Dulu, ketika Nora menikah dengan Lucas, Keluarga Taslim hanya memiliki sebuah supermarket kecil. Setelah Nora meminjam dua miliar dari Helen, barulah Keluarga Taslim bisa memperluas usaha hingga berkembang seperti sekarang.Sebagai generasi muda, Livy merasa tidak pantas mempermasalahkan hal ini dengan Nora. Pada akhirnya, sahabatnya, Charlene, yang membantunya mengumpulkan biaya operasi neneknya. Meski berasal dari keluarga kaya, Charlene adalah anak dari hubungan di luar nikah. Dia sering diabaikan oleh ayahnya dan mendapat perlakuan tidak adil dari ibu tiri.Oleh karena itu, uang sakunya pun sangat terbatas. Namun, berkat tubuhnya yang tinggi semampai, Charlene mulai bekerja sebagai model komersial sejak masih mahasiswa. Dia menggunakan uang hasil tabungannya serta pinjaman dari teman-temannya untuk membantu Livy.Selama bertahun-tahun, Livy terus berusaha melunasi utangnya. Uang yang dipinjamkan oleh teman-teman Charlene sudah berhasil dia lunasi, tetapi uang yang dipinjam dari Cha
Livy tertegun sejenak. Dia mendapat kesan bahwa Liana tampaknya agak kesal terhadapnya.Livy segera menjelaskan, "Nenek Liana, setelah nenekku dipindahkan ke sini, aku mengalami beberapa masalah yang cukup rumit. Baru saat libur nasional kemarin, aku akhirnya bisa datang mengunjungi Nenek, tapi tiba-tiba saja terjadi hal buruk ....""Para perawat mengatakan Anda adalah saksi. Apa aku boleh minta bantuan Anda untuk menceritakan apa yang sebenarnya membuat nenekku mengalami syok?"Melihat sikap Livy yang sopan, Liana mengerutkan kening sedikit sebelum bangkit dan berbalik menghadapnya."Kak Winda itu orang baik. Aku bersahabat baik dengannya di sini. Kami jalan-jalan dan main catur bersama setiap hari. Dia sering bilang, kamu ini cucu yang baik. Katanya kamu bekerja di Grup Sandiaga dan berjuang agar dia bisa dirawat di sanatorium ini.""Tapi aku selalu merasa kamu menyembunyikan sesuatu darinya. Kebetulan, aku punya seorang keponakan yang bekerja di Grup Sandiaga. Dia bilang, nggak ada
Penjelasan Liana membuat Livy terkejut, seolah-olah disambar petir. Akhirnya dia mengetahui alasan neneknya mengalami syok. Selain itu, dia juga akhirnya tahu alasan mengapa dia bisa bertemu dengan Stanley di depan gerbang sanatorium tadi pagi.Ternyata, kedatangan Ratna ke sini untuk pemulihan hanyalah bagian dari sebuah rencana busuk! Mereka sengaja bersekongkol untuk menyakiti neneknya!Livy merasakan kebencian yang mendalam. Dia sudah sangat membenci Stanley karena telah meninggalkannya dan semua kedekatannya dengan Preston hanyalah untuk membuat Stanley merasa tidak nyaman dan marah. Namun, dia tidak pernah melakukan tindakan yang melanggar hati nurani. Lantas, kenapa Keluarga Taslim bisa sekejam itu?Livy terkesiap hingga wajahnya memucat. Tubuhnya gemetaran dan hampir jatuh pingsan. Kondisinya tampak sangat mengkhawatirkan.Melihat hal itu, wajah Liana berubah cemas. "Kenapa kamu? Perlu kupanggilkan dokter? Wajahmu kelihatannya pucat sekali ....""Nggak perlu." Liana berkata den
Saat Livy membuka matanya lagi, hari sudah terang. Dia langsung duduk dan tersadar bahwa hari ini adalah hari pernikahan Stanley dan Chloe. Kemudian, dia bergegas turun dari ranjang. Saat baru saja hendak berlari keluar, dia mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka.Secara refleks, Livy langsung menoleh. Tak disangka, dia melihat Preston yang baru keluar dari kamar mandi. Untuk sesaat, dia tertegun dan tidak bisa berkata apa-apa."Setelah kamu pingsan semalam, David bilang kemungkinan kamu ada risiko bahaya. Sebagai keluarga, aku memutuskan untuk berjaga di sini," ujar Preston sambil berdeham dengan canggung.Sebenarnya, tidak ada keharusan bagi Preston untuk berjaga sepanjang malam. Meskipun Preston beralasan bahwa itu demi menjalankan peran sebagai "suami", dalam hatinya dia tahu ada sesuatu yang membuatnya khawatir akan Livy.Preston bahkan menghibur dirinya dengan mengatakan bahwa jika terjadi sesuatu pada Livy, dia tidak akan bisa memberi penjelasan kepada ayahnya.Tentu saj
Livy bertekad harus menghadiri acara itu!"Aku mengerti." Livy mengangguk. "Aku bisa jaga diri, tenang saja."Melihat sikap Livy yang bersikeras, Preston tidak menolaknya lagi, melainkan langsung menyuruh orang untuk mengirimkan penata rias untuk datang. Sembari menunggu, Preston juga mengurus pekerjaan lainnya.Hanya saja, fokus Preston tidak berada pada pekerjaannya, melainkan terus memperhatikan Livy. Livy terlihat sangat tidak sabaran untuk menampakkan diri di depan umum. Apakah itu benar-benar hanya untuk membuat Tristan tidak mencurigainya atau ....Dia ingin menduduki posisi Nyonya Sandiaga?Preston samar-samar mengingat kejadian di vila malam itu. Jika Livy tidak muncul di depan pintu kamarnya malam itu, mungkin dia tidak akan menarik Livy masuk. Lantas, apa yang sebenarnya membuat Livy datang mencarinya malam itu? Semakin dipikirkan, semakin aneh rasanya.Preston berjalan keluar dari ruang perawatan, menuju ujung lorong dan menyalakan sebatang rokok. Tiba-tiba, dia merasakan t
Livy baru tersadar bahwa Preston sedang bertanya padanya."Tempat secantik ini, tentu saja suka," jawabnya dengan jujur. "Sepertinya nggak ada wanita yang akan menolak menikah di tempat seperti ini. Di sini benar-benar luar biasa!"Saat mendongak, pandangan Livy bertemu dengan tatapan Preston yang dalam dan tenang, membuat orang sulit menebak isi pikirannya.Terkadang, Preston memang cukup mengintimidasi. Bukan karena dia melakukan hal-hal menakutkan, tetapi hanya dengan berdiri di sana, dia memancarkan aura yang membuat orang merasa gentar.Livy tahu, sebagai anak dari Keluarga Sandiaga yang lahir di luar nikah, Preston sudah menempuh perjalanan panjang untuk menduduki posisi presdir dan memimpin perusahaan itu dengan baik. Pria ini jelas memiliki pikiran yang sangat dalam dan sulit ditebak. Dia sadar tidak ada gunanya menebak-nebak perasaan Preston. Yang perlu dia lakukan hanyalah fokus menjalankan perannya dengan baik.Namun, ucapan Livy yang spontan itu membuat Preston memikirkanny
Stanley merasa detak jantungnya semakin cepat dan punggungnya berkeringat dingin. Dalam hatinya merasa tidak nyaman. Livy pasti sudah mengetahui bahwa kejadian yang menimpa Winda adalah ulah neneknya.Sebenarnya, Stanley tidak ingin memperlakukan keluarga Livy dengan sekejam ini. Nora yang mengatur semuanya dengan harapan agar Livy tidak bisa menghadiri pernikahan ini sehingga dia bisa menikahi Chloe tanpa hambatan dan menjadi menantu Keluarga Dewanto.Namun, tak disangka, Livy tetap hadir! Stanley begitu gugup karena takut Livy akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang merusak jalannya pernikahan ini."Bibi, kenapa wajahmu kelihatannya pucat sekali? Katanya kamu sakit, aku kira kamu nggak bisa hadir ...," ucap Chloe dengan santai untuk mencairkan suasana.Ucapannya ini memang sesuai dengan isi hatinya. Dia memang mengira Livy tidak akan datang. Tadi pagi, ibunya sempat berbicara secara pribadi dengannya. Dia mengatakan bahwa Preston mungkin sengaja meminta Livy beralasan sakit agar
Livy seketika merasa dilema. Dia mengedarkan pandangannya kepada Preston, berharap Preston bersuara untuk menahannya.Namun, Preston hanya meliriknya dengan tatapan agak suram sambil berkata, "Kamu istirahat saja dulu."Livy terpaksa mengikuti Nancy pergi. Nancy membawanya melewati jalan kecil dan turun tangga. Setelah membawa Livy ke ruang istirahat VIP, Nancy buru-buru pergi.Livy mengernyit menatap pintu yang baru ditutup itu. Dia tidak bodoh. Chloe tidak terlihat cemas padanya, melainkan seperti ingin menyembunyikannya. Lantas, apa tujuan Chloe?Jangan-jangan Chloe tahu tentang masa lalunya dengan Stanley? Makanya, dia sengaja menyuruh Nancy membawanya ke ruang istirahat? Chloe takut Livy menghancurkan pernikahannya?Sepertinya kekhawatiran Chloe berlebihan. Lagi pula, Chloe masih begitu melindungi Stanley setelah tahu kebenarannya. Jelas, cintanya terhadap Stanley sangat mendalam.Hanya saja, tatapan Stanley saat menatap Livy penuh kegugupan dan ketakutan. Pria ini pasti takut Liv
Tubuh Livy tiba-tiba dihinggapi hawa dingin. Dia menatap Preston dengan ekspresi tidak percaya. Apa pria ini sudah mengetahui segalanya?Livy tidak tahu harus bagaimana menanggapi Preston. Dia hanya diam dan menanti sikap pria itu. Kemudian, dia mendengar Preston berkata lagi, "Lihat ke belakang."Livy menoleh dengan kaku dan melihat Chloe berdiri di depan pintu masuk. Rambutnya acak-acakan dan penampilannya terlihat berantakan. Nancy sedang menghiburnya di sampingnya.Livy tidak berani bersuara karena tidak mengerti maksud perkataan Preston.Pria itu berucap, "Sepertinya dia lagi ada masalah, coba kamu temui dia.""Hah?" Livy tertegun sejenak. Dia tiba-tiba merasa sudah berpikir kejauhan. Sepertinya Preston tidak bermaksud apa-apa, dia hanya kebetulan melihat Chloe."Aku ke sana sebentar,"ucap Livy. Dia berbalik dan segera berjalan menuju pintu masuk kelab.Nancy-lah yang pertama menyadari kehadirannya. Dia berseru, "Bibi!"Nancy adalah pengiring pengantin di pernikahan Chloe. Saat Li
"Tenang saja, serahkan sisanya padaku," ucap Linda."Terima kasih. Aku traktir kamu makan lain hari," kata Livy sambil buru-buru berjalan pergi.Sayangnya, saat ini kebetulan adalah jam sibuk. Taksi yang dipesan Livy baru akan sampai 1 jam 45 menit lagi. Hal ini membuatnya merasa sangat lesu.Tiba-tiba, Livy menerima pesan di WhatsApp. Pengirimnya adalah Preston.[ Sudah naik taksi? Bagi pelat nomornya. ]Livy terpaksa mengirimkan tangkapan layar dari halaman pemesanan taksi.Preston mengirimkan pesan lagi.[ Aku jemput kamu. ]Livy merasa ragu untuk memberitahukan alamatnya sekarang. Namun, dia lantas sadar bahwa hasil tangkapan layar tadi sudah menunjukkan titik lokasinya. Artinya, Preston tahu bahwa dia berada di Dibiza.Entah apa yang dipikirkan Preston saat tahu dirinya berada di sini. Untungnya, Linda memang bekerja di sini. Jadi, dia masih bisa menjadikan itu sebagai alasan.Livy duduk di sofa lobi, menunggu Preston datang menjemputnya. Tak lama kemudian, dia melihat sekelompok
Stanley terpancing. Dia lantas mengikuti wanita itu naik ke kamar di lantai atas. Alhasil, begitu masuk kamar, wanita itu langsung melepas pakaiannya."Tunggu! Kamu ngapain? Bukannya ini hanya pura-pura?" tanya Stanley kaget.Wanita itu tersenyum manis, membuatnya terlihat kian mirip dengan Livy. Dia berkata, "Kak, kamu sudah menolongku. Sebagai gantinya, aku akan menemanimu malam ini. Nggak perlu bayar.""Nggak perlu," tolak Stanley. Meski begitu, dia merasa sangat tergoda.Wanita itu sudah menanggalkan semua pakaiannya. Melihatnya berjalan mendekat, Stanley buru-buru balik badan. Dia tidak berani menatap wanita itu, takut dirinya akan hilang kendali.Wanita itu memeluk Stanley dari belakang, menempelkan tubuh mereka erat-erat dan menggodanya. Stanley tidak tahan godaan. Akhirnya, dia berbalik dan merengkuh wanita itu.Livy yang menyaksikan semua ini dari kamera CCTV mengernyit dan merasa jijik."Sudah kubilang, 'kan? Dia pasti akan terpancing kalau digoda wanita yang mirip denganmu,"
Stanley mengajak teman-temannya untuk makan bersama di Olive Tower. Ketika mereka semua berada di ruang VIP, Nicky keluar untuk menelepon.Usai mendapat informasi ini, Livy segera mengganti pakaian dan meninggalkan apartemen. Dia tidak memberi tahu Preston tentang kepergiannya.Livy hanya berpamitan pada Tina. Dia berkata hendak menemui temannya dan tidak ingin menginterupsi pekerjaan Preston. Dia juga meminta Tina menyampaikan bahwa dirinya akan segera kembali jika Preston mencarinya.Di dalam taksi, Nicky memberi tahu Livy bahwa mereka akan pindah ke Dibiza. Livy lantas meminta sopir untuk mengubah rute. Dibiza adalah nama sebuah kelab terkenal.Livy berpesan pada Nicky untuk merahasiakan kedatangannya. Dia beralasan ingin memberi mereka kejutan.Sebelum mereka sampai, Livy sudah terlebih dahulu tiba di Dibiza. Dia juga sudah menghubungi Charlene sebelumnya.Charlene mengenal Linda, manajer Dibiza. Hubungan akrab keduanya memuluskan rencana Livy.Livy menemui Linda dan memilih bebera
Ketika manusia sedang lemah, mereka selalu mencari sandaran. Kebetulan, Preston ada di sisi Livy untuk membantunya. Mungkin, ini hanya efek psikologis. Livy tidak berani berpikir terlalu jauh, apalagi mencintai Preston. Ini karena dia tahu betul bahwa dia bukan istri sah yang sesungguhnya.Kalau bukan karena ada Tina di sini, Livy tidak mungkin memanggil Preston dengan semesra itu. Biasanya, Livy memanggilnya dengan sebutan Pak Preston karena Preston memang atasannya."Sudah baikan?" tanya Preston setelah melepas sepatunya. Kemudian, dia menghampiri Livy.Livy mengangguk. "Sudah. Rencananya aku mau kerja besok.""Nggak usah repot-repot. Yang penting sembuh dulu." Supaya Livy tidak cemas, Preston pun menggodanya, "Lagian, perusahaan tetap beroperasi seperti biasanya tanpa kamu."Livy tahu Preston sedang bercanda dan bukan ingin mengejeknya. Hatinya terasa hangat. Dia bergumam, "Ya sudah. Aku istirahat sehari lagi. Lusa baru kerja."Livy tidak ingin menunda terlalu banyak pekerjaan. Sela
"Hanya saja, Rivano juga menjenguk temannya yang sakit. Mungkin dia memang cuma ingin menjenguk nenek Livy. Tapi, ini bukan berarti kematian nenek Livy nggak ada kaitan dengannya. Mungkin kebetulan, mungkin juga bukan ...." David menganalisis dengan saksama.Preston mengernyit sambil menatap ke kejauhan. Entah apa yang dia pikirkan. Dia berujar dengan pelan, "Rahasiakan dulu hal ini."....Selama beberapa hari ini, Livy terus tidur. Dia terus bermimpi saat neneknya masih hidup. Setiap kali membuka mata, dia merasa kematian neneknya hanyalah mimpi.Namun, setiap kali Preston menyuapinya makan, Livy akan tersadar dari mimpinya. Neneknya benar-benar sudah tiada.Setelah memastikan semua ini nyata, pikiran Livy menjadi lebih jernih. Dia menyibakkan selimutnya dan berjalan tanpa alas kaki, lalu membuka pintu kamar.Rumah yang luas ini tampak kosong melompong. Matahari telah bersinar terik. Hari ini bukan akhir pekan. Jadi, Preston pasti sudah pergi ke perusahaan.Tina yang menjinjing keranj
Tiga hari kemudian, Livy menyaksikan dengan mata kepala sendiri saat neneknya dikremasi. Ketika menerima guci abu, Livy hanya bisa menunduk dengan bengong. Semua ini terasa seperti mimpi. Namun, fakta menyadarkannya bahwa neneknya memang telah tiada.Preston mengatur semuanya dengan sangat baik, termasuk makam untuk neneknya. Livy dibawa ke pemakaman untuk mengubur neneknya.Pemakaman diadakan dengan sangat sederhana. Tidak ada orang lain, hanya ada Preston dan Livy. Charlene sedang syuting di luar negeri. Sehingga Livy tidak mengabarinya soal masalah ini. Dia tidak ingin Charlene khawatir dan berdampak pada pekerjaannya. Rivano sempat datang untuk berbelasungkawa, tetapi Livy mengusirnya.Saat ini, Livy berlutut di depan makam neneknya. Langit mendung dan mulai gerimis, persis dengan suasana hatinya. Makin deras air mata Livy, makin deras pula hujan yang turun.Preston memayungi Livy sambil menunggunya dengan tenang. Tiba-tiba, ponsel Preston yang berdering memecahkan keheningan.Satu
Ternyata itu adalah "ayah terbaiknya".Livy tidak berniat meladeninya, tetapi Rivano maju dan berkata lagi, "Biaya pengobatan di sini seharusnya sangat mahal, 'kan? Aku punya sedikit uang. Aku diam-diam menyimpannya dari Kristin dan Zoey untukmu. Aku bantu kamu bayar biaya operasinya."Sesudah mendengarnya, ekspresi Livy baru berubah. Dia menoleh menatap sosok belakang Rivano yang hendak pergi. Nada bicaranya terdengar tegas saat menyergah, "Kami nggak butuh uangmu! Pergi!""Livy, kenapa kamu sekejam ini sama ayahmu? Kamu putri kandungku. Mana mungkin kuabaikan?" timpal Rivano yang bersikap seolah-olah dirinya adalah ayah yang sangat baik.Namun, tidak peduli bagaimana Rivano berusaha, Livy tidak akan pernah melupakan kekejamannya setelah Helen meninggal, serta kebanggaan pada ekspresi Kristin dan Zoey saat dibawa pulang.Saat ini, Livy tidak ingin meladeni Rivano. Dia sedang mencemaskan keselamatan neneknya.Tiba-tiba, pintu ruang operasi dibuka. Dokter berjalan keluar sambil menatap
Jawaban ini membuat ekspresi Nicky membeku. Dia sulit untuk memercayainya. Kemudian, dia teringat pada ucapan bibi Stanley dan bertanya untuk memastikan, "Kamu ikut acara siang juga?"Livy agak terkejut karena mengira tidak ada yang melihatnya. Kini, dia tidak punya alasan untuk menyembunyikan apa pun lagi. Dia mengangguk. "Ya, tapi aku langsung pergi istirahat setelah siap makan. Aku nggak enak badan.""Kamu sakit?" Hal pertama yang dicemaskan Nicky adalah kesehatan Livy. Namun, setelah tersadar kembali, tatapannya menjadi sedih.Ternyata benar, Livy dan Preston bersama. Nicky awalnya mengira keduanya hanya pacaran. Siapa sangka, ternyata keduanya sudah menikah."Sudah jauh lebih baik," timpal Livy yang menyadari kejanggalan dari sikap Nicky. Dia tidak tahu apa yang janggal, tetapi bisa merasakannya. Apa mungkin Nicky terkejut dengan kabar pernikahannya?"Aku nggak bermaksud merahasiakannya darimu. Tapi, kami memang menutupi pernikahan ini dari semua orang. Semua karyawan di perusahaa