Nah, loh. Ada hubungan apa nih Damar dan Wulan??? Bisa banget dong coret2 komen di bawah ini. Biar gak penasaran, baca update berikutnya, ya!!!
“Masalah? Aku rasa masalahku lebih besar, Damar,” jawab Wulan.Damar terdiam, mendengkus kesal sambil menatap Wulan dengan tajam. Kepalanya menggeleng dengan wajah amarah memandang Wulan.“Ini tidak sesuai dengan perjanjian kita, Wulan.”Wulan mendongak, matanya melebar membalas tatapan Damar yang penuh amarah.“Tidak sesuai apanya? Kamu sebentar lagi akan menikah dengan Aina. Kamu akan hidup bahagia dengannya. Sedangkan aku. Aku harus mendekam di penjara. Harusnya aku yang menuntutmu, Damar.”Damar tidak menjawab pernyataan Wulan. Dia hanya diam sambil melihat wanita cantik di depannya ini.“Aku rasa kamu yang beruntung dan aku yang sial. Aku diceraikan Mas Fakhri, kehilangan harta bendaku dan yang paling penting aku juga kehilangan Alex.”Damar mendengkus sambil menggelengkan kepala.“Jadi kamu selingkuh dengan bocah ingusan itu dan Fakhri mengetahuinya, begitu?”
“Fakhri, ada apa?” tanya Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat Fakhri tiba-tiba teriak memanggil nama Zafran. Fakhri tidak menjawab hanya menggelengkan kepala sambil menyimpan ponselnya.“Gak tahu, Bu. Aku … aku ke rumah Aina dulu.”Tanpa menunggu jawaban dari Bu Rahma, Fakhri sudah berlalu pergi. Suara deru mobilnya terdengar menjauh dari rumah. Bu Rahma hanya diam memperhatikannya. Padahal baru saja ia hendak meminta Fakhri makan malam lebih dulu.Selang beberapa saat, Fakhri sudah turun dari mobil. Usai memarkir mobilnya dengan rapi, ia berlarian masuk ke dalam rumah Aina. Fakhri langsung terperangah kaget saat melihat Zafran sedang duduk bersimpuh di lantai sambil mencoba membangunkan Bu Hani.“Zafran, Nenek kenapa?” tanya Fakhri.Zafran mendongak, wajahnya tampak lega saat melihat kedatangan Fakhri.“Gak tahu, Yah. Tiba-tiba Nenek pingsan.”Fakhri berlutut, tur
“DAMAR!!!” seru Aina.Dia sontak terbangun dan tentu saja gerak tubuhnya yang tiba-tiba membuat Fakhri terjaga. Perlahan Fakhri mengerjapkan mata dan melihat Aina sudah bangkit berdiri berjalan menghampiri Damar yang mematung di depan pintu.“Damar, kamu jangan salah sangka dulu,” imbuh Aina.Damar tidak menjawab hanya bergeming sambil melirik Fakhri. Kesadaran Fakhri yang belum terkumpul seutuhnya hanya diam. Rasa kantuk masih menyergapnya dan dia belum bisa berpikir dengan benar.Setelah beberapa saat, Fakhri bangkit dan berjalan menghampiri Damar serta Aina yang masih berdiri di depan pintu.“Aku pulang dulu, Aina,” pamit Fakhri.Aina tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. Entah mengapa, Fakhri malah tidak berkata sepatah pun untuk membantu Aina menjelaskan ke Damar. Ia seakan sengaja membuat Damar sibuk dengan isi kepalanya.Sesaat sebelum Fakhri benar-benar pergi, ia melirik Damar dengan se
“Jadi Bu Hani masuk rumah sakit lagi, Fakhri?” tanya Bu Rahma.Usai dari rumah sakit, Fakhri langsung pulang. Kemudian disambut banyak pertanyaan oleh Bu Rahma. Tentu saja Fakhri menceritakan apa yang terjadi di sana, termasuk dengan kedatangan Damar tadi pagi.“Iya, Bu. Namun, sudah ditangani dokter, kok.”Bu Rahma manggut-manggut memperhatikan putranya yang tampak lahap menikmati makan pagi. Gara-gara semalam tidak makan, Fakhri kelaparan dan memilih makan dulu sebelum mandi.“Lalu bagaimana dengan Damar? Apa dia marah padamu?”Fakhri menghentikan kunyahannya, menoleh ke Bu Rahma dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya.“Biar saja dia marah. Bukan aku yang minta bertemu dengan Aina dan Zafran.”Bu Rahma menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.“Ibu yakin Tante Tika pasti akan ke sini lagi nanti.”Sontak Fakhri terkejut dengan ucapan ibunya. Alisn
“Rob, kamu di mana?” tanya Fakhri.Dia baru saja tiba di rumah dan langsung mencoba menghubungi Robby. Bu Rahma langsung menyambut Zafran dan membawa bocah itu masuk ke dalam.“Aku masih di kantor. Ada apa?” ucap Robby di seberang sana.Fakhri terdiam sejenak, menghela napas dengan mata yang memperhatikan sekitar. Dia tidak mau pembicaraannya kali ini didengar Bu Rahma apalagi Zafran.“Aku rasa Damar baru saja melakukan test DNA dengan Zafran.” Fakhri sengaja bersuara lirih.“Baguslah kalau begitu. Dia mungkin juga ingin memastikan status Zafran.”Fakhri terdiam. Mereka memang sempat membahas tentang hal ini sebelumnya. Namun, entah mengapa satu sisi di hati Fakhri seakan tidak rela jika pada akhirnya hasil test itu menunjukkan kalau Zafran anak kandung Damar.Dia sudah jatuh cinta pada Zafran sejak pertama kali melihatnya. Ia yang mengikuti tumbuh kembang bocah itu. Kasih sayang dan cin
“Membebaskan Wulan?” ulang Damar.Ia memang sudah berjanji akan membantu Wulan bebas dari tuntutan hukum, tapi tidak sekarang. Damar akan melakukannya setelah semua urusannya selesai. Gara-gara, ulah Wulan, Fakhri menceraikannya dan fatalnya lagi menemukan penggelapan dana perusahaan.Akibatnya Fakhri kini malah sibuk mengejar Aina kembali dan tentu saja itu membuat Damar kebat-kebit. Ia tidak mau kecolongan lagi. Ia tahu jika Aina belum sepenuhnya mencintai dia. Itu juga yang membuat Damar ragu untuk ikut campur urusan Wulan.“Iya, Damar. Wulan bilang, kamu akan membantunya,” ujar Bu Vita menambahkan.Damar menghela napas panjang sambil berdecak kesal. Padahal semua yang menimpa Wulan karena kesalahannya sendiri. Harusnya Wulan beruntung Damar tidak marah padanya.“Untuk soal itu, saya harus mempelajarinya, Tante. Saya tidak tahu tentang kasus penggelapan yang dilakukan Wulan.”Dengan diplomatis, Damar me
“Masa sih namanya sama kayak pasienmu?” celetuk Fakhri.Rendy hanya diam sambil menganggukkan kepala. Fakhri memperhatikannya dengan saksama. Entah mengapa saat Aina bilang Damar keluar negeri untuk mengurusi bisnis, dia tidak percaya sama sekali.Belakangan ini, Fakhri mengikuti perkembangan usaha Damar. Hampir seluruh usahanya berpusat di tanah air. Memang sebelumnya sempat membuka cabang di luar negeri, hanya saja tanpa sebab jelas mengalami kemerosotan.Fakhri tahu karena sampai saat ini, dia masih melakukan kerja sama bisnis dengan Damar. Apa mungkin selama ini Damar bohong ke Aina? Dia tidak keluar negeri melainkan sedang sakit, tapi sakit apa?“Iya, mirip. Namun, nama orang sama kan hal yang biasa juga.”Fakhri manggut-manggut sambil menikmati makanannya. Fakhri masih penasaran. Ia yakin dengan penglihatannya saat di apotik tempo hari. Dia melihat Damar duduk di kursi roda didorong seorang perawat.Perlahan Fak
“Hei, aku balik dulu, ya!!” ucap Rendy.Dia sudah keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri Fakhri serta Robby. Dua pria itu tampak terkejut kemudian menganggukkan kepala bersamaan.“Iya, Ren. Hati-hati, ya!!” pesan Fakhri.Rendy menganggu kemudian berlalu lebih dulu menyisakan Fakhri dan Robby yang masih menikmati makanannya.“Bukannya Rendy yang membantumu untuk program hamil dengan Wulan dulu?” Robby membuka obrolan mereka.Fakhri mengangguk sambil tersenyum. Gara-gara info dari Rendy juga dia tahu jika Wulan sudah berulang kali melakukan aborsi.“Iya dan asal kamu tahu sepertinya dia juga akan membantuku lagi kali ini.”Robby menghentikan kunyahannya. Alisnya terangkat satu sambil menatap Fakhri penuh selidik. Fakhri tersenyum kemenangan kemudian mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Damar tempo hari di rumah sakit. Lalu kesamaan nama dan wajah Damar dengan pasien Ren
“Saudari Wulan Ariani terbukti bersalah telah melakukan penggelapan uang perusahaan … .” Hari ini adalah hari pembacaan keputusan sidang untuk Wulan. Semua bukti yang terkumpul untuk kejahatan yang dilakukan Wulan sama sekali tidak disangkal dan Wulan mengakuinya. Bahkan dia juga mengaku telah menukar bayi Fakhri dan Aina serta menjebak Aina dengan memberi minuman obat perangsang. Fakhri yang ikut hadir di sana hanya diam mendengarkan. Sesekali ia melirik Wulan yang duduk di kursi pesakitan. Wulan sudah jauh berbeda. Wajahnya tidak secantik dulu, rambut indahnya juga tampak ditata dengan asal apalagi kini tubuhnya semakin kurus tidak seksi seperti dulu. Kalau boleh jujur, Fakhri kasihan melihatnya. Aina yang duduk di samping Fakhri hanya diam. Ia sadar siapa yang sedang diperhatikan suaminya saat ini. Aina tidak berkomentar dan terus memperhatikan Fakhri. “Kamu mau menemuinya?” Tiba-tiba Aina bertanya usai pembacaan keputusan berakhir. Fakhri menghela napas dan melihat Aina.
“Udah, Mas. Mau sampai berapa kali kamu melakukannya?” dumel Aina.Ia berkata sambil menyingkirkan wajah Fakhri yang menempel di dadanya. Fakhri terkekeh sambil terus mendaratkan beberapa kecupan di sana. Ia sama sekali tidak mau melepas pelukannya ke Aina.“Memangnya kamu lupa, kalau Ibu bersama Zafran dan Ryan minta oleh-oleh adik. Makanya aku berusaha mewujudkannya.”Aina berdecak, sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Fakhri sudah mengangkat kepalanya dan kini duduk bersandar di samping Aina.“Iya, aku tahu. Namun, ini sudah sore, Mas. Kita bahkan melewatkan makan pagi dan makan siang. Aku laper.”Fakhri mengulum senyum saat melihat ekspresi Aina. Kalau mau jujur dia juga sudah merasa lapar. Namun, rasanya Fakhri tidak mau kehilangan satu momen pun dengan Aina.“Ya sudah, aku pesan makanan dulu.”Fakhri membalikkan tubuhnya dan bersiap meraih telepon yang ada di nakas. Namun
BRAK!!!Pintu kamar tertutup dan Fakhri hanya diam melongo berdiri di depannya. Matanya mengerjap berulang saat menyadari jika dirinya sudah berada di luar kamar.“Fakhri!! Kamu ngapain di sini?” seru Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat putranya berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi wajah bingung. Fakhri menoleh sambil menghela napas panjang.“Istriku baru saja disabotase Zafran dan Ryan, Bu.”Sontak Bu Rahma terkekeh mendengar aduannya.“Sudah, biarin saja. Toh, kamu tadi siang sudah melakukannya. Lagian besok kalian sudah berangkat untuk honeymoon. Jadi biarkan anak-anak bersama bundanya malam ini.”Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. Untung saja, tadi siang dia sudah melakukan pemanasan tiga ronde dengan Aina, kalau tidak pasti sangat kesal malam ini.“Apa mau ditemani Ibu tidur, Fakhri?” Tiba-tiba Bu Rahma bersuara dengan menggod
“Fakhri!! Kamu ke mana aja? Dari tadi Ibu telepon gak diangkat!” Suara Bu Rahma langsung terdengar di telinga Fakhri.Fakhri menguap lebar sambil mengucek matanya. Usai ijab kabul di KUA, harusnya Fakhri bersama Aina merayakan resepsi dan tasyakuran di rumah Bu Rahma. Namun, Fakhri malah sengaja mengajak Aina pulang ke rumah baru mereka dan menikmati malam pernikahan lebih awal.“Aku ngantuk, Bu,” jawab Fakhri sambil menguap.“Ngantuk? Memangnya kamu di mana? Kenapa juga Pak Udin gak balik ke rumah?”Pak Udin adalah sopir Fakhri yang baru dan kebetulan tadi Fakhri menyuruhnya untuk istirahat. Sepertinya Pak Udin menurut perintahnya.“Banyak tamu mencari kamu dan Aina. Mereka pengen ketemu, Fakhri.”Fakhri menghela napas panjang. Dari awal, Fakhri dan Aina memang tidak mau melakukan perayaan. Toh, ini bukan pernikahan pertama mereka. Hanya Bu Rahma saja yang telah mengundang para tamu hingga mer
Rabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel
“TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F
“Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri
“Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat
“APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,