“Nona Zia pasti tidak menyangka ‘kan kalau takdir kalian ternyata sudah terjalin sejak dulu,” ucapan bi Asti membuat kedua bola mata Zia yang membulat sempurna kembali ke ukuran normal.“Maksud bi Asti?” tanya Zia penasaran.Wanita paruh baya di hadapan gadis manis itu tersenyum tipis. “Pak Darul sudah seperti ayah kedua buat tuan Sean. Tuan Sean muda sangat menghormati pak Darul yang sangat santun dan lembut padanya, walaupun dia hanya seorang sopir,” jawabnya.“Seringnya tuan Alan jarang di rumah dan pak Darul yang selalu menghiburnya. Pak Darul dan saya sama-sama bekerja di rumah tuan Alan di tahun yang sama, jadi kami sering bercerita tentang keluarga masing-masing. Saya tidak menyangka ternyata bisa bertemu dengan Nona Zia, anak teman saya,” ucap bi Asti diakhiri senyuman lebarnya.Zia tersenyum. Kemudian ia kembali tertunduk. Pikirannya masih bercabang.“Lalu bagaimana dengan ayahku dan tuan Sean setelah kepergian nyonya Lucy?” tanya Zia dengan tatapan berat.Bi Asti terdiam sej
Pertanyaan bi Asti membuat gadis itu langsung menaikkan pandangannya. Benar, Zia dan Sean memang saling menyukai. Akan tetapi, tiba-tiba ia merasa rendah diri saat menyadari siapa dirinya dan Sean. Ia hanya mencoba menuruti permintaan ayahnya menjaga lelaki yang menjadi tokoh biografinya.Bukannya Zia tak mau bersama dengan Sean. Namun, pengalamannya sebagai seorang penulis novel romansa. Kisah antara si miskin dan si kaya hanyalah khayalan semata saja. Tentunya ia sudah melakukan beberapa riset untuk semua novelnya, tak ada yang berhasil dengan perbedaan status yang jauh.Mungkin, ia lebih suka menjalani posisinya sebagai sugar baby-nya Sean. Bisa menjaga dan mencintai lelaki tampan itu tanpa bisa memiliki. Kebaikan Sean untuk ayahnya dan juga uang yang sudah ia curi lima tahun lalu sudah sangat cukup untuknya menjaga Sean.“Aku pasti akan menjaga tuan Sean sebisaku, Bi, tapi hanya sebatas itu saja. Waktuku di sin
“Ini dua tiket kapal sesuai pesanan kamu dan ini bayaranmu. Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!” ucap seorang lelaki dengan mengenakan topi hitam dan masker hitam seraya melempar dua amplop. Lelaki di hadapannya yang tampak sebaya dengannya meraih satu amplop panjang berwarna putih dan membuka isinya, dua tiket perjalanan kapal lintas provinsi. Kemudian ia membuka satu amplop panjang berwarna coklat dan sedikit lebih tebal, uang pecahan rupiah. Tangannya menghitung tumpukan uang tersebut. “Kenapa hanya 10 juta?” protesnya dengan tatapan kesal. "Heh, jangan serakah! Rencanamu gagal, terima saja dan cepat pergi sebelum orang-orangnya Sean menemukan kamu dan kekasihmu itu,” peringat lelaki bertopi hitam yang tak lain adalah Niko. Niko melepaskan satu tali maskernya pada telinga kirinya. Ia memajukan sedikit punggungnya dan menatap lekat pada kedua netra lelaki di hadapannya. Ya, lelaki di hadapan Niko adalah Arya, orang yang tadinya menjadi kepercayaan Sean. “Ingatlah, kamu sekar
Niko melajukan mobilnya memasuki rumah tersebut setelah mendapatkan izin dari si pemilik rumah saat melakukan panggilan telepon tadi. Sesampainya di dalam, ia juga langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Agnes, pemilik rumah itu sudah menyambutnya dengan senyuman sinis dan membawanya menuju sofa tamu. “Awas saja jika kedatanganmu tidak penting!” seru Agnes sebagai ucapan selamat datang pada tamunya seraya duduk di sofa tunggal. Niko menghela napas panjang. Sejujurnya ia kesal mendapatkan perlakuan wanita tersebut yang tak sopan, menurutnya. “Santai saja, aku ke sini untuk beraliansi denganmu,” sahutnya kesal dan ikut duduk di sofa yang lebih dekat dengan Agnes. “Kalau begitu langsung saja, jangan berbasa basi! Kamu tahu aku sedang kesal, ‘kan?” Agnes melirik sinis. “Berikan aku minum dulu, kek! Aku ‘kan tamu,” protes Niko, tetapi ia lantas menghela napas lagi menahan kesalnya menyadari Agnes manatapnya kesal. “Oke, aku akan langsung saja,” Lelaki itu lalu menyandarkan punggungnya
“Tuan, saya menerima laporan kalau tuan Niko memesan tiket kapal perahu antar pulau,” lapor pak Sadin pada atasannya.Sean tersenyum tipis nan puas. Ia yang baru saja memasuki mobilnya setelah dari gedung redaksinya pak Simon terlihat makin puas mendengar laporan pak Sadin. Jari jemari lelaki tampan itu bermain mengetuk pelan kain yang melapisi lututnya sembari memasang wajah berpikir.“Siapkan tim keamanan kita dan hubungi polisi untuk menjemput Arya dan nona Tiara Dewi di pelabuhan! Pastikan tak ada yang lecet pada tubuh mereka!” perintah Sean dengan nada santai. “Pak Sadin, jangan lupa beri tahu kakaknya nona Tiara Dewi! Saya yakin gadis itu belum berpamitan pada kakaknya,” sambung Sean diikuti senyuman sinisnya.“Baik, Tuan. Setelah ini, kita langsung pulang ke kantor?” ucap pak Sadin kemudian bertanya pada atasannya.Lelaki tampan dengan iris mata
Tuan Alan lantas menepuk pundak anak lelakinya. Tatapannya penuh kebanggan. “Ayah percaya kamu bisa menangani masalah kecil seperti ini, tapi ada satu hal yang masih membuat ayah bingung, Sean,” ujarnya diikuti ekspresi berpikir.“Bingung? Apa yang membuat Ayah bingung?” tanya Sean seraya mengerutkan dahinya.“Apa istimewanya penulis itu hingga kamu memilihnya dari pada Agnes? Bukankah kalau kamu memilih Agnes, bisa sangat membantu usahamu semakin berkembang pesat, ‘kan?” ujar tuan Alan seraya menatap wajah anak lelakinya.Sean tersenyum. Memang benar yang diucapkan ayahnya. Tuan David yang memang memiliki pengaruh besar dalam industri bisnis, apalagi sejak ia memasuki dunia politik. Hampir semua pengusaha tunduk padanya.Namun, Sean tidak ingin memilih jalan yang instan. Ia sudah sangat bangga dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Sean tidak ingin serakah. Te
Nyonya Felicia menghembuskan napas berat nan panjang. Seolah ia tengah mengeluarkan semua rasa peluhnya. “Ayahmu sering mengeluhkan sakit dada, tetapi selalu menolak jika kuajak menemui dokter,” adunya dengan nada berat.“Felicia! Jangan seperti itu, kasihan Sean sedang banyak masalah,” tegur tuan Alan pada istrinya.“Tapi, Mas. Jika tidak begini, kamu akan terus menolak,” sahut nyonya Felicia seraya memasang wajah kesal. “Aku hanya mencemaskan kondisi jantungmu. Apalagi akhir-akhir ini kamu sedang menghadapi banyak masalah. Itu sangat berpengaruh pada kesehatanmu, Mas!” tandasnya.Wajah tuan Alan memasang wajah kesal pada istrinya. Nyonya Felicia memasang wajah merajuk. Tuan Alan pun memegangi tangan istrinya lembut. “Kamu terlalu berlebihan, Felicia! Aku baik-baik saja,” yakinnya.“Nyonya Felicia benar, Yah. Sebaiknya Ayah harus meme
Wajah Sean terlihat sangat kecewa mendengar perkataan ayahnya. Tuan Alan mengusirnya? Tidak, Sean yakin kalau ayahnya hanya perlu beristirahat dan tak ingin diganggu.“Baik, Yah. Aku akan pulang, tapi Ayah harus beristirahat dengan benar!” pesan Sean sebelum ia bangkit.Tuan Alan mengangguk. Lelaki paruh baya itu terus memegangi dadanya sembari mengatur napasnya. Sementara Sean langsung bangkit dari duduknya tanpa melihat ekspresi nyonya Felicia yang menatapnya sinis.“Panggilkan pak Abnu!” perintah tuan Sean pada istrinya.“Sebentar, Mas,” sahut nyonya Felicia seraya bergegas bangkit.Wanita itu langsung meninggalkan tuan Alan yang kini menyandarkan tubuhnya pandaran kursinya. Pikirannya terasa pelik hingga membuatnya makin kesulitan bernapas. Tangannya berusaha menjangkau gelas bening di hadapannya.Sayangnya, ia harus mengerahkan tenaganya hanya untuk menjangkau gelas tersebut. Tuan Alan mengerang menyalurkan tenaganya seraya menahan rasa sakit pada dadanya. Tangannya berhasil mera
Bukan hal yang mudah untuk memancing tuan David menghampiri Resa. Wanita itu bahkan sengaja memilih kembali ke rumah bordil untuk melancarkan aksinya. Tentu saja ia sudah memikirkan segala konsekuensinya.Resa sengaja menyebar rumor kalau dirinya pernah bercinta dengan tuan David hingga diancam oleh Agnes, putrinya tuan David. Untungnya Resa mempunyai bukti pertemuannya dengan Agnes dan kebersamaannya dengan lelaki tua itu, hingga banyak yang percaya dengan rumornya.“Jadi selama ini Mami menghilang karena diancam sama Agnes, anaknya tuan David?” tanya salah satu wanita berpakaian minim seperti dirinya di antara kumpulan wanita lainnya saat menunggu para pengunjung datang.“Mau gimana lagi, aku harus cari aman ‘kan?” jawab Resa memasang wajah sedih.Tiba-tiba fokus para wanita itu berpindah pada laki-laki berpakaian rapi di belakang Resa. Lelaki itu berdehem keras hingga membuat Resa memutar tubuhnya. Wanita itu lantas tersenyum tipis si lelaki itu. Tentu saja, Resa mengenalnya.Tanpa
Resa menerima panggilan telepon dari Nania, temannya yang dulu sama-sama bekerja di rumah bordil. Nania memberi info kalau ia mempunyai informasi tentang tuan David yang menjadi dalang kecelakaan Sean. Tentu saja ia memilih menemuinya, berharap mendapatkan informasi tentang lelaki itu dan membuat tuan David dipenjara.Sebelum Resa menemui Nania, ia mengintai wanita itu dari jauh. Ia harus memastikan kalau dirinya tidak dijebak. Ya, ini bukan kali pertamanya Resa melarikan diri dari rumah bordil, hingga ia tahu betul bagaimana orang-orang yang berada di balik rumah bordil. Para pemilik rumah bordil pastinya tak akan tinggal diam jika karyawannya yang menjajakan tubuhnya melarikan diri.“Kenapa suasananya tampak sepi, yah?” guman Resa saat mengawasi Nania yang berdiri di depan minimarket seberang jalan tempat dirinya berada. Resa terus mengawasi setiap sudutnya hingga ia menemukan keganjalan. Nania terlihat gelisah dan terus melirik ke arah kiri jalan. Resa pun menelusur ke arah terseb
Sean langsung dilarikan ke ruang operasi. Ia terlalu syok hingga jantungnya lemah dan terlalu memaksakan bergerak, membuat tulang rusuknya yang sudah retak bertambah banyak. Dokter memutuskan untuk memasang gips sementara pada tulang rusuknya sampai tulang rusuknya kembali pulih.Akan tetapi pasca operasi, lelaki itu belum menunjukkan tanda-tanda ingin membuka matanya, padahal sudah enam jam berlalu. Tuan Alan hanya bisa termenung memandangi tubuh anak lelakinya yang kini terpasang berbagai alat untuk memantau perkembangannya. Ada rasa bersalah pada dirinya karena sudah membuat Sean bertambah parah, tetapi lelaki tua itu masih tetap pada prinsipnya menjaga anak lelakinya dari Zia.“Tuan Alan, apa tidak sebaiknya membawa nona Zia kemari. Saya yakin sebenarnya tuan Sean sudah sadar, hanya saja ia menanti nona Zia,” saran pak Sadin yang masih mengenakan baju pasien pada tuan Alan.“Jangan sebut nama gadis itu! Sean hanya harus terbiasa hidup tanpa gadis itu! Lagi pula pertemuan mereka si
“Zia, dengarkan Ibu! Lelaki itu sangat mencintai kamu, Ibu yakin dia bisa meyakinkan ayahnya untuk menerima kamu. Apa kamu tega meninggalkan lelaki itu, padahal kamu juga sangat mencintainya, ‘kan?” suara Resa terdengar lembut mencoba meyakinkan Zia.Namun, anak gadisnya menatapnya penuh curiga, padahal ia menunjukkan wajah sungguh-sungguh. Entah mengapa, Zia tak percaya dengan ekspresi ibunya. Gadis itu lalu tersenyum tipis dan kecut.“Apa ini rencana Ibu juga?” tanya Zia datar membuat Resa sedikit bingung.“Rencana apa?” Resa berbalik tanya.“Ibu berharap aku terus di sisi Sean agar dia terus menjamin kehidupan Ibu? Begitu ‘kan? Ibu sengaja membantu Sean dengan dalih berbagi informasi, padahal dia sangat melindungi dan menjaga keselamatan Ibu, karena dia tahu kamu adalah ibu dari gadis yang dicintainya.” Zia menduga pikiran wanita di hadapannya yang sudah melahirkan dirinya.Resa terkejut. Bibirnya sedikit gemetar dan wajahnya mulai pucat. Zia tersenyum ketir.“Ternyata benar. Ibu b
“Zia, maafkan Ibu, Nak.” Resa menghampiri putrinya yang duduk bersimpuh di depan teras rumah sakit. Air mata Zia mendadak terhenti saat melihat Resa meraih pundaknya dan ikut duduk bersimpuh di hadapannya. Marah, kesal dam emosi menyelimuti dirinya, tetapi gadis itu tengah tak berdaya untuk meluapkan semua rasanya. Tubuhnya bahkan terasa lemas hingga Resa dapat menarik punggungnya ke depan dan memeluknya erat. “Kenapa harus Ibu yang menjadi alasan aku dan paman Sean terpisah,” lirih Zia diikuti air matanya yang makin banjir. “Aku benci kamu, Bu,” ucapnya tanpa sadar. Namun, Zia tak kuasa melawan Resa yang justru makin memeluknya erat. Wanita itu terus terisak dan berulang kali mengucapkan kata maaf. Sementara Zia makin terlihat limpung dan tak bisa berpikir jernih, hingga Resa melepaskan pelukannya dan menatapnya pilu. “Ibu puas ‘kan? Hidupku hancur dan benar-benar hancur, Bu. Baru kali ini aku merasa hidup karena paman Sean, tapi Ibu membuatnya celaka dan aku yang disalahkan, Bu,”
“Tuan Sean dalam bahaya,” seru Alex, anak buahnya Sean setelah mendapatkan telepon dari Sean. “Zaid dan Faris kamu jaga di sini! Sisanya ikut saya!” perintahnya pada anak buahnya yang sudah ia kumpulkan di ruang tengah.Seluruh anak buahnya yang tengah berjaga di rumah tempat Resa berada langsung bergegas sigap. Termasuk Resa yang mendengar suara Alex dari dalam kamarnya langsung bergegas ke luar. Bukan tanpa sebab, ia tahu kalau lelaki itu akan dalam bahaya sebab Resa tahu pasti tuan David tak akan tinggal diam.“Tunggu!” teriak Resa setelah berlari cepat keluar kamar.Alex dan anak buahnya langsung terhenti. Mereka langsung berbalik ke arah Resa. Wanita itu memasang wajah cemas, gelisah dan rasa bersalah.“Aku ikut dengan kalian,” pinta Resa dengan tatapan memohon.“Maaf, Nyonya. Kami tidak ada waktu untuk mengurusi Nyonya,” sahut Alex kesal. Ia merasa Resa membuang waktunya.“Aku tahu pelakunya adalah tuan David. Jadi, aku harus ikut dan membuktikannya sendiri,” seru Resa lantang.
“Tuan David, polisi menunggu di luar,” lapor anak buahnya tuan David saat menemuinya di ruang kerja.Baru saja lelaki tua itu menoleh. Istri dan anaknya langsung memasuki ruang kerjanya yang berada di rumah. Wajah mereka tampak cemas dan panik serta ketakutan.“Papi, ada apa ini? Kenapa polisi bilang Papi terlibat dalam kasus pembunuhan dan mafia tanah?” cecar Agnes dengan tatapan tak percaya.Tuan David tak langsung menjawab. Ia lalu menghampiri anak perempuannya dan tersenyum wibawa. Lelaki tua nan gagah itu pun menghapus air matanya lembut.“Sepertinya Papi salah memilih lawan, Sayang. Papi titip Mami, ya! Yang nurut sama Mami dan jadilah anak yang baik! Mulai saat ini Papi sudah tidak lagi bisa melindungimu, Sayang. Maafkan, Papi,” ucapnya lembut diakhiri tetes air mata pilunya.Agnes langsung menghambur pada pelukan ayahnya. Begitu juga dengan istri tuan David, ia menghambur pilu. Puas memeluk anak dan istri tercintanya, tuan David langsung melepaskan pelukan keduanya. “Papi har
“Nona Zia melewatkan sarapannya dan juga wajahnya sembam setelah tuan Alan menemuinya. Maafkan saya Tuan Sean, saya hanya cemas pada nona Zia.” Bi Asti menjelaskan dengan nada berat dan sedih dari balik panggilan telepon.“Tuan Alan? Ayahku datang ke mansion? Kapan ayahku datang?” tanya Sean mencoba tenang.Lelaki tampan itu memastikan ia tak salah menangkap penjelasan bi Asti sembari mengatur napasnya agar tidak panik. Sean menatap jam tangannya. Sebentar lagi memasuki jam istirahat makan siang.“Sekitar 15 menit setelah tuan Sean berangkat kerja. Nona Zia bahkan mengunci pintu kamarnya,” lapor bi Asti makin membuat Sean cemas.
"Aku memintamu baik-baik demi kebaikan Sean, karena aku tahu anak itu tidak akan mau melepaskan kamu, Nona Zia."Air mata Zia mendadak berhenti mendengar ucapan lelaki tua di hadapannya. Ia terlalu syok hingga bukan hanya air mata saja yang terhenti, tetapi napas dan jantungnya terasa berhenti. Zia menatap tak percaya pada tuan Alan.“Aku minta maaf jika harus berkata seperti ini, Nona Zia. Aku tahu kalau aku sangat egois, tetapi hanya Sean lah yang aku miliki. Kamu pasti tahu ‘kan kalau aku sendiri menjebloskan Felicia dan Niko ke penjara. Itu semua karena rasa sayangku pada Sean, jadi aku mohon padamu, Nona Zia!” Tuan Alan menautkan kedua tangannya di depan dada.Lelaki tua itu memohon diikuti air matanya yang menetes. Air mata Zia langsung membanjiri lagi. Ia tak akan tega melihat seorang ayah yang memohon padanya. Zia dilema.“Tuan Alan,” suara Zia parau dan lirih.Sakit hati dan tak tega. Tuan Alan terus menatapnya dengan air matanya yang banjir seperti dirinya. Sesak rasanya, te