“Ayah, Ibu, kenapa kalian ada di luar?” tanya Niko langsung setelah mereka berada di hadapan keduanya. “Tuan, mobilnya sudah siap,” ucap pak Abnu setelah Niko bertanya. Niko menoleh pada ibunya dengan tatapan penuh pertanyaan. Nyonya Felicia hanya menggelengkan kepalanya dan menahan rasa kesalnya. Sementara tuan Alan mengulurkan tangannya pada pak Abnu, isyarat meminta sopirnya membantunya berdiri. Lelaki itu tak berniat menjawab pertanyaan anak tirinya dan juga istrinya. “Mari, Tuan, saya bantu berjalan ke mobil,” ujar pak Abnu sembari meraih tangah tuan Alan dan membantunya bangkit dari kursi. “Aku akan tetap menemani kamu, Mas,” seru nyonya Felicia bangkit dari duduknya. “Tidak usah!” tegas tuan Alan dengan nada meninggi. “Apa ucapanku kurang jelas?” sambungnya tetap dengan nada tinggi. Nyonya Felicia mematung. Tergambar jelas rasa kecewa dan kesal. Ia tak terima dengan bentakan suaminya. “Kamu itu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu tiba-tiba begini padaku? Apa karena Sean?” cecar
“Tuan Alan, kita sudah sampai,” suara pak Abnu menyadarkan majikannya. Ternyata tuan Alan benar-benar tertidur. Ia lantas menggeliat meregangkan otot-otot pada tubuhnya. Perjalanan dari rumahnya menuju rumah sakit hanya membutuhkan waktu 35 menit, tetapi rasanya cukup untuk menyegarkan tubuhnya.“Saya sudah melakukan temu janji dengan dokter Ryan. Waktu pertemuan Tuan Alan lima menit lagi,” laporan pak Abnu langsung membuat senyuman lelaki paruh baya itu mengembang sempurna. “Oh iya, ini air mineral yang sudah saya beli tadi setelah saya memeriksa jadwal dokter Ryan,” ucapnya seraya menyerahkan botol air mineral.“Terima kasih, Pak Abnu. Berarti kamu meninggalkan saya sendirian di mobil?” tanya tuan Alan seraya menerima botol pemberian supir pribadinya.“Maafkan saya, Tuan. Tuan Alan tampak sangat pulas sekali, jadi saya tidak tega membangunkan,” jawab pak Abnu seraya menundukkan wajahnya.Tuan Alan justru tertawa seraya memutar tutup botolnya. Ia justru merasa senang dengan ketangga
Dokter Ryan bangkit dari duduknya sebentar. Ia berjalan menuju meja kerjanya dan meraih lembaran map di atasnya. Kemudian dokter Ryan kembali menghampiri ayah dari sahabatnya tersebut.“Lihatlah ini, Tuan!” dokter Ryan meletakan dua lembar kertas yang ia bawa tadi di atas meja hadapan tuan Alan. “Lihatlah lambang botol ini dan perusahaan farmasi ini!” tunjuknya pada gambar kertas.Tuan Alan merogoh saku kemeja berwarna biru tua. Ia mengeluarkan kotak kacamata dan membukanya, kemudian mengaitkan pengait kacamata tersebut pada kedua telinganya. Lelaki paruh baya itu lantas meneliti gambar yang ditunjuk dokter Ryan.“Foto botol ini berasal dari botol kecil yang ditemukan Sean dari pegawai yang mengantarkan makanan untuknya. Labelnya sudah dikelupas, tetapi saya menaburkannya dengan bubuk halus berwarna hitam untuk mendapatkan jejak bentuk pada labelnya,” jelas dokter Ryan yakin.&n
Mungkin ia terlalu bersemangat hingga tak menyadari wajah tuan Alan kini terlihat gelisah. Bagaimana tidak, orang yang dimaksud tuan Alan adalah kakak iparnya, kakak dari nyonya Felicia. Jika memang benar obat tersebut berasal dari perusahaan tersebut melalui perantara Jordi, kakak iparnya tersebut artinya pelakunya adalah istri atau anak tirinya.Tunggu! Bisa saja itu hanya kebetulan saja dan pelakunya adalah orang lain yang sengaja ingin menjatuhkan anak lelakinya. Apalagi saat itu Sean tengah terlibat skandal dan momen tersebut sangat tepat untuk menjatuhkannya. Ya, tuan Alan harus menyelidikinya dahulu dan memastikannya sebelum ia dikuasai prasangka buruknya.“Tuan Alan? Anda kenapa?” tanya dokter Ryan menyadari lelaki paruh baya itu terdiam.“Sepertinya aku harus mencari tahu dulu tentang orang itu, dokter Ryan. Sudah lama aku hilang kontak dengannya,” jawab tuan Alan berbohong. “Mm ...
Zia tengah berkutat dengan layar laptopnya di atas pangkuannya. Jari jemarinya masih lincah menekat tutskeyboardlaptopnya yang ia alaskan di atas bantal hingga ia bisa mengetik dalam posisi bersandar di atas ranjang tidurnya. Walaupun tangannya masih terhubung dengan selang infus, tetapi tak mengganggu kelincahan gerak tangannya. Mungkin karena ia sudah terbiasa bermain dengan tuts keyboard laptop?Gadis itu tak bisa beristirahat dengan tenang. Rasa kantuk dari obat yang ia konsumsi tak cukup ampuh membuatnya tertidur lelap. Pikiran Zia sedang tidak tenang, hingga ia memilih melanjutkan pekerjaannya agar bisa mengalihkan pikiran buruknya.Percakapan dengan bi Asti sedikit menenangkan dirinya, tetapi tidak sepenuhnya tenang. Ia ingin secepatnya menyelesaikan tugasnya agar bisa berpikir jernih dan tak terlibat perasaan mendalam pada Sean. Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti saat ia mendengar suara ketukan pintu kamarnya.
Sean memenuhi permintaan ayahnya untuk mendatangi rumahnya sepulang kerja. Sejujurnya hatinya masih tak menentu karena sikap ayahnya siang tadi yang mengusirnya dan hatinya terus teringat kondisi Zia. Walaupun bi Asti sudah memberi kabar kalau gadis kecilnya sudah baik-baik saja dan juga Zia sudah memberi kabar kondisinya.Arya dan Tiara Dewi sudah berhasil dibawa ke kantor polisi dan masih dalam penyelidikan. Sayangnya keduanya masih bungkam tentang orang yang memberi mereka perintah. Harapan Sean hanyalah dukungan dari ayahnya untuk mencari petunjuk tentang Niko.“Tuan Sean baik-baik saja?” tanya pak Sadin yang tengah mengemudikan mobilnya menuju rumah tuan Alan.Sekretarisnya itu memperhatikan atasannya yang tampak gelisah di kursi belakangnya. Walaupun lelaki tampan itu hanya diam dan tak bersuara, tetapi pak Sadin bisa melihat garis kecemasan pada wajahnya. Sean tersenyum pada pantulan cermin di atas. Dari sanalah pak Sadin menatap dirinya.“Tentu saja saya tidak baik-baik saja,
Sejujurnya, Sean tidak yakin ibu tirinya benar-benar peduli dengan kesehatan ayahnya atau hanya pura-pura baik saja. Entahlah? Mungkin itu hanya pikiran buruknya saja karena belum bisa menerima wanita itu sebagai ibu tirinya.Namun, saat ia memikirkan bagaimana giatnya nyonya Felicia dan Niko saat membujuk ayahnya untuk meminta mengelola hotel yang sekarang dikelolanya, membuat tak menyukai mereka dan terus berpikir buruk tentang mereka. Ia sendiri pun tak tega melihat ayahnya yang begitu keras menyatukan dirinya dan keluarga istri baru ayahnya itu. Renungan Sean berakhir saat menyadari mobil yang dikemudikan pak Sadin memasuki halaman rumah ayahnya.Sepi dan hening suasana depan rumah ayahnya. Sean langsung bergegas turun saat pak Sadin menghentikan kendaraanya, tepat di hadapan teras rumah tuan Alan. Pintu rumah yang terbuka lebar membuat ia memilih langsung masuk tanpa permisi.“Hai brother! Kamu sudah datang?” sapa Niko menyadari kemunculannya.Sean tersenyum sinis. Ia tak menghir
Sean tersentak. Ucapan ayahnya benar-benar mengejutkannya. Bagaimana tidak, selama ini tuan Alan selalu menjadi penengah antara dirinya dan ibu tirinya.Bukan hanya Sean yang tersentak, kedua polisi juga terkejut. Seorang suami yang menunjukkan jelas rasa tak pedulinya pada istri dan anak tirinya. Terutama nyonya Felicia dan Niko.“Kamu tega berkata seperti itu, Mas?” suara nyonya Felicia terdengar kecewa.“Kamu sendiri yang memintanya! Apa aku harus menahanmu dan memihakmu juga? Sudah jelas anakmu bersalah, tetapi kamu masih melindunginya,” beber tuan Alan tak lagi bisa menahan sabarnya.“Tapi kalau Niko tidak bersalah bagaimana? Apa kata orang kalau dia dipenjara,” rengek nyonya Felicia.“Nyonya, tolong kerja samanya! Biarkan kamu membawanya. Jika memang saudara Niko tidak bersalah, kamu pasti akan melepaskannya secara hormat,&rdq