Pagi menyapa. Semilir angin berhembus menerpa dedaunan menambah kesejukan suasana di kediaman tuan Andreas seorang pembisnis dan pengusaha sukses di bidang mebel dan elektrikal di mana usahanya itu tersebar di beberapa kota besar selain kota Medan. Salah satunya Batam, dan palembang
Secercah cahaya pun masuk dari jendela yang tirainya sudah tersingkap rapi membuat udara pagi masuk menyapa wajah laki-laki tampan sedang terlelap damai tanpa beban sedikit pun. Baru kali ini ia merasakan tidur yang begitu nyenyak dan panjang. Bagaimana tidak? peristiwa semalam sungguh membuatnya puas karena telah berhasil membawa wanita pujaannya menggapai puncak kenikmatan dengan harapan, Aini akan seutuhnya menjadi miliknya.
Victor mengerjab menyamai pencahayaan yang menampar begitu menyengat di wajahnya. Laki-laki itu menoleh kiri kanan sambil meraba-raba berharap Aini masih tidur di sampingnya dengan harapan bisa memeluk dan mencium kening gadis itu sebagai ungkapan '
"Pagi-pagi, Aini datang ke rumah aku, Vic. Aku terkejut dan mengajaknya masuk. Namun, Aini menolak katanya dia gak bisa lama,"Flasback On"Aini..? lu, ngapain pagi-pagi, joging?" tanya Farida dengan mimik wajah bingung. Ia meneliti Aini dari bawah sampai ke atas nampak wanita itu pucat dan kelelahan."Bed, sori. Aku boleh ngomong sebentar?" balas Aini memohon dengan kedua tangannya. Farida menaut alis dan sedetik krmudian ia membawa Aini di taman perkarangan rumahnya ada sebuah bangku panjang di bawah pohon jambu keduanya duduk berhadapan."Hey, lu kenapa?" kata farida serius sambil menatap raut wajah Aini yang pucat.Gadis malang itu menarik panjang lalu menghembus dengan menahan nafas yang menyesakkan rongga dada"Gua, mau pamit, Far. pesawat jam 11 aku take off ke Aceh... ""Apa! lu serius? tapi, kenapa buru-buru, kan kuliah lu belum kelar semua, Ain? lu belum... ""Gua tau Far. Gua juga mau minta tolong sama kali
Victor.Aku minta maaf, karena pada saat kamu bangun, aku sudah menjadi wanita penghianat. Bahkan lebih buruk dari itu. Seandainya, bulan semalam bisa menjawab isyarat hatiku, mungkin aku tidak sekerdil sekarang. Meninggalkanmu dan itu hal terberat yang harus kujalani.Vic.Cintamu bersamaku, dan buah cinta kita akan tumbuh. Kuharap, kamu tetap semangat demi itu. Bersamaku ada kamu, dan aku pun, ada bersama kedua orang tuaku. Mereka, pelindungku di akhirat nanti. Aku tidak menyesal apa yang sudah kita lakukan, sebaliknya, aku bangga meskipun harus berlumur dosa.Vic. Jangan patah, atau terpuruk. Aku mencintaimu sampai kapan pun.Aini.Pria itu meremas sekuat tenaga secarik kertas putih yang baru dibacanya dengan air mata terus menetes. Ia luruh ke sofa di kamarnya, dan menjambak kepalanya merasakan kehancuran atas kepergian Aini beberapa jam yang lalu.Setelah menerima surat itu dari Farida. Victor me
***Aku meratapi cinta yang telah sirna bersama puing-puingnya. Begitu banyak lara yang hinggap setelah benih tertanam dalam raga ini***Angin bertiup kencang menerpa dedaunan di perkarangan sebuah rumah megah peninggalan raja Syahbandar. Rumah yang di desain bergaya kolonial Belanda dulu nampak sejuk dan damai karena pepohonan yang rindang. Salah satunya, pohon kelapa gading yang buahnya sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pohon yang berupa palem-paleman itu tumbuh berjejer di samping pagar rumah Syahbandar sejak dulu hingga kini telah banyak buah yang dinikmati oleh keluarga dan sanat saudara mereka.Dari balkon lantai 2 tampak seorang gadis bertubuh langsing berkulit putih berdiri termenung menatap hampa jalan hitam yang basah karena guyuran air hujan. Sejak ia tiba di kediamannya, di salah satu kota kecil daerah Nanggroe langit terus menurunkan air hijan hingga sore hari belum juga berhenti. Suasana itupula membuat Aini lebih banyak terme
"Anak bodoh! dia pikir dengan melakukan ini bisa mengubah semuanya." Mata tajam bak silet menatap seonggok tubuh yang terkulai lemas di atas branrkar. Selang lentur transparan menancap di hidup bekerja dua kali lebih cepat mengirimnya oksigen pernafasan. Tubuhnya teebaring lemas tak berdaya.Sosok jangkung berdiri bersedekap di samping branrkar dan terus menatapi wajah sang putri yang kini telah pucat memutih bak mayat hidup. Mata terpejam, yang terdengar hanyalah buih oksigen menderu setiap kali nafas berhembus."Apa maksud, papa. Papa ... bukan bilang untuk kak, Aini kan?" tanya Asril memicing papanya dari samping. Rafli bergeming tak mengubah posisi dan tatapan pada putri sulungnya yang terbaring tak berdaya. Pria paruh baya itu diam tidak pernah berniat untuk menjawab pertanyaan Asril. Selain gak perlu, Rafli juga tidak pernah suka diintrogasi oleh siapapun, termasuk anak-anaknya."Jaga, kakak kamu. Pastikan dia baik-baik saja," titahnya ta
"Heehh ... heehhh..." suara desah kesusahan itu terdengar berat dan serak. Berulang kali nafas terongos sampai dadanya terangkat membusung lalu rapat kembali di tempat tidur. Beberapa kali itu terjadi namun, tidak disadari oleh orang sekelilingnya. Asril yang tertidur dengan memangku di samping Anggraini pun, tak menyadari kalau kakaknya sedang kesusahan dalam mengatur pernafasan. Conon lagi, Annuar yang terbaring pasrah di atas sofa jauh dari Aini.Namun, setelah beberapa kali gadis itu menarik nafas secara teratur, akhirnya sirkulasi air oksigen itu berjalan bergerak normal. Perlahan, kelopak mata lentik itu mengerjab memaksa retina menyamai pencahayaan lampu led yang bersinar terang tepat di bagian atasnya. Ketika dirasa nyaman, ia mulai mengedar pandangan, dan orang yang pertama kali dilihatnya adalah, Asril. Sang adik laki-laki tertidur lelap dengan memangku kepala di bagian pinggir ranjang. Asril yang senantiasa setia menjaga, juga menunggu kakak terci
Keputusan telah di tetapkan, dan itu tidak dapat di ubah meskipun dunia ini runtuh. Memang sepatutnya, manusia harus mempunyai prinsip, safat dan watak yang mencerminkan bagaimana sikap dalam kesehariannya. Cerminan itu juga tidak luput dari respon alam sadar juga alam bawah sadar. Dimana setiap bertindak tentunya pasti ada arah dan ujung dari tindakan itu sendiri.Sama halnya yang dilakukan oleh Victor Walidin saat ini. Pria jenius itu telah memutuskan untuk pergi ke Nanggroe guna mencari kekasihnya yang telah pergi meninggalkannya begitu saja setelah malam panas itu adalah malam terakhir bagi mereka. Bahkan Aini tidak mengucapkan kata pamit sebaitpun. Dan, Victor tidak bisa menerima begitu saja perlakuan Aini terhadapnya. Apapun, jalan siap ditempuh sekalipun nyawa taruhannya. Ia siap terbang membelah langit biru demi sang pujaan hati.Sejam yang lalu, Victor tiba di bandara kuala namu tanpa di temani siapapun. Ia nekat, karena menurutnya itu harus! Ia mengutuk
Sebulan Kemudian..."Sampai kapan abang jadi pengangguran! Siang malam kerja abang hanya keluyuran gak jelas!""Apa kau bilang! kau pikir abang tidak mencari pekerjaan. Kau selalu saja menuduh suamimu—""Aku bukan menuduh! Itu memang kenyataannya?"Perdebatan itu sudah hampir setiap hari terdengar di tengah-tengah keluarga Syahbandar. Seiring waktu berjalan, keharmonisan semakin memudar.Dan, pagi ini. Anggraini gak sengaja lewat kamar Meylan. Kalau beberapa hari yang lalu ia juga pernah melintasi area kamar itu, terus yang terdengar sebuah desah dan jeritan Meylan di atas ranjang? kali ini Aini mendengar alotnya perang mulut. Memang, ini bukan yang pertama kali Meylan dan Halim Kusuma bertengkar gara-gara pria itu tidak punya aktivitas selain keluyuran, pulang tengah malam, itupun dalam keadaan mabuk.Aini berniat berhenti sebentar untuk mendengarkan perdebatan itu. Namun, "Krek." Gadis itu terkejut reflek menatap soso
Bang, kasih tau kak Aini Hendra masih bobok. Mey pergi terus takut telat.”“Mey? Sampai kapan kamu kek gini! Apa sih yang kamu cari … kasian Hendra ditinggal terus, Mey?!”“Aku harus kerja, Bang? Udahlah.. stop ngurusin aku. Baiknya, abang cari pekerjaan sana--”“Baik. Abang akan cari pekerjaan tapi tolong! Tolong kamu berhenti dari perusahaan itu.” Meylani menatap suaminya dari pantulan cermin di mana Halim baru saja bangun dan duduk di pinggir tempat tidur memperhatikan sang istri sedang berdandan. Entah kenapa, pria itu mulai keberatan dengan sistem kerja istrinya yang pergi pagi, pulang malam sementara buah hati mereka seharian penuh dalam kasih sayang Auntinya.“Apa abang bilang. Berhenti!” Wanita itu membalikkan badan menghadap sang suami.“Tidak akan pernah. Abang tau kenapa! Karena Mey yakin. Abang tidak akan pernah mendapat pekerjaan, karena kerjaan abang itu selalu mabuk-mabukkan. Oh, abang lupa? Gak di Australi, gak di kampung, kerja
“Kamu siap. Emm..” Aini melengkung senyuman getir. Ia menunduk setelah menyakinkan hati pria yang kini berdiri gagah di depannya dengan balutan jas dan peci menutup kepalanya. Kisahnya telah selesai di sini, di sebuah desa kecil yang jauh dari kediamannya. Sebuah desa yang telah melahirkan pria berlatar belakang seorang mafia pengedar. Aini menatap diri dalam balutan gaun brokat berwarna putih dengan sisa kesadaran dan nafas terputus. Iya? Aini telah memutuskan untuk menikah siri dengan adik iparnya sendiri karena Halim terus memaksanya, bahkan pria itu mengancam“Dengar, Ain. Kamu setuju menikah denganku, atau rumah ini akan kubumi hanguskan. Aku tidak akan segan-segan melakukan itu.” Hati Aini meringis kesakitan. Yang kedua kalinya ia mendengarkan ancaman Halim, dan kali ini dengan nada yang tidak bisa dianggap enteng. Ya! Tatapan Halim begitu serius memancarkan sinar tajam di mana cukup membuat Aini sadar bahwa Halim bukan lah pria baik-baik yang Cuma menggertak sambel kurang peda
Saat semua orang tau aku ternoda, aku yakin mereka akan melontarku dengan hinaan. Dan saat nanti mereka menghujatku dengan kata itu, aku akan teriak. Hidupku dibelenggu silsilah dan kemargaan. Ketika semua sudah jelas, namun tidak mampu mengembalikan harga diriku, baiklah aku akan menyerah. Menyerahkan diri pada keadaan Andai saja ada sayap, saat ini yang ingin dilakukan Aini adalah mengepak dan terbang ke suatu tempat di mana tidak seorang pun, yang dapat menemukannnya lagi. Ia rela hidup sendiri, demi apapun itu. Di sini, di rumah yang besar ini sudah tidak lagi ada ketenangan apalagi kebahagiaan. Pikiran lain juga hinggap, andai Victor datang menjemput dan membawanya pergi jauh dari orang-orang yang terdekat yang tidak berarti, memahami perasaannya. Aini meremas kuat ujung dress dengan sisa kesadaran setelah mendengar kecaman sang ayahanda barusan, “Bagaimanapun caranya, papa mau kamu menikah dengan Febby. Apa yang kamu pikirkan, umur kamu tidak berjalan ditempat, Aini.” Tatapan
Setelah percintaan panas penuh gairah yang dilakukan Anggraini bersama Halim Kusuma disiang hari ini tuntas, akhirnya mereka terkulai lemah, terlentang menatap langit-langit kamar dengan sisa kenikmatan masih mengalir dalam darah mereka. Aini mengerjab pasrah meratapi arti sentuhan yang lakukan Halim begitu dasyat mengoyak harga dirinya. Tiada henti ia mengutuk diri sendiri ketika Halim melakukan itu, ia enggan menolaknya. Tak henti bibirnya meracau menyebut nama Halim ketika mencapai orgasme yang bertubi-tubi. Bagian vitalnya berdenyut nyeri terus meminta mengemis agar Halim jangan berhenti menusuknya. Sadar akan isyarat itu, Halim tersenyum puas dan semakin memacu adrenalin mengeluarkan seluruh pengalaman fantasi liarnya demi membawa Aini ke puncak kenikmatan.“Aww… therrus, Llimm. Akhuu … m-aauh…”“Bagus sayang, keluarkan, ayoo…”Dua raga yang terbalut selimut putih itu telah kembali ke alam sadar mereka. Aini hendak beranjak dari ranjang, namun Halim mencegahnya. Pria itu merangku
Perputaran waktu kian tajam bak pedang menghunus masa. Kepingan hidup bagai kerak lempeng kian bergeser semakin mengangga. Seiring fakta kian terkuakBerbagai kejadian mengalir di kepalanya, memori demi memori tersimpan rapi dalam bentuk serpihan dosa. Perempuan yang diberi sandangan bangsawan itu semakin terpuruk dan berlumuran dosa. "Stop, Lim. Stop, aku tidak menginginkan ini lagi, tolong berhenti melecehku!" Suara bercampur erangan. Saat ini, Aini sedang berusaha menolak sentuhan Halim, di mana pria itu sudah tidak menjamahnya selama sepekan. Aini meronta, namun lebih mendominasi dalam bentuk desahan. Halim tidak perduli membabi buta menyerang dan menyobek kaus tipis yang dikenakan gadis itu malam ini. Ia tidak menyangka, Halim akan menemuinya lagi setelah sepekan menghilang. Sempat merasa lega. Tapi, lihat kini. Ia dihimpit kuat di dinding kamar dengan rentangan tangan dibawah tekanan lengan kokoh Halim. "Ain, ayolah, bukan kah, kamu juga menikmatinya. Sudah lama kita tidak me
Keadan begitu cepat berubah. Entah sadar atau enggak, gadis bernama Anggraini telah tergelincir oleh waktu. di mana, harga diri tak lagi menjadi pertimbangan baginya sejak Halim terus menerus menggodanya sampai pada titik kehormatan itu jatuh pada laki-laki yang berstatus sebagai adik ipar.Tiada yang tau jalan hidup seseorang. Mirisnya si wanita bangsawan, bukan berjodoh dengan pria sepantaran nya, malah terjebak dalam skandal adik ipar. Tapi kenapa? Aini rela berbuat, bahkan berkhianat pada Meylan adiknya. jawabannya adalah; Aini sendiri juga bingung. Karena ketika ia sadar, semua telah terjadi seperti di luar keinginannya.Mungkin ia prustasi. Atau mungkin buntu dengan kenyataan hidup selama ini. Serba salah, dan mungkin juga karena putus asa. Tapi, pagi ini Halim berniat mengajak Aini ke suatu tempat. Kira-kira apa tanggapan Aini, secara kalau sampai ketahuan Rafli, mungkin nyawa keduanya menja
Dari jauh. Penampakan kediaman Rafli tampak selalu sunyi. Dan, yang orang-orang ketahui! rumah itu tidak berpenghuni bila di siang hari. Namun, siapa yang tau. Di dalam sana ada seorang wanita yang hidupnya telah hancur. Keturunan pertama pasangan Rafli Syahbandar dan Kartini Majid. Mereka sama-sama terlahir sebagai kaum bangsawan terhormat.Dan, hari ini. Anggraini berniat keluar sebebentat untuk menghirup udara segar berjalan-jalan keliling kampung. Gadis itu sangat cantik meskipun sedikit pucat. Mata bulatnya terlihat kelam seakan menyimpan sejuta misteri.Ia berdandan sederhana, namun penampilan sangat memukau. Heran! apapun yang dikenakan Aini, selalu pas dan cocok di tubuhnya. Sekarang, ia memadukan T.shirt dengan Jeans sedikit jombrang, kerudung pashmina ia sangkut gitu aja. Tapi hasilnya sungguh mempesona. Bibir merah bak kelopak mawar hanya diberi lips glouse, bedak seadanya.Aini berjalan keluar, dan waktu ia membuka pintu? sosok pria tampa
Anggraini tiba di rumah megahnya setelah sepekan lamanya gadis itu menemani Reyhan sahabatnya. Ia menaruh motor pada tempatnya, lalu bergegas ke kamarnya di lantai atas.Anggraini juga tidak perduli dengan suasana rumah yang sepi. Ia hanya melihat sekilas melalui celah pintu yang sedikit terbuka, di sana Halim sedang menimang putranya. Aini berhenti sejenak sambil berpikir setelah itu ia mengidik bahu dan naik ke atas.Meniti cepat anak tangga, Aini sudah nggak sabaran sampai di kamar. Sedetik setelah sampai, ia menghempas tubuhnya menelungkup, dan membenamkan seluruh jiwa dan raga. Di sana tumpah ruah air mata membasahi bantal dan spray. Ia hampir lupa cara mengendalikan emosi dalam jiwanya, hingga tangisannya pecah, sepecah-pecahnya.Suaranya akan tersedu ketika mengingat, khabar Victor mencarinya sampai ke Nanggroe. Di bagian itu, Aini di dera rasa bersalah. Bukan soal cinta, tapi perkara janji yang teringkar. Mereka punya janji kuat, pun it
Anggraini menatap cakrawala di atas permukaan air laut. Mematri tanpa batas sampai pandangan tersapu angin. Perputaran arah dari berbagai penjuru menyisir gelombang ke tepi pantai.Satu jam berlalu, dara manis nan rupawan itu telah kembali, namun ia tidak langsung ke rumah Reyhan. Melainkan singgah di pantai beutari. Pantai yang selalu jadi ajang curhatannya."Jadi, ini alasan kamu meninggalkan anak saya? saya pikir ... kamu wanita terakhir untuk Victor. Ternyata, wanita baik-baik juga bisa berhianat."Tuduhan itu terus terngiang di telinga Anggraini. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sandreas, papanya Victor. Tapi, ada urusan apa papanya ke Nanggroe? Apa segitu luasnya jaringan Beliau? pikir Aini."Huuuf'Nafas panjang dihembus kasar. Desah keluar melalui rongga dada, saking sesak membayangkan masa lalu yang sudah ia kubur terkuak lagi."Kamu tau, anak saya ke sana ke mari mencari kamu. Bahkan, Victor nekat data
Aini menelentangkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Matanya sayu menerima jilatan cahaya lampu tepat di atas mukaknya. Gadis itu terhenta, pasrah dan menyerah. Keputusan satu jam yang lalu begitu perih menggores hatinya. Akan kah, ia rela ditunangkan? sementara, Febby saja tidak menginginkan perjodohan ini.Mirisnya, kisah hidup anak-anak cucu Syahbandar karena harus menikah dengan sesama bangsawan yang malah mereka sendiri punya pilihan masing-masing.Terkadang, Aini menyesal telah meninggalkan Victor demi orang tuanya, dan seandainya ia bisa memutar waktu, ia ingin mengulang semuanya dari awal. Lah! penyesalan selalu datang di akhir, pikirnyaSelanjutnya, Aini bangun melepas semua pakaian dan menggantikannya dengan setelan piama. Ia ingin tidur, ingin meneggelamkan semua permasalahan hidup yang tiada akhir. Namun, sebelum itu ia mengetik sesuatu di hanphonenya dan mengirim pada seseorang agar menunggunya esok, setelah i