"Hei.. kamu malah melamun bareng*sek!" Teriak Lukas yang melihat Mozhaf terdiam dengan tatapan kosong.Mozhaf langsung terkesiap dan segera menguasai diri. Kejadian masa lalu yang begitu sulit ia lupakan kini harus dia hadapi lagi, bahkan dulu Mozhaf sampai harus ke hipnoterapi agar bisa melupakan kejadian itu."Urusan kita soal masa lalu sudah selesei Lukas, kali ini jangan ganggu keluargaku!" Mozhaf mencoba memperingati Lukas."Ha ha ha.. " Lukas tertawa keras dan juga mengejek Mozhaf."Kamu ketakutan hah! Aku akan mengajarimu bagaimana arti kehilangan orang yang kamu cintai untuk selamanya ha ha." "Tari dan anak-anakku tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu kita, Kas.""Lalu apa salahku kepadamu, hah? Aku sangat mempercayaimu tetapi kamu malah menikamku dar belakang." "Bukankah sudah ku jelaskan beribu kali, tapi kamu tetap salah paham kepadaku!" "Per*se*tan tentang penjelasanmu, kamu telah mem*bunuh Arina wanita yang sangat aku cintai!" Ujar Lukas dengan amarah berapi-api.
"Bagaimana aku bisa menceritakan sedangkan dirimu sibuk menyalahkan Aku dan juga Takdir.""Sekarang tolong jelaskan bagaimana kamu mau menerima perintah Nia untuk menyakiti keluargaku?" Lanjut Mozhaf.Lukas mulai luluh dan bisa di ajak berkomunikasi, "Aku membantu Nia. Dia memintaku untuk membunuh istrimu." "Nia membenci kebahagiaan kalian, di ingin melihat kalian menderita seperti dia saat ini." Tukas Lukas."Nia memang keras kepala dan juga jahat, dia tetap berusaha untuk memperoleh apa yang dia inginkan dengan segala cara." "Aku mau menerima perintahnya karena aku memang memiliki dendam pribadi kepadamu dan juga aku butuh uang!" Semenjak kejadian itu Lukas di keluarkan dari Ikatan Dokter Indonesia dan izin prakteknya dicabut. Terlebih keluarganya tidak mau menerimanya lagi karena Lukas berpindah agama."Aku mengerti dengan kondisimu. Tapi setidaknya jangan menghalalkan segala cara untuk mencari uang.""Aku mengerti.""Kamu sejak kapan keluar dari penjara?""Sudah setahun." "Ba
Pak Wijaya segera menghubungi pengacara keluarganya, meminta segera datang ke kantor kepolisian yang sudah Pak Wijaya kirim alamatnya. Pak Wijaya bergegas ke kantor polisi dengan mobil Alphard hitamnya, berusaha menata hati untuk bisa tenang menghadapi situasi yang menimpa putrinya. Pak Wijaya sama sekali tidak tahu apa yang telah putrinya perbuat, selama ini pak Wijaya tahu jika Nia sudah mulai melupakan Mozhaf dan berusaha mengurus putranya dengan baik. Nico bahkan rutin mengunjungi Yash, putranya yang semakin pintar dan lucu."Sebagai Ayah, saya sudah berusaha untuk menjaga putriku dari hal yang bisa membuatnya malu. Tapi saya bisa kecolongan seperti ini!" Gumam pak Wijaya dengan hati sedih.Selama perjalanan pikiran pak Wijaya berkelana jauh saat Nia kecil dahulu, menyalahkan dirinya yang mungkin terlalu memanjakan sang putri hingga membuatnya berada dalam lingkaran dosa yang selalu dia perbuat.Pak Wijaya yang sudah memasuki usia senja itu masih tetap berwibawa dan berkharism
Pengacara Mozhaf lalu mengeluarkan ponselnya dan mendengarkan rekaman suara Nia saat di mol dulu saat memberikan uang kepada Lukas.Mozhaf berharap Ayahnya Nia bisa bersikap bijak dalam menyikapi permasalahan anaknya kali ini. Tidak menggunakan kekuasaannya untuk membebaskan putrinya.Bagai di sambar petir di siang bolong, Nia merasa ketakutan luar biasa. Kenapa mereka bisa memiliki bukti padahal Nia sudah yakin saat itu tidak ada yang tahu bahkan Ayahnya saja tidak mengetahuinya."Diamlah Nak. Terima saja akibat dari perbuatanmu. Saya pasrahkan kepada kalian untuk keadilan anak saya." "A.. apa?" Nia tercengang mendengar ucapan Ayahnya."Kami siap menjalani persidangan, jika putriku harus di hukum biarlah dia menjalani hukuman yang seharusnya karena semua perbuatannya." Bagai di terpa tsunami yang bergelombang besar , sekarang Ayahnya yang selalu membelanya kini malah bersikap pasrah dan tidak menolongnya. Tidak seperti terakhir kali saat dirinya sedang hamil dan hendak di penjara d
"Rangga, tenanglah Nak. Jangan marah seperti itu." Bujuk Mozhaf menenangkan Rangga."Maaf, Kami akan segera pergi dari sini." Ucap Rendra tanpa melihat kearah anak-anaknya dengan Tari dan bergegas menggendong Rindu dan membawanya pergi sebelum semuanya runyam.Tari dan Mozhaf saling pandang, mereka tidak menyangka bahwa akan bertemu dengan Rendra dan Rindu di saat mereka sedang quality time. Mozhaf melihat ke arah Rangga, anak laki-laki berusia dua belas tahun itu kini masih terdiam dengan rasa marah di dadanya. Berusaha untuk menenangkannya Mozhaf mengajak Rangga dan Haris berbincang sambil berjalan-jalan.Tari bersama mbok Yenni dan Nada lanjut untuk memilih berbelanja bulanan.Anak seusia tanggung seperti Rangga memang harus banyak mendapatkan treatment khusus apalagi masa kecilnya pernah mengalami hal yang sulit dan pahit di hadapannya langsung, Mozhaf sangat mengerti oleh karena itu Mozhaf hanya membawa kedua anak laki-lakinya berkeliling mol dan melihat-lihat ke dalam toko yang
"Kenapa minta maaf Mas?" "Aku sudah mencoba melarang Rindu untuk tidak kemari, tetapi Rindu tetep kekeuh ingin bertemu dengan bayimu." Tari tersenyum kecut, ya mau bagaimana lagi mereka berdua sudah ada di rumah tidak mungkin juga Tari mengusir mereka. "Adik Azura dimana Tante?" "Azura ada di kamar, kesana saja, ada di mbok yang temenin adik bayi." "Rindu ke kamar ya tente."Tari tersenyum mengangguk tanda mengizinkan Rindu untuk menemui Azura. Toh ada mbok Yenni yang akan memperhatikan mereka berdua.Rindu bersemangat menuju kamar Azura yang dekat dapur, sementara Tari mempersilahkan Rendra untuk duduk dan membuatkan kopi."Minumlah dulu Mas." Rendra mengikuti Tari dan meneguk kopi hangat yang baru saja Tari buatkan dengan camilan di atas meja.Sebelum meminum kopinya, Rendra terlebih dulu menghirup aromanya, wangi khas kopi yang nikmat. "Sudah lama Aku tidak merasakan kopi buatanmu, kopi buatanmu sungguh terasa nikmat dan menyegarkan." "Bukankah Sinta dulu juga membuatkan m
Dalam ruangan sidang, Nia sudah memakai baju Oren dengan tangan di borgol dan berdiri di bagian podium terdakwa. Pengacara Nia sudah bersiap dengan segala pembelaannya nanti. Pak Wijaya juga sudah datang untuk melihat jalannya persidangan.Lukas juga sudah berada di kursi terdakwa. Walau bagaimanapun Lukas tetap terlibat dalam kejahatan yang Nia lakukan. Bahkan bisa di sebut Lukas sebagai kaki tangan dari Nia yang bertugas menjalankan tugas yang Nia berikan dengan imbalan sejumlah uang."Persidangan untuk terdakwa Nia Wijaya Kusuma dan Lukas Andrian akan segera di mulai. Silahkan untuk jaksa penuntut umum untuk menyebutkan tuntutannya." Ujar pak Hakim membuka persidangan dengan mengetuk palu."Baik pak hakim, saya jaksa Hendri mewakili tuntutan dari bapak Mozhaf untuk kejahatan yang sudah Ibu Nia lakukan dengan kaki tangannya Bapak Lukas dengan imbalan memberikan sejumlah uang atas perbuatan yang bapak Lukas lakukan. Semua bukti dan saksi sudah sangat jelas, kami harap ibu Nia dan Bap
"Sekarang jangan lagi coba untuk bertemu denganku lagi, Ayah!" Nia berucap dengan kedua netra yang membahas, hatinya begitu lara merasa Ayah yang selama ini membela dan melindunginya kini malah membiarkannya masuk penjara. "Ayah tahu, keadaan ini sangat berat dan sulit untuk kita tapi percayalah, apapun yang Ayah lakukan adalah yang terbaik untukmu, Nak." Pak Wijaya berdiri lalu berjalan ke arah putrinya yang sedari tadi tidak ingin duduk bersamanya lalu mencoba meraih tangan putrinya untuk membujuknya. Mendengar ucapan Ayahnya, Nia malah tertawa meledek, "Terbaik apanya Yah? Sekarang aku berada di penjara." Dalam benak Nia."Kini Aku berada di penjara , apakah ini yang Ayah harapkan?" Ucap Nia sembari mengibaskan tangan Ayahnya."Tentu bukan itu yang Ayah mau, Nak. A.. Ayah hanya ingin kamu tahu kesalahanmu. Bahwa perbuatan apapun semuanya ada konsekuensinya," "Cukup! Nia tidak ingin mendengar apapun yang Ayah ucapkan. Nia tidak bersalah, mas Mozhaf lah yang bersalah karena tela