Sekian jam Zehra berada di ruangan Jovan, tak ada sedikitpun tanda-tanda kedatangan Laura. Zehra menoleh pada arah Elvira yang masih terduduk lemah di samping Jovan yang masih terlelap. Zehra bingung harus memulai pertanyaannya dari mana. "Mommy." Zehra memberanikan diri untuk menatap Elvira yang terlihat sendu. Elvira pun menatap Zehra dengan sorot mata yang menyedihkan. "Laura selingkuh, Zehra." Deg!! Tak ada sahutan dari Zehra karena Zehra sudah tahu semua itu. Entah harus senang atau tidak mendengar ucapan Elvira. Sebab, nyatanya semua itu membuat Jovan sampai jatuh sakit karena kenyataan yang terjadi pada rumah tangganya. "Selama ini Jovan selalu berusaha menjadi suami yang baik, yang setia, Jovan selalu memberikan apapun yang diinginkan oleh Laura. Tapi, kenapa? Kenapa dia tega melakukan ini pada putraku, Zehra?" Zehra menelan salivanya. Zehra bingung harus menanggapi ucapan Elvira seperti apa. Karena Zehra memang sudah tahu jika Laura berselingkuh. Zehra menyesal ka
"Zehra, Leon, kalian pulang lah. Terima kasih karena sudah menjengukku. Aku minta maaf karena sudah merepotkanmu." Zehra menoleh pada Leon yang mengangguk. "Iya, Om." Zehra masih meremas jari-jarinya cemas. Leon melihat Zehra begitu cemas, seperti ada sesuatu yang Zehra ingin katakan. "Ze, ada apa?" Jovan dan Elvira pun menoleh dan menatap Zehra. "Zehra, ada apa?" Zehra kembali meremas jari-jarinya. "Om, bolehkah aku bawa Andrew pulang ke rumahku? Hanya malam ini saja saat Om Jovan di rawat di sini." Jovan dan Elvira saling tatap. Mereka tahu jika Zehra mungkin khawatir pada keadaan Andrew karena Jovan saat ini tidak di rumah. Namun, Jovan merasa hatinya begitu tak rela membayangkan Zehra dan Leon bahagia bersama Andrew. "Zehra, apa itu tidak mengganggumu dengan Leon?" Zehra menoleh pada Leon. Zehra menunduk karena melupakan Leon sebagai suaminya. "Maaf, Le. Aku lupa izin dulu sama kamu." Leon menelan salivanya mendengar ucapan Zehra yang bahkan melupakan diriny
"Maaf, Nyonya. Keadaan Tuan Altan semakin memburuk. Dan kondisinya akan semakin memburuk lagi jika tidak segera melakukan operasi donor jantung." "Daddy, hiks!" Zehra menatap sang daddy yang terbaring semakin lemah. Tak ada yang bisa mereka lakukan selain hanya menangis dan meratapi nasib itu. Zehra menyeka air matanya. "Nyonya, bagaimana? Apa operasinya bisa secepatnya dilakukan? Keadaan Tuan Altan sudah tidak memungkinkan untuk bertahan lagi." "Astaghfirullah, apa yang harus aku lakukan? Semua harta Daddy sudah dibekukan. Darimana aku bisa mendapatkan biaya untuk operasi donor jantung Daddy?" Zehra keluar ruangan sang Dady, lalu duduk di bangku tunggu pasien dengan menyenderkan tubuhnya yang lelah. Dengan pikiran kusutnya, Zehra beranjak mengambil beda pipih miliknya. "Aku coba hubungi Uncle Jack lagi, deh. Semoga Uncle Jack kali ini aktif dan membantuku membiayai operasi Daddy." Sekian detik Zehra kembali menunggu panggilannya diangkat, namun, nyatanya pemilik nome
"Kita ke rumah sakit? Siapa yang sakit, Sayang?" Laura tak menghiraukan pertanyaan dari Jovan. Wajahnya begitu bahagia saat Zehra mengatakan bersedia melakukan perjanjian gila dengannya. Laura langsung membawa Jovan menemui Zehra agar apa yang direncanakan cepat terkabul. "Duduk, Sayang," ucap Laura pada Jovan dengan senyum cerianya. "Ini Zehra. Jadi, aku ...." Jovan begitu marah mendengar ucapan demi ucapan dari mulut Laura. "Kamu gila, Laura!" sentak Jovan, membuat Zehra pun meremas jari-jarinya karena takut mendengar sentakan itu, apalagi saat Jovan menolaknya dengan jelas. "Aku tidak akan pernah melakukannya, Laura. Laura mencekal tangan Jovan untuk menghentikan langkah pria itu. "Honey, tunggu!" Jovan menatap Laura begitu tajam. "Kamu gila, Laura. Kamu lebih rela suamimu menikah lagi daripada kamu merelakan pekerjaanmu dan mengabulkan keinginanku? Kamu tidak mencintaiku, La. Cintamu hanya sebatas ucapan saja!" Laura memeluk Jovan dari belakang saat sang suami henda
"Mommy, Bagaimana keadaan, Daddy?" Dewi, daddy dari Zehra sedikit terkejut karena Zehra tidak jadi dibawa pulang oleh Jovan. "Zehra, kamu tidak jadi ikut suamimu, Nak?" Zehra menghela nafasnya, lalu duduk di samping sang mommy. "Besok mereka ke sini lagi. Tuan Jovan memintaku untuk menemani Mommy dulu malam ini." Dewi mengangguk mengiyakan walau masih belum rela jika sang putri harus menjadi istri kedua dari Jovan. Apalagi saat tahu jika nanti Zehra harus memberikan anaknya pada Laura. Namun, Dewi pun tak bisa berbuat apa-apa untuk melarang sang putri melakukan semua itu karena mereka memang tidak punya pilihan. Zehra merangkul tangan Dewi yang menatapnya begitu sendu. "Sudah, Mommy jangan terlalu banyak berpikir tentangku. Aku ini masih muda, aku hanya cuma menjadi istri kedua sampai melahirkan anak Tuan Jovan. Setelah itu aku bisa bebas hidup dengan jalanku sendiri." "Zehra, hiks!" Dewi kembali memeluk putrinya dengan pilu. "Mommy hanya bisa berdoa, semoga Tuan Jovan m
"Apa Zehra sudah berada di kamarnya?" tanya Laura lagi dengan nada manja pada Jovan. "Ya, dia sudah aku antar ke kamar yang sudah kamu siapkan." "Baguslah, terima kasih karena kamu mendengarkan peemintaanku. Aku mencintaimu, Honey." Laura kembali mengecup bibir Jovan dengan sangat manja. "Oh iya, manager aku telpon, katanya besok pagi aku harus pergi ke Australi untuk melakukan pemotretan yang minggu kemaren aku ceritakan." Mata Jovan terbelalak mendengar ucapan Laura. "Besok pagi? Bukannya kamu baru pulang dari Singapura kemaren, La?" Laura langsung mengapit wajah sang suami. "Mau bagaimana lagi? Ini pekerjaanku dan aku menyukainya." "Tapi aku tidak menyukainya, La," ujar Jovan sedikit menyentak. "Aku merindukanmu, apa kamu tidak merindukanku? Kita baru saja bersama dalam semalam, lalu kamu sudah harus pergi lagi?" Zehra menghela napasnya panjang mendengar percakapan suami istri itu. Kini Zehra mengerti mengapa pernikahannya dengan Jovan harus terjadi. Namun, tetap
Zehra mengerjapkan matanya mendengar suara adzan berkumandang dari sudut kompleks rumah mewah milik Jovan. Karena sudah terbiasa bangun pagi, Zehra pun segera beranjak untuk membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Gadis itu tak hentinya mengucap syukur melihat kabar dari sang mommy tentang keadaan Altan yang katanya sudah sadar. "Alhamdulillah, terima kasih ya Robb." Zehra kembali bersujud terlalu haru mendengar kabar Altan. Zehra bahkan sudah melupakan rasa sakit yang kemaren dirasakannya. Bagi gadis berbulu mata lentik itu, keselamatan sang daddy membuatnya lupa akan kesakitan itu. Zehra pun tidak sia-sia merelakan dirinya sebagai istri kontrak Jovan karena kini kondisi sang Daddy sudah semakin membaik. Setelah mengucapkan berbagai syukur, Zehra kaluar kamarnya menuju menuju dapur. "Bibi, apa ada yang bisa aku bantu?" "Nyonya, Nyonya sudah bangun pagi-pagi begini?" Zahra tersenyum tipis pada wanita paruh baya itu. "Saya sudah terbiasa b
Dua minggu berlalu, Zehra akhirnya bisa menikmati perannya sebagai seorang istri dari Jovan. Alam seolah memberikan kesempatan untuk Zehra merasakan kebahagiaan bersama Jovan walau hanya sebagai pasangan kontrak. Selama Zehra tinggal di rumah Jovan dan Laura, Laura semakin sibuk dan jarang pulang. "Kamu berangkat lagi pagi-pagi buta begini, Laura?" tanya Jovan yang merasa bosan bertanya pada kepergian Laura. "Jo, ku mohon jangan berpikiran macam-macam. Aku hanya bekerja, kamu bisa bersama Zehra dulu sementara waktu. Agar Zehra juga bisa cepat hamil. Aku pergi." Jovan ingin sekali merutuki Laura sebagai istri gila. Bahkan Laura seperti tidak ada sedih-sedihnya saat tahu Jovan selalu bersama Zehra. Laura selalu berdalih agar Zehra bisa cepat hamil dan hubungan mereka bisa cepat berakhir. Huek!! Zehra membekap mulutnya karena seperti merasakan sesuatu yang tak biasa dari perutnya. "Astaghfirullah, kenapa rasanya beberapa hari ini mual sekali ya kalau pagi?" Jovan yang m