Mengingat masa lalu, Livy seolah-olah tenggelam dalam pikirannya. Kata-kata yang penuh emosi belum sempat dilanjutkan, tetapi Preston sudah menyela, "Hampir seperti monyet di kebun binatang, 'kan?""?"Rasa sedih yang tadi meliputi hati Livy langsung lenyap. Dengan mata yang masih merah karena tangis, dia menatap linglung ke arah Preston yang telah merusak suasana.Preston tampaknya sedang dalam suasana hati yang cukup baik sehingga bertanya lagi, "Saat itu, kulitmu hitam nggak?"Livy merasa canggung, memalingkan wajah sambil bergumam, "Sedikit."Dulu jika dia melakukan kesalahan sedikit saja, Kristin akan mengusirnya keluar rumah, membuatnya berdiri di luar berjam-jam. Jadi, kulitnya agak gelap waktu itu."Hm, lain kali aku akan suruh Bendy cari foto masa kecilmu. Dinding rumah kita masih kosong, bisa kita sediakan satu tempat khusus untuk pajang foto-fotomu yang dulu," ujar Preston dengan nada santai.Livy terkejut, tidak percaya ucapan seperti itu keluar dari mulut Preston. Apa-apaa
Ketika merasakan keanehan dari Preston, Livy refleks merasa gugup dan menyangkal dengan terbata-bata, "A ... Aku nggak begitu!"Livy hanya terbawa emosi sesaat sehingga ingin mendekat ke Preston, itu saja."Mm? Aku nggak percaya." Tatapan Preston yang tajam, menatap wajah Livy yang merah. Pada akhirnya, dia tidak bisa menahan diri dan langsung menarik pemisah di depan mereka."Kalau sudah sampai, kamu langsung turun." Suara serak Preston terdengar memberi perintah. Namun, ucapan itu bukan ditujukan pada Livy, melainkan pada sopir.Saat ini, telapak tangannya yang hangat sudah melekat di pinggang Livy. Sopir di depan tentu saja memahami apa yang terjadi. Dia langsung menginjak pedal gas lebih dalam.Lima menit kemudian, mobil berhenti di depan pintu vila. Sopir itu turun untuk memberikan ruang bagi mereka berdua.Di kursi belakang yang tidak terlalu luas, Livy dipeluk erat oleh Preston. Suhu tubuh mereka terus meningkat dan aroma keintiman yang menggoda mulai memenuhi ruangan.....Pada
"Gimana kalau Restoran Astin saja? Dekat dengan kantor kita, tinggal nyebrang," usul Sherly dengan santai.Restoran Astin adalah restoran mewah dengan harga yang sangat tinggi. Setidaknya, seorang akan habis 2 juta. Dengan jumlah orang di departemen sekretaris ini, totalnya pasti mencapai 40 juta.Sementara itu, saldo di rekening Livy hampir habis. Komisi proyeknya pun entah kapan cair. Jika dia menggelar makan malam semahal itu, dia akan jatuh miskin."Bu, tempat itu agak mahal. Gimana kalau kita ...." Livy baru saja akan memberikan usulan, tetapi Sherly langsung memotongnya, "Livy, rasanya kurang pantas kalau di restoran murah. Lagian, aku punya keanggotaan di sana, jadi akan ada diskon. Nggak akan terlalu mahal."Namun, uang Livy benar-benar tidak banyak. Harga di restoran itu jelas sangat tinggi."Restoran Astin ya? Livy, kamu benar-benar royal! Nanti aku harus pamer di media sosial!""Livy, pacarku akan menjemputku nanti. Dia boleh ikut nggak? Semakin banyak orang, semakin meriah,
Sambil memegang ponsel, Livy keluar seperti pencuri. Kemudian, dia segera menjawab panggilan itu. "Pak?""Ada masalah apa?" Di ujung sana, suara Preston terdengar seperti baru saja turun dari pesawat karena ada suara angin yang menderu di sekitarnya.Livy agak terkejut, tidak menyangka bahwa hanya karena dia ingin meminjam uang, Preston sampai khawatir sesuatu terjadi padanya dan menelepon untuk menanyakan langsung."Nggak ada apa-apa. Begini, proyekku baru selesai, jadi kupikir sudah seharusnya mentraktir teman-teman sekantor makan bersama. Tapi, uangku nggak cukup, jadi aku ...."Meskipun gaji yang diberikan Preston cukup besar, beberapa waktu lalu, dia menghabiskan banyak uang untuk neneknya, ditambah lagi untuk membeli berbagai hal seperti dasi untuk Preston. Pada akhirnya, uang yang tersisa tidak banyak. Mungkin, dia adalah nyonya kaya paling miskin."Di mana tempatnya?" tanya Preston."Di Restoran Antis.""Hm." Preston tiba-tiba tertawa kecil di ujung telepon. "Bu Livy memang san
Livy menoleh menatap semua orang yang datang malam ini, lalu tersenyum tipis. "Malam ini sebenarnya adalah acara kumpul-kumpul untuk rekan kerja. Tapi karena kalian membawa keluarga untuk meramaikan suasana, ya sudah. Tapi, kuharap mulai sekarang kalian bisa melakukan tugas masing-masing dengan baik."Anggap saja ini sebagai pembayaran untuk menghindari masalah di kemudian hari. Kalau setelah makan gratis ini mereka masih bermain tipu muslihat di belakangnya atau menyebarkan gosip, Livy tidak akan membiarkannya begitu saja."Ten ... tentu saja." Rekan kerja itu memalingkan wajah dengan rasa bersalah.Livy masih mengingatnya. Dulu ketika ada masalah antara dirinya dan Zoey, wanita ini adalah salah satu yang menggosipinya."Semua itu cuma kesalahpahaman di masa lalu, 'kan? Kamu cantik dan baik hati, kita harus menjaga hubungan baik mulai sekarang!"Rekan-rekan di sekitarnya mulai ikut menimpali."Ya, benar sekali! Livy sangat berbakat, baru 20-an tahun, tapi sudah bisa menyelesaikan proy
Livy terkejut bukan main. Hanya 6 juta? Bagaimana mungkin!Malam ini, rekan-rekannya minum dengan puas, bahkan mereka memesan dua botol alkohol. Harga kedua botol itu saja sudah 6 juta, belum lagi mereka memesan sekitar 18 hidangan. Awalnya, Livy sudah bersiap untuk merogoh kocek dalam-dalam!"Benar, Bu. Kami memberimu diskon hingga 90%." Pelayan itu tersenyum sambil menunjukkan kartu keanggotaan dan berkata, "Selain itu, mulai sekarang kamu bisa menikmati diskon di sini."Apa ini? Apakah ini keberuntungan yang tak terduga? Livy masih bingung, merasa ada yang aneh. Dia bertanya, "Apa aku boleh tahu alasannya? Apa aku memenangkan sesuatu? Atau ada acara khusus hari ini? Semua tamu mendapat perlakuan ini?"Livy merasa ini sangat tidak wajar. Selama ini, dia belum pernah mendengar Restoran Astin memiliki promosi semacam ini. Selain itu, dia juga tidak pernah menganggap dirinya beruntung. Kalaupun ada kegiatan undian, tidak mungkin dia yang menang."Bu, aku hanya mengikuti perintah dari at
"Hm ...." Itu memang benar, meskipun dia tidak pernah menggunakannya.Ivana semakin bersemangat mendengarnya. Dia langsung meraih tangan Livy dan berseru, "Jadi, Livy, suamimu benaran pewaris kaya? Ganteng nggak?"Livy sontak teringat pada Preston. Dia lantas mengangguk. "Dia kaya dan ganteng." Tipikal pria idaman."Wah, serius nih?" Seperti orang yang sedang jatuh cinta, Ivana melompat kegirangan di tempat. Namun, dia segera sadar dan bersikap normal. "Oke, oke, gosipnya cukup sampai di sini. Livy, yang penting kamu bahagia! Suamiku sudah datang menjemput, kabari aku kalau kamu sudah sampai rumah ya!"Setelah itu, Ivana melambaikan tangan ke arahnya, lalu berbalik dan naik sepeda listrik yang tidak jauh dari sana. Dia melambaikan tangan lagi ke Livy. "Livy, sampai jumpa ya."Livy pernah bertemu dengan James, suami Ivana. Penampilannya sangat simpel, bukan tipe pria muda yang tampan. Sebaliknya, dia tampak jujur dan sedikit lebih tua dari usianya.James tidak punya banyak uang, tetapi
Livy yang lamban masih belum menyadari nada bicara Preston yang berubah. Dia tanpa sadar mengangguk. "Ya, sepertinya Pak David juga hebat dalam investasi. Kalau ada kesempatan, aku ingin belajar darinya.""Livy, aku baru saja memujimu pintar, tapi sekarang kamu sudah bodoh." Suara Preston terdengar dingin. "David itu cuma kebetulan beruntung. Kalau soal bisnis, kamu seharusnya belajar dariku, malah mengagumi yang ilmunya setengah-setengah."Hah? Nada suaranya terdengar agak aneh, 'kan? Livy menggunakan sedikit pengalaman cintanya di masa lalu dan menebak. Preston sepertinya tidak senang karena dia memuji orang lain.Jadi, Livy segera mengganti topik pembicaraan dan mencoba merayu Preston, "Ini pasti karena aku makan terlalu banyak malam ini, jadi otakku nggak jalan. Suamiku sudah pasti jauh lebih hebat daripada Pak David. Nanti kalau kamu punya waktu, aku akan langsung belajar darimu.""Sayang, proyekku yang sebelumnya juga berjalan dengan baik berkat bimbinganmu. Kalau ada kamu, aku p
Astaga, situasi macam apa ini?Telinga Livy terasa panas membara. Tanpa bisa dikendalikan, pikirannya mulai dipenuhi gambaran-gambaran yang tidak senonoh.Akhirnya, dia memutuskan untuk tidak membalas pesan mesum dari Preston. Dia mengalihkan perhatiannya kembali ke pekerjaan dan mulai mencari informasi tentang Mathias.Informasi tentang pria itu cukup terbatas di internet. Katanya, dia adalah pria paruh baya yang merintis usahanya dari nol dan dikenal memiliki cara bicara yang baik.Namun, ada juga beberapa rumor negatif yang menyebutkan bahwa selama bertahun-tahun, dia diam-diam berselingkuh dari istrinya dan memiliki banyak wanita di luar.Livy tidak tahu mana yang benar dan mana yang tidak. Yang bisa dilakukan hanya mempersiapkan diri, mempelajari berbagai hal tentang musik, catur, kaligrafi, dan lukisan.Meskipun dia tahu usahanya mungkin tidak terlalu berpengaruh, setidaknya itu lebih baik daripada tidak mempersiapkan apa pun.Setelah sibuk sepanjang sore, Livy akhirnya tiba di r
"Livy, ke mana saja tadi? Kenapa lama sekali tanpa bilang apa-apa ke kami? Jangan-jangan kamu malas-malasan?"Pria paruh baya itu berdiri dengan perut buncitnya. Meskipun gemuk, dia tetap berusaha memakai jas seperti orang lain. Namun, penampilannya malah seperti agen asuransi yang sedang mengalami krisis paruh baya.Livy mengerutkan keningnya sedikit dan menjelaskan, "Pak Preston mencariku, ada beberapa hal yang harus disampaikan.""Oh, ternyata Pak Preston ...." Umay menyipitkan matanya, tampak sedikit mengejek. "Ya, wajar saja Pak Preston masih memperhatikanmu. Bagaimanapun, dulu kamu bekerja di bawahnya.""Tapi, aku harap wanita sepertimu nggak langsung berpikir macam-macam hanya karena seorang pria bersikap baik sedikit kepadamu. Ingat, Pak Preston sudah punya istri. Lebih baik kamu realistis saja dan pertimbangkan untuk ....""Kak Umay, sebenarnya ada urusan apa mencariku?" Melihat pria menyebalkan di depan berbicara semakin tidak sopan, Livy buru-buru memotong ucapannya."Nggak
Livy tertegun. Preston ... apa maksudnya?Preston kembali berkata, "Dia cuma keponakanku, sedangkan kamu adalah istriku."Oh, jadi begitu. Livy mengerti sekarang. Bagi Preston, statusnya sebagai istri memang sedikit lebih tinggi daripada status seorang keponakan. Namun, hanya sebatas itu. Hanya karena saat ini, dia masih menjadi istri Preston."Lebih baik nggak usah," ujar Livy setelah berpikir sejenak. "Aku juga jarang punya waktu untuk memakai tas seperti ini. Kalau cuma disimpan di rumah, rasanya akan terbuang sia-sia.""Biarkan saja terbuang sia-sia," kata Preston dengan tidak acuh. Baginya, uang seperti ini hanyalah jumlah kecil. Jika istrinya menyukai sesuatu, dia akan membelinya tanpa peduli apakah benda itu akan terpakai atau tidak."Tapi ...." Livy masih ingin berkata sesuatu, tetapi Preston sudah menariknya ke dalam pelukan."Aku memberikan hadiah untuk istriku, tapi kamu malah menolaknya berulang kali? Kamu pikir aku miskin sampai nggak sanggup membelikanmu sesuatu sekecil i
"Mana mungkin!" Livy buru-buru melambaikan tangannya. "Di departemen sekretaris masih ada banyak senior. Kamu juga termasuk salah satu senior buatku. Jangan bicara seperti itu.""Ya, ya, aku paham." Ivana buru-buru menutup mulutnya, lalu melanjutkan, "Aku serius kali ini. Pak Preston mencarimu, dia suruh kamu ke atas.""Kenapa kamu yang mencariku?" Livy sedikit terkejut. Biasanya kalau ada urusan seperti ini, Bendy yang datang menemuinya.Ivana menjawab, "Sepertinya Pak Bendy ada urusan mendadak. Dia cuma sempat mampir sebentar ke departemen sekretaris untuk menyampaikan pesan. Sudahlah, Livy, cepat naik ke atas. Siapa tahu Pak Preston berubah pikiran dan mau memindahkanmu kembali ke departemen sekretaris!"Tidak mungkin, 'kan? Semalam Preston sudah mengatakan bahwa dia tidak akan memindahkannya kembali sebelum misinya selesai.Dengan penuh rasa penasaran, Livy segera mengetuk pintu kantor Preston."Masuk."Saat mendorong pintu, Livy melihat Preston sedang tidak bekerja. Pria itu memeg
"Hah?" Livy sempat mengira dirinya salah dengar. Namun, saat melihat Preston menunggu dengan ekspresi seperti ingin dilayani, dia yakin bahwa dirinya tidak salah dengar.Membantu dia mandi? Dia menatap laki-laki di hadapannya dengan mata membelalak.Sebagian besar pakaiannya sudah terlepas, memperlihatkan tubuh ramping dengan garis otot yang tegas. Di bawah cahaya lampu, sosok itu terlihat begitu mencolok hingga membuat jantungnya berdebar.Ditambah lagi dengan wajah Preston yang dingin, tegas, dan sempurna, semuanya memberikan dampak visual yang sangat kuat.Sejak kejadian itu, sebenarnya sudah beberapa hari berlalu sejak terakhir kali mereka melakukannya. Seorang wanita ... juga memiliki kebutuhannya sendiri.Livy berdeham, mencoba menahan rasa malu yang merayap di hatinya. Dia terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia masih membutuhkan bantuan pria ini.Sambil menggigit bibirnya, dia mulai membuka kancing kemeja Preston. Sesudah itu, dia bergerak turun ke celana. Ketika tiba giliran
Preston masih punya sedikit kendali atas dirinya sendiri. Lagi pula, setelah 2 hari berturut-turut, tubuh Livy pasti masih butuh waktu untuk beristirahat dengan baik."Kalau begitu ... 6 juta?" Dengan berat hati, Livy menambahkan 2 juta lagi. Wajahnya pun terlihat tegang. "Benaran nggak bisa lebih lagi? Bonusku sedikit banget."Terakhir kali, dia hanya mendapat 1 juta. Itu bahkan tidak cukup untuk membayar satu hidangan Preston."Beberapa hari lagi, bagian keuangan akan mentransfer sisa bonusmu yang sebelumnya. Jadi, kamu nggak bakal sampai kekurangan uang. Lagi pula, bukannya aku sudah kasih kamu kartu? Punya uang tapi nggak dipakai. Kamu bodoh ya?" Nada suara Preston terdengar agak pasrah.Bonus sebelumnya? Livy kaget dan baru teringat. Dia buru-buru bertanya, "Masalah dengan Sherly itu ulahmu ya?"Meskipun kemungkinan besar jawabannya adalah iya, dia tetap ingin memastikan. "Hmm, aku menyuruh Bendy menyelidikinya.""Bonusmu ternyata disalahgunakan oleh Sherly, jadi aku meminta bagia
Jantung Livy seakan-akan berhenti berdetak sejenak. Dia awalnya hanya ingin bertingkah manja untuk mencari jalan pintas, tetapi Preston malah menanggapinya dengan serius.Setelah tertegun sesaat, Livy tiba-tiba merasa dirinya seperti seorang badut. Benar juga, mereka ini pasangan suami istri macam apa?Mereka bukanlah pasangan dalam arti yang sesungguhnya. Jadi, Preston sama sekali tidak punya kewajiban untuk berbagi rahasia bisnis dengannya. Bisa jadi, dia justru sedang menjaga jarak dan tidak ingin berbagi dengannya."Kenapa diam?" Melihat Livy termenung, Preston semakin kesal dan kembali bertanya, "Apa kamu punya sedikit perasaan untukku?""Kenapa nggak? Tentu saja punya." Livy tidak mengerti kenapa pria ini tiba-tiba marah. Tadi, dia sempat mengira Preston tersinggung karena dirinya terlalu percaya diri, tetapi sekarang kenapa justru bertanya soal perasaan?Apakah dia ingin Livy membujuknya? Livy tidak yakin. Atau Preston sedang menguji perasaannya yang sebenarnya?Pada akhirnya, L
Tadi dia ... sudahlah.Preston berdeham pelan, lalu sedikit mengubah topik pembicaraan. "Soal barbeku itu, akhir pekan ini kamu bawa aku ke sana.""Hah?" Livy tampak terkejut dan buru-buru mengingatkan, "Tempat itu cukup terpencil dan semua mejanya di luar ruangan. Aku takut kamu bakal kurang nyaman makan di sana.""Kamu bisa makan, kenapa aku nggak bisa?" balas Preston dengan santai."Baiklah."Lagi pula, Preston yang minta sendiri. Jangan sampai nanti setelah diajak, dia malah menunjukkan ekspresi tidak senang. Itu pasti akan membuat Livy kesal.Sambil menuangkan segelas air lagi untuk dirinya sendiri, Livy menyadari tatapan yang dilayangkan Preston kepadanya. Dengan sigap, dia juga menuangkan segelas air untuk pria itu.Preston menerima air putih yang diberikan Livy, lalu tiba-tiba berkata, "Aku dengar kamu berhasil mengamankan kerja sama ini hanya dalam 5 hari.""Mm ... sebenarnya masih banyak yang belum aku pahami, jadi butuh waktu cukup lama. Tapi, ya sudahlah, setidaknya ini lan
Ryan berbicara dengan pelan, tetapi kata-katanya mengandung makna menyindir jika didengar dengan lebih saksama. Namun, kata-kata itu juga terdengar sedang mengeluh. Ryan sedang mengeluh padanya?Namun, begitu pemikiran itu muncul, Livy langsung menepis pemikiran itu dan berpikir itu pasti hanya sekadar mengeluh biasa saja. Ryan bisa mengajak seseorang dengan mudah, tetapi dia malah menolak undangannya tiga kali. Oleh karena itu, wajar saja jika Ryan mengeluh."Maaf, aku benar-benar agak sibuk," jelas Livy dengan suara pelan."Nggak masalah, aku sudah memaafkanmu," kata Ryan sambil tersenyum dan tatapannya terlihat santai, seolah-olah bisa menarik perhatian siapa pun yang melihatnya."Selesai!"Setelah mengambil beberapa foto lagi, Hesti segera mengembalikan ponselnya pada Ryan dan berkata dengan semangat, "Tuan Ryan, kamu dan Livy benar-benar terlihat sangat serasi, aku sampai nggak tahan untuk mengambil beberapa foto lagi.""Nggak masalah, terima kasih," kata Ryan sambil kembali menge