Kekuatan Pak Robert masih jauh lebih banyak dari Hana. Energi dan tenaganya yang fit di atas angin. Membawa game panas ini satu jam lagi juga ia masih bisa. Puncaknya masih jauh. Batang besar beruratnya masih tegak berdiri.
Hana justru kebalikannya Pak Robert. Selain posisi terakhirnya yang di atas, tanda kalau ia harus yang gerak dan menggenjot batang di dalam lubang vaginanya. GElombang orgasme yang menggulung tubuhnya barusan benar-benar menguras tenaga.
Tubuh bermandikan keringat terkulai lemas. Napas Hana masih memburu, detak jantungnya hampir membuat benda yang tak pernah berhenti berdetak itu keluar dari dadanya. Bukan main lelahnya, belum lagi sekarang ia harus menerima kenyataan. Permainan belum usai.
&
Refleks tubuh Pak Robert menelungkup. Ia sendiri sebenarnya tak tahu apa yang barusan terjadi. Yang ia tahu, saat serpihan-serpihan pintu terbang ke arah mereka. Ia perlu melindungi Hana yang memekik keras kaget. Memasang badan untuk Hana. “Shittt…. !!!!” umpat Pak Robert tertahan. Serpihan kayu menghujani ranjang dan tubuhnya. Cukup lama ia menahan diri, menahan posisinya menutupi Hana. Tapi kulit punggung telanjangnya bisa merasakan tajam dan runcing benda-benda yang berterbngan. “TOLONG… !!! TOLONGG…. !!!’ Hana berteriak lagi. “SIAPA PUN TOLONG… !!” ‘
Rasanya seperti sekejap mata sja apartemennya lagsung berubah seperti neraka. Dalam sekejap mata waktu romantisnya dengan Hana hilang. Apartmen yang jadi saksi bisu tempat cinta mereka berdua tumbuh subur melahirkan bunga-bunga kehidupan hancur lulu lantak. Meski dengan pandangan yang kabur, sekilas Pak Robert bisa melihat Hana diseret keluar. Samar-samar ia bisa melihat Hana jatuh ke dalam pelukan ibunya. Walaupun bingung dan kelabakan Pak Robert sekarang tahu Hana sudah aman. Dirinya sendiri yang tidak aman sekarang. “MATI KAU SETAN!!!!” ‘Brakkkk…. !!!!’
Rasanya seperti satu kedipan mata. Rasanya baru sebentar Pak Robert memejamkan mata. Ia sadarkan diri saat suhu ruangan di sekitarnya terasa begitu dingin. Pandangan matanya masih kabur. Bulu matanya seolah lengket satu sama lain. Tubuhnya terasa remuk. Seperti tertindih batu besar, semua urat dan otot tubuhnya mati tak bisa digerakkan. Hanya bola mata yang masih bisa bergerak. Itu pun harus menahan rasa nyeri yang terasa seperti meneka bola matanya kuat-kuat ke dalam. “Rggghhh….” Setelah beberapa detik kesadarannya terkumpul, akhirnya ia bisa bersuara. Memanfaatkan tenggorokannya yang terasa kering, Pak Robert menggetarkan pita suara mengadunya dengan dindin
“Tapi menahan orang yang emang udah nggak ada loyalitas buat perusahaan juga akan berakhir percuma, Tan.” Setelah diam yang cukup panjang akhirnya Pak Robert bersuara lagi. “Mereka pasti akan terus merusak. Memanfaatkan ketidak berdayaanku selama dirawat di rumah sakit.” “Nggak, Pak.” Intan menggeleng. Entah keberanian dari mana yang mendadak membuat Intan jadi begitu berani. “Aku punya feeling kalau ini bukan gerakan tiba-tiba. Dari jumlah mereka yang membuat surat resign dan melihat betapa kompaknya mereka. Aku bisa tahu kalau gerakan yang mereka buat pasti ada yang mengompori.” Sontak Pak Robert mengernyit. “Maksudmu?” “Saya mau bi
Sebulan sudah lamanya sejak kejadian di apartemen Pak Robert. Artinya, sebulan juga Pak Robert sudah terbaring di atas ranjang rumah sakit. Luka-luka yang tersebar di tubuhnya memang sudah mulai pulih. Hanya tinggal luka di kepala yang kadang membawa serangan pusing tiba-tiba sampai hilang kesadaran. Tiga algojo yang bertugas menghabisi Pak Robert juga sudah diamankan. Total ada tiga puluh jahitan yang tersebar di sekujur tubuh Pak Robert. Tujuh pen terpasang, dua di tangan kanan satu rusuk, 4 di kaki. Pak Robert melewati masa kritis yang menakutkanulah mereka bertiga. “Mereka sudah ditangkap kepolisian sejak satu minggu seteah kejadian, Pak.” Roni yang saat itu ditunjuk membereskan masalah ini bercerita. Satu minggu yang lalu ia datang bersama Intan. &nbs
“LEPASINNN…. !!! LEPASIN… !!!” Baru kali ini Hana merasakan sesuatu yang beda. Suaranya terdengar lagi menggaung, merobek-robek gendang telinga sampai ingatan. “DADDYYY… !!! NO… !!! LEPASINNN…. !!!” Badan Hana selalu gemetaran setiap kali ingatan itu kembali. Suaranya berderap mirip serombongan pasukan perang yang menyergap dan menbekap tubuhnya. Menyeret Hana di tempat yang teramat gelap sendirian. Menyekap semua indranya, rasanya masih sama seperti kejadian siang hari itu di mana tubuh telanjangnya diseret keluar laki-laki bertubuh besar. Rasanya Hana ingin berteriak sekencang-kencangnya demi mengusir semua suara ramai di dalam kepalanya. Namun ia tak bisa. Matanya jelas-jelas memberi tahu kalau ia sedang
Dua puluh hari berjalan, hari demi hari, malam demi malam yang terlewat nyatanya tak pernah berhasil memperbaiki apapun. Pak Hartono dan istrinya semakin sering bertengkar. Apalagi yang mereka perdebatkan kalau bukan Hana. “YA ITU TUGAS IBUNYA LAH. MASA’ JADI TUGASKU. AKU UDAH CAPEK BESARIN DIA. CARI UANG KEPONTANG PANTING BUAT GEDEIN DIA. LIAT DIA SEKARANG!! DIA MALAH KECANTOL DUDA!”Pak Hartono berteriak dari lantai satu. Saking keras suaranya sampai terdengar hingga kamar Hana. Menyelinap lewat bawah pintu, masuk ke rongga telinga Hana yang sudah susah payah ia tutupi dengan selimut.“Ya tapi kan cara ini kamu yang ambil, Pak.” Sang istri membela diri. “Aku udah berkali-kali bilang, Hana nggak akan mempan pakai cara kasar kayak gini. Hana nggaj bis—”“TRUS MAU K
Malam itu setelah dua puluh hari lamanya tertahan akhirnya Hana berhasil kabur dari neraka. Tanpa persiapan yang matang, bermodal nyali yang tersisa dari keinginan bunuh dirinya. Hana berhasil turun dari lantai dua tanpa ada seorang pun yang tahu. Malam hari di aspal yang masih terasa panas di kaki, Hana berlari sekuat tenaga. Hanya bermodal sepasang baju tidur atas dan bawah warna merah muda yang melekat di tubuhnya juga dompet pribadi, seorang gadis kecil menerobos pekat malam Jakarta. Sejujurnya Hana juga tidak tahu mau pergi ke mana. Ia memang terlatih berkelit dan kabr. Tapi selama ini tujuannya cuma satu; Pak Robert. Jangankan lari ke tempat Pak Robert, dua puluh hari lamanya juga Hana sudah tidak tahu lagi ke mana perginya pria itu.&