Pagi menyapa dalam kerisauan. Gadis itu terbangun saat azan subuh terdengar dan segera menunaikan ibadah sholat subuh juga membangunkan papanya untuk melakukan hal yang sama. Selang beberapa menit, Aini disibukkan dengan penyajian sarapan dan secangkir kopi panas untuk sang papa. Di samping itu, ia juga menyempatkan diri berolah raga sejenak dengan melompat tali di halaman rumah yang sudah menjadi rutinitas paginya selama ini.
Jarum jam sudah menunjukkan 7 pagi. Aini mulai gelisah memikirkan Victor, takut pria itu datang menjemputnya. Maka sebelum itu terjadi, Aini mengambil ponselnya di atas nakas lalu mengirim pesan singkat untuk kekasihnya. Dia berdiri di teras dengan gasture gelisah dalam pandangan Rafli. Pria paruh paruh baya itu memperhatikan Aini yang sedari tadi tampak gelisah. Rafli memilih diam karena beliau ingin melihat apa yang terjadi dengan putri kesayangannya itu.
"Ekhem," beliau berdehem sengaja sambil membaca sebuah koran di tangannya, dan sesekali
Papa datang untuk menjemput gua, Son--""What! lu seriiius? Emangnya, lu mau dijodoin? Ya, ampun Aini.. lu mikir donk? tu si tuan petruk lu kemanain? lu gak mikir dia tu bakalan gila kalau sampai lu tinggalin?" keget Sonya gak habis pikir. Gadis itu melihat Aini yang sedang menunduk menyembunyikan ekspresinya. "Gua tau, Son. Maka dari itu, aku ngajak sharing sama ellu. Lu, pasti bisa bantu gua, Son." lirih Aini melihat Sonya dengan tatapan memohon. Sonya memicing mengerutkan wajah bingung atas apa yang baru saja dikatakan sahabatnya. "Hey? apa-apaan ellu, Ain? jelas-jelas ini masalah privasi ellu, lantas gua bisa bantu apa, say? ngaco banget, sih." Sanggah Sonya melambai tangan di depan Aini. Sonya belum mengerti apa maksud kata 'tolong' yang dimaksud Aini. Lagi-lagi Aini menarik nafas berat. Ia melempar pandangan pada hamparan alam yang terbentang di hadapanya dengan sejuta kegalauan. Hembusan angin menerpa wajah cantiknya. Gadis bangsawan itu sedan
Rafli Pov ...Ada apa dengan Aini. Dari tadi pagi dia gelisah seperti ketakutan. Apa yang dirahasiakan. Jangan-jangan, Aini punya seorang kekasih yang sengaja disembunyikan, terus mereka berhubungan diam-diam. Saya harus mencari tau, kalau sampai itu benar! saya tidak akan membiarkan Aini berlama-lama lagi di sini. Akhirnya Angraini pergi ke kampus setelah aku memaksanya, dan itu saya lakukan agar dapat mengikutinya sampai ke kampus. Saya menghubungi mamad kolega bisnis saya selama ini di bidang pertanian dan bibit tanaman. Saya meminta Mamad untuk mengantar ke kampus Aini dengan alasan ingin tau tempat anak saya belajar. Dan, tentu tanpa sepengetahuan Aini, saya mengikutinya sampai ke gerbang kampus. Tapi, saya kehilangan jejak. Mamad membawa saya keliling kampus namun sepertinya kampus sepi. Saya tidak melihat Aini ada di kampus tadi. Maka saya putuskan pergi ke tempat mamad di daerah pengunungan danau toba. Mamad membawa saya melihat-lihat kebunnya sebentar, setelah itu pu
Tiba-tiba hujan mengguyur kota Medan. Langit hitam dengan kabut bergulung. Aura malam kian dingin menusuk jiwa memendam kerinduan. Namun, jalanan kota belum juga sepi dari wari-wiri kendaraan.Di tengah kepadatan itu juga sebuah mobil land cruiser berlari kencan menuju komplek perumahan ayahanda petisah. Mobil itu berlari dengan kecepatan di atas rata-rata. Untung jurusan yang dituju sedikit sepi sehingga tidak membuat pengemudi susah untuk ngebut.Tak lama, 10 menit jarak tempuh mobil itu telah berada di depan sebuah rumah megah milik seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang property dan perumahan. Ia turun dengan santai namun hati dan pikiran diselimuti kesedihan.ting ton..ting tong..Ia menekan bel beberapa kali hingga pintu terbuka menampakkan seorang gadis dengan rambut gelombang tergerai lepas. Penampilan dengan mengenakan piyama membuat gadis itu terlihat santai."Loh, Vic. Ada apa? sendiri?" tanya gadi
Keesokan harinya di kediaman Aini. Gadis itu melamun setelah menyiapkan sarapan untuk papanya Rafli. Ia duduk di teras menatap kosong penampakan jalan yang disibukkan oleh kenderaan. Pikirannya terngiang pembahasan tadi malam bersama sang papa tentang hubungannya dan Victor. Awalnya, jawaban papanya tegas, namun pada akhirnya pasrah memberinya pilihan. Dan, itu dilema yang berat buat Aini. Jujur, melihat papanya pasrah sampai meneteskan air mata hati Aini bagai dicabik-cabik dengan sebilah posau dan semakin ragu untuk mempertahan hubungannya dengan Victor. Sentilan rasa sakit saat melihat raut sang papa yang seakan putus asa terhadap dirinya "Aku harus jujur dengan Victor. Aku akan meminta maaf padanya, aku tidak bisa menepati janjiku, Vic. Maafkan aku." Batin Aini terus mengutuk dirinya sendiri. Hubungan yang dibinanya selama ini telah menjerat seorang Victor ke ujung kehancuran dan mungkin pria itu akan patah hati dengan keputusan Aini "Papa keluar sebentar. Kamu p
"Vic. Kamu yakin, ingin ketemu papa. Aku ... aku ... ""Aku tau, Ain. Aku sudah mendengar semuanya, aku tidak akan mundur selangkahpun sebelum mendapatkan apa yang sudah menjadi tekadku, Ain. Kumohon, sebelum tuan Syahbandar membawa kamu pergi izinkan aku melamar kamu, Ain. kamu tau? aku gak mungkin bisa hidup tanpa kamu, Ain?" ungkap Victor meraih tangan Aini dan mengecupnya lembut. Ia memandang wajah gadis itu dengan penuh perasaan diiringin air mengambang di pelupuk matanya. Sebongkah jiwa yang terombang ambing tergulung dan bermuara dalam dilema rasa yang semakin tak tentu arahLagi-lagi Aini menelan ludah dengan segenap perasaan yang hancur berkeping-keping. Tak kuasa ia melawan perjuangan itu. Tak kuasa untuk tidak meneteskan air mata. Sesesak ini rasa perpisahan, Ya Tuhan ... Ke mana aku menbawa rasa ini. Haruskah aku pergi demi baktiku pada orangtua, meninggalkan sepotong hati yang sedang rapuh untuk remuk kembali? kepergian sang bundanya saja sudah
kegelisahan melingkupi hati Anggrani saat ini. Gadis itu tak berhenti meremas ujung tuniknya melampiaskan segala rasa tentang hubungan yang kian rumit meskipun, tangan kekar Victor terus mengelus punggung dan menguatkannya dengan sebuah belaian. Kisah yang sudah di ujung tanduk semakin membuat Aini tersesat dalam dilema rasa akan sebuah keputusan. "Kamu harus yakin, Tuhan akan mempersatukan kita, emn.." ucap Victor meraih kedua tangan Aini dan mengecupnya dalam. Kesedihan mereka di saksikan oleh dedaunan yang bergoyang oleh terpaan angin malam. Entah apa yang membuat Aini hingga ia belum merencanakan untuk pulang ke kosannya. Rasanya enggan meninggalkan Victor saat ini, apalagi ia baru dapat kabar Rafli papanya, juga tidak pulang karena menginap di rumah temannya.Jadi, memanfaatkan kesempatan itu untuk menghabiskan waktu bersama kekasihnya. Aini menarik nafas panjang seraya memandang bulan purnama yang mulai menerangi langit malam. Ia terkesima dengan sin
kegelisahan melingkupi hati Anggrani saat ini. Gadis itu tak berhenti meremas ujung tuniknya melampiaskan segala rasa tentang hubungan yang kian rumit meskipun, tangan kekar Victor terus mengelus punggung dan menguatkannya dengan sebuah belaian. Kisah yang sudah di ujung tanduk semakin membuat Aini tersesat dalam dilema rasa akan sebuah keputusan. "Kamu harus yakin, Tuhan akan mempersatukan kita, emn.." ucap Victor meraih kedua tangan Aini dan mengecupnya dalam. Kesedihan mereka di saksikan oleh dedaunan yang bergoyang oleh terpaan angin malam. Entah apa yang membuat Aini hingga ia belum merencanakan untuk pulang ke kosannya. Rasanya enggan meninggalkan Victor saat ini, apalagi ia baru dapat kabar Rafli papanya, juga tidak pulang karena menginap di rumah temannya.Jadi, memanfaatkan kesempatan itu untuk menghabiskan waktu bersama kekasihnya. Aini menarik nafas panjang seraya memandang bulan purnama yang mulai menerangi langit malam. Ia terkesima dengan sin
Pagi menyapa. Semilir angin berhembus menerpa dedaunan menambah kesejukan suasana di kediaman tuan Andreas seorang pembisnis dan pengusaha sukses di bidang mebel dan elektrikal di mana usahanya itu tersebar di beberapa kota besar selain kota Medan. Salah satunya Batam, dan palembangSecercah cahaya pun masuk dari jendela yang tirainya sudah tersingkap rapi membuat udara pagi masuk menyapa wajah laki-laki tampan sedang terlelap damai tanpa beban sedikit pun. Baru kali ini ia merasakan tidur yang begitu nyenyak dan panjang. Bagaimana tidak? peristiwa semalam sungguh membuatnya puas karena telah berhasil membawa wanita pujaannya menggapai puncak kenikmatan dengan harapan, Aini akan seutuhnya menjadi miliknya.Victor mengerjab menyamai pencahayaan yang menampar begitu menyengat di wajahnya. Laki-laki itu menoleh kiri kanan sambil meraba-raba berharap Aini masih tidur di sampingnya dengan harapan bisa memeluk dan mencium kening gadis itu sebagai ungkapan '
“Kamu siap. Emm..” Aini melengkung senyuman getir. Ia menunduk setelah menyakinkan hati pria yang kini berdiri gagah di depannya dengan balutan jas dan peci menutup kepalanya. Kisahnya telah selesai di sini, di sebuah desa kecil yang jauh dari kediamannya. Sebuah desa yang telah melahirkan pria berlatar belakang seorang mafia pengedar. Aini menatap diri dalam balutan gaun brokat berwarna putih dengan sisa kesadaran dan nafas terputus. Iya? Aini telah memutuskan untuk menikah siri dengan adik iparnya sendiri karena Halim terus memaksanya, bahkan pria itu mengancam“Dengar, Ain. Kamu setuju menikah denganku, atau rumah ini akan kubumi hanguskan. Aku tidak akan segan-segan melakukan itu.” Hati Aini meringis kesakitan. Yang kedua kalinya ia mendengarkan ancaman Halim, dan kali ini dengan nada yang tidak bisa dianggap enteng. Ya! Tatapan Halim begitu serius memancarkan sinar tajam di mana cukup membuat Aini sadar bahwa Halim bukan lah pria baik-baik yang Cuma menggertak sambel kurang peda
Saat semua orang tau aku ternoda, aku yakin mereka akan melontarku dengan hinaan. Dan saat nanti mereka menghujatku dengan kata itu, aku akan teriak. Hidupku dibelenggu silsilah dan kemargaan. Ketika semua sudah jelas, namun tidak mampu mengembalikan harga diriku, baiklah aku akan menyerah. Menyerahkan diri pada keadaan Andai saja ada sayap, saat ini yang ingin dilakukan Aini adalah mengepak dan terbang ke suatu tempat di mana tidak seorang pun, yang dapat menemukannnya lagi. Ia rela hidup sendiri, demi apapun itu. Di sini, di rumah yang besar ini sudah tidak lagi ada ketenangan apalagi kebahagiaan. Pikiran lain juga hinggap, andai Victor datang menjemput dan membawanya pergi jauh dari orang-orang yang terdekat yang tidak berarti, memahami perasaannya. Aini meremas kuat ujung dress dengan sisa kesadaran setelah mendengar kecaman sang ayahanda barusan, “Bagaimanapun caranya, papa mau kamu menikah dengan Febby. Apa yang kamu pikirkan, umur kamu tidak berjalan ditempat, Aini.” Tatapan
Setelah percintaan panas penuh gairah yang dilakukan Anggraini bersama Halim Kusuma disiang hari ini tuntas, akhirnya mereka terkulai lemah, terlentang menatap langit-langit kamar dengan sisa kenikmatan masih mengalir dalam darah mereka. Aini mengerjab pasrah meratapi arti sentuhan yang lakukan Halim begitu dasyat mengoyak harga dirinya. Tiada henti ia mengutuk diri sendiri ketika Halim melakukan itu, ia enggan menolaknya. Tak henti bibirnya meracau menyebut nama Halim ketika mencapai orgasme yang bertubi-tubi. Bagian vitalnya berdenyut nyeri terus meminta mengemis agar Halim jangan berhenti menusuknya. Sadar akan isyarat itu, Halim tersenyum puas dan semakin memacu adrenalin mengeluarkan seluruh pengalaman fantasi liarnya demi membawa Aini ke puncak kenikmatan.“Aww… therrus, Llimm. Akhuu … m-aauh…”“Bagus sayang, keluarkan, ayoo…”Dua raga yang terbalut selimut putih itu telah kembali ke alam sadar mereka. Aini hendak beranjak dari ranjang, namun Halim mencegahnya. Pria itu merangku
Perputaran waktu kian tajam bak pedang menghunus masa. Kepingan hidup bagai kerak lempeng kian bergeser semakin mengangga. Seiring fakta kian terkuakBerbagai kejadian mengalir di kepalanya, memori demi memori tersimpan rapi dalam bentuk serpihan dosa. Perempuan yang diberi sandangan bangsawan itu semakin terpuruk dan berlumuran dosa. "Stop, Lim. Stop, aku tidak menginginkan ini lagi, tolong berhenti melecehku!" Suara bercampur erangan. Saat ini, Aini sedang berusaha menolak sentuhan Halim, di mana pria itu sudah tidak menjamahnya selama sepekan. Aini meronta, namun lebih mendominasi dalam bentuk desahan. Halim tidak perduli membabi buta menyerang dan menyobek kaus tipis yang dikenakan gadis itu malam ini. Ia tidak menyangka, Halim akan menemuinya lagi setelah sepekan menghilang. Sempat merasa lega. Tapi, lihat kini. Ia dihimpit kuat di dinding kamar dengan rentangan tangan dibawah tekanan lengan kokoh Halim. "Ain, ayolah, bukan kah, kamu juga menikmatinya. Sudah lama kita tidak me
Keadan begitu cepat berubah. Entah sadar atau enggak, gadis bernama Anggraini telah tergelincir oleh waktu. di mana, harga diri tak lagi menjadi pertimbangan baginya sejak Halim terus menerus menggodanya sampai pada titik kehormatan itu jatuh pada laki-laki yang berstatus sebagai adik ipar.Tiada yang tau jalan hidup seseorang. Mirisnya si wanita bangsawan, bukan berjodoh dengan pria sepantaran nya, malah terjebak dalam skandal adik ipar. Tapi kenapa? Aini rela berbuat, bahkan berkhianat pada Meylan adiknya. jawabannya adalah; Aini sendiri juga bingung. Karena ketika ia sadar, semua telah terjadi seperti di luar keinginannya.Mungkin ia prustasi. Atau mungkin buntu dengan kenyataan hidup selama ini. Serba salah, dan mungkin juga karena putus asa. Tapi, pagi ini Halim berniat mengajak Aini ke suatu tempat. Kira-kira apa tanggapan Aini, secara kalau sampai ketahuan Rafli, mungkin nyawa keduanya menja
Dari jauh. Penampakan kediaman Rafli tampak selalu sunyi. Dan, yang orang-orang ketahui! rumah itu tidak berpenghuni bila di siang hari. Namun, siapa yang tau. Di dalam sana ada seorang wanita yang hidupnya telah hancur. Keturunan pertama pasangan Rafli Syahbandar dan Kartini Majid. Mereka sama-sama terlahir sebagai kaum bangsawan terhormat.Dan, hari ini. Anggraini berniat keluar sebebentat untuk menghirup udara segar berjalan-jalan keliling kampung. Gadis itu sangat cantik meskipun sedikit pucat. Mata bulatnya terlihat kelam seakan menyimpan sejuta misteri.Ia berdandan sederhana, namun penampilan sangat memukau. Heran! apapun yang dikenakan Aini, selalu pas dan cocok di tubuhnya. Sekarang, ia memadukan T.shirt dengan Jeans sedikit jombrang, kerudung pashmina ia sangkut gitu aja. Tapi hasilnya sungguh mempesona. Bibir merah bak kelopak mawar hanya diberi lips glouse, bedak seadanya.Aini berjalan keluar, dan waktu ia membuka pintu? sosok pria tampa
Anggraini tiba di rumah megahnya setelah sepekan lamanya gadis itu menemani Reyhan sahabatnya. Ia menaruh motor pada tempatnya, lalu bergegas ke kamarnya di lantai atas.Anggraini juga tidak perduli dengan suasana rumah yang sepi. Ia hanya melihat sekilas melalui celah pintu yang sedikit terbuka, di sana Halim sedang menimang putranya. Aini berhenti sejenak sambil berpikir setelah itu ia mengidik bahu dan naik ke atas.Meniti cepat anak tangga, Aini sudah nggak sabaran sampai di kamar. Sedetik setelah sampai, ia menghempas tubuhnya menelungkup, dan membenamkan seluruh jiwa dan raga. Di sana tumpah ruah air mata membasahi bantal dan spray. Ia hampir lupa cara mengendalikan emosi dalam jiwanya, hingga tangisannya pecah, sepecah-pecahnya.Suaranya akan tersedu ketika mengingat, khabar Victor mencarinya sampai ke Nanggroe. Di bagian itu, Aini di dera rasa bersalah. Bukan soal cinta, tapi perkara janji yang teringkar. Mereka punya janji kuat, pun it
Anggraini menatap cakrawala di atas permukaan air laut. Mematri tanpa batas sampai pandangan tersapu angin. Perputaran arah dari berbagai penjuru menyisir gelombang ke tepi pantai.Satu jam berlalu, dara manis nan rupawan itu telah kembali, namun ia tidak langsung ke rumah Reyhan. Melainkan singgah di pantai beutari. Pantai yang selalu jadi ajang curhatannya."Jadi, ini alasan kamu meninggalkan anak saya? saya pikir ... kamu wanita terakhir untuk Victor. Ternyata, wanita baik-baik juga bisa berhianat."Tuduhan itu terus terngiang di telinga Anggraini. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sandreas, papanya Victor. Tapi, ada urusan apa papanya ke Nanggroe? Apa segitu luasnya jaringan Beliau? pikir Aini."Huuuf'Nafas panjang dihembus kasar. Desah keluar melalui rongga dada, saking sesak membayangkan masa lalu yang sudah ia kubur terkuak lagi."Kamu tau, anak saya ke sana ke mari mencari kamu. Bahkan, Victor nekat data
Aini menelentangkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Matanya sayu menerima jilatan cahaya lampu tepat di atas mukaknya. Gadis itu terhenta, pasrah dan menyerah. Keputusan satu jam yang lalu begitu perih menggores hatinya. Akan kah, ia rela ditunangkan? sementara, Febby saja tidak menginginkan perjodohan ini.Mirisnya, kisah hidup anak-anak cucu Syahbandar karena harus menikah dengan sesama bangsawan yang malah mereka sendiri punya pilihan masing-masing.Terkadang, Aini menyesal telah meninggalkan Victor demi orang tuanya, dan seandainya ia bisa memutar waktu, ia ingin mengulang semuanya dari awal. Lah! penyesalan selalu datang di akhir, pikirnyaSelanjutnya, Aini bangun melepas semua pakaian dan menggantikannya dengan setelan piama. Ia ingin tidur, ingin meneggelamkan semua permasalahan hidup yang tiada akhir. Namun, sebelum itu ia mengetik sesuatu di hanphonenya dan mengirim pada seseorang agar menunggunya esok, setelah i