"Dek, Mas ingin pergi ke rumah Sinta." Mas Rendra langsung mengutarakan isi hatinya yang selama satu bulan ini dia tahan demi menghormati permintaanku."Jadi kamu sudah memutuskan, Mas? Jadi kamu lebih memilih bersama Sinta lalu kita berpisah?""Tidak, Dek. Mas tetap ingin mempertahankan rumah tangga kita.""Aku tidak bisa Mas, jika harus terus mengalah, karena kamu mau bersama Sinta lepaskan Aku dan anak-anak!""Tapi dek.. Mas tidak bisa kehilangan kamu dan anak-anak juga.""Egois sekali ya kamu, Mas!" "Kenapa pagi-pagi sudah meributkan perpisahan?" Tanya ibu mendekati kami yang sedari tadi sedang bersitegang.Mas Rendra kelihatan bingung, melihat ibu yang tiba-tiba masuk karena memang tadi pintu kamar tidak kami tutup."Sesuai perjanjian Bu. Jika selama satu bulan ini Mas Rendra tidak bisa mencintaiku lagi maka kita akan berpisah, karena aku sudah tidak mau di poligami.""Dek.." "Jika harus ada yang berpisah maka itu Rendra dan Sinta, kenapa harus kamu Tari?" Ucap ibu menyela per
"Nada dan Rangga adalah anak-anakku, Mas. Sinta tidak punya hak menjadi ibu mereka meskipun dia gundikmu!" Ucapku begitu emosi."Tari! Jangan hina Sinta seperti itu, dia juga istri Mas yang Sah!""Kamu tidak terima jika Sinta di hina, lalu kamu tidak pernah memikirkan bagaimana terhinanya aku kamu membawa anakku kepadanya, Mas. Tanpa seizinku kamu berani membawa Nada untuk bertemu Sinta. Aku Ibunya, masih sehat dan kuat merawat dan menjaga mereka." Ucapku dengan nafas memburu karena menahan emosi."Perlu kamu ingat , Nada juga anakku, Mas berhak membawanya kemana saja!" Mas Rendra berlalu meninggalkan aku sendiri, Mas Rendra berjalan melewati para tamu menggendong Nada dan pergi."Nada... Mas Rendra, berhenti jangan bawa Nada!" Aku berlari mengejar Mas Redra yang sudah menggendong Nada, tanpa memikirkan kondisiku yang sedang hamil muda aku berlari kencang hingga tersandung dan hampir terjatuh."Kak Tari hati-hati, Kaka bisa membahayakan diri Kaka dan juga bayi yang ada di dalam kand
"Ini harus segera di operasi!" Jawab dokter kandungan yang sedang memeriksa Tari. Begitu melihat raut wajah dokter yang terlihat panik, Akupun ikutan panik, hanya bisa berdoa agar kami berdua selamat. Semua ku pasrahkan kepada Tuhan yang memiliki diri ini, ibu dan Sherly dengan setia menemaniku, mereka tidak sekalipun meninggalkan aku. Berbeda dengan kelahiran kedua anakku sebelumnya yang ditemani oleh Mas Rendra, sekarang dia tidak ada di sini. "Selamat ya Ibu, anaknya cowo, sehat dan tampan." Ucap dokter yang memperlihatkan bayiku saat baru keluar dari perut. Karena masih terlalu lemah, antara sadar dan tidak karena masih dalam pengaruh obat bius, aku hanya menganggukkan kepala, lalu tertidur. "Kaka istirahatlah dahulu, sudah cukup geraknya, nanti lagi." Protes Sherly padaku yang masih melihatku tidak mau diam. "Kalau banyak gerak bisa cepet pulih, Sher. Biar kita bisa cepat pulang." Begitu aku sadar pasca operasi, suster menyarankan aku untuk segera belajar memiringkan badan
"Tidak heran bukan, jika selama ini Ibu sangat menyayangimu melebihi seorang menantu.""Kenapa ibu tidak menceritakannya kepadaku? Kenapa hanya kepadamu, Mas?""Mungkin ibu sudah muak atas sikapku yang terus menyakitimu, awalnya ibu akan menyimpan rahasia ini sampai akhir hayatnya tetapi terpaksa harus di ungkap agar aku bisa tahu diri, itu yang ibu katakan kepadaku, Dek."Dengan kedua tangan aku menutup wajahku terasa berat kenyataan ini, ternyata selama ini ibu mertuaku adalah ibu kandungku sendiri."Dek, apakah kamu masih mau menerima, Mas? Dengan kenyataan Mas bukan orang kaya?" "Kenapa kamu bertanya seperti itu? Aku mencintaimu bukan karena harta, Mas. Aku mencintai kamu, kamu yang lembut dan perhatian kepadaku. Saat ini semuanya sudah berubah, sekarang wanita yang kamu cintai bukanlah aku melainkan Sinta, sikapmu yang lembut dan perhatian kepadaku juga sudah tidak pernah aku rasakan!""Aku mencintaimu dan mencintai Sinta juga, Dek."Aku tersenyum sinis, bagaimana bisa lelaki di
Sudah seminggu semenjak kejadian pagi itu, Mas Redra belum menengok bayi kami lagi. Tepat hari ini acara pemberian nama dan Aqiqah putra ketigaku. Aku mencoba meneleponnya ataupun mengirimkan pesan singkat agar Mas Redra datang di acara anaknya, namun nihil semuanya tidak dia gubris."Apa aku coba menelepon Sinta saja?" Pikirku dalam hati.Biarlah saja jika Mas Redra tidak ingin menghadiri acara pemberian nama dan Aqiqah putranya, daripada aku harus menghubungi Sinta.Acara berjalan dengan khidmat, ku namai bayiku itu Haris Putra Wijaya, kali ini aku tidak menyematkan nama Mas Rendra di belakang nama anak kami , nama keluarga besarku yang aku sematkan kepadanya.Setelah acara selesei, kami bercengkrama di ruang keluarga, Ayah Sofyan pun turut hadir dalam acara ini, sudah begitu lama aku tidak bertemu dengan Ayah yang membesarkan Aku."Nak, semoga kebahagiaan selalu menghampirimu, masa-masa pahit ini semoga cepat berlalu. Ayah harap rumah tanggamu bisa kembali seperti dulu." Ucap Ayah
Pengacara kami langsung mengangkat tangan pertanda keberatan untuk semua pasal yang di tuduhkan."keberatan yang mulia, Klien kami dengan Bapak kandung dari Rendra Pratama sama sekali tidak melakukan transaksi jual beli bayi, serta untuk pasal-pasal yang lainnya bagaimana bisa di tuduhkan kepada Ibu Retno? Sedangkan pertukaran bayi itu di setujui oleh kedua belah pihak." Pengacaraku beradu argumen dengan pengacara Mas Rendra yang kondang itu, persis seperti pertempuran yang sengit. Lalu Pak Alghif memanggil seorang saksi atas kejadian pertukaran bayi ini. Aku ingin tahu siapakah saksi yang akan memberikan kesaksian itu? Mataku membulat ketika melihat yang berdiri di kursi saksi itu adalah laki-laki yang membesarkan Aku, Ayah Sofyan."Ayah!"Kami semua terkejut, sejak kemarin memang Ayah tenang-tenang saja bahkan seperti tidak merasa khawatir, kini dia malah berniat melawan kami. Ku lihat Mas Rendra tersenyum merasa menang karena Ayah Sofyan berada di pihaknya."Pak Sofyan waktu pe
"Itu surat perjanjian bahwa kamu tidak akan pernah mengambil Nada dari Sinta dan tidak akan menemui Nada tanpa seizin dari Sinta."Deg"Apa!" Pekikku tak percaya dengan apa yang baru ku dengar."Mas, aku ibu kandungnya, kenapa kamu bisa setega ini kepadaku, Mas? Memisahkan aku dengan putriku sendiri!" "Tadi Aku sudah menjelaskan , bahwa kamu bisa menemui Nada dengan seizin Sinta. Ayo segera tanda tangani itu." Titahnya kepadaku.Mataku membelalak melihat isi amplop itu bahkan tidak hanya surat perjanjian bahkan dokumen adopsi juga ada disana, hatiku sangat mendidih rasanya."Adopsi? Kapan aku pernah bilang mengizinkan untuk mengadopsi Nada?" "Agar lebih aman saja jika Nada sudah di adopsi oleh Sinta kamu tidak akan pernah berani seenaknya." "Aku seenaknya? Kamu Mas yang selalu seenaknya kepadaku, kamu yang selalu mendzolimiku bahkan sampai aku rela untuk di poligami, tapi kini kamupun akan mengambil anakku, benar-benar diluar nalar jalan pikiranmu, Mas." "Sudah, aku tidak mau berd
"Jangan harap Sinta, ambil Mas Redra tapi jangan ambil anakku , kamu bisa melakukan bayi tabung atau menyewa ibu pengganti agar memiliki anak, kenapa harus anakku yang kamu pinta? Hah!" "Karena kamu selalu mendapatkan kebahagiaan Tari dan aku sangat membenci itu!"Sepertinya kupingku salah mendengar atau memang seperti itu yang aku dengar? "Kamu memang wanita aneh! Belajarlah untuk bersyukur, agar kamu bisa merasa bahagia." "Apa yang harus ku syukuri? Dulu memiliki suami seperti monster, kedua orangtuaku telah tiada, bahkan untuk memiliki anak pun sulit , aku tidak memiliki apapun." Sinta mengeluhkan semua hidupnya."Mungkin kamu harus introspeksi diri, Sin. Tuhan tidak akan salah menuliskan Takdirnya!" "Tuhan memang tidak salah menuliskan Takdir tapi aku ingin merubah Takdirku dengan memiliki suami yang sebaik Mas Redra."Sinta berusaha membuatku cemburu, aku tersenyum kecut kepadanya, sebenarnya aku kasihan kepadanya karena dia merasa tidak percaya diri seperti itu, mungkin saja