Hiraya berjalan ke arah ruang tengahnya, dimana seorang laki-laki berdiri dan menunggunya. Dia berpakaian seperti pamannya, seperti ayahnya, seperti laki-laki dewasa yang selalu mengenakan jas dan kemejanya. Walaupun dia dapat melihat jam saku yang dia genggam, juga kacamatanya.Laki-laki itu tersenyum padanya, mengangguk. “Nona Hiraya.”Gadis itu menganggukkan kepala, membungkuk padanya. Dia masih mengenakan hitam, pakaian berkabungnya begitu kentara bahkan ketika keluarga pamannya datang.Dia menoleh pada bibinya, yang menatapnya tak jauh dari sofa. “Dia adalah pengacara ayahmu,” dia menjelaskan. “Dia akan menjelaskan apa yang akan terjadi padamu.”Hiraya mengerutkan dahi. Bahkan dengan dirinya yang masih kecil, dia memahami bagaimana ayahnya akan mewariskan banyak untuknya — sang mendiang viscount tak memiliki pilihan, dia hanya memiliki satu orang anak.Lalu kenapa ada ketentuan tentang bagaimana jadinya hidupnya?“Mendiang viscount memberikan ini padaku,” mulainya, mengeluarkan s
Ada baiknya jika Hiraya sebaiknya mengabari keluarga pamannya terlebih dahulu, terutama jika dia menggunakan kereta kerajaan untuk mengantarnya. Dia tak bisa menahan tawa ketika melihat Anthony membulatkan mata, menatap dirinya yang bahkan masih tertutup jubah.Namun gadis itu begitu sadar ketika menyadari kalung dan anting yang dia kenakan, walaupun rambutnya hanya dijepit dengan sebuah pita. Dia tersenyum pada laki-laki itu, yang masih menatapnya.“Kau takkan mengumumkanku?” dia menunggu.Temannya itu menghela nafas. “Aku takkan terbiasa dengan ini.”Hiraya menunduk, sementara Eloise menahan senyumnya, berbisik padanya ketika Anthony pergi untuk mengumumkannya ke ruang tamu. “Kau dekat dengannya?”“Pelayan-pelayan rumah ini,” mulainya, berbisik. “Lebih seperti keluargaku dibandingkan mereka. Mereka setia padaku, aku terus merasa bersalah ketika gaji mereka berkurang untuk membantuku makan ketika aku masih kecil.”Dia dapat menduga reaksi pelayannya itu, merangkul tangannya sedikit.
Tidak ada.Tidak ada sama sekali.Hiraya beralih pada laci lainnya, nafasnya mulai memberat ketika dia menyadari bahwa ada yang salah dengan ruang kerja ayahnya. Meja dan lacinya telah berubah, hanya rak buku yang tak tersentuh. Namun bahkan ketika dia membuka buku dan laci disana satu persatu, dia tak bisa menemukan apapun.Seharusnya ada. Namun dia bahkan tak bisa menemukan akta pernikahan orang tuanya. Dia selalu mengingat bahwa orang tuanya menyimpan itu dalam satu tempat yang disatukan.“Agar tak hilang,” ucap ibunya saat itu.Namun kemana–Hiraya terduduk di atas karpet, menarik nafasnya. Mereka tak mungkin benar-benar membuangnya. Sampai kapan kekejian mereka berakhir? Menghapuskan dirinya dari masyarakat tidaklah cukup, mereka ternyata harus benar-benar mutlak menghancurkan identitasnya.Tak mungkin. Dia harus terus mencari. Mereka takkan menyembunyikannya di tempat yang terpencil — mereka tak mungkin begitu berusaha dalam melakukan itu. Namun sesuatu dalam diri Hiraya mengata
Mereka mengatakan bahwa ada satu titik di hidup ini dimana seseorang akan membutuhkan sebuah dukungan untuk diri mereka sendiri.Entah itu dari teman mereka, keluarga yang menemani, atau bahkan seorang pasangan jika mereka cukup beruntung untuk mendapatkan itu.Namun Hiraya tak bisa mengatakan dengan jelas di titik mana Alaric datang dan dia berhenti. Jelas sekali bahwa dia bukan temannya — tak sulit untuk mengatakan bahwa mereka tak memiliki dinamik itu. Bahkan di awal mereka bertemu, Alaric telah menunjukkan ketertarikannya.Mungkin dia dapat mengatakan bahwa dia adalah pasangannya, namun sedikit meragukan ketika mereka tak pernah memiliki prosesi apapun.Walaupun begitu, dia memahami bahwa Alaric dapat dengan bangga mengatakan bahwa dia adalah selirnya, lalu apa yang
“Aku harus pergi,” Hiraya berbisik, sementara dia dapat merasakan sebuah ciuman di lehernya.Saat dia membuka matanya, dia menduga bahwa Alaric akan telah pergi, seperti hari kemarin. Namun ketika dia berbalik, dia dapat melihatnya, masih mendengkur sementara satu tangannya berada di pinggang, mendekapnya erat.Hiraya telah menghabiskan waktu beberapa menit untuk menatapnya, menelusuri wajahnya yang masih begitu damai dalam tidur. Dia telah memperhatikan hidung dan bibirnya terlalu lama.Hidung dan bibir yang sama dengan yang telah menyentuhnya berkali-kali penuh perasaan. Gadis itu tak mampu menghitung kembali seberapa banyak dia telah menghirup aroma dan mengecup kulitnya menggunakan mereka.Dan mata tertutupnya memiliki bulu mata yang panjang, dan jika ter
Mereka mengatakan bahwa Pengacara Bluewisp telah mengundurkan diri dari kantornya, mundur menuju pinggir kota dan pergi dari masyarakat bangsawan. Selama Hiraya mengingatnya, bahkan dengan hanya sekali pertemuan, dia dapat mengenalnya sebagai seorang yang ramah dengan senyumnya — walaupun ada sesuatu yang tersembunyi disana.Mungkin itu adalah siasat keluarga pamannya.Mungkin ada sesuatu yang dia ketahui dan enggan dia tunjukkan pada gadis mungil sepertinya.Apapun itu, Hiraya akan menunggunya di serambinya, membiarkan pesuruh Alaric yang dia pinjam membawanya ke istana.Hiraya belum memikirkan apa yang akan terjadi jika ini tak berhasil. Ini akan menjadi akhir yang tidak mulus jika pengacara itu enggan membuka mulutnya. Dia menata
Ketika Hiraya datang ke rumah keluarga Mistwatcher, dia tak mengharapkan jeritan dan teriakan di ruang rekreasi. Dia menoleh pada Roger, mengharapkan sebuah penjelasan ketika pelayan itu memindahkan beban ke satu kakinya, berusaha untuk tak terpengaruh.“Nona Diora dan Tuan Julian tengah berkelahi,” ucapnya.Dan dia mengharapkan bahwa penjelasannya hanya sampai sampai disitu saja. Namun mungkin dia telah lama menunggu untuk mengeluh soal itu, karena dia menggelengkan kepalanya.“Ini sudah tiga hari.”Hiraya tersenyum kecil, tepat ketika dia mendengar gadis itu kembali berteriak — sesuatu tentang bagaimana sang kakak tak memahami perasaannya dan hanya memikirkan prasangkanya sendiri.Julian membal
"Kau benar-benar akan menikah dengan Tuan Fernthier?”Dia memperhatikan Diora yang menundukkan kepala, mengangguk. Dia memahami bahwa gadis itu telah bersama Dimitri Fernthier sepanjang musim ini, dan dengan sedikitnya bangsawan yang mendekatinya, putra sang duke dapat dengan mudah mendapatkan perhatiannya.“Aku menyukainya,” dia mengakui. “Dan aku tahu bahwa dia memiliki perasaan yang sama denganku.”Tentu saja. Semua orang yang mengenal mereka bisa melihat itu. Dan dia merasa bahwa Diora tak perlu tahu tentang apa yang dikatakan oleh Julian — bahkan dia memiliki keraguan seperti itu pada Alaric di hari-hari pertama dia mengenalnya.“Menurutmu,” mulainya lagi. “Kakakku sudah merubah pikirannya?”