Saat Livy membuka matanya lagi, hari sudah terang. Dia langsung duduk dan tersadar bahwa hari ini adalah hari pernikahan Stanley dan Chloe. Kemudian, dia bergegas turun dari ranjang. Saat baru saja hendak berlari keluar, dia mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.Secara refleks, Livy langsung menoleh. Tak disangka, dia melihat Preston yang baru keluar dari kamar mandi. Untuk sesaat, dia tertegun dan tidak bisa berkata apa-apa."Setelah kamu pingsan semalam, David bilang kemungkinan kamu ada risiko bahaya. Sebagai keluarga, aku memutuskan untuk berjaga di sini," ujar Preston sambil berdeham dengan canggung.Sebenarnya, tidak ada keharusan bagi Preston untuk berjaga sepanjang malam. Meskipun Preston beralasan bahwa itu demi menjalankan peran sebagai "suami", dalam hatinya dia tahu ada sesuatu yang membuatnya khawatir akan Livy.Preston bahkan menghibur dirinya dengan mengatakan bahwa jika terjadi sesuatu pada Livy, dia tidak akan bisa memberi penjelasan kepada ayahnya.Tentu saj
Livy bertekad harus menghadiri acara itu!"Aku mengerti." Livy mengangguk. "Aku bisa jaga diri, tenang saja."Melihat sikap Livy yang bersikeras, Preston tidak menolaknya lagi, melainkan langsung menyuruh orang untuk mengirimkan penata rias untuk datang. Sembari menunggu, Preston juga mengurus pekerjaan lainnya.Hanya saja, fokus Preston tidak berada pada pekerjaannya, melainkan terus memperhatikan Livy. Livy terlihat sangat tidak sabaran untuk menampakkan diri di depan umum. Apakah itu benar-benar hanya untuk membuat Tristan tidak mencurigainya atau ....Dia ingin menduduki posisi Nyonya Sandiaga?Preston samar-samar mengingat kejadian di vila malam itu. Jika Livy tidak muncul di depan pintu kamarnya malam itu, mungkin dia tidak akan menarik Livy masuk. Lantas, apa yang sebenarnya membuat Livy datang mencarinya malam itu? Semakin dipikirkan, semakin aneh rasanya.Preston berjalan keluar dari ruang perawatan, menuju ujung lorong dan menyalakan sebatang rokok. Tiba-tiba, dia merasakan t
Livy baru tersadar bahwa Preston sedang bertanya padanya."Tempat secantik ini, tentu saja suka," jawabnya dengan jujur. "Sepertinya nggak ada wanita yang akan menolak menikah di tempat seperti ini. Di sini benar-benar luar biasa!"Saat mendongak, pandangan Livy bertemu dengan tatapan Preston yang dalam dan tenang, membuat orang sulit menebak isi pikirannya.Terkadang, Preston memang cukup mengintimidasi. Bukan karena dia melakukan hal-hal menakutkan, tetapi hanya dengan berdiri di sana, dia memancarkan aura yang membuat orang merasa gentar.Livy tahu, sebagai anak dari Keluarga Sandiaga yang lahir di luar nikah, Preston sudah menempuh perjalanan panjang untuk menduduki posisi presdir dan memimpin perusahaan itu dengan baik. Pria ini jelas memiliki pikiran yang sangat dalam dan sulit ditebak. Dia sadar tidak ada gunanya menebak-nebak perasaan Preston. Yang perlu dia lakukan hanyalah fokus menjalankan perannya dengan baik.Namun, ucapan Livy yang spontan itu membuat Preston memikirkanny
Stanley merasa detak jantungnya semakin cepat dan punggungnya berkeringat dingin. Dalam hatinya merasa tidak nyaman. Livy pasti sudah mengetahui bahwa kejadian yang menimpa Winda adalah ulah neneknya.Sebenarnya, Stanley tidak ingin memperlakukan keluarga Livy dengan sekejam ini. Nora yang mengatur semuanya dengan harapan agar Livy tidak bisa menghadiri pernikahan ini sehingga dia bisa menikahi Chloe tanpa hambatan dan menjadi menantu Keluarga Dewanto.Namun, tak disangka, Livy tetap hadir! Stanley begitu gugup karena takut Livy akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang merusak jalannya pernikahan ini."Bibi, kenapa wajahmu kelihatannya pucat sekali? Katanya kamu sakit, aku kira kamu nggak bisa hadir ...," ucap Chloe dengan santai untuk mencairkan suasana.Ucapannya ini memang sesuai dengan isi hatinya. Dia memang mengira Livy tidak akan datang. Tadi pagi, ibunya sempat berbicara secara pribadi dengannya. Dia mengatakan bahwa Preston mungkin sengaja meminta Livy beralasan sakit agar
Livy seketika merasa dilema. Dia mengedarkan pandangannya kepada Preston, berharap Preston bersuara untuk menahannya.Namun, Preston hanya meliriknya dengan tatapan agak suram sambil berkata, "Kamu istirahat saja dulu."Livy terpaksa mengikuti Nancy pergi. Nancy membawanya melewati jalan kecil dan turun tangga. Setelah membawa Livy ke ruang istirahat VIP, Nancy buru-buru pergi.Livy mengernyit menatap pintu yang baru ditutup itu. Dia tidak bodoh. Chloe tidak terlihat cemas padanya, melainkan seperti ingin menyembunyikannya. Lantas, apa tujuan Chloe?Jangan-jangan Chloe tahu tentang masa lalunya dengan Stanley? Makanya, dia sengaja menyuruh Nancy membawanya ke ruang istirahat? Chloe takut Livy menghancurkan pernikahannya?Sepertinya kekhawatiran Chloe berlebihan. Lagi pula, Chloe masih begitu melindungi Stanley setelah tahu kebenarannya. Jelas, cintanya terhadap Stanley sangat mendalam.Hanya saja, tatapan Stanley saat menatap Livy penuh kegugupan dan ketakutan. Pria ini pasti takut Liv
"Kamu ...." Nora yang belum tersadar dari keterkejutannya hanya bisa memelototi Livy. Saat berikutnya, Livy melayangkan tamparan lagi, membuat pipi Nora yang satu lagi juga terasa perih.Nora pun hanya bisa terperangah. Dia tidak menyangka Livy yang begitu mudah dikendalikan akan berani main tangan dengannya?Livy sungguh murka. Meskipun telapak tangannya kebas dan sakit, dia belum merasa puas. Dia pun menerkam dan menjatuhkan Nora, lalu menghajarnya habis-habisan.Nora yang kesakitan lantas berteriak minta tolong. Namun, Livy memperingatkan, "Teriak saja, biar orang-orang datang. Kira-kira apa yang bakal mereka pikirkan nanti? Kenapa aku menghajarmu?""Gimana kalau aku beri tahu orang-orang gimana Stanley pansos dan keluarga kalian mencelakai orang?" Livy merendahkan suaranya sambil memelototi Nora. Usai berbicara, dia tertawa terbahak-bahak.Ketika melihat Livy yang seperti orang kerasukan, Nora ketakutan hingga tidak berani berbicara. Dia termangu sesaat sebelum pikirannya menjadi l
Livy menunggu Preston memarahinya. Namun, yang terdengar adalah suara pelan Preston. "Acara sudah dimulai."Livy termangu sejenak. Kemudian, dia bertanya dengan tergagap, "Oh, oh. Oke. Sudah ... waktunya makan ya?""Ya. Ayo." Preston meletakkan kedua tangannya ke dalam saku. Dia berbalik dan pergi.Livy agak terbengong. Mungkin karena baru bangun tidur, juga mungkin karena banyak pikiran. Namun, dia tidak banyak tanya dan hanya mengikuti Preston. Dia pun mengira Nora sedang mengulur waktu. Karena acara makan sudah dimulai, berarti semuanya masih berjalan dengan normal.Awalnya, Livy sedang memikirkan cara menjelaskan jika ada keluarga pihak pria yang mengenalinya. Untungnya, dia berpikir terlalu jauh.Acara sangat meriah. Tamu sangat banyak. Ini seperti acara makan untuk sekampung. Untungnya, karena dia dari keluarga pihak wanita, keluarga pihak pria pun tidak terlalu memperhatikannya.Tempat duduk Livy sudah disediakan. Mejanya termasuk meja utama. Ketika dia duduk, acara makan sudah
Ratna berhasil meyakinkan Chloe. Chloe pun tidak memaksa lagi. Namun, Chloe langsung memberi tahu Stanley tentang masalah ini. Stanley merasa ada yang tidak beres sehingga mencari ayah dan neneknya.Setelah mengetahui kebenarannya, wajah Stanley sontak memucat. "Beraninya Livy memukul ibuku!""Kecilkan suaramu. Sekarang acara pernikahanmu dalam masalah besar. Entah rencana ibumu bakal berhasil atau nggak ...." Ratna panik hingga mengentakkan kakinya.Dengan wajah suram, Stanley menggertakkan gigi dan berkata, "Aku percaya pada Ibu. Karena Livy bertindak begitu kejam, jangan salahkan kita bertindak kejam juga."....Di ruang istirahat nomor 101. Livy melihat pintu tidak tertutup rapat. Dia langsung mendorong pintu dan masuk. Terlihat Nora yang sedang duduk di sofa. Meskipun rambutnya telah dirapikan, wajahnya tetap babak belur dan terlihat menyedihkan.Ketika melihat Livy masuk, Nora sontak berlutut di hadapannya dan menangis. "Livy, waktu kamu kecil, aku selalu membawamu jalan-jalan. K
Livy bahkan tidak tahu sudah berapa lama dia berdiri di sana, sementara hujan deras di atas kepalanya masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.Sampai akhirnya, tubuhnya semakin lemah. Dia harus bersandar pada dinding di sampingnya sebelum perlahan duduk ke tanah.Dingin. Seluruh tubuhnya terasa sangat dingin, seakan-akan dia dilemparkan ke dalam ruang pembeku.Meskipun begitu, suhu tubuhnya justru terasa sangat tinggi, bahkan napasnya membawa hawa panas.Apakah dia demam? Livy merasa kepalanya pusing. Dengan lemah, dia mengangkat tangan dan menyentuh dahinya. Benar saja, panasnya sudah tidak normal.Ponselnya entah kehabisan baterai atau rusak karena masuk air. Kini, layarnya sudah tidak bisa menyala.Yang bisa Livy lakukan hanyalah memeluk tubuh sendiri dengan putus asa, seolah-olah hanya itu yang bisa memberinya sedikit kehangatan."Cepat pergi!" Di tengah kesadarannya yang samar, Livy kembali mendengar suara satpam.Gerbang besi terbuka, tongkat besi menyentuh tubuhnya. Sa
Petugas keamanan menyeretnya ke depan gerbang, lalu bergegas menutup pintu dan menghalangi pandangannya dari dua orang di dalam sana.Di langit yang gelap, kilatan petir mendadak menyambar dan membelah malam dengan cahaya menyilaukan. Namun, Livy tetap tidak mau menyerah. Dia berteriak ke arah vila, suaranya bercampur dengan suara hujan yang mengguyur deras."Pak Preston! Kumohon, kasih aku kesempatan untuk menjelaskan! Semua ini bukan perbuatanku! Kenapa ... kenapa kamu nggak percaya sama aku?!"Petugas keamanan meliriknya dengan pandangan meremehkan. "Nona, lebih baik kamu cepat pergi. Jangan mempermalukan diri sendiri di sini."Tidak ...! Dia tidak bisa pergi begitu saja! Jika dia tidak bisa menjelaskan semuanya hari ini, Preston pasti akan membencinya seumur hidup.Livy tidak ingin itu terjadi. Dia tidak ingin Preston membencinya. Dia tidak bersalah, semua ini bukan perbuatannya!"Aku nggak akan pergi."Livy menggigit bibirnya erat, menahan giginya yang bergetar karena dingin. "Aku
Dengan panik, Livy langsung mendorong pintu dan buru-buru menjelaskan, "Bukan aku yang melakukannya!"Begitu melihat Livy, tebersit kebencian di mata Sylvia.Diam-diam, dia mencubit pahanya sendiri, membuat dirinya menangis lebih keras. "Bu Livy, ke ... kenapa kamu datang ke sini?""Kamu bahkan tahu di mana aku tinggal, apakah itu berarti kamu sudah menyelidiki semua informasi tentangku? Jadi, foto-foto yang diambil diam-diam itu juga hasil perintahmu?"Dalam artikel berita itu, memang ada beberapa foto yang menunjukkan Preston mengantar Sylvia pulang. Namun, Livy sangat yakin bahwa semua ini sama sekali bukan ulahnya.Isakan tangis Sylvia yang lembut dan menyedihkan menghantam hati Preston.Meskipun dia tidak memiliki perasaan cinta terhadap Sylvia, mereka telah tumbuh bersama sejak kecil. Ditambah dengan rasa bersalah yang dia simpan selama bertahun-tahun, melihat Sylvia menangis membuat hatinya sedikit tersentuh.Tatapannya yang dingin jatuh pada Livy yang tiba-tiba menerobos masuk.
"Kenapa sih? Aku melakukan semua ini demi kebaikanmu!"Zoey merasa Livy benar-benar tidak tahu berterima kasih. Dengan nada kesal, dia mengumpat, "Kamu sendiri nggak bisa mempertahankan Pak Preston, aku membantumu, tapi kamu malah bersikap begini!""Kamu sadar nggak, bahkan gelar Nyonya Sandiaga saja nggak diakui? Kalau sampai kalian bercerai, kamu bakal keluar tanpa sepeser pun! Asal kamu mau memperbesar masalah ini, bagaimanapun juga, kamu tetap nggak akan dirugikan!"Sebenarnya, Zoey juga tidak benar-benar ingin membantu Livy. Namun, setelah berdiskusi dengan ibunya, mereka menyadari bahwa hanya dengan membantu Livy, mereka bisa mendapatkan keuntungan.Lagi pula, dia sudah memegang kelemahan Livy. Kalau Livy tidak bekerja sama dengannya, dia akan benar-benar habis!"Aku sudah bilang, urusanku bukan urusanmu!"Livy berteriak hingga suaranya hampir serak, "Aku juga nggak pernah ingin jadi Nyonya Sandiaga yang diumumkan ke publik, dan aku nggak butuh orang lain memperlakukanku dengan b
Grup itu adalah grup gosip perusahaan.Sebelumnya, Ivana pernah ingin memasukkan Livy ke dalamnya, tetapi Livy merasa grup itu terlalu ramai dan penuh dengan gosip yang tidak penting. Lagi pula, dia juga tidak tertarik membahas hal-hal seperti itu, jadi dia menolak untuk bergabung.Namun sekarang, setelah jam kerja usai, seseorang mengirimkan pesan yang memicu kehebohan di grup tersebut.Meskipun hanya ada satu orang yang memulai percakapan, Livy sudah cukup terkenal di perusahaan, jadi banyak orang yang ikut berkomentar.[ Pantas saja! Aku pernah beberapa kali melihat Livy naik mobilnya Pak Preston. Lagian, kalian nggak merasa aneh kalau dia bisa naik jabatan secepat itu? ][ Kalau nggak ada sesuatu di belakangnya, aku pasti nggak percaya! Tapi aku nggak nyangka, ternyata dia punya hubungan sama Pak Preston! ][ Aku nggak percaya! Pak Preston itu kaya, tampan, dan luar biasa! Mana mungkin dia tertarik sama wanita seperti Livy? ][ Pokoknya yang jelas, Livy sudah menikah dan suaminya p
Pria itu memiliki proporsi tubuh yang nyaris sempurna. Mantel panjang hitam yang dia kenakan membingkai tubuhnya yang tinggi dengan sangat pas dan menampilkan sosok yang luar biasa gagah."Sayang, kamu ...."Livy ingin memanggil Preston untuk makan bersama, tetapi pria itu justru berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Dia menatap Livy dari atas ke bawah dengan mata hitam pekat yang dipenuhi dengan kejengkelan. Dengan suara marah, dia bertanya, "Apa lagi yang kamu lakukan?""Hah?"Livy tidak mengerti maksudnya, tetapi sebelum dia bisa bertanya lebih lanjut, tangan besar pria itu sudah mencengkeram bahunya dengan kuat dan menyeretnya ke atas.Cengkeramannya begitu kasar, membuat Livy terpaksa terseret menaiki tangga dengan terburu-buru. Bahkan, karena langkahnya yang terlalu cepat, lututnya terbentur sudut tangga dengan keras.Namun, Preston tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Dia terus menyeret Livy hingga ke kamar, lalu mendorongnya ke sofa dengan kasar."Kamu begitu ingin
Siapa yang peduli? Preston mengernyit. Apakah dia peduli pada Livy?Tangan yang menggenggam gelas tiba-tiba berhenti, lalu dia menuangkan lagi segelas minuman untuk dirinya sendiri dan berkata dengan nada dingin, "Dia cuma istri kontrakku, nggak lebih.""Iya, nih. David, kamu terlalu berlebihan. Bu Livy memang perempuan yang baik, tapi bagaimanapun juga, dia dan Preston berasal dari dunia yang berbeda."Sylvia menyela pembicaraan, lalu mendekati Preston dengan berpura-pura baik dan mengingatkan dengan lembut, "Preston, aku tahu kamu ingin memperlakukan Bu Livy dengan baik. Tapi bagaimanapun juga, dia berasal dari latar belakang yang berbeda dari kita. Kalau kamu terus memberinya barang-barang mewah, itu malah bisa membuatnya merasa terbebani."Perkataan itu membuat Preston sedikit penasaran. "Kenapa?""Karena bagi Livy, barang-barang itu sangat mahal, bahkan satu saja bisa setara dengan gajinya selama bertahun-tahun. Orang seperti dia akan merasa bahwa kesenjangan di antara kalian terl
Kalau begitu, Livy juga jangan berharap hidupnya akan baik-baik saja!"Zoey, kalau mau gila, jangan cari aku!" Livy tidak ingin meladeni Zoey lagi dan segera pergi. Namun, setelah kembali ke kantornya, kelopak mata kanannya terus berkedut. Dia merasa seolah-olah sesuatu akan terjadi.Sebelum pulang, dia naik ke lantai atas untuk mencari Preston dan melaporkan perkembangan proyek. Namun, setelah mengetuk pintu beberapa kali, tidak ada jawaban dari dalam. Akhirnya, dia menghubungi Preston lewat telepon."Ada apa?"Di seberang sana, suara Preston terdengar seakan dia sedang berada di tempat hiburan. Ada suara musik samar-samar dan yang lebih menyakitkan, Livy mendengar suara Sylvia yang begitu akrab di telinganya."Preston, bukannya sudah bilang hari ini jangan bahas pekerjaan?" Suara manja Sylvia terdengar cukup jelas, seolah-olah dia menempel di sisi Preston."Aku cuma bicara sebentar," jawab Preston dengan suara rendah, sebelum akhirnya beralih ke Livy, "Bu Livy, kalau soal pekerjaan,
Karena kejadian semalam, Livy hampir terlambat masuk kerja pagi ini. Baru saja dia selesai absen, suara yang sudah lama tidak terdengar kembali menyapanya. "Livy!"Setelah sekian lama tidak bertemu, Zoey tampaknya menjalani hidup yang cukup baik.Pakaian bermerek yang dikenakannya semakin banyak dan di lehernya terlihat bekas merah yang sangat mencolok. Tanda bahwa hubungannya dengan Ansel semakin erat."Ada urusan apa?" Livy meliriknya dengan dingin, tidak ingin membuang waktu untuknya.Namun, Zoey sama sekali tidak merasa tersinggung dan justru berkata dengan percaya diri, "Aku butuh bantuanmu."Livy mengernyit, merasa Zoey benar-benar terlalu tidak tahu malu, lalu menolak mentah-mentah, "Aku nggak ada waktu.""Livy, kamu sok jual mahal apa sih? Apa kamu benar-benar mengira dirimu sudah jadi nyonya besar? Kaki Sylvia sebentar lagi sembuh, 'kan? Aku peringatkan kamu, begitu dia berhasil, kamu pasti akan dibuang sama Pak Preston!"Zoey menghalangi Livy di pintu masuk, kata-kata tajamny