Leon mengendarai mobilnya dengan pikiran gamang. Entah bagaimana dirinya menyikapi ucapan Jovan. Pria itu mengatakan, tidak perlu Zehra tahu jika dirinya lah yang menangkap orang yang sudah memfitnah Altan. Sebab, semua itu tidak ada artinya karena Zehra hanya mencintai Leon. Drtt!! Dering dari handphone Leon menyadarkan pria itu dari pikiran mumetnya. "Jodi? Ya, Jodi." Leon pun segera kembali ke kantor karena Jodi sudah bersiap untuk pergi ke kantor polisi untuk menjadi saksi atas kasus Altan. Bahkan Jovan mengatakan pada Leon, Jovan akan menjamin keselamatan Leon juga Jodi dari anak buah Lucky sampai kasus Altan selesai. Leon memang mencintai Zehra dan ingin sekali jika Zehra menganggapnya pahlawan, tapi sikap Jovan malah membuat Leon harus berpikir keras. "Sakit sekali kepalaku Tuhan ... sepertinya aku ingin segera menikah saja dengan Zehra. Biarin lah apa pun yang dipikirkan pria itu," ujar Leon pada akhirnya yang memang humoris. *** "Nyonya, sepertinya tuan muda sudah
"Lepasin! Kurang ngajar kamu, ya! Aku pastikan kamu akan menyesal karena menyentuh tanganku." Lucky terus berteriak saat polisi membawanya masuk ke sel. "Bang, kenapa ini bisa terjadi?" Lucky menatap Leon dengan tatapan elangnya. Tangannya pun mengepal erat karena Leon berhasil membuatnya masuk penjara. Mike sebagai adik dari Lucky pun tak bisa diam saja. "Bang." "Kamu harus membuatnya menyesal karena membawa aku ke tempat ini, Mike." Mike pun menoleh pada arah Leon. "Dia yang sudah membawa Abang ke sini?" "Ya, aku ingin kamu buat dia menyesal." Mike terus menatap Leon. "Apa dia pria yang Laura bilang?" Mike teringat pada cerita Laura yang katanya anak buah Laura gagal mencelakai Zehra karena seorang pria bernama Leon. "Aku pastikan aku akan membalasnya, Bang. Abang tenang saja." Mike pun menatap pergerakan Leon dan Jodi. Mike terlihat menghubungi seseorang dengan mata yang tidak teralihkan dari Leon. Percakapannya pun begitu serius dengan alasan bicaranya. "Ak
"Siapa kamu?" Zehra meremas jari-jarinya pada jok taksi itu. "Siapa kamu dan kemana kamu mau membawaku?" Akhirnya Mike membuka topinya, lalu menoleh pada Zehra dengan senyum tipisnya. "Hai, aku Mike. Aku ... orang yang akan membawamu ke neraka." Zehra menelan salivanya. "Apa maksudmu?" Mike menaikkan laju mobilnya. "Apa ada ucapan terakhir untuk anak dan pria yang kamu cintai?" Zehra menggelengkan kepalanya. Sebab, selain pria itu ingin membunuhnya, pria itu pun seperti tahu kehidupan Zehra yang sudah memiliki putra. Zehra mencari handphonenya hendak menghubungi Leon, namun, Mike dengan cepat mengambil handphone itu. Prak!! "Kamu pikir aku akan membiarkanmu menghubungi pria brengsek itu, hah? Siapa yang akan kamu hubungi? Leon, atau pria bodoh Jovan? Ha ha." Zehra semakin bingung karena pria itu juga tahu Leon dan Jovan. "Siapa kamu sebenarnya?" Mike menoleh pada Zehra dengan seringai penuh ejekan. "Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan siapa aku. Tapi aku pikir
Blugh! Mike melemparkan Zehra ke kamar kosong yang jauh dari warga. "Sayang lah jika dibuang begitu saja. Barang bagus ini." Mike menatap wajah Zehra yang sudah pingsan akibat obat bius yang diberikannya pada wanita itu. Karena Zehra tidak berhenti memberontak, akhirnya Mike memutuskan untuk memberikan obat bius pada Zehra. Alhasil, Zehra pun tak bisa lagi berbuat apa-apa selain menunggu pertolongan. Mike mulai membuka bajunya dengan tatapan masih tertuju pada Zehra. "Huh, tak sabar rasanya." Mike pun menghirup aroma dari tubuh Zehra. "Ah, wanginya begitu menggoda," ucap pria itu lagi dengan seringai kelaparan, lalu mulai meraba-raba bagian tubuh Zehra yang lain. Tiba di depan wajah Zehra, Mike tersenyum lebar dan hendak menempelkan bibirnya pada wajah Zehra, namun, sepasang tangan kekar menariknya lalu memukul Mike dengan membabi-buta. "Kurang ngajar!" Pria bertubuh tinggi besar dan kekar itu terus memukul Mike hingga pria itu babak belur karena Mike tidak sempat me
"Bagaimana sekarang, Moms? Apa Andrew masih nangis terus?" Jovan yakin jika Andrew menangis terus karena ikatan batinnya dengan Zehra. Terbukti sekarang Andrew pun terlelap dalam pangkuan Elvira karena mungkin sang mommy kandung sudah selamat dari bahaya. "Mommy tidak tahu apa yang terjadi padanya, Jo. Tapi Andrew tiba-tiba berhenti menangis setelah Mommy mengatakan jika kita semua menyayanginya. Terlebih Zehra." Bibir Jovan tersenyum lebar mendengar ucapan sang mommy. "Mungkin dia juga sudah kecapean, ya, Moms?" Jovan mengecup kening sang putra dengan penuh cinta. "Tidurlah, Nak. Daddy yakin Mommy kamu sudah selamat," batin Jovan dengan terus mengecup kening Andrew dengan trus bicara dalam hatinya. "Daddy yakin, dia memang menyayangi." "Laura tidak tahan hanya mendengar tangisan Andrew, Jo," ujar Elvira dengan sendu. Sorot matanya mengatakan kekhawatiran pada kehidupan Andrew kedepannya. Jovan menghela napasnya panjang, lalu duduk di depan ranjang Andrew. Pria dewasa
"Astaghfirullah, Zehra, kamu yakin Nyonya Laura seperti itu?" "Aku juga tidak tahu, Daddy. Pria bernama Mike itu yang mengatakan sendiri jika Nyonya Laura adalah kekasihnya." "Astaghfirullah, ini sepertinya berat sekali, Nak. Tapi bukankah yang memintamu menikah dengan Tuan Jovan adalah Nyonya Laura?" Zehra menghela napasnya panjang. "Itulah yang aku pikirkan, Dad. Aku bingung, tapi bagaimana mungkin pria itu mengatakan semua itu jika tidak ada yang terjadi, bukan?" Altan menatap Zehra khawatir. "Daddy khawatir pada cucu Daddy, Ra. Jika memang Nyonya Laura membencimu, bukan tidak mungkin jika dia akan mencelakai Devane, bukan?" Deg! Jantung Zehra langsung berdetak kencang memikirkan bagaimana keadaan putranya. "Ya Allah, Daddy, apa yang harus aku lakukan sekarang?" "Kamu tenang dulu, Ra. Kamu bisa telepon susternya bagaimana keadaan Devane. Jangan terlalu panik karena kalau kamu panik, Devane bisa saja rewel." Zehra akhirnya mengangguk mengerti. "Aku coba telepo
Tok! Tok! Tok! Jovan mengetuk pintu itu pada akhirnya. Pintu pun terbuka lebar. Dengan senyum manisnya, Jovan masuk ke ruangan itu walau hatinya masih perih. "Tuan Jovan? Ya ampun Anda sampai ke sini?" Jovan duduk di sofa yang di persilahkan oleh Jodi. "Panggil aku Om saja, Leon. Aku sudah anggap kamu seperti adikku sendiri, seperti Zehra." Leon menatap pria dewasa itu dengan anggukan. "Baiklah, terima kasih sebelumnya, Om." Leon menutup laptopnya terlebih dahulu. Setelah itu duduk berhadap-hadapan dengan Jovan. Jovan pun menatap pria muda itu dengan berbagai pikiran. "Bagaimana perkembangan kasus Daddy Altan?" Leon menarik napasnya dalam. "Hanya tinggal menunggu sidang, Om. Lucky juga antek-anteknya sudah di ringkus polisi. Sepertinya mereka tidak terima dan akhirnya ingin mencelakai Zehra. Untung saja Zehra baik-baik saja." Jovan menatap Leon penuh arti. Jovan tahu baik-baik saja karena dirinyalah yang menyelamatkan wanita itu. Leon pun sebenarnya tahu jika pr
"Bagaimana, apa kalian sudah menemukan dimana keberadaan Mike?" "Maaf, Nyonya. Sepertinya mereka memang membawa Tuan Mike tempat yang sulit di jangkau," jawaban dari lawan bicara Laura. "Bodoh! Kalian memang bodoh!" Laura mematikan sambungan teleponnya. "Argh!! Mike, kamu di mana, Honey? Aku merindukanmu." Kreaat ... Laura begitu terkejut saat pintu itu terbuka. "Jovan? Kamu kok sudah pulang?" Kening Jovan sedikit mengerut. "Iya, hari ini tidak banyak yang harus aku kerjakan. Kamu kenapa, La? Kok kamu terkejut begitu?" Laura menarik napasnya begitu dalam. Walau bagaimanapun jangan sampai Jovan tahu jika dirinya memiliki hubungan dengan Mike. Sebab, keinginannya belum terpenuhi semua "Ah, tidak. Aku hanya terkejut karena kamu tidak biasanya pulang jam segini." Jovan terdiam. Jovan memang sengaja pulang lebih cepat karena ingin bertemu dengan Zehra. Jovan ingin sekali bertemu dengan mantan istrinya. Sayang, tenyata Zehra sudah pulang. "Ya, sudah. Aku mandi dulu."