แชร์

Bab 6 : Bocah 5 Tahun

ผู้เขียน: Nadira Dewy
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-27 12:52:29

Juliet menggigit bibirnya, menahan tawa kecil yang hampir lolos. “Aku harus bayar uang sekolah adikku dan beberapa tunggakannya. Aku janji akan mengembalikan uangnya saat Kepala Divisi transfer nanti.”

Argan terdiam cukup lama. Juliet bisa membayangkan pria itu sedang berpikir keras.

“Argan, kumohon...” Juliet berbisik pelan, memaksimalkan kesan putus asa.

“Ah, baiklah. tapi, janji untuk transfer aku setelah Kepala divisi mengirimkan uang padamu, ya?” ucap Argan dan suaranya terdengar masih tidak rela.

“Iya.”

Dan beberapa detik kemudian, 50 juta itu pun sampai di account bank Juliet!

Melihat itu, Juliet pun tertawa terbahak-bahak.

“Bagus! Argan, kau selalu berjanji akan mengembalikan setiap uang yang pinjam dariku. Kurang lebih, seperti itulah caramu meminjam uang dariku selama ini. Jadi... cobalah rasakan bagaimana rasanya menikmati janji palsu,” ucap Juliet.

Dia pernah berpikir bahwa hidupnya pasti akan hancur lebur dan berantakan jika tidak bersama dengan argan lagi.

Ternyata tidak juga.

Dia merasa lebih lega.

“Hem... Untung saja aku selalu menolak saat dia ingin mengajakku melakukan hubungan intim,” gumamnya.

Dulu, Juliet sangat ketakutan karena orang tuanya selalu berkata bahwa malam pertama itu sangat menyakitkan, biasanya orang akan berteriak. Jadi, kalau sudah pasangan suami istri orang lain tidak akan peduli.

Ah, tapi kan juga sudah melakukannya dengan Wilson! Bahkan Juliet baik-baik saja meskipun memang ada perasaan tidak nyaman di bagian bawah sana.

Ting!

Seolah tahu sedang dipikirkan, sebuah pesan tiba-tiba masuk dari Wilson.

‘Jangan lupa tentang nanti malam.’

Deg!

Juliet menggigit bibir bawahnya. Meski hanya lewat chat, tetap terasa ngeri.

“Apa aku berpura-pura amnesia saja?”

Jelas tidak bisa menghindari Wilson, ia terpaksa menemui pria itu.

Malam harinya, di sebuah kafe yang berada tidak jauh dari tempat Juliet tinggal.

Juliet duduk berhadapan dengan Wilson.

Pria itu menatapnya tanpa ekspresi, sorot matanya tajam dan menusuk, membuat Juliet merasa seperti seekor mangsa di hadapan pemangsa yang menakutkan.

Ruangan itu terasa begitu sunyi. Padahal, ada pengunjung lain juga di sana.

Juliet meremas jemarinya sendiri di pangkuan, mencoba menahan kegelisahan yang terus menghantui pikirannya. Ia tidak tahu pembahasan menakutkan apa yang akan mereka bahas sehingga harus datang ke sini, tapi sejak awal ia sudah merasakan firasat buruk.

Ingin tenggelam saja rasanya.

Wilson akhirnya mulai membuka suara, suaranya dingin dan dalam.

“Bagaimana perasaanmu setelah melecehkan seorang pria?”

Juliet sontak menegang. Matanya membelalak, dadanya terasa sesak. “Pembahasannya hanya tentang itu lagi?” pikirnya.

“Apa maksud Anda, Pak CEO? Aku kan sudah minta maaf, apa masih tidak cukup?” suaranya bergetar, antara bingung dan marah.

Wilson menyandarkan tubuhnya ke kursi, tetap menatapnya dengan sorot tajam. “Jangan pikir harga diriku hanya sepadan dengan kata maaf saja.”

Juliet menggigit bibir bawahnya.

Sial!

Dia kesal.

Harga diri, katanya? Padahal, Juliet juga memiliki harga diri.

Namun, harga diri seorang Juliet sepertinya dianggap gaib oleh Wilson.

Melecehkan???

Tuduhan itu begitu brengsek, dan jelas tidak cocok jika diarahkan pada seorang gadis polos yang hanya ingin membalas dendam. Padahal, Juliet itu masih amat polos sebelumnya.

Dia merasa telah kehilangan banyak, dia di rusak. Tapi, kenapa dia tertekan seolah dia tersangkanya?

“Pak Wilson, aku tidak melakukan apa pun yang pantas disebut seperti itu,” Juliet akhirnya bersuara, mencoba mempertahankan ketenangannya. “Bukannya kalau orang dewasa melakukan itu adalah hal yang lumrah?”

Wilson terkekeh pelan, tapi nadanya penuh ancaman. “Benarkah? Tubuhmu memang dewasa, tapi otak mu seperti bocah 5 tahun yang bahkan gila sendiri karena cinta monyet. Jangan sok dewasa di hadapan ku.”

Juliet mengepalkan tangannya di bawah meja. Matanya menyiratkan perasaan sebal.

Bocah 5 tahun?

“Cih! Bocah 5 tahun mana yang bisa menghidupi pacarnya selama bertahun-tahun?” pikirnya.

Juliet menghela napasnya. Dia tidak bisa mengelak lagi. Wilson sepertinya membutuhkan lebih daripada hanya kata maaf.

“Baiklah... aku mengaku kalau aku salah kepada Pak Wilson. Jadi, Pak Wilson maunya bagaimana?” tanya Juliet pasrah.

Wilson tersenyum dingin. “Karena aku orang yang murah hati, maka aku suka permintaan maaf yang lebih mengesankan.”

Juliet mengerutkan keningnya. “Apa?” Ia mulai berpikir, lalu terperangah sendiri. Juliet langsung menyilangkan lengannya menutupi bagian dadanya. “Jangan bilang...”

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 7 : Sebuah Kesepakatan

    Wilson berdecih kesal melihat tingkah Juliet. “Kenapa otakmu bahkan lebih mesum daripada yang aku duga?” sinis nya. Juliet berdecih sebal. Ia menurunkan tangannya. Matanya yang tadi terlihat waspada kini terlihat kikuk. “Harusnya Pak Wilson mengatakan saja secara jelas maunya apa. Kalau bicaranya setengah-setengah seperti itu, ya tentu saja bukan salahku yang akan salah paham,” balas Juliet yang tak mau terlalu dipojokkan. Wilson menghela napasnya. Tatapan tajam dan serius. “Sebagai bukti permintaan maaf yang tulus darimu, aku ingin kau datang setiap pagi untuk mengantarkan sarapan kepadaku. Ingat, wajahmu juga harus terlihat tulus selayaknya orang yang menyesal.” Juliet terperangah tak percaya. Matanya membesar, sulit percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Apa?” suaranya nyaris bergetar. “Kenapa aku harus mengantarkan sarapan setiap pagi, Pak Wilson? Bukankah ada cara yang lebih mudah untuk menyelesaikan masalah ini?” Wilson menegakkan tubuhnya, menatapnya seolah perm

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 8 : Memojokkan dengan Sempurna

    Juliet tersentak kaget. Sadar telah menerima panggilan telepon dari Argan, Ia pun segera mengakhiri telepon. Sudahlah... Dia benar-benar sangat kelelahan sekarang. Otak dan tubuhnya butuh istirahat. Juliet melanjutkan tidurnya. Ah, ia sudah tidak peduli lagi. Namun, hal itu jelas berbanding terbalik dengan Argan. Dia sudah pusing karena mobilnya diambil Juliet, lalu uang 50 juta yang ada di tangan Juliet, dan Sekarang semua barang-barang pemberian Juliet tidak ada. Argan langsung meninggalkan apartemen, menuju ke tempat di mana Juliet tinggal. Dia harus mendapatkan penjelasan dari kekasihnya itu, sekaligus mengambil kembali apa yang Juliet ambil. ****Juliet menggosok matanya yang terasa begitu berat. Kantuk masih menguasai tubuhnya, tapi di hadapannya, Argan duduk dengan ekspresi penuh rasa frustrasi. Pria itu tampak tersiksa, berjalan pun sudah cukup menyakitkan baginya, tetapi tetap memaksakan diri untuk banyak bergerak hari ini tanpa mobil, dan sekarang harus datang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-27
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 9 : Kotak Sarapan Mewah

    Argan melangkahkan kaki meninggalkan rumah Juliet dengan perasaan campur aduk, kesal, bingung, dan merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia kuasai. Pernyataannya Kenapa Juliet bisa berubah seperti sekarang ini tidak mendapatkan jawaban dari yang bersangkutan. Kalimat mengambang yang diucapkan oleh Juliet sebelum dia pergi benar-benar membuat Argan pusing. “Sepertinya kau butuh waktu lama untuk pulih, ya? Ya sudah... lebih baik sekarang kau pulang dan istirahat yang lama.” Argan mengusap wajahnya dengan kasar. Barang-barangnya di apartemen hilang entah ke mana. Uang 50 juta yang ia harapkan kembali telah raib. Mobil milik Juliet, yang diam-diam ingin ia kuasai juga tak tersentuh lagi. Langkahnya terasa semakin berat. Setiap langkah seolah menekan kesadarannya akan satu hal yang selama ini ia remehkan, Juliet bukanlah gadis bodoh yang bisa terus-menerus ia tipu. Argan mendesah panjang, mencoba berpikir. “Apa mungkin... Juliet tahu tentang aku dan Rania,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 10 : Kegelisahan Argan dan Rania

    Argan menjatuhkan tubuhnya ke kursi kerja dengan wajah yang keruh. Matanya kosong, pandangannya tertuju pada layar komputer yang sejak tadi tidak bergerak. Tangannya terulur pelan, namun justru mengusap wajahnya dengan kasar, berulang kali, seolah ingin menghapus kebingungan yang menumpuk di kepalanya setelah melihat Juliet pergi ke ruang kerja Wilson. Juliet... Kenapa Juliet bisa-bisanya mengantar sarapan ke Wilson, CEO tempatnya bekerja? Ini bagaikan mimpi untuknya. Itu hal yang sangat tidak masuk akal. Juliet bukan karyawan di perusahaan tempatnya bekerja. Bahkan selama ini, Argan tahu betul kalau Juliet tidak pernah sekalipun menyinggung soal Wilson. Tidak ada kedekatan. Tidak ada obrolan. Tidak ada tanda-tanda yang mengarah ke sana. “Dia berubah belakangan ini dan perubahan itu apakah sejak ada sesuatu dengan Pak Wilson?” gumam Argan lirih. Pikirannya makin berkecamuk. Apa mungkin Juliet punya hubungan khusus dengan Wilson? Atau jangan-jangan Juliet sengaja mend

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 11 : Kepalsuan yang Sesungguhnya

    Juliet akhirnya sampai di kantor tempatnya bekerja, nyaris saja terlambat. Napasnya masih memburu, sepatu hak tingginya seperti ingin memberontak dari kakinya. Pegal sekali! “Gila… baru sekali ini jalan kaki dari parkiran belakang rasanya seperti naik gunung,” gumamnya dalam hati. Biasanya, Juliet memang selalu naik Bus. Bahkan untuk jarak dua blok pun dia lebih memilih duduk manis dalam kabin ber-AC. Tapi sejak drama bersama Argan dan misi ‘mengantarkan sarapan untuk CEO menyebalkan’, gaya hidupnya jadi ikut terseret perubahan yang tidak dia inginkan. Begitu sampai di mejanya, Juliet langsung menjatuhkan diri ke kursi kerja. Anggota tim pemasaran sudah mulai sibuk sejak tadi, suara ketikan dan gumaman pelan memenuhi ruangan itu. Juliet menghembuskan napas panjang, merapikan rambutnya sekilas, lalu menyalakan laptopnya. Hari ini dia harus fokus. Harus bereskan laporan mingguan, lalu setor ke kepala divisi sebelum siang tiba. Dia membuka spreadsheet, mengintip angka-ang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-14
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 12 : Dompet yang Menangis

    Juliet menatap dengan tatapan ngeri. “Apa-apaan ini?” bisiknya. Tangannya gemetar saat memegang buku menu lebih mirip buku dosa besar bagi isi dompetnya. Desert seukuran koin lima ratus rupiah dihargai empat ratus ribu rupiah. Dan itu belum termasuk pajak dan servis 21%. Dompet Juliet pasti sedang Tremor sekarang. “Aku harus cari cara supaya bisa kabur,” batinnya. Dia menelan ludah berkali-kali. Jantungnya seperti ikut berdetak sesuai jumlah angka nol yang tercetak tebal di sebelah kanan nama menu. Sementara itu, di seberangnya, Wilson duduk dengan sangat tenang dan elegan. Mengenakan jas berpotongan rapi, pria itu tampak seperti pangeran dalam dongeng, pangeran super tampan yang sayangnya berjiwa jutaan iblis dalam tubuhnya. “Rasanya lumayan juga,” gumam Wilson sambil mengunyah potongan wagyu steak yang nyaris transparan karena kelembutannya. Juliet hanya menatapnya. Tatapan yang pen

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-15
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 13 : Rasa Cemburu Rania

    “Aku keluar dulu, Pak,” ucap Juliet sambil membuka pintu mobilnya. “Tunggu!” cegah Wilson, menahan lengan Juliet. “... Ada apa, Pak? Kalau mau membahas soal menu sarapan besok, kita lanjutkan nanti—” Dug! Juliet terkejut saat tiba-tiba saja Wilson mengusap bibir Juliet. Seketika itu ia menjauhkan wajahnya, mundur. “K–kenapa?” Wilson terdiam sesaat. “Warna lipstik mu membuat mataku sakit,” jawabnya. Mendengar itu, Juliet mengerutkan kening. Dia benar-benar heran, padahal cukup gelap di dalam mobil. Kenapa juga warna lipstik yang soft itu harus membuat matanya sakit? ‘Dasar bedebah sialan!’ batin Juliet. “Kalau begitu, daripada mata anda sakit terlalu lama, aku keluar dulu saja,” buru-buru Juliet keluar dari mobil itu. Ah, lega!!! Wilson menghela napasnya. Matanya seolah menerawang dalam. “Perempuan bodoh ini...” gumamnya. Begitu Juliet keluar dari

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-15
  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 14 : Sarapan Pagi Kedua

    Thom menghela napas panjang dan lega setelah mendengar pintu rumah tertutup rapat. Ia berjalan pelan ke ruang tamu, melihat Juliet duduk dengan wajah kesal sambil menatap kotak makanan di hadapannya, pemberian dari Rania yang tidak sedikit pun menggugah seleranya. “Kenapa Kakak masih berteman dengan Rania, sih?” tanya Thom dengan nada serius, sambil melirik kotak makanan itu dengan tatapan tidak suka. Juliet tersenyum tipis lalu menyodorkan kotak makanan itu kepadanya. “Kalau kau mau, ambil saja. Aku tidak berniat memakannya. Tidak ada selera sedikitpun.” Thom menggeleng dengan ekspresi muak. “Aku sudah kenyang, dan jujur saja, aku tidak percaya dengan apa pun yang datangnya dari dia.” Juliet menghela napas panjang, lalu bersandar di sandaran sofa. “Aku sudah tidak benar-benar berteman dengannya lagi. Aku hanya ingin pura-pura sebentar.” Thom duduk di sampin

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-04-16

บทล่าสุด

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 19 : Hari Pertama di Apartemen Wilson

    Glek... Juliet menelan ludah. ‘Mimpi apa aku semalam?’ batin Juliet saat melihat Wilson berdiri di hadapannya, di ambang pintu. Juliet menggelengkan kepalanya. Kenapa dia terpesona? Jelas-jelas dia adalah pria yang sama yang membuat dompetnya menjerit dan hidupnya berantakan akhir-akhir ini. Juliet ingin memutar balik dan kabur, tapi suara Wilson lebih cepat menghentikannya. “Cepat masuk. Jangan berdiri di sana seperti pengantar paket.” Juliet mendengus pelan, menyeret langkahnya masuk. Aroma khas sabun mahal dan wangi maskulin langsung menyambutnya, seolah apartemen itu juga ikut mengejek hidup super sederhana yang biasa dia jalani. Wilson berjalan santai ke ruang tengah, tanpa memperdulikan Juliet yang masih berdiri kikuk di ambang pintu. Pakaian santainya, kaus putih pas badan dan celana jogger abu, terlalu menggoda untuk seorang pria yang dikenal menyeb

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 18 : Pria Tidak Tahu Malu

    Juliet duduk diam mematung, seolah-olah tubuhnya membeku oleh tekanan yang datang bertubi-tubi. Tatapan Wilson tajam, tenang, namun begitu dingin hingga Juliet merasa seperti sedang berhadapan dengan hakim di ruang sidang. “Apa yang barusan pak Wilson bilang? A–apartemen? Kita?” tanya Juliet. Pikirannya mulai aneh. Tanpa sadar ia melingkarkan lengannya, menutupi dadanya. ‘Hah! Ini sangat gongg sekali! Dia mau menjadikan aku teman tidur?’ batinnya. Wilson menghela napasnya. “Otak mesum mu itu benar-benar bekerja dengan baik, ya?” ujarnya. Juliet pun tersentak kaget. Langsung saja menurunkan kedua lengannya. Dia tersenyum kikuk sambil berkata, “Ah, aku... tidak sedang memikirkan apa-apa. Mesum apanya? Pak Wilson salah paham.” Wilson berdecih mendengar alasan yang dilontarkan Juliet barusan. “Sudah aku bilang padamu, jangan coba-coba untuk menipuku dengan otak bodoh mu itu.” S

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 17 : Butuh Berapa Abad?

    “... Apa katamu barusan, Thom?” Juliet menghentikan langkahnya di depan pintu lobi kantor, tubuhnya membeku seketika. Suara Thom di ujung telepon masih terdengar panik, nyaris tercekat saat menjelaskan kembali apa yang baru saja terjadi padanya. “Aku… aku tidak sengaja, Kak. Mobil itu parkir di tikungan blok kampus, aku tidak melihatnya! Aduh, ini… ini parah sekali rusaknya. Mobil ini pasti milik orang penting! Aku sudah minta maaf, tapi sopirnya minta aku untuk ganti rugi, dan… dan nilainya, seratus dua puluh juta!” suara Thom nyaris pecah. Jeder!!! Rasanya seperti tersambar petir dari segala arah saat mendengar itu. “Thom, kau sedang bercanda, ya?” tanya Juliet, waspada, menolak untuk percaya. “Aku juga maunya bercanda. Tetapi, ini tuh kenyataan, kak!” balas Thom. Juliet mencengkeram gagang ponsel erat-erat, matanya menatap kosong ke arah pintu kaca yang memantulkan bayanga

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 16 : Rasa Malu dan Kekhawatiran

    Wilson menatap kotak makan di atas mejanya dengan ekspresi yang gelap. Salad sayuran yang sudah layu dan kentang madu yang mulai dingin hanya membuat suasana hatinya semakin memburuk. Sudah hampir satu jam berlalu sejak dia mengirim pesan kepada Juliet, namun gadis itu tidak kunjung muncul juga. Padahal, kemarin Juliet akan muncul tepat waktu, meskipun dengan wajah cemberut dan gerutuan yang ditahan, terlihat jelas. Pria itu mendengus pelan, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi kerja. Jemarinya mengetuk-ngetuk meja, menandakan ketidaksabaran yang mulai memuncak di kepalanya. Rasa jengkel itu tidak bisa ditahan, dan saat meeting siang berlangsung, kemarahan Wilson tumpah tanpa bisa dikendalikan lagi. “Angka penjualan kalian stagnan selama dua minggu berturut-turut. Ini kantor atau tempat penampungan santai kalian, hah?” ucap Wilson tajam pada tim pemasaran

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 15 : Kepergok Mesum

    Juliet berjalan cepat, hampir setengah berlari, dia bahkan hampir jatuh, setelah menitipkan kotak sarapan untuk Wilson ke meja resepsionis. Resepsionis yang kebingungan sempat hendak bertanya, tapi Juliet hanya melambaikan tangan buru-buru sambil berkata, “Tolong sampaikan ke Pak Wilson, saya titip di sini, ya.” Ia tidak menunggu jawaban, langsung bergegas menuju lantai 8, tempat di mana ia sempat melihat Rania menyeret Argan menjauh tadi. Begitu sampai di lantai yang sepi itu, Juliet menyelinap ke dekat pantry. Suaranya jelas terdengar, bahkan tanpa perlu terlalu dekat. Rania dan Argan sedang berbicara dengan nada yang tegang. Juliet segera mengaktifkan perekam video di ponselnya, menyelipkannya ke dalam saku blazer agar tidak mencolok. “Aku tidak percaya kau sampai mengatakan hal semacam itu pada Juliet!” suara Rania terdengar jelas, penuh kemarahan. “Bukannya awalnya kau cuma ingin memanfaatkan dia untuk semua fasilitas?!” Argan terdengar berusaha menenangkan. “Rania, de

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 14 : Sarapan Pagi Kedua

    Thom menghela napas panjang dan lega setelah mendengar pintu rumah tertutup rapat. Ia berjalan pelan ke ruang tamu, melihat Juliet duduk dengan wajah kesal sambil menatap kotak makanan di hadapannya, pemberian dari Rania yang tidak sedikit pun menggugah seleranya. “Kenapa Kakak masih berteman dengan Rania, sih?” tanya Thom dengan nada serius, sambil melirik kotak makanan itu dengan tatapan tidak suka. Juliet tersenyum tipis lalu menyodorkan kotak makanan itu kepadanya. “Kalau kau mau, ambil saja. Aku tidak berniat memakannya. Tidak ada selera sedikitpun.” Thom menggeleng dengan ekspresi muak. “Aku sudah kenyang, dan jujur saja, aku tidak percaya dengan apa pun yang datangnya dari dia.” Juliet menghela napas panjang, lalu bersandar di sandaran sofa. “Aku sudah tidak benar-benar berteman dengannya lagi. Aku hanya ingin pura-pura sebentar.” Thom duduk di sampin

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 13 : Rasa Cemburu Rania

    “Aku keluar dulu, Pak,” ucap Juliet sambil membuka pintu mobilnya. “Tunggu!” cegah Wilson, menahan lengan Juliet. “... Ada apa, Pak? Kalau mau membahas soal menu sarapan besok, kita lanjutkan nanti—” Dug! Juliet terkejut saat tiba-tiba saja Wilson mengusap bibir Juliet. Seketika itu ia menjauhkan wajahnya, mundur. “K–kenapa?” Wilson terdiam sesaat. “Warna lipstik mu membuat mataku sakit,” jawabnya. Mendengar itu, Juliet mengerutkan kening. Dia benar-benar heran, padahal cukup gelap di dalam mobil. Kenapa juga warna lipstik yang soft itu harus membuat matanya sakit? ‘Dasar bedebah sialan!’ batin Juliet. “Kalau begitu, daripada mata anda sakit terlalu lama, aku keluar dulu saja,” buru-buru Juliet keluar dari mobil itu. Ah, lega!!! Wilson menghela napasnya. Matanya seolah menerawang dalam. “Perempuan bodoh ini...” gumamnya. Begitu Juliet keluar dari

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 12 : Dompet yang Menangis

    Juliet menatap dengan tatapan ngeri. “Apa-apaan ini?” bisiknya. Tangannya gemetar saat memegang buku menu lebih mirip buku dosa besar bagi isi dompetnya. Desert seukuran koin lima ratus rupiah dihargai empat ratus ribu rupiah. Dan itu belum termasuk pajak dan servis 21%. Dompet Juliet pasti sedang Tremor sekarang. “Aku harus cari cara supaya bisa kabur,” batinnya. Dia menelan ludah berkali-kali. Jantungnya seperti ikut berdetak sesuai jumlah angka nol yang tercetak tebal di sebelah kanan nama menu. Sementara itu, di seberangnya, Wilson duduk dengan sangat tenang dan elegan. Mengenakan jas berpotongan rapi, pria itu tampak seperti pangeran dalam dongeng, pangeran super tampan yang sayangnya berjiwa jutaan iblis dalam tubuhnya. “Rasanya lumayan juga,” gumam Wilson sambil mengunyah potongan wagyu steak yang nyaris transparan karena kelembutannya. Juliet hanya menatapnya. Tatapan yang pen

  • Malam Panas dengan Atasan Mantan   Bab 11 : Kepalsuan yang Sesungguhnya

    Juliet akhirnya sampai di kantor tempatnya bekerja, nyaris saja terlambat. Napasnya masih memburu, sepatu hak tingginya seperti ingin memberontak dari kakinya. Pegal sekali! “Gila… baru sekali ini jalan kaki dari parkiran belakang rasanya seperti naik gunung,” gumamnya dalam hati. Biasanya, Juliet memang selalu naik Bus. Bahkan untuk jarak dua blok pun dia lebih memilih duduk manis dalam kabin ber-AC. Tapi sejak drama bersama Argan dan misi ‘mengantarkan sarapan untuk CEO menyebalkan’, gaya hidupnya jadi ikut terseret perubahan yang tidak dia inginkan. Begitu sampai di mejanya, Juliet langsung menjatuhkan diri ke kursi kerja. Anggota tim pemasaran sudah mulai sibuk sejak tadi, suara ketikan dan gumaman pelan memenuhi ruangan itu. Juliet menghembuskan napas panjang, merapikan rambutnya sekilas, lalu menyalakan laptopnya. Hari ini dia harus fokus. Harus bereskan laporan mingguan, lalu setor ke kepala divisi sebelum siang tiba. Dia membuka spreadsheet, mengintip angka-ang

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status