Livy tiba-tiba terpaku. Kemudian, dia teringat alasan yang digunakannya terakhir kali untuk membohongi Preston. Pria itu tiba-tiba bertanya seperti ini, mungkinkah ....Livy menggigit bibirnya, seketika merasa canggung. Kenapa Preston harus seperti ini? Jelas-jelas dia sudah punya Sylvia. Apakah Sylvia tidak bisa memenuhi kebutuhannya? Atau ada alasan lain? Namun, dia ....Belum sempat Livy bereaksi, pria itu sudah melangkah cepat mendekatinya, menariknya ke dalam pelukan, dan menciumnya dengan paksa. Secara refleks, Livy berusaha meronta. Preston, yang tampak sedikit tidak sabar, akhirnya melepaskannya.Livy menggelengkan kepala dengan keras."Belum selesai?" Pria itu mengerutkan alis, jelas terlihat tidak senang. Livy terpaksa berpura-pura bodoh dan mengangguk.Wajah Preston terlihat muram, ekspresinya seperti kecewa, dan dengan nada datar dia berkata, "Malam ini nggak perlu tunggu aku, aku tidur di ruang kerja."Karena dia sudah pulang, Preston tidak berencana pergi lagi. Namun, tid
Livy pun berpura-pura tidak mendengar dan fokus meminum susunya. Tiba-tiba, suara Preston terdengar suram, "Erick lagi pergi dinas."Livy langsung mengangkat kepalanya, mengira Preston sedang bertanya padanya. Maka, dia mengangguk dan menjawab, "Iya, dia pergi dinas minggu ini, katanya baru akan kembali minggu depan."Begitu kata-katanya selesai, dia menyadari bahwa ekspresi wajah Preston agak muram. Sepasang mata hitamnya menatap tajam pada Livy, bibir tipisnya terbuka, dan suaranya menjadi lebih dingin, "Kamu sepertinya tahu banyak?"Livy tidak berpikir jauh, mengira Preston hanya sekadar bertanya tentang situasi Erick. Jadi, dia menjawab apa adanya, "Dia yang ngasih tahu aku.""Kalian sering berhubungan secara pribadi?" Nada Preston mulai menunjukkan ketidakpuasan."Nggak." Livy menjawab dengan santai, "Waktu itu dia traktir makan malam setelah kami dinas ke luar, lalu dia minta aku gantian traktir di akhir pekan. Aku bilang harus menemani keluarga di rumah.""Akhirnya, dia pindahka
Indra keenam wanita memang sangat tajam. Livy kira-kira sudah bisa menebak identitas wanita di depannya. Dia mengangguk dan menjawab, "Ya, benar.""Kamu cantik sekali," kata wanita itu dengan lembut dan senyuman tipis masih menghiasi sudut bibirnya. "Selera Preston memang bagus. Istri yang dipilihnya sangat menawan."Jantung Livy berdebar kencang. Dia tidak terlalu mengerti maksud dari perkataan wanita itu.Jika wanita di depannya ini adalah Sylvia, mengapa dia mengatakan hal seperti itu?"Anda ini ...." Livy ingin bertanya, tapi suaranya tiba-tiba terpotong oleh suara laki-laki."Sylvia, kenapa kamu datang ke sini?"Livy menoleh ke belakang dan melihat sosok tinggi yang sangat familier berjalan ke arah mereka. Namun, Preston melewatinya tanpa berhenti sedetik pun, langsung menuju ke sisi kursi roda."Kebetulan aku ada urusan dan lewat kantormu, pas sekali ini waktu makan siang. Kupikir kita bisa makan bersama. Tapi karena kamu lagi rapat, aku masuk untuk menunggu di sini." Suara Sylvi
"Kenapa? Kamu belum makan siang? Satunya lagi ini pasti untuk Pak Bendy, 'kan?" tanya Ivana sambil memperhatikan wajah Livy yang tampak pucat. Dengan suara pelan, dia bertanya lagi, "Kalian bertengkar, ya?""Nggak, aku cuma tiba-tiba nggak nafsu makan saja," jawab Livy sambil menggeleng, sama sekali tidak menyadari maksud tersembunyi dari ucapan Ivana."Bilang saja sama aku, mungkin aku bisa bantu carikan solusi," lanjut Ivana. "Sudah lama aku lihat gelagatnya, Pak Bendy itu sepertinya punya perasaan sama kamu. Kalian diam-diam pacaran, ya?"Livy yang semula sedang murung malah merasa ingin tertawa karena pernyataan itu. Namun, dia segera menepis dugaan tersebut, "Kamu benar-benar salah paham. Pak Bendy lagi keluar karena ada urusan.""Ini kebetulan sisa dua porsi makan siang. Aku juga nggak punya nafsu makan, jadi kuberikan saja untuk kamu dan Kak James bawa pulang. Kamu tahu sendiri, setiap hari aku makan makanan sehat begini terus. Aku sampai bosan ...."Takut Ivana tidak percaya, L
Sampai malam tiba, suasana hati Livy masih sangat terpuruk. Saat bekerja, pikirannya melayang ke mana-mana, seolah-olah jiwanya terpisah dari tubuhnya.Hingga malam saat dia lembur sendirian, tiba-tiba teleponnya berdering. Panggilan itu dari Linda. Linda memberi tahu bahwa dia melihat Stanley datang lagi ke kelab Dibiza.Livy terkejut. Setelah insiden besar terakhir kali di Dibiza, bagaimana Stanley masih punya nyali untuk datang dan bermain? Sepertinya kejadian itu sama sekali tidak memengaruhinya.Livy berterima kasih atas informasi dari Linda dan menutup telepon. Sambil memandangi kerlap-kerlip lampu malam di luar jendela, dia mulai memikirkan cara untuk menghancurkan Stanley.Namun, tak lama setelah itu, Linda menelepon untuk kedua kalinya, membawa kabar mengejutkan ...Stanley memesan Yuri.Livy tidak menyangka Stanley bisa seberani itu! Apakah Chloe benar-benar tidak peduli? Dia tidak mengerti. Dengan kecantikan dan kekayaan Chloe, mengapa dia memilih Stanley, pria yang jelas-je
Livy tidak menyalahkan Yuri. Bagaimanapun juga, Yuri hanyalah wanita yang bekerja di tempat hiburan malam dan tidak punya kewajiban apa pun kepadanya. Ditambah lagi, Stanley adalah pria licik yang pandai merayu, jadi wajar jika Yuri akhirnya buka mulut."Jadi sekarang gimana? Stanley mengancammu?" tanya Linda sambil mengernyitkan alisnya dan menggenggam lengan Livy erat-erat. "Aku sudah janji sama Charlene untuk menjagamu. Kalau terjadi sesuatu padamu, aku akan merasa sangat bersalah.""Aku baik-baik saja." Livy menggeleng sambil tersenyum tipis. "Aku cuma mau ketemu Stanley dan bicara sama dia.""Kalau begitu, biar kutemani kamu," ujar Linda dengan nada khawatir."Nggak usah, kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Lagian, ada Yuri di sana. Stanley nggak akan melakukan hal yang melanggar hukum." Livy tersenyum samar.Stanley mungkin memang tidak akan berani melakukan hal ilegal, tapi bukan berarti Livy tidak akan ....Tidak ada lagi yang perlu ditakutinya.Jika ini hanya soal pengkhianatan,
"Tentu saja aku belum lupa gimana kalian menyebabkan kematian nenekku!"Tatapan Livy dipenuhi kebencian saat dia mengeluarkan pisau buah dari tasnya. Cahaya tajam dari bilah perak itu berkilauan di bawah lampu dan sorot mata Livy menjadi semakin intens.Yuri yang awalnya ingin melihat Livy merendahkan diri, langsung mematung ketakutan saat melihat adegan itu. Wajahnya pucat seketika dan dia langsung melompat dari pangkuan Stanley, berlari tergesa-gesa ke sudut ruangan.Namun, Livy berdiri tepat di pintu masuk sehingga memblokir jalan keluarnya. Dengan gemetaran, Yuri hanya bisa meringkuk di sudut ruangan.Stanley yang juga kaget, buru-buru berdiri dengan panik. Bahkan, dia tak sempat menarik celananya yang melorot ke bawah lutut, membuat penampilannya tampak sangat memalukan. Dengan wajah penuh ketakutan, dia mencoba mencari tempat bersembunyi.Langkah Livy perlahan mendekat ke arahnya."Jangan ... jangan! Jangan mendekat!" Stanley memohon dengan suara bergetar. "Kematian nenekmu benar
"Cepat bicara! Jangan bertele-tele!" Livy menekan pisaunya lebih keras."Ah ...!" Stanley merasakan sayatan tipis di lehernya dan langsung berteriak panik. "Aku bicara! Aku akan bicara sekarang!""Waktu itu, ibuku awalnya berencana menculikmu supaya kamu nggak muncul di pernikahanku sama Chloe. Mereka takut kamu bakal buat keributan. Rencana kami sederhana, setelah pernikahan selesai, kami akan melepaskanmu. Tapi, waktu itu kamu menghilang dan kami nggak bisa menemukanmu. Kami bahkan sudah bersiap mengikuti permintaanmu supaya pernikahannya batal.""Jadi kami memutuskan rencana lain, yaitu nenekku pura-pura pingsan di atas panggung sebelum upacara dimulai ....""Tapi saat acara di halaman berlangsung, kamu tetap nggak muncul. Dengan penuh ketakutan, kami menyelesaikan acara pernikahan di halaman. Sampai ke resepsi malam pun, kamu masih nggak muncul.""Kami pikir semuanya sudah selesai. Tapi tiba-tiba kamu muncul, dan kami sudah siapkan rencana cadangan. Kalau kamu bikin keributan, nene
Malam itu, Livy tidur dengan nyenyak. Ketika dia bangun, Preston tepat berada di sampingnya dan mengobati luka di tangannya dengan teliti.Melihat Livy terbangun, Preston mengingatkannya dengan nada datar, "Usahakan jangan terlalu banyak menggunakan tangan kiri. Selain itu, pergi ke departemen keuangan untuk laporkan ini sebagai cedera kerja."Fasilitas di Grup Sandiaga sangat baik. Jika dianggap sebagai cedera kerja, bukan hanya biaya pengobatan yang akan diganti, tetapi Livy juga akan mendapatkan 3 hari cuti."Oke, terima kasih." Membayangkan bisa libur 5 hari karena masih ada akhir pekan, Livy pun tersenyum penuh harapan.Setelah selesai menangani luka Livy, Preston pergi ke rumah sakit dulu. Sementara itu, Livy sarapan dan diantar oleh Remis ke perusahaan.Di perusahaan, tatapan para rekan kerja masih terlihat aneh. Namun, hari ini tatapan mereka bercampur dengan rasa simpati dan makna lain yang sulit dipahami."Livy, dasar kamu ini." Salah satu rekan kerjanya menghela napas panjan
"Tadi ... tadi pas pulang kerja," jawab Livy dengan agak gugup, khawatir Preston tidak percaya. Dia buru-buru menambahkan, "Waktu keluar dari lift, aku nggak sengaja kejepit di pintu.""Bodoh sekali. Aku jadi penasaran, gimana caranya kamu bisa diterima di Grup Sandiaga?" Preston menatapnya tajam, seperti ingin menembus pikirannya.Livy menggigit bibirnya. Apakah Preston sedang meragukan kecerdasannya? Dia bisa bergabung dengan Grup Sandiaga tentu karena kemampuannya!Di antara para lulusan seusianya, Livy termasuk salah satu yang terbaik. Namun, tentu tidak semua orang secerdas Preston. Bagaimanapun Livy berusaha, dia tahu dirinya tidak akan bisa menyaingi Preston.Kecerdasan adalah bawaan lahir. Walaupun kerja keras bisa membantu, tetap saja, usaha tidak bisa dibandingkan dengan bakat.Livy ingin membantah, tetapi mengingat pria di hadapannya adalah bosnya, dia menahan diri untuk tidak berbicara lebih jauh.Setelah Preston selesai mengoleskan obat ke semua luka di tubuhnya, Livy buru
Kata-kata ini tidak terdengar seperti nada menyalahkan, melainkan penuh kasih sayang.Livy tertegun mendengarnya. Dia tidak bisa menahan diri untuk menoleh ke arah pria yang begitu dekat dengannya. Jantungnya berdegup cepat. Dengan sedikit canggung, dia mengalihkan topik pembicaraan, "Bukannya malam ini kamu ada acara makan malam?"Apalagi, Livy tahu Preston pergi bersama Sylvia malam ini. Livy pun mengira Preston tidak akan pulang malam ini."Ya, makan malamnya sudah selesai. Memangnya sekarang sudah jam berapa?" Preston meliriknya dengan ekspresi datar.Livy menjawab dengan ragu, "Jam 11 lebih?""Sekarang sudah jam 1 lewat. Livy, kalau aku nggak pulang malam ini, apa kamu akan merendam dirimu di bak mandi sampai mengembang?"Nada suara Preston terdengar seperti menyalahkan, tetapi jelas menyiratkan kekhawatiran dan ketidakberdayaan.Malam ini adalah pesta ulang tahun Xavier. Preston berencana menghabiskan malam dengan suasana yang meriah, tetapi seorang pengawal yang diam-diam menjag
Setelah masuk ke mobil, Remis si sopir tampak merasa bersalah. "Maaf sekali, Nyonya. Ini semua salahku.""Ini bukan salahmu. Kamu juga korban dalam kejadian ini. Gimana kondisimu?" tanya Livy dengan nada penuh perhatian.Remis memang terkena imbas karena dirinya. Dengar-dengar dia sempat dipukul keras di kepala, hingga mengalami gegar otak ringan.Awalnya, Keluarga Sandiaga berniat memberi cuti untuk Remis. Namun, dia merasa bersalah pada Livy. Setelah tahu Livy kembali bekerja, dia langsung mengajukan diri kepada Preston agar tetap mengantar-jemput Livy, bahkan melaporkan setiap kali berangkat."Nggak apa-apa, Nyonya. Aku kuat dan sehat. Sekarang sudah jauh lebih baik!" jawab Remis sambil tersenyum."Bagus kalau begitu." Livy mengangguk, lalu mulai mengantuk. Karena jalanan di malam hari cukup sepi, mereka hanya butuh sekitar 20 menit untuk sampai di vila.Livy yang kelelahan ingin langsung tidur, tetapi tetap memaksa dirinya untuk mandi. Saat tubuhnya terendam air hangat, rasa kantuk
Kalimat ini benar-benar kejam saat memarahi seorang pria. Chloe sama sekali tidak menjaga harga diri Stanley. Sungguh tajam dan mematikan. Bagaimanapun, pria paling pantang kemampuan ranjangnya dicela.Wajah Stanley sontak memucat, lalu akhirnya menjadi suram. Namun, karena ada orang lain di tempat itu, dia merasa malu untuk marah. Dia hanya bisa menenangkan Chloe dengan nada memelas."Ya sudah, aku tahu kamu cuma main-main di luar untuk membuatku kesal. Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku nggak akan melakukannya lagi. Kalau kamu nggak enak badan, aku akan menemanimu selama dua hari ke depan dan menjadi pelayan pribadimu, oke?"Ugh .... Livy hampir muntah mendengarnya. Untung saja dia sedang lapar, jadi perutnya kosong. Kalau tidak, dia pasti sudah muntah karena mual."Nggak perlu repot-repot. Oh, mantan pacarmu masih ada di sini. Sepertinya dia juga sakit. Pak Stanley, kalau kamu peduli dan menanyakan kabarnya, mungkin kalian bisa balikan lagi," sindir Chloe yang kembali menyerang
Menahan rasa pedih di hatinya, Livy berbalik untuk pergi. Samar-samar, dia mendengar Preston di belakangnya mengangkat telepon.Nada bicaranya tiba-tiba menjadi lembut, bahkan terdengar agak hangat. "Sylvia, aku masih sibuk.""Ya, aku nggak akan lupa."Mendengar sampai di situ, Livy hanya bisa tersenyum getir. Perbedaan antara cinta dan tidak cinta memang sangat jelas.Livy kembali ke kantornya, tumpukan pekerjaan masih menggunung. Dia mengusap perutnya yang mulai terasa lapar, lalu akhirnya memutuskan untuk turun dan mencari sesuatu untuk dimakan.Saat pintu lift terbuka, terlihat beberapa orang dari departemen lain yang masih lembur. Ketika melihat Livy, pandangan mereka menunjukkan penghinaan. Beberapa bahkan mendesaknya ke bagian paling dalam lift, seolah-olah Livy adalah sesuatu yang menakutkan."Itu dia, 'kan?""Ya, benar. Dia nggak terlihat seperti wanita penggoda, tapi trik yang digunakannya sangat hebat.""Hahaha, jangan bicara begitu. Gimana kalau dia dengar nanti?""Biarkan
Livy mengikuti Bendy ke ruangan Preston. Ekspresi pria itu terlihat kurang baik, tangannya memegang tablet, sepertinya sedang membaca pesan di grup.[ Livy dan Pak Bendy mesra sekali. Livy pasti sangat mencintainya. ]Setelah membaca satu per satu komentar, Preston perlahan-lahan mendongak menatap Livy yang berdiri di depannya. "Apa pendapatmu setelah mendengar orang-orang bilang kamu sangat cocok dengan Bendy?"Wajah Bendy langsung menjadi muram. Fitnah, ini benar-benar fitnah! Bukankah setiap kali dia mencari Livy karena perintah Preston? Dia hanya menjalankan tugas, tetapi foto-foto itu malah digunakan oleh orang lain untuk membuat masalah."Ini ... semua ini cuma kesalahpahaman." Livy menggigit bibirnya, menatap Bendy dengan agak canggung dan berkata, "Pak Bendy, apa kamu bisa meluangkan waktu untuk menjelaskan hal ini kepada semua orang?""Baik, aku akan segera mengurusnya." Setelah berkata demikian, Bendy langsung berlari keluar, khawatir dirinya akan terlibat dalam pertengkaran
Livy terpaku mendengar sindiran terakhir dari rekan kerjanya yang segera diikuti oleh tawa sinis."Berani melakukannya tapi nggak berani mengakuinya, ya?"Salah satu rekan kerja lainnya menarik lengannya dan berkata, "Sudahlah, jangan terlalu keras. Nanti dia atur kita jadi petugas kebersihan seperti yang dilakukannya sama adiknya."Usai bicara, para rekan kerjanya pun pergi.Livy yang kebingungan, menoleh ke Ivana yang masih di sampingnya. "Apa aku melakukan sesuatu yang membuat mereka marah?" tanyanya ragu.Ivana tampak sedikit canggung dan ragu-ragu sebelum akhirnya berkata pelan, "Livy, kamu benar-benar minta bantuan agar Zoey dipindahkan ke departemen pemasaran?"Livy terkejut dan segera bertanya, "Dari mana kamu tahu soal itu?"Ivana menghela napas panjang. "Grup obrolan perusahaan sudah heboh soal itu! Aku yakin kamu punya alasan sendiri dan aku tahu kamu bukan orang seperti yang mereka bicarakan. Tapi sekarang, di kantor ... rumor itu sudah menyebar ke mana-mana."Livy merasa s
Livy tidak terlalu memikirkan hal itu. Bagaimanapun, ini adalah area umum, jadi melihat orang lewat adalah hal yang wajar. Saat kembali ke mejanya, Sherly baru kembali setelah beberapa waktu.Livy segera berdiri dan bersiap untuk melaporkan perkembangan proyek. Namun, suara salah satu rekan kerja di sebelahnya tiba-tiba terdengar. "Bu Sherly, tadi pakaian yang Anda pakai bagus sekali. Kenapa sekarang ganti baju lagi?"Sherly tersenyum tipis, lalu merapikan rambutnya dengan anggun dan menjawab, "Tadi agak kotor, jadi aku ganti."Setelah itu, dia menoleh ke arah Livy dengan ekspresi lembut dan memberikan komentar yang terdengar penuh perhatian, "Livy, tubuhmu belum sepenuhnya pulih. Seharusnya kamu istirahat saja di rumah. Aku nggak mau kehilangan salah satu talenta terbaik di departemen sekretaris ini."Ucapan itu segera membuat rekan-rekan lain di sana memandang Livy dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Ada rasa iri yang tidak bisa disembunyikan.Livy terkejut dan buru-buru berkata, "