Mata Tristan penuh dengan kekecewaan. Dia melambaikan tangannya dengan lemah, kemudian mengalihkan pandangannya ke Livy. "Livy, kamu cerita sama aku. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Bahran yang mencoba menyakitimu?"Livy yang telah berdiri diam cukup lama di sudut, terkejut ketika tiba-tiba dipanggil. Dia tersentak dari lamunannya dan di sisinya, Preston menepuk tangannya dengan lembut. "Jangan takut, aku ada di sini."Kata-kata Preston itu memberi Livy keberanian yang sangat besar. Semua ketidakadilan yang dia alami dari Bahran, saat ini adalah momen untuk mendapatkan pembelaan dan keadilan.Livy menarik napas panjang dan mulai menjelaskan, "Beberapa waktu lalu, Kak Bahran mencoba melecehkanku. Setelah aku menolaknya, dia menyuruh anak buahnya untuk menculikku. Kalau saja Preston nggak datang tepat waktu, mungkin aku sudah ....""Dasar bajingan!"Tristan langsung naik pitam saat mendengar penjelasan Livy. Amarahnya memuncak dan dia mengayunkan tongkatnya dengan keras untuk memukul
Kata-kata Bahran yang penuh pemberontakan membuat suasana di ruangan itu mendadak sunyi.Wajah Tristan berubah menjadi merah padam dan dia hampir kehabisan napas karena marah. Di sisi lain, Melanie juga mengerutkan alisnya dengan tegas, lalu menegur, "Bahran, kamu ngomong apaan? Cepat minta maaf sama Ayah!""Apa yang kukatakan itu bukan kenyataan?" Bahran mendengus dingin, lalu menatap ke arah Tristan, "Ayah, kejadiannya sudah begini, aku beberkan saja semua yang ingin kukatakan."Mungkin karena tekanan hari itu sudah mencapai batasnya, Bahran tidak lagi peduli untuk menjaga citranya. Dengan wajah dingin, dia menatap Tristan dan mulai menuduhnya."Ayah, kalau bukan karena kamu menyelingkuhi ibuku waktu itu, aku sudah jadi putra satu-satunya di Keluarga Sandiaga! Aku tahu kemampuanku memang nggak sehebat Preston selama ini. Tapi, tanyakan pada dirimu sendiri. Sebelum Preston pulang dulu, bukankah aku juga selalu berusaha keras setiap hari?""Tapi, apa hasilnya? Begitu Preston pulang, ka
Namun hari ini, luka lamanya kembali dibuka dengan kejam. Livy menoleh pada Preston dengan hati-hati sambil mengalihkan pembicaraan dengan santai."Sayang, menurutku Kak Fonds sebenarnya lumayan juga. Waktu memarahiku tadi dia memang galak, tapi itu karena kepribadiannya yang terus terang dan nggak suka memendam sesuatu.""Ya, Keluarga Darmawan memang bukan keluarga kaya lama, mereka memulai semuanya dari nol. Waktu Fonds masih kecil, ayahnya pernah jadi pemotong hewan di pasar." Nada bicara Preston sangat santai, tidak terkesan aneh sama sekali.Namun, Livy bisa merasakan ada yang tidak beres dari ekspresi kecil Preston. Preston tidak bisa mengabaikannya sepenuhnya. Hanya saja, dia tidak ingin mengungkitnya lagi dan Livy juga tidak menanyakan lebih jauh.Mengikuti alur topik pembicaraan Preston, Livy menanyakan dengan penuh minat, "Lalu gimana setelahnya? Gimana Keluarga Darmawan bisa jadi seperti sekarang ini?""Ayah Fonds dulu punya beberapa rumah di desa. Ketika daerah itu mengalam
Ketika Livy masuk, dia tidak menutup pintu sepenuhnya, menyisakan celah kecil.Di luar, setelah mendengar suara Tristan, pria itu mendorong pintu, memperlihatkan wajahnya yang dingin dan tegas. Kenapa Preston malah menguping ....Pikiran Tristan dan Livy sejalan. Dengan nada sedikit jengkel, Tristan menyindir, "Kamu nggak percaya sama ayahmu atau nggak percaya sama istrimu?""Dua-duanya," jawab Preston sambil melangkah masuk dengan langkah besar. Dia mengambil termometer tembak dan mengukur suhu di dahi Tristan. "Nanti malam aku akan panggil dokter keluarga untuk memeriksa kesehatanmu."Bagaimanapun, usia Tristan sudah lanjut, ditambah lagi hari ini dia mengalami pukulan besar. Jika tidak hati-hati menjaga kesehatannya, masalah bisa muncul."Sudah, sudah, aku tahu kondisi tubuhku sendiri. Memang lagi kesal, tapi nggak ada masalah serius. Jangan khawatir, tubuhku ini masih kuat kok. Sebelum melihat kalian, terutama kamu dan Livy, memberiku cucu kecil, aku pasti akan bertahan," kata Tris
Mengingat masa lalu, Livy seolah-olah tenggelam dalam pikirannya. Kata-kata yang penuh emosi belum sempat dilanjutkan, tetapi Preston sudah menyela, "Hampir seperti monyet di kebun binatang, 'kan?""?"Rasa sedih yang tadi meliputi hati Livy langsung lenyap. Dengan mata yang masih merah karena tangis, dia menatap linglung ke arah Preston yang telah merusak suasana.Preston tampaknya sedang dalam suasana hati yang cukup baik sehingga bertanya lagi, "Saat itu, kulitmu hitam nggak?"Livy merasa canggung, memalingkan wajah sambil bergumam, "Sedikit."Dulu jika dia melakukan kesalahan sedikit saja, Kristin akan mengusirnya keluar rumah, membuatnya berdiri di luar berjam-jam. Jadi, kulitnya agak gelap waktu itu."Hm, lain kali aku akan suruh Bendy cari foto masa kecilmu. Dinding rumah kita masih kosong, bisa kita sediakan satu tempat khusus untuk pajang foto-fotomu yang dulu," ujar Preston dengan nada santai.Livy terkejut, tidak percaya ucapan seperti itu keluar dari mulut Preston. Apa-apaa
Ketika merasakan keanehan dari Preston, Livy refleks merasa gugup dan menyangkal dengan terbata-bata, "A ... Aku nggak begitu!"Livy hanya terbawa emosi sesaat sehingga ingin mendekat ke Preston, itu saja."Mm? Aku nggak percaya." Tatapan Preston yang tajam, menatap wajah Livy yang merah. Pada akhirnya, dia tidak bisa menahan diri dan langsung menarik pemisah di depan mereka."Kalau sudah sampai, kamu langsung turun." Suara serak Preston terdengar memberi perintah. Namun, ucapan itu bukan ditujukan pada Livy, melainkan pada sopir.Saat ini, telapak tangannya yang hangat sudah melekat di pinggang Livy. Sopir di depan tentu saja memahami apa yang terjadi. Dia langsung menginjak pedal gas lebih dalam.Lima menit kemudian, mobil berhenti di depan pintu vila. Sopir itu turun untuk memberikan ruang bagi mereka berdua.Di kursi belakang yang tidak terlalu luas, Livy dipeluk erat oleh Preston. Suhu tubuh mereka terus meningkat dan aroma keintiman yang menggoda mulai memenuhi ruangan.....Pada
"Gimana kalau Restoran Astin saja? Dekat dengan kantor kita, tinggal nyebrang," usul Sherly dengan santai.Restoran Astin adalah restoran mewah dengan harga yang sangat tinggi. Setidaknya, seorang akan habis 2 juta. Dengan jumlah orang di departemen sekretaris ini, totalnya pasti mencapai 40 juta.Sementara itu, saldo di rekening Livy hampir habis. Komisi proyeknya pun entah kapan cair. Jika dia menggelar makan malam semahal itu, dia akan jatuh miskin."Bu, tempat itu agak mahal. Gimana kalau kita ...." Livy baru saja akan memberikan usulan, tetapi Sherly langsung memotongnya, "Livy, rasanya kurang pantas kalau di restoran murah. Lagian, aku punya keanggotaan di sana, jadi akan ada diskon. Nggak akan terlalu mahal."Namun, uang Livy benar-benar tidak banyak. Harga di restoran itu jelas sangat tinggi."Restoran Astin ya? Livy, kamu benar-benar royal! Nanti aku harus pamer di media sosial!""Livy, pacarku akan menjemputku nanti. Dia boleh ikut nggak? Semakin banyak orang, semakin meriah,
Sambil memegang ponsel, Livy keluar seperti pencuri. Kemudian, dia segera menjawab panggilan itu. "Pak?""Ada masalah apa?" Di ujung sana, suara Preston terdengar seperti baru saja turun dari pesawat karena ada suara angin yang menderu di sekitarnya.Livy agak terkejut, tidak menyangka bahwa hanya karena dia ingin meminjam uang, Preston sampai khawatir sesuatu terjadi padanya dan menelepon untuk menanyakan langsung."Nggak ada apa-apa. Begini, proyekku baru selesai, jadi kupikir sudah seharusnya mentraktir teman-teman sekantor makan bersama. Tapi, uangku nggak cukup, jadi aku ...."Meskipun gaji yang diberikan Preston cukup besar, beberapa waktu lalu, dia menghabiskan banyak uang untuk neneknya, ditambah lagi untuk membeli berbagai hal seperti dasi untuk Preston. Pada akhirnya, uang yang tersisa tidak banyak. Mungkin, dia adalah nyonya kaya paling miskin."Di mana tempatnya?" tanya Preston."Di Restoran Antis.""Hm." Preston tiba-tiba tertawa kecil di ujung telepon. "Bu Livy memang san
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge