Home / Romansa / Maduku Sayang / 1. Berbagi Kasih

Share

Maduku Sayang
Maduku Sayang
Author: Bintu Hasan

1. Berbagi Kasih

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2021-09-26 17:04:45

“Berbuat baiklah pada Vidia. Dia cinta pertamaku sekaligus calon adik madu kamu.”

Aku diam seribu kata, merasa hancur bagai disambar petir.

“Perlakuanku padamu, tergantung perlakuan kamu padanya,” tambah Ferdila. Perempuan yang bernama Vidia tersenyum tipis padaku.

“Fer.” Hanya kata itu yang bisa keluar dari mulutku sekarang. Dadaku seketika sesak mendapati kenyataan sepahit ini.

“Keputusan ini tidak bisa diganggu gugat. Kalau kamu keberatan, silakan ajukan permintaan cerai.”

“Kenapa?” tanyaku. Suara benar-benar lemah.

“Agar orangtua kita tidak menyalahkan Vidia. Kamu tahu? Vidia sangat berharga, Din.”

Setelah mengucapkan itu, Ferdila menggandeng tangan Vidia masuk rumah. Mereka duduk di kursi tamu, mengobrol begitu hangat.

Aku menutup rapat pintu utama, kemudian berlari kecil masuk kamar. Kutenggelamkan wajah di tepi ranjang sambil terus merutuki nasib.

“Tuhan, kenapa aku selemah ini?” lirihku.

Ferdila bilang perempuan itu sangat berharga bahkan seolah tidak peduli jika aku meminta cerai. Padahal dia pernah cerita bahwa Vidia menolak mentah-mentah saat Ferdila mengutarakan rasa bahkan dia dipermalukan.

Sekarang kenapa ceritanya berbeda?

Dulu dia merasa sakit hati dan menganggap Vidia sampah, sementara aku adalah permata berharga. Apa mungkin waktu yang menukar posisi kami?

Aku akui, siapa pun yang melihat Vidia akan terpesona karena kecantikan yang nyaris sempurna. Hidung mancung, bibir tipis dan rambut pirang. Jika melihat sekilas dia lebih mirip orang Inggris.

“Tidak, semua harus jelas sekarang. Ferdila tidak boleh seenaknya mencari adik madu untukku,” gumamku, lalu bangkit dan melangkah ke luar.

Mereka masih mengobrol hangat bahkan Ferdila terlihat sangat bahagia. Tatapan dinginnya saat menjelaskan tentang perempuan itu tadi kini berubah hangat.

Aku penasaran kenapa mereka bisa bersama padahal kemarin-kemarin kami tidak pernah beradu mulut. Pernikahan sudah tiga tahun apakah tidak cukup untuk saling membangun cinta lebih megah?

“Fer, aku mau bicara sebentar,” ucapku setelah sampai. Di kamar tadi hati terasa panas dan ada keinginan memaki, tetapi di hadapan Ferdila aku seketika lemah.

“Di sini saja.”

“Aku mau kita bicara empat mata, tanpa Vidia. Apalagi dia masih belum menjadi istri kamu, Fer.”

Ferdila mengembus napas kasar, lalu melangkah ke kamar. Aku mengikuti dengan perasaan gundah. Hati kalang kabut mencari jawaban yang tepat agar tidak terluka begitu dalam.

Sesampainya di kamar, aku langsung duduk di tepi ranjang sementara Ferdila berdiri dengan melipat kedua tangan di depan dada. “Mau bicara apa?”

“Aku mau tahu alasan kamu mencari adik madu.”

“Alasannya terlalu banyak, Din.” Ferdila menjawab singkat, tetapi mampu membuatku menertawakan diri sendiri.

Mungkin maksud Ferdila salah satunya dari segi fisik. Mereka berdua sama-sama putih dan tinggi, sedangkan aku pendek dan tidak secantik Vidia. 

“Salah satunya saja.” Aku melipat bibir setelah mengucapkan kalimat itu.

“Pertama, kamu mandul. Ke dua, Vidia cinta pertamaku. Ke tiga, dia lebih memuaskan mata ketika memandang. Cukup?”

Air mata jatuh tanpa permisi. Ferdila langsung meninggalkan kamar, tangan kanannya membanting pintu begitu keras. Malang nian nasib perempuan yang harus merelakan suaminya dimiliki perempuan lain.

Aku salah. Mungkin selama ini Ferdila berlaku baik karena kasihan, mungkin juga dia hanya menjadikanku pelampiasan atas luka yang diberi Vidia. Sekarang cintanya sudah terbalas, aku tidak lagi dianggap.

Lelucon apa ini?

“Ferdila!” teriakku histeris kemudian mengambil botol parfum dan melempar pada kaca rias.

Hancur, serupa diriku!

Ingin sekali aku seperti perempuan lain yang bisa menjambak rambut calon adik madunya bahkan mempermainkan suami agar merasa kesal dan bersalah. Namun, aku tidak pandai bahkan untuk meluahkan rasa pun tidak mampu.

“Ardina! Kamu apa-apaan?!” bentak Ferdila. Wajahnya memerah.

“Kamu yang apa-apaan? Seharusnya kalau mau cari perempuan lain harus bilang dulu sama aku!” bentakku.

Aku menghapus air mata.

“Mentang-mentang dia cinta pertama kamu?! Mentang-mentang dia jauh lebih cantik?! Apa kamu tidak ingat kalau Vidia pernah menolakmu mentah-mentah?!” Entah keberanian dari mana sehingga aku bisa mengatakan kalimat itu dengan suara tinggi.

“Eh, Din! Kalau Ferdila sudah gak suka sama kamu, diam aja. Gak usah sampai mecahin kaca kayak gini. Mau seperti di sinetron? Iya?!” sela Vidia.

Aku menatap penuh amarah padanya. “Kamu jangan ikut campur, ya, Vid. Ini urusan aku dengan Ferdila. Kamu bukan siapa-siapa di rumah ini!”

“Aku calon istri Ferdila!” balas Vidia dengan bangganya.

Luka semakin membara menguasai seluruh jiwaku. Hati terbakar api cemburu hingga rasanya ingin mengakhiri hidup. Namun, bagiku ini bukan cara terbaik karena tidak berpengaruh pada mereka.

Netraku menatap Ferdila yang mengatup bibirnya rapat. Tidak ada pembelaan di sini. Hatinya mungkin sudah diserahkan penuh untuk Vidia. Lalu, atas dasar apa aku harus mempertahankan rumah tangga ini?

“Bersihkan semua ini! Aku tidak suka melihat sesuatu yang berserakan di sini. Sampah!”

“Jangan mulut kamu, Vid!” teriakku.

“Ardina! Kamu jangan meninggikan suara untuk Vidia!” bentak Ferdila.

Lelaki itu ternyata sudah tenggelam dalam lautan asmara. Aku membuang muka. “Keluar dari kamar ini. Kalian lebih cocok tinggal di istana dengan banyak pembantu, 'kan?”

“Kenapa harus pakai pembantu jika istri bisa membersihkan semuanya.” Ferdila menatap tanpa rasa iba.

“Apa kamu akan rela kalau tangan halus Vidia melakukan pekerjaan rumah, Fer?”

“Kamu, kan, ada.” Vidia tersenyum manis.

Satu tamparan berhasil mendarat di wajah mulus Vidia. Aku seperti mencari nahas karena Ferdila pasti akan memarahiku. Ah, bukan hanya marah, tetapi dia balas menampar.

“Tega menampar istri sendiri karena orang lain?”

“Lusa, Vidia bukan orang lain lagi. Kedudukannya akan sama denganmu. Sejak awal sudah aku beritahu bahwa perlakuanku padamu itu tergantung perlakuan kamu padanya.”

“Suami kepar*t!” teriakku.

Lagi, tamparan berhasil mendarat di pipiku. Sekilas aku melihat Vidia tersenyum, kemudian bergelayut manja di lengan Ferdila. “Fer, kamu bisa tersulut emosi bahkan kena penyakit jantung kalau tetap di sini. Yuk, keluar saja. Aku yakin mood kamu lekas membaik.”

Mereka berdua keluar, sementara aku melangkah mundur dan menjatuhkan diri di tempat tidur. Miris sekali kehidupan sekarang, sangat berbanding jauh dengan hari sebelumnya. Aku penasaran, sudah berapa lama mereka menjalin hubungan.

“Suatu hari aku akan balas perlakuan kalian. Mungkin hari ini karena terlampau sakit menjadikanku lemah. Namun, semua akan berlalu.”

“Kamu terlalu meremehkanku, Fer. Kamu bahkan tidak segan menampar istrimu di depan Vidia. Tunggu dan lihat saja siapa yang akan mengemis nanti.”

“Aku akan bermain dengan cantik sehingga kamu mengira kalau ikhlas itu hadir. Kamu akan menyesal dengan ketidaktahuanmu.”

Aku terus bermonolog sambil memikirkan cara agar bisa keluar dari kehidupan yang teramat menyedihkan ini. “Mungkin Yuni tahu solusinya.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sadar diri dan ukur kemampuan mu. klu kamu g bisa mengolah otak mu biar sedikut lebih pintar maka jamu pantas jd babu utk suami dan madu mu.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Maduku Sayang   2. Pahit

    Aku meraih ponsel dan mengirim pesan untuk Yuni. Untung saja hari ini libur sehingga tidak harus menunggunya pulang dari kantor. Dia memang tergolong dewasa dan pandai mengambil sikap terlebih saat dalam urusan percintaan. Tersakiti berulang kali menjadikannya sangat berpengalaman. Yuni juga teman SMA Ferdila dan Vidia dulu. Mungkin dia tahu kelemahan mereka atau salah satunya saja. Satu jam berlalu, dia sudah sampai. Aku harus menghilangkan pikiran tentang kemesraan Ferdila dahulu. Kami duduk saling berhadapan. “Ada masalah apa, Din? Tumben banget kamu memintaku datang hari libur. Biasanya jalan-jalan sama Ferdi.” “Itu dulu, Yun. Ferdi sudah punya perempuan lain. Kamu pasti gak nyangka siapa perempuan itu.” Aku menjawab setelah menarik napas panjang berulang kali. “What?!” “Iya, perempuan itu bernama Vidia.” “Vidia Maida?!” Yuni terkejut bukan main. Matanya membulat sempurna. Aku hanya bisa mengangguk membenarkannya. “

    Last Updated : 2021-09-26
  • Maduku Sayang   3. Kejutan

    “Iya, Vidia itu terkenal licik. Aneh saja, kenapa Ferdila malah jatuh cinta mati padanya.” “Licik gimana?” “Haduh, banyak. Bahkan sejak SD dia sudah pandai membully orang. Vidia itu mata duitan, Din.” Jantungku berdegup kencang. Sungguh tidak tahu harus berkata apa lagi. Ingin menyampaikan pada Ferdila juga tidak mungkin karena hanya akan mendapat amarahnya. Hati yang sudah dikuasai orang lain itu susah untuk kembali. *** Hari sudah malam. Sejak sore tadi aku tidak ada kesibukan. Ingin keluar mencari Ferdila juga tidak mungkin karena tidak tahu alamat rumah Vidia. Jam sudah menunjuk angka sembilan, aku mendengar suara orang dari luar. Saat membuka pintu, rupanya Ferdila kembali. Hanya saja di sampingnya berdiri seorang perempuan. Tidak usah ditanya itu siapa, sudah pasti adalah Vidia. “Fer, kamu bawa Vidia pulang ke sini? Apa kata tetangga?” tanyaku setelah keluar kamar. “Tidak usah pus

    Last Updated : 2021-09-26
  • Maduku Sayang   4. Hadiah Untuk Pengantin

    Panggilan telepon terputus sepihak. Aku menarik napas dalam berulang kali agar air mata tidak jatuh membasahi pipi. Nomor tidak dikenal itu entah milik siapa. Ingin menelepon balik, ternyata sudah diblokir duluan. Lantai aku bersihkan, setelah itu melangkah masuk kamar dan membanting kasar pintu. Untuk berbaring saja jijik rasanya mengingat mereka tidur di kamar ini tadi malam. Aku membuka lemari dan mengambil semua pakaianku untuk dipindahkan ke kamar tamu. Tidak apa mengalah untuk saat ini, suatu hari kita akan tahu siapa yang mengemis untuk bertahan. Besok suamiku akan menikah dengan pacar yang dia anggap lebih baik dari istrinya. Semoga saja dia bahagia agar tidak menangis darah. Aku harus hadir untuk memberi hadiah paling terbaik sehingga mereka tidak akan pernah melupakannya. Malam telah tiba, angin berembus memaksaku berselimutkan rindu. Tak ingin menyimpan sesak sendirian, aku menelepon Yuni. “Ada apa, Din?” “Besok Ferdila nika

    Last Updated : 2021-09-26
  • Maduku Sayang   5. Siapa Kamu?

    “Kamu merasa hebat karena mempermalukan Vidia?” “Jangan kamu kira dengan melakukan hal ini akan menjadikan dirimu satu-satunya. Ferdila bilang kamu itu mandul, lalu kenapa mengaku hamil?” “Apa jangan-jangan kamu hamil dari lelaki lain?” “Anda siapa?!” tanya Yuni. Rahangnya mengeras. “Aku sepupu Vidia. Kamu sendiri siapa?” “Sahabat Ardina dan asal kamu tahu, Ardina tidak mandul!” “Ferdila juga mengaku pada temannya kalau Ardina memberi izin poligami karena terbaring lemah. Lelaki model apa itu?” tambah Yuni. “Yun, kamu tidak bisa ikut campur dalam urusan rumah tanggaku,” sela Ferdila. “Lalu, apa sepupu Vidia bisa ikut campur?” timpalku. Genta meminta semua tamu undangan untuk pulang saja karena banyak dari mereka yang menyalakan kamera. Meski harus penuh paksaan akhirnya mereka pulang juga. Di pernikahan ini tidak ada orangtua pengantin yang hadir. “Shella itu masih sepupuku, sementara kamu bukan keluarga

    Last Updated : 2021-09-26
  • Maduku Sayang   6. Cemburu

    “CCTV?” Perempuan di seberang telepon tertawa. “Bukan.” “Lalu?” “Tidak usah takut, aku tidak akan melukaimu jika kamu setuju dengan titah di secarik kertas itu. Bagaimana?” “Kamu mengancamku?” “Apa ini terdengar seperti ancaman? Kamu takut?” Aku memutus panggilan telepon berharap semua hanyalah mimpi. Gemuruh dalam dada begitu mengganggu. Jujur saja, aku takut bahkan untuk memejamkan mata sekilas. Tidak perlu menunggu waktu lagi, segera aku mengirim sms pada Yuni untuk memberitahu sekaligus mencari solusi. Sepuluh menit berlalu baru ada balasan. Yuni : Kamu harus kuat sebagaimana posisimu sebagai istri pertama. Jangan khawatir pada ancaman bahkan jika kamu harus mati, setidaknya bukan sebagai pengecut! Aku : Gimana? Yuni : Pura-pura terima Vidia dan balas perbuatan mereka diam-diam. Namun, kamu harus ingat sesuatu, dia tidak boleh curiga kamu pelakunya. Aku : Terimakasih. *** Tepat hari s

    Last Updated : 2021-09-30
  • Maduku Sayang   7. Aku Vidia Maida

    Aku Vidia Maida. Perempuan yang lahir di Indonesia, tetapi memiliki wajah dan postur serupa Inggris. Tidak mengherankan karena orangtuaku masih asli London. Usiaku kini tidak lagi muda, saatnya mencari lelaki yang bisa memberiku kehidupan layak meski ibu bukan orang miskin. Sebenarnya ayah dan ibu memintaku memanggil mereka 'mom and dad' hanya saja itu terlalu berlebihan karena ini di Indonesia. Ayah Ketua Gengster. Dia sudah sering keluar masuk penjara dengan berbagai kasus. Ibu pun seperti tidak peduli dan menghabiskan waktunya di luar. Tidak jarang dia membawa pulang lelaki dan mabuk bersama. Kami non muslim, tentu pakaian mini tidak menjadi masalah. Aku yang muak melihat mereka memilih tinggal di apartemen. Bertemu dengan Ferdila adalah sesuatu yang sangat kebetulan. Aku merasa takjub melihat perubahan yang ada padanya. Bukan hanya masalah harta, tetapi juga fisik dan rupa yang menawan. Siapa pun akan jatuh hati. Aku sengaja menggoda lelak

    Last Updated : 2021-09-30
  • Maduku Sayang   8. Madu Bar-Bar

    Aku mengetuk pintu setelah mendengar Vidia memekik. Meski dia hanya bisa melukai hati, tetapi aku bukan manusia yang tidak berperasaan. Khawatir tentu menjalar terutama pada bayi dalam kandungannya.Dia darah daging Ferdila dan tidak pantas disalahkan.“Ada apa?” tanya Vidia setelah pintu dibuka.“Aku dengar kamu teriak, kenapa?”“Gak apa-apa. Perlu bantuan?”“Oh, tidak usah. Semua sudah beres.”“Istirahatlah.”Aku mengangguk. Entah kerasukan apa, tatapan Vidia hangat bahkan kalimatnya terdengar tulus. Namun, seperti yang selalu Yuni sampaikan bahwa jangan sampai terlena pada senyum dan sikap hangat musuh.Dalam kamar aku melakukan panggilan telepon dengan Yuni. Kami basa-basi sebentar, kemudian mulai membahas inti masalah saat dia bertanya perkembangan.“Sepertinya Vidia percaya aku mau jadi temannya. Dia sering senyum-senyum sendiri, mungkin mengejek dal

    Last Updated : 2021-10-02
  • Maduku Sayang   9. Benalu Itu Kamu!

    “Sabar, Vid. Mungkin kamu salah masukin bumbu.” Aku berkata pelan, padahal sebenarnya ingin menampar. Namun, demi menjalankan misi, lebih baik bertingkah lugu.“Iya, sejak tadi aku duduk di ruang tengah, gak pernah sekali pun Ardina ke luar kamar,” sambung Ferdila.Aku tersenyum dalam hati. Dia tidak tahu kalau beberapa bumbu sudah tertukar tempatnya termasuk garam, terigu dan gula. Vidia tidak sejeli itu ternyata.“Kamu kalau gak bisa masak, bilang! Jangan sok-sokan mau ngasih aku masakan buatanmu yang rasanya amburadul gini!” Ferdila melempar sendok.“Fer, sabar. Jangan marah pada Vidia. Kemarahan gak akan menyelesaikan masalah. Biar aku pesan makanan saja.” Aku kembali bersuara lembut.“Anj*ng! Memang aku gak pantas jadi pembantu. Lain kali Ardina saja yang masak. Dia lebih cocok!”Ferdila menampar Vidia. “Jadi perempuan jangan suka ngomong sekasar itu. Mudah banget keluari

    Last Updated : 2021-10-02

Latest chapter

  • Maduku Sayang   144. Kasih Untuk Kekasih

    POV AUTHOR 💚 "Jangan pergi atau akan semakin menyakitimu." "Tapi, Ferdila–" "Dia khawatir bukan karena cinta, melainkan rasa bersalah karena telah merobek mulut Vidia. Kamu di sini, tunggu kabar di telepon saja," potong Arnila. Dia tidak ingin adik kembarnya khawatir. Masalah Ferdila salah peluk kemarin biar menjadi rahasiaku sendiri selama Naren tidak tahu juga Vidia maka akan baik-baik saja. Adikku harus bahagia, batin Arnila sedih. Ponsel berdering, ada pesan masuk ke aplikasi hijau. Perempuan tempramental itu mengurangi cahaya layar agar tidak ketahuan kalau ada pesan masuk apalagi jika kabar buruk. Benar saja, Naren mengabari bahwa Vidia meninggal. "Mereka kok lama ya? Gak ada kabar lagi," keluh Ardina. Dia memikirkan suaminya. "Gini, Din ...." Arnila menggigit bibirnya, dia menunduk dalam. Sementara di rumah sakit sedang gaduh. Naren mengurus banyak hal termasuk meminta mereka semua tutup mulut. Pasalnya

  • Maduku Sayang   143. Terungkap Semua

    POV ARDINA💚Selesai makan malam, terdengar deru mobil dari luar. Aku dan Arnila saling berpandangan. Jantung berdegup cepat tak ubahnya pacuan kuda. Beberapa kali aku menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan."Tenang, Ardina. Tidak akan terjadi apa-apa. Aku yang akan menjelaskan semua ini. Kamu diam dan hanya menyahut ketika kutanya. Oke?"Enak sekali menjadi Arnila karena dia terlihat seperti tidak memiliki beban hidup. Lagi pula jika ada yang mengusik tentu kalah dengan satu pukulan telak. Aku memaksa senyum.Pintu rumah terbuka lebar. Naren dan Ferdila melangkah beriringan. Begitu sampai di hadapan kami, keduanya bungkam. Aku bisa menangkap raut wajah suamiku menyiratkan kebingungan."Ardina yang mana?" tanyanya setelah hening beberapa saat."Fer, biar aku jelaskan semuanya. Aku Arnila saudari kembar istrimu. Kita berpisah sudah lama bahkan ketika kamu menikah, tidak sempat hadir." Arnila menjeda kalimatnya.D

  • Maduku Sayang   142. Wajah Baru

    POV AUTHOR💚Satu minggu pasca operasi, Vidia sudah merasa sehat sekalipun disibukkan dengan mengganti perban. Perawat menyarankan untuk tidak memakai cermin hingga masa penyembuhan selesai, tetapi dia bersikeras."Baiklah," jawab seorang perawat. Dia keluar mengambil cermin.Sementara Vidia dia begitu penasaran dengan bentuk wajahnya setelah digunting Ferdila. Rasa untuk balas dendam semakin membuncah. Dia merasa tidak bisa hidup tenang sampai Ardina merasakan luka yang sama atau bahkan lebih perih.Rambut indahnya pun sudah hilang. Dia memakai rambut palsu sejak kemarin. Tidak ada yang diizinkan masuk menjenguk walau orang itu mengaku sebagai sahabat dekatnya.Orangtua Vidia tidak tahu kabar ini karena Naren menutup mulut semua orang bahkan memalsukan data agar tidak ada yang bisa mengecek keberadaannya.Beberapa menit menunggu, seorang perawat datang dan menyerahkan sebuah cermin. Namun, sebelum itu dia berpesan agar V

  • Maduku Sayang   141. Rumah Sakit

    "Gimana keadaan Vidia, Ren? Ada yang tahu perkara ini?" tanyaku khawatir.Kami sudah berada di rumah sakit sejak sepuluh menit lalu. Ferdila terus diam menangisi kebodohannya. Aku terus menghibur dengan dalih Vidia yang salah."Dia ditangani dokter. Tenang saja, aku bisa membungkam mulut mereka semua. Sekarang kamu fokus pada diri sendiri. Beruntung di outlet tadi lagi sepi," jelas Naren."Terimakasih, Ren. Kami berhutang budi padamu," ucapku tulus, lalu kembali duduk di samping Ferdila.Suamiku benar-benar menyesali perbuatannya. Sekali lagi aku menghibur dengan mengalihkan pikiran. Alhamdulillah, dia bisa tersenyum ketika kukatakan akan pergi dari sini jika terus murung.Tangan kekar itu sekarang mengelus perutku yang rata. Dia menasihati calon anak kami agar tidak pernah selingkuh jika sudah lahir. Ferdila sadar, yang mendua kelak akan diduakan dan rasanya seratus kali lipat lebih sakit."Anak kita harus jadi salihah, tidak boleh se

  • Maduku Sayang   140. Mulut yang Robek

    Dua hari sejak kejadian itu Vidia belum juga pulang. Mungkin dia tahu kalau Falen meninggal di hari yang sama jadi ada rasa galau. Entah, ini hanya praduga.Naren pun tidak pernah datang, hanya ada aku dan Ferdila di sini. Outlet warna merah muda sudah terpasang rapi di halaman rumah. Senin lalu mulai buka. Beruntung banyak pelanggan sampai Ferdila sedikit kewalahan."Jualan bakso?" tanya Vidia tiba-tiba ketika Naren sedang sibuk meladeni satu pelanggan terakhir. "Makanya aku malu balik ke sini karena gak mau punya suami tukang bakso. Mana jualnya di depan rumah, ogah banget!""Kalau begitu silakan pergi dari sini!" geram Ferdila."Iya, walau tidak kamu minta aku akan pergi! Dasar lelaki miskin!" makinya sambil melangkah masuk rumah.Dia memang tidak punya malu. Sudah mengatai suami sendiri, tapi dengan santainya melangkah masuk rumah. Aku sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan Vidia.Sebenarnya Ferdila ingin membahas masalah abo

  • Maduku Sayang   139. Klinik Aborsi

    "Kamu menang kali ini, Din!" gumam Vidia, tetapi aku masih mampu mendengarnya.Dia berdiri, memungut ponsel itu dan melangkah masuk kamar. Pintu dibanting kasar. Aku sampai mengelus dada berulang kali sambil membaca istigfar. Semoga saja janin dalam kandungan ini kuat dan dilindungi sama Allah.Naren meminta kami istirahat saja dulu kbawatir pikiran semakin kacau. Ferdila setuju, lalu menuntunku masuk kamar. Sabtu besok dia harus ke tukang kayu untuk mengambil outlet karena memang tidak melakukan pengiriman khusus weekend."Besok, kamu jangan keluar kamar. Nanti bisa dikerjain Vidia. Kalau bisa pas lagi makan aja. Oke?" Ferdila mengingatkan."Iya, Sayang."Aku menatap langit-langit kamar. Entah kenapa ada firasat hal buruk akan terjadi. Namun, suamiku selalu mengingatkan bahwa kita harus berprasangka baik agar jika ada petaka, dia akan pergi.***Pagi menyapa, dua jam lalu Ferdila pergi bersama Naren. Jarak rumah tukang kayu itu lumay

  • Maduku Sayang   138. Naik Pitam

    Malam menyapa ketika kami bertiga sedang kumpul di depan televisi. Vidia datang dengan senyum merekah dan duduk di dekat kami. Tangannya mengeluarkan ponsel dari saku.Aku cuek saja, lalu meraih gelas dan meneguk isinya. Malam ini tidak boleh stres karena bisa berakibat parah pada janin yang baru saja hadir dalam rahimku."Fer, tidakkah kamu berpikir Ardina mempermainkanmu?" Vidia membuka percakapan. Aku menoleh padanya begitupun Naren, tidak dengan Ferdila."Maksud kamu mempermainkan apa, Vid?" Aku bertanya.Ferdila menatapku dalam. Dia memberi isyarat untuk tidak merespon Vidia. Memang magrib tadi aku juga diperingatkan untuk mendiami perempuan berambut pirang itu agar tidak semakin menjadi atau berbuat sesuka hati.Aku memang setuju, tetapi mendengar kalimat itu membuat darah seketika nendidih dalam hitungan detik. Ingin sekali tangan ini menjambak rambut dan merobek mulutnya. Huh, hidup bersama Vidia memang tidak pernah membawa ketena

  • Maduku Sayang   137. Fitnah Venny

    POV ARDINA💚Aku baru selesai mandi ketika mendengar suara tawa perempuan di luar rumah. Namun, samar terdengar karena gemericik air mengganggu pendengaran. Setelah mengenakan pakaian rumah serta mengeringkan rambut, aku melangkah ke luar kamar dan menoleh ke kiri. Rupanya ada tamu Vidia."Sini, Din!" panggil Vidia. Aku mendekat karena menghormati tamu dan duduk di samping adik madu.Perempuan ini cantik sekali. Wajah dan postur tubuhnya terpahat sempurna. Kulit putih bersih bahkan mengalahkan Vidia. Aku kagum, entah darimana asalnya. Akan tetapi, semoga hati perempuan itu tidak seburuk Vidia.Aku tersenyum ketika dia memperkenalkan nama. Dia Venny dan aku–"Dia ini kakak maduku, Ven. Namanya Ardina." Vidia mendahuluiku memperkenalkan diri. Sudahlah, tidak mengapa selagi masih wajar.Perempuan itu tersenyum ramah. Hingga detik ini aku merasa masih aman-aman saja. Vidia menjelaskan kalau temannya itu baru tiba dari Jepang. Aku m

  • Maduku Sayang   136. Rencana Busuk Vidia

    POV VIDIA MAIDA💚Mereka terlalu bahagia di dalam sana sehingga membuat muak untuk melihat terlalu lama. Aneh sekali kenapa Ardina bisa hamil. Apakah ini yang dinamakan keajaiban?Huh, aku mengembus napas kasar begitu ingat tentang Ferdila yang tidak lagi bekerja di kantor. Untuk apa bertahan? Pertanyaan itu sesuatu yang konyol, tentu saja ingin mengais harta lelaki itu. Aku sangat yakin dia memiliki tabungan di bank."Sial!" umpatku ketia Ferdila menoleh dan langsung melangkah ke dekat televisi.Ada ide lain, aku harus melakukan sesuatu yang tidak disukai perempuan itu bahkan kalau bisa menyebar fitnah agar dicerai dalam keadaan hamil. Pasti ada cara yang paling jitu.Mudah! Aku akan melakukan satu rencana yang sangat besar. Bahkan sudah ada dalam pikiran. Naren pasti akan sering ke sini karena Ferdila tidak lagi sibuk di kantor. Kelihatannya bakal ada usaha baru yang akan dikerjakan."Vidia?" Suara Ferdila mengagetkanku yang

DMCA.com Protection Status