“Jadi Bu Hani masuk rumah sakit lagi, Fakhri?” tanya Bu Rahma.
Usai dari rumah sakit, Fakhri langsung pulang. Kemudian disambut banyak pertanyaan oleh Bu Rahma. Tentu saja Fakhri menceritakan apa yang terjadi di sana, termasuk dengan kedatangan Damar tadi pagi.
“Iya, Bu. Namun, sudah ditangani dokter, kok.”
Bu Rahma manggut-manggut memperhatikan putranya yang tampak lahap menikmati makan pagi. Gara-gara semalam tidak makan, Fakhri kelaparan dan memilih makan dulu sebelum mandi.
“Lalu bagaimana dengan Damar? Apa dia marah padamu?”
Fakhri menghentikan kunyahannya, menoleh ke Bu Rahma dengan senyum penuh kemenangan di wajahnya.
“Biar saja dia marah. Bukan aku yang minta bertemu dengan Aina dan Zafran.”
Bu Rahma menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.
“Ibu yakin Tante Tika pasti akan ke sini lagi nanti.”
Sontak Fakhri terkejut dengan ucapan ibunya. Alisn
“Rob, kamu di mana?” tanya Fakhri.Dia baru saja tiba di rumah dan langsung mencoba menghubungi Robby. Bu Rahma langsung menyambut Zafran dan membawa bocah itu masuk ke dalam.“Aku masih di kantor. Ada apa?” ucap Robby di seberang sana.Fakhri terdiam sejenak, menghela napas dengan mata yang memperhatikan sekitar. Dia tidak mau pembicaraannya kali ini didengar Bu Rahma apalagi Zafran.“Aku rasa Damar baru saja melakukan test DNA dengan Zafran.” Fakhri sengaja bersuara lirih.“Baguslah kalau begitu. Dia mungkin juga ingin memastikan status Zafran.”Fakhri terdiam. Mereka memang sempat membahas tentang hal ini sebelumnya. Namun, entah mengapa satu sisi di hati Fakhri seakan tidak rela jika pada akhirnya hasil test itu menunjukkan kalau Zafran anak kandung Damar.Dia sudah jatuh cinta pada Zafran sejak pertama kali melihatnya. Ia yang mengikuti tumbuh kembang bocah itu. Kasih sayang dan cin
“Membebaskan Wulan?” ulang Damar.Ia memang sudah berjanji akan membantu Wulan bebas dari tuntutan hukum, tapi tidak sekarang. Damar akan melakukannya setelah semua urusannya selesai. Gara-gara, ulah Wulan, Fakhri menceraikannya dan fatalnya lagi menemukan penggelapan dana perusahaan.Akibatnya Fakhri kini malah sibuk mengejar Aina kembali dan tentu saja itu membuat Damar kebat-kebit. Ia tidak mau kecolongan lagi. Ia tahu jika Aina belum sepenuhnya mencintai dia. Itu juga yang membuat Damar ragu untuk ikut campur urusan Wulan.“Iya, Damar. Wulan bilang, kamu akan membantunya,” ujar Bu Vita menambahkan.Damar menghela napas panjang sambil berdecak kesal. Padahal semua yang menimpa Wulan karena kesalahannya sendiri. Harusnya Wulan beruntung Damar tidak marah padanya.“Untuk soal itu, saya harus mempelajarinya, Tante. Saya tidak tahu tentang kasus penggelapan yang dilakukan Wulan.”Dengan diplomatis, Damar me
“Masa sih namanya sama kayak pasienmu?” celetuk Fakhri.Rendy hanya diam sambil menganggukkan kepala. Fakhri memperhatikannya dengan saksama. Entah mengapa saat Aina bilang Damar keluar negeri untuk mengurusi bisnis, dia tidak percaya sama sekali.Belakangan ini, Fakhri mengikuti perkembangan usaha Damar. Hampir seluruh usahanya berpusat di tanah air. Memang sebelumnya sempat membuka cabang di luar negeri, hanya saja tanpa sebab jelas mengalami kemerosotan.Fakhri tahu karena sampai saat ini, dia masih melakukan kerja sama bisnis dengan Damar. Apa mungkin selama ini Damar bohong ke Aina? Dia tidak keluar negeri melainkan sedang sakit, tapi sakit apa?“Iya, mirip. Namun, nama orang sama kan hal yang biasa juga.”Fakhri manggut-manggut sambil menikmati makanannya. Fakhri masih penasaran. Ia yakin dengan penglihatannya saat di apotik tempo hari. Dia melihat Damar duduk di kursi roda didorong seorang perawat.Perlahan Fak
“Hei, aku balik dulu, ya!!” ucap Rendy.Dia sudah keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri Fakhri serta Robby. Dua pria itu tampak terkejut kemudian menganggukkan kepala bersamaan.“Iya, Ren. Hati-hati, ya!!” pesan Fakhri.Rendy menganggu kemudian berlalu lebih dulu menyisakan Fakhri dan Robby yang masih menikmati makanannya.“Bukannya Rendy yang membantumu untuk program hamil dengan Wulan dulu?” Robby membuka obrolan mereka.Fakhri mengangguk sambil tersenyum. Gara-gara info dari Rendy juga dia tahu jika Wulan sudah berulang kali melakukan aborsi.“Iya dan asal kamu tahu sepertinya dia juga akan membantuku lagi kali ini.”Robby menghentikan kunyahannya. Alisnya terangkat satu sambil menatap Fakhri penuh selidik. Fakhri tersenyum kemenangan kemudian mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Damar tempo hari di rumah sakit. Lalu kesamaan nama dan wajah Damar dengan pasien Ren
“Mie ayam satu sama es jeruk, Mas,” ucap Aina.Dia sedang berdiri di depan gerai makanan yang berjejer di area kantin rumah sakit. Aina tidak sadar jika ada sosok pria yang berdiri di belakangnya. Ia tersenyum, mencondongkan tubuh hingga kepalanya berada di belakang bahu Aina.“Tambah satu porsi lagi, Mas,” sahut sosok itu.Aina menoleh kaget dan buru-buru mundur saat melihat Fakhri sedang berdiri di belakangnya. Alisnya mengernyit, melihat mantan suaminya sudah berada di sini.“Kok kamu ke sini, Mas?”Fakhri tersenyum. Mereka kini sudah berdiri berhadapan.“Zafran pengen ketemu neneknya, jadi aku antar ke sini. Dia ada di kamar bersama Ibu.”Aina mengangguk kemudian berjalan beriringan dengan Fakhri menuju kursi yang berjajar di tengah area kantin.“Aku baru saja keluar. Ibu nyuruh aku makan dulu.”Fakhri manggut-manggut, memperhatikan Aina sambil menautkan kedua tangannya di atas meja.“Iya, Ibu tadi cerita. Kamu gak berubah, selalu melupakan waktu makan kalau sudah sibuk.”Aina ters
Buru-buru Aina membuka mata, menurunkan tangannya dan dengan paksa mengurai pagutan mereka. Fakhri terkejut dengan reaksi Aina. Namun, dia tidak mau memaksa. Ia hanya diam sambil melihat Aina dengan sudut matanya.Wanita cantik itu tampak sudah mengeser duduknya. Ia menunduk sambil mengerat bibir bawahnya seakan menyesal dengan ulahnya sendiri.“Ini salah, Mas,” cicit Aina.Fakhri belum menjawab hanya melirik Aina dengan jakun naik turun.“Harusnya kita gak melakukan ini. Aku telah melakukan kesalahan lagi.”Aina semakin menundukkan kepala dengan kedua tangan yang saling meremas. Fakhri mendengkus, menggeser duduknya dan menarik tangan Aina. Sontak Aina mendongak dan membuat mata mereka bertemu.“Gak ada yang salah. Ini sudah membuktikan kalau kamu masih cinta aku. Kita bisa rujuk dan kamu bisa batalkan pernikahanmu dengan Damar.”Aina terbelalak, netranya berputar sibuk mencari kesungguhan di mata
“Pagi, Damar!!” sapa Fakhri dengan santainya.Sementara Aina buru-buru mendorong tubuh Fakhri menjauh dan mengurai pelukannya. Aina baru sadar jika ada Damar di belakang Zafran. Aina lupa menutup pintu utama, sehingga Damar langsung masuk begitu saja.Aina berjalan canggung menghampiri Damar. Damar hanya diam sambil melirik Aina dengan dingin. Sementara Zafran memilih menghampiri Fakhri kemudian duduk di kursi makan. Mereka berdua mulai sarapan, sementara Aina mengajak Damar duduk di ruang tamu.“Sejak kapan Fakhri sarapan di sini?” Damar bertanya dengan dingin.Aina menghela napas panjang sambil melirik Damar. Ia yakin Damar pasti marah melihat interaksinya dengan Fakhri pagi ini. Namun, Aina akan berusaha menjelaskannya.“Dia hanya mau antar Zafran sekolah. Bukankah aku sudah bilang kalau selama Ibu sakit, Mas Fakhri yang mengantar jemput Zafran.”Damar berdecak, menatap Aina dengan sinis. Aina paham Damar marah padanya. Ini juga kebodohan
“Kamu ngapain? Senyum-senyum gak jelas gitu,” protes Robby.Usai mengantar Zafran ke sekolah, sengaja Fakhri mampir ke kantor Robby. Ada beberapa hal yang ingin dibicarakan mereka kali ini.Fakhri tersenyum sambil menggigit kukunya kemudian melirik Robby dengan tatapan genit. Robby yang melihatnya bergidik geli sambil menggelengkan kepala.“Kamu ketempelan setan genit atau gimana, sih? Dari tadi kayak gitu mulu.”Robby kembali mengajukan protes, sementara Fakhri malah tertawa mendengar keluhan Robby. Ia menarik napas panjang sambil duduk menyilangkan kaki menghadap Robby yang sibuk dengan beberapa berkas.“Kayaknya Aina bakal batal nikah ama Damar, deh.” Tiba-tiba Fakhri bersuara dan sontak membuat Robby terkejut.Pria bermata sipit itu melihat Fakhri dengan mimik penasaran dan kedua alis yang terangkat.“Emangnya kamu sabotase persiapan pernikahannya hingga berkata seperti itu, Fakhri?”Fakhri sontak cemberut dan buru-buru men
“Syukurlah, kalian segera datang. Tadinya aku hendak ke tempat kalian,” ujar Robby.Ia langsung menyambut Fakhri dan Aina yang baru datang dengan kalimat seperti itu. Fakhri dan Aina hanya mengangguk kemudian langsung masuk ke ruangan Robby.“Kami mau mendengar penjelasanmu mengenai kemarin. Apa benar yang kamu katakan jika putraku sudah meninggal?” tanya Fakhri.Robby terdiam sesaat sambil melirik Aina yang duduk di sebelah Fakhri. Wanita itu terlihat lebih tenang dari semalam. Bisa jadi Fakhri sudah memberi banyak penjelasan ke Aina.“Iya, berdasar rekam medis yang ditemukan seperti itu. Hanya saja ---”Robby menjeda kalimatnya. Fakhri dan Aina terdiam memperhatikan dengan saksama.“Kresna menemukan kejanggalan dan masih menyelidikinya. Semoga saja ia segera menemukan titik terang tentang putra kalian.”Aina terdiam menghela napas sambil menganggukkan kepala. Mungkin untuk sementara wa
“Kok Zafran ngomong gitu? Siapa yang ngajarin?” sahut Aina.Aina dan Fakhri sangat terkejut saat Zafran berkata seperti itu. Selama ini tidak ada yang memberitahu mengenai status Zafran sebenarnya. Bahkan mereka sengaja menyembunyikannya. Mengapa juga Zafran tiba-tiba tahu? Apa ia mendengar pembicaraan Aina dan Fakhri?Zafran tidak menjawab malah semakin menundukkan kepala. Fakhri menyentuh bahu Zafran dan mengelusnya perlahan. Kemudian duduk jongkok di depannya.“Zafran, siapa bilang Zafran bukan anak Ayah dan Bunda. Kamu itu selalu menjadi anak Ayah dan Bunda. Selamanya dan tidak pernah berubah.”Zafran termenung sambil menatap Fakhri yang sedang memandang ke arahnya. Fakhri tersenyum membalas tatapannya.“Bukannya semalam Ayah sudah bilang kalau kita akan kembali bersama seperti dulu lagi. Kenapa Zafran malah pergi pagi ini?”Zafran menganggukkan kepala. “Maafkan Zafran, Ayah, Bunda.”
“Apa katamu? Pergi?” tanya Fakhri.Fakhri langsung berdiri menghampiri Aina dan menghentikan makan paginya. Aina mengangguk, matanya tampak berair sambil menyodorkan secarik kertas ke Fakhri. Fakhri terdiam, membaca surat kecil dari Zafran dan terdiam cukup lama.“Jangan-jangan dia dengar pembicaraan kita semalam,” gumam Fakhri.Aina tidak menjawab hanya menggelengkan kepala sambil sesekali menyeka air matanya. Rini yang baru saja keluar dari kamar tampak terkejut melihat kehebohan pagi ini.“Bukannya tadi dia masih di kamar, Mbak,” sahut Rini.“Iya, Rin. Aku pikir juga gitu, tapi nyatanya dia gak ada. Dia ke mana sekarang?”Aina tampak sedih, matanya kembali berair. Entah mengapa mulai semalam, air matanya terus terkuras.“Aku yakin dia tidak mendengar pembicaraan kalian. Aku yang menemaninya saat kalian berdebat semalam dan dia baik-baik saja.”Rini kembali menambahk
CKIT!! BRAK!!Suara mobil Fakhri menabrak pohon di tepi jalan. Sontak Fakhri membuka mata dan terkejut saat dirinya sudah keluar dari jalan. Helaan napas panjang lolos keluar dari bibir Fakhri. Untung saja dia mengenakan seat belt sehingga tidak menyebabkan cidera apa pun pada tubuhnya. Hanya saja kali ini mobil bagian depan ringsek.“Ya Tuhan … untung saja aku selamat,” gumam Fakhri sambil mengurut dada.Ia membuka seat belt, lalu keluar dari mobil sambil melihat kerusakan mobilnya. Beruntung jalanan sedang sepi sehingga saat Fakhri mengemudi dengan mata terpejam tadi, tidak membahayakan pengguna jalan lainnya. Ditambah kecepatan mobil yang pelan membuat Fakhri terhindar dari kecelakaan.Kini Fakhri tampak sedang melakukan sebuah panggilan. Ia sedang menelepon salah satu asisten rumah tangganya agar menjemput di tkp. Fakhri juga menelepon bengkel langganan untuk menarik mobilnya.Selang beberapa saat dia sudah tiba di rumah. Ket
“Aina!!” seru Fakhri.Fakhri sangat terkejut saat Aina tiba-tiba keluar dan langsung menyambar ponselnya. Tidak hanya itu malah Aina kini sudah mendengar apa yang seharusnya tidak dia dengar.“MAS!!! Bener apa yang dikatakan Robby? Bener kalau anak kita sudah meninggal? Bener, Mas?” tanya Aina.Wanita cantik itu kini bertanya dengan mata berair ke Fakhri. Fakhri hanya diam, ia tidak menjawab malah menyambar ponselnya dari tangan Aina.“Rob, nanti saja kita bicara lagi.” Fakhri mengakhiri panggilannya.Di seberang sana Robby tampak linglung. Ia serba salah dan bingung harus bagaimana, padahal dia hanya ingin memberi informasi ke Fakhri. Namun, malah runyam seperti ini.“Mas … kenapa diam saja? Kenapa gak dijawab pertanyaanku?” Aina kembali bertanya bahkan kini sudah menarik lengan Fakhri.Fakhri menghela napas panjang. Ia belum bisa menjawab apalagi ada Zafran yang sudah mengintip perdebatan mereka dari jendela. Rini bergegas keluar, m
“Kamu yakin dengan penemuanmu ini, Kres?” tanya Robby.Dia ingin sekali lagi menyakinkan informasi yang baru diterima ini. Robby tidak mau informasi yang ia berikan ke Fakhri mentah dan tidak akurat.Terdengar decakan suara Kresna di seberang sana, mungkin jika mereka bertemu muka pasti akan terlihat jelas kekesalan Kresna saat ini.“Kamu pikir aku ngarang cerita, gitu?”Robby langsung tersenyum mendengarnya. Ia tahu kredibilitas Kresna dan kinerjanya selama ini. Dia akan benar-benar mencari informasi yang diminta dengan akurat.“Ya sudah kalau memang informasinya sudah akurat. Memangnya kamu dapat dari mana informasi itu?”Kresna tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala.“Aku berhasil bertemu dengan petugas pemberkasan di rumah sakit itu. Meski sedikit alot, akhirnya dia bersedia menunjukkan rekam medis pasien tersebut.”Robby terdiam sesaat sambil menganggukkan kepala berulan
“Zafran,” batin Aina.Ia buru-buru membuka mata, mengurai pagutan mereka dan sangat terkejut saat melihat Fakhri sudah berada di atas tubuhnya dengan pakaian tidak lengkap. Tidak hanya itu, Aina juga tersentak kaget saat tangan Fakhri sudah masuk ke balik bajunya bahkan tengah bermain dengan gunung kembarnya.Fakhri terdiam. Dengan gugup, ia bangkit dari tubuh Aina sambil merapikan baju. Sama halnya dengan Fakhri, Aina tampak kikuk. Ia bangkit sambil mengancingkan bagian atas gaunnya yang sudah dibuka Fakhri. Tak dia hiraukan rambutnya yang tampak berantakan kali ini.Aina berjalan menuju pintu dan membukanya.“Eng … Ayah sedang mandi, Zafran. Sebentar lagi selesai.” Aina terpaksa berbohong.Zafran tersenyum, menganggukkan kepala sambil berlalu pergi. Aina kembali menutup pintu dan berjalan menuju kasur. Ia melihat Fakhri sudah terlihat rapi dan duduk terdiam di tepi kasur.“Maaf, Aina. Aku ---”Fakhri tidak meneruskan kalimatnya, tapi malah mendongak menatap Aina. Mata mereka bertemu
“Reza? Ada hubungan apa dia dengan Wulan?” tanya Fakhri.Baru tadi pagi Fakhri bertemu Reza dan sekarang dia sudah mendapat kabar jika Reza membantu memindahkan Wulan ke rumah sakit pusat kota.Robby tidak menjawab hanya mengendikkan bahu sambil mengaduk es jeruknya.“Entahlah …, tapi katanya mereka sempat pacaran usai kamu putus dengan Wulan. Bisa jadi Reza sengaja datang untuk menolongnya. Bagaimanapun dia masih mencintai Wulan.”Fakhri tersenyum hambar sambil menggelengkan kepala. Melihat reaksi Fakhri, membuat Robby penasaran.“Kenapa reaksimu seperti itu? Kamu tidak terlihat terkejut dengan kehadiran Reza.”Fakhri berdecak. “Aku baru saja bertemu dengannya tadi pagi, bahkan dia menawarkan sebuah kerja sama denganku. Kelihatannya kerja samanya menguntungkan dan aku putuskan untuk bergabung dengannya.”Robby terperangah kaget mendengar penjelasan Fakhri.“Gila!! Di
“Semua baik-baik saja kan, Mas?” tanya Aina.Fakhri melihat Aina sedang mendongak menatapnya. Mereka sudah berdiri di depan lift yang masih tertutup saat ini. Kemudian sebuah senyuman terukir dengan indah di raut tampan Fakhri.“Iya, baik-baik saja, kok.”Aina tersenyum lega kemudian sudah melenggang masuk ke dalam lift yang baru saja terbuka. Fakhri mengikuti dan sama seperti tadi, pria tampan itu terus merangkul bahu Aina. Tak lama mereka sudah berjalan keluar kantor menuju mobil Fakhri. Sepanjang perjalanan senyum lebar terus terlihat di wajah keduanya.Tanpa sadar ada yang sedang memperhatikan gerak gerik mereka dari dalam mobil. Seorang pria berwajah manis berkulit sawo matang menatap penuh cemburu dari balik kacamata hitamnya.“Siapa sebenarnya wanita itu?” gumam pria itu yang tak lain Reza, “apa dia mantan istrinya Fakhri?”Reza terdiam dengan jari yang mengetuk dagu. Matanya masih menatap jauh ke depan memperhatikan mobil Fakhri yang mulai berjalan meninggalkan gedung perkantor