja,” ucapnya. “Keluarga Fernthier adalah sepupu kita — aku telah menghabiskan

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 2)

    Hiraya dapat merasakan seluruh pasang mata menghadap ke arahnya. Ruang singgasana begitu luas, dan mereka memberikan jalan padanya melalui jalur karpet merah menuju Alaric, bersama dengan sang raja dan ratu yang menunggu di depannya.Tidak.Dia berusaha untuk tidak menyentuh tangannya yang bergetar, sementara sepatu yang membawanya ke arah mereka teredam, menutup gema yang seharusnya ada ketika dia menapaki lantai marmernya.Akan sangat aneh jika dia mundur dan melarikan diri. Namun Hiraya dapat merasakan sesak di dadanya, dia terlalu gugup untuk ini.Berjalan menuju mereka terasa begitu mudah, namun sulit di saat yang sama. Takkan ada kesempatan untuk berbalik ketika dia sudah sampai di ujung sana.Dia akan benar-benar menja

  • Malam Penuh Topeng   Pada Akhirnya (Bagian 1)

    Sepanjang hidupnya, Hiraya tak pernah mengira bahwa dia akan menjadi salah satu dari daftar yang langsung diterima sang ratu ketika dia mengundangnya untuk datang dan minum teh di serambinya.Sang ratu duduk di depannya, menyeruput teh yang disediakan, bersamaan dengan kue yang telah dengan hati-hati Eloise susun di atas meja.“Aku yakin kau memiliki alasan untuk memanggilku kemari, Lady Clearwing,” ucapnya. “Kau takkan mengundangku kemari tanpa alasan.”Hiraya meletakkan cangkirnya, menghela nafas.Dia dan Alaric telah meninggalkan pesta pernikahan Fernthier lebih cepat, tepat setelah mereka menerima dokumen-dokumen dari Sir Phillips. Dan Hiraya telah menghabiskan malam dengan memilah dokumen yang akan diinginkan sang ratu, bersama dengan menyusu

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 4)

    Kediaman keluarga Mistwatcher dipenuhi hiruk pikuk orang-orang, makanan disediakan di meja-meja bertaplak putih, sementara minuman berada di ujungnya.Diora berkeliling dengan gaun pengantinnya, putih bersih dengan pita mengelilingi rambutnya. Gadis itu tersenyum, menerima ucapan selamat dan memberikan terima kasihnya pada tamu-tamu yang datang.Hiraya mengawasinya dari salah satu meja, tersenyum kecil hingga temannya itu mendatanginya, minuman masih berada di tangan.“Lady Fernthier,” sapanya, membuat Diora tertawa, memeluk lengannya erat. “Kau benar-benar sangat bahagia ya?”“Tentu saja,” ucapnya. “Menurutmu dia akan segera melakukannya?”Hiraya merasakan jantungnya berdetak.

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 3 — 18+)

    Hiraya memperhatikan dirinya di depan cermin, rambutnya telah tersisir dan terlepas dari ikat dan jepit — Eloise telah mundur dari ruangannya dan kembali sementara malam semakin larut.Dia menundukkan kepala, memainkan kalung yang ada di lehernya dan melepasnya, meletakkannya di atas meja riasnya. Bahkan saat itu, dia dapat melihat wajah Alaric yang tersenyum memperhatikannya dari cermin.“Apa apa?” sahutnya, mengetahui bahwa pangeran itu tengah duduk di ranjangnya. “Berhenti memperhatikanku.”Alaric tertawa, berbaring disana walaupun mengalihkan sisi tubuhnya hingga dia masih dapat terus memperhatikannya. “Kau sadar akan pandanganku?”“Setelah terlalu lama, aku akhirnya bisa menyadarinya bahkan ketika aku tak dapat melihat kehadiranmu.”

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 2)

    Diora terdiam sepanjang Hiraya menjelaskan padanya.Keduanya tengah duduk di sebuah bangku, sementara temannya mengusir dua laki-laki yang mengikuti mereka untuk tidak terlalu dekat sebelum duduk bersamanya.Mungkin ini karena mereka dekat. Diora merasa bahwa Hiraya tidak memiliki kekakuan ketika menjelaskan padanya.Penjelasannya hati-hati — namun tidak seperti ibunya yang terlalu berputar dan membuatnya kebingungan. Tapi tetap saja, Diora merasakan panas menjalar di pipinya ketika dia terus melanjutkan penjelasannya.Dan gadis itu pasti menyadari kegundahannya, menghela nafas. “Kita seharusnya tidak membicarakan ini disini,” ucapnya. “Aku seharusnya mengatakan ini di lain tempat.”Ketika dia he

  • Malam Penuh Topeng   Penentuan (Bagian 1)

    Hiraya telah menduga bahwa Julian telah merubah pikirannya, namun dia tak pernah menduga bahwa Dimitri Fernthier cukup berdedikasi untuk segera meminang gadis itu.Dia dan Alaric tengah memutuskan untuk pergi bersama. Dengan musim yang akan berakhir, begitulah dengan acara-acara sosial mereka. Ini akan menjadi promenade terakhir sebelum semuanya mengucapkan selamat tinggal pada musim ini.Hiraya tengah terduduk di tenda mereka, mengibaskan kipas di hari yang panas ketika dia melihat putra sang duke berjalan ke arah tenda para Mistwatcher. sang marquess dan Julian berdiri untuk menyambutnya.Alaric menundukkan kepala untuk membisikkan sesuatu padanya. “Menurutmu apa yang akan terjadi?”

  • Malam Penuh Topeng   Harapan Mengancam (Bagian 4)

    "Kau benar-benar akan menikah dengan Tuan Fernthier?”Dia memperhatikan Diora yang menundukkan kepala, mengangguk. Dia memahami bahwa gadis itu telah bersama Dimitri Fernthier sepanjang musim ini, dan dengan sedikitnya bangsawan yang mendekatinya, putra sang duke dapat dengan mudah mendapatkan perhatiannya.“Aku menyukainya,” dia mengakui. “Dan aku tahu bahwa dia memiliki perasaan yang sama denganku.”Tentu saja. Semua orang yang mengenal mereka bisa melihat itu. Dan dia merasa bahwa Diora tak perlu tahu tentang apa yang dikatakan oleh Julian — bahkan dia memiliki keraguan seperti itu pada Alaric di hari-hari pertama dia mengenalnya.“Menurutmu,” mulainya lagi. “Kakakku sudah merubah pikirannya?”

DMCA.com Protection Status