“Mama!” Misella langsung berlari saat melihat Anya yang sudah menunggunya di depan gerbang.“Hey, sayang. Ayo kita masuk mobil, mama mau belanja baju untukmu.” Ucap Anya dengan lembut pada putrinya.Misella segera mengangguk, dengan semangat yang mulai kembali setelah pertemuan yang membingungkan dengan Rose. Dia menggenggam tangan Anya erat-erat saat mereka berjalan menuju mobil.Sesampainya di mobil, Anya membantu Misella masuk dan mengamankan sabuk pengamannya. "Mama sudah punya beberapa ide untuk baju baru. Kamu ingin warna apa, sayang?" tanya Anya sambil tersenyum lembut, berusaha memberikan perhatian penuh pada putrinya.Misella berpikir sejenak, lalu tersenyum kecil. "Aku suka warna merah hati seperti gaunku yang kemarin, Mama."Anya tersenyum mendengar pilihan Misella. "Warna merah hati ya? Itu pilihan yang bagus. Kita akan mencari yang paling cantik untukmu."Mereka pun berangkat menuju toko pakaian, dengan suasana hati yang perlahan-lahan kembali ceria. Anya tidak menyadari
“Sayang, kenapa kamu tidak mengidam seperti kebanyakan wanita lain? Aku dari lama penasaran kenapa bayi kita tidak menginginkan sesuatu. Aku dengar dari beberapa saudara mereka merasakan susah saat istrinya sedang ngidam.” Ucap David sambil terus mengelus perut istrinya yang sudah besar itu.Anya tertawa mendengarnya, “Aku juga tidak tahu, memang jika aku menginginkan sesuatu yang besar akan kau berikan?” Tanya Anya dengan lembut.David tersenyum, masih mengelus perut Anya dengan penuh kasih sayang. "Tentu saja, Sayang. Apa pun yang kamu inginkan, aku akan berikan. Kamu tahu itu," jawabnya dengan nada serius namun penuh kelembutan.Anya tertawa kecil, merasa hangat mendengar kesungguhan David. "Mungkin bayi kita hanya ingin memastikan ibunya selalu bahagia dan nyaman, tanpa harus menyusahkan ayahnya," canda Anya, meskipun ada sedikit rasa heran juga di hatinya.David menarik Anya lebih dekat, menatap wajahnya dengan penuh cinta. "Kalau begitu, mereka benar-benar anak yang baik, sepert
“Aku beli seluruh strawberry di supermarket kalian.” Ucap David dengan serius.Ini adalah pertama kalinya Anya mengidam setelah tujuh bulan kehamilan, dia tak ingin melewatkan momen ini dengan sederhana.Pegawai supermarket terkejut mendengar permintaan David yang tak biasa itu. "Seluruh strawberry, Pak?" tanya mereka dengan mata membelalak.David mengangguk dengan tegas. "Ya, semua. Istriku sedang ngidam, dan aku tidak ingin dia kehabisan apa yang dia inginkan," ucapnya, sambil tersenyum penuh kasih.Anya yang berada di sampingnya tertawa kecil, merasa sedikit malu namun juga terharu dengan perhatian David. "Sayang, kita tidak perlu sebanyak itu. Cukup beberapa saja," ucapnya sambil menyentuh lengan David.David memandang Anya dengan lembut, "Ini momen yang spesial, sayang. Kita harus membuatnya istimewa."Setelah beberapa saat, pegawai supermarket mengumpulkan semua strawberry yang tersedia, dan David membayar semuanya tanpa ragu. Anya merasa sangat bahagia dan bersyukur memiliki su
“Biar aku saja yang buka, Anya.” Ucap David dengan serius, karena dia takut jika kotak itu berisi hal yang berbahaya untuk istrinya.Karena mereka tak tahu hal nekat apa yang akan dilakukan Amelia karena tingkahnya di masa lalu.Anya menatap David sejenak, menyadari kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah suaminya. "Baiklah, Mas. Buka saja," katanya dengan lembut, menyerahkan kotak itu kepadanya.David dengan hati-hati membuka kain beludru yang menyelimuti benda kecil di dalam kotak tersebut. Di dalamnya, terlihat sebuah liontin perak yang indah, namun anehnya, terlihat begitu familiar.Anya meraih surat kecil yang tadi dia baca sekilas, dan mulai membacanya keras-keras:_"Untuk Anya, kenangan masa lalu tak pernah benar-benar hilang. Liontin ini mungkin bisa mengingatkanmu tentang sebuah hubungan yang tak pernah benar-benar berakhir. A."_Anya terdiam. David mengerutkan alis, menatap liontin itu dengan ekspresi yang berubah menjadi tegang. "Ini dari Amelia, bukan?" tanyanya dengan n
Mendekati hari kelahiran, Anya semakin tidak bisa bergerak. Semua kakinya sangat bengkak bahkan sekarang seluruh tubuhnya rasanya sakit saat di gerakkan.David yang melihat kondisi istrinya tersebut menjadi khawatir.“Wajahmu sangat pucat sayang, bagaimana jika ke dokter?” Tanya David yang berusaha membujuk Anya.Namun Anya menggeleng, hal seperti ini sudah biasa dia rasakan meskipun sekarang agak lebih parah dari beberapa hari lalu.“Aku hanya ingin tidur, kemarin lusa kita sudah ke dokter dan dokter hanya mengatakan jika ini normal jika mengandung bayi kembar.” Ucap Anya dengan senyum tipisnya.David menghela napas panjang, meskipun kata-kata Anya berusaha menenangkannya, dia tetap tidak bisa menghilangkan kekhawatirannya. "Baiklah, tapi kalau kamu merasa lebih buruk, tolong janji kita akan segera ke rumah sakit," ucapnya dengan lembut namun tegas.Anya mengangguk pelan, kemudian mencoba berbaring lebih nyaman di tempat tidur. "Aku janji, Mas. Aku hanya butuh istirahat lebih banyak,
Jantung David berdetak lebih cepat, melihat istrinya pingsan dengan nafas yang sangat lambat.“SIAPKAN MOBIL!” Teriak David karena melihat istrinya dalam bahaya.Dia segera membopong istrinya keluar dari kamar dan menuju ke mobil untuk pergi ke rumah sakit secepat mungkin.“Panggil polisi untuk mengawal kita, aku tidak ingin kita terjebak macet!” Titah David segera.Keringat mengalir di dahinya, napasnya berat, tetapi fokusnya hanya pada keselamatan istrinya. Para pelayan segera menyiapkan mobil, sementara salah satu dari mereka langsung menghubungi polisi untuk mendapatkan pengawalan."Segera! Kita harus bergegas!" David berteriak lagi, nada suaranya memancarkan kecemasan yang dalam.Saat mobil siap, David dengan hati-hati meletakkan Anya di kursi belakang, lalu duduk di sebelahnya, menggenggam tangan Anya dengan erat. "Bertahanlah, sayang. Aku di sini," bisiknya dengan nada lirih, penuh dengan ketakutan namun tetap mencoba menenangkan dirinya sendiri.Di luar, sirene polisi mulai ter
“Mereka sangat menggemaskan.” Gumam Misella dengan takjub saat melihat adik-adiknya di belakang kaca pembatas dimana para bayi yang baru lahir di letakkan.Aditya tersenyum, “Iya, dia sangat lucu.” Ucapnya pada sepupu kecilnya.Kevin juga mengangguk, “Aku punya keponakan dua langsung. Posisimu sebagai pewaris Baskara telah bergeser, Adit.” Ucap Kevin pada anaknya.Aditya terkekeh, “Aku juga tidak berminat memegang bisnis Baskara sebesar itu.”Kevin menepuk pundak Aditya sambil tersenyum. "Nah, tidak semua orang mau memegang tanggung jawab sebesar itu, dan itu tidak masalah. Yang penting, keluarga kita tetap solid."Aditya mengangguk. "Benar, Pah. Lagipula, aku lebih tertarik pada jalanku sendiri daripada mengikuti jejak keluarga."“Kalian sedang apa?” Tiba-tiba saura David yang dingin membuat mereka berbalik menatapnya.“Bagaimana Anya? Apakah sudah membaik?” Tanya Kevin, karena mereka tidak boleh diizinkan masuk untuk melihat Anya dan memilih melihat bayinya saja.David menatap merek
Tubuh Anya terasa sangat kaku sekarang, tubuhnya seolah dicabik-cabik bahkan untuk menggerakkan tubuhnya saja dia seperti merasakesakitan.Perlahan dia mulai membuka matanya, melihat sekeliling jika dia berada di rumah sakit. Terakhir dia ingat masih di kamar, tapi tiba-tiba dia sudah berada di rumah sakit tanpa dia sadari.Pikirannya langsung menuju keperutnya, namun perut itu rata yang membuatnya panik dan takut jika dia gagal menjadi ibu lagi kali ini.Dia langsung melihat kesamping, dimana melihat suaminya tengah tidur di sofa.“Mas…” Panggilnya dengan lemah smabil menangis, dia takut jika bayinya telah meninggal didalam perutnya.David yang tertidur di sofa langsung terbangun mendengar suara lemah Anya. Begitu melihat istrinya sudah sadar dan menangis, dia segera bergegas ke sisinya. “Sayang, aku di sini. Jangan menangis,” ucap David dengan suara lembut namun penuh kecemasan, sambil meraih tangan Anya dan mengecupnya.Anya menangis lebih keras, tangannya gemetar ketika dia meraba