"Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Dua hari buat Mas tidak cukup untuk mengenali siapa kamu, siapa keluargamu, mantan suamimu. Biarlah kita berpacaran dulu sambil saling mengenal, masalah keluar masuk gawang, itu soal sepele. Kalau menurutmu, gimana, Dik?"
***
Jantung Tiara tak karuan saat mendapati Yudhi memegang ponselnya, didekatkan langkah. Aneh, wajah lelaki itu yang tadi memerah perlahan kembali normal.
Yudhi tersenyum sambil mengarahkan ponsel ke arah Tiara.
"Berapa kode sandinya, Dik? Bolehkan Mas buka?"
Tiara merasa lega. Ternyata Yudhi belum membuka ponselnya. Bersyukur ia sudah mengantisipasi dengan memakaikan kata sandi. Jika tak sesiapa bisa mengakses hapenya.
Tiara memilih tak langsung menjawab, ia justru berjalan dan memilih duduk di sebelah Yudhi, lalu meraih ponsel yang ada di tangan lelaki itu.
"123456," sebut Tiara sambil menekan enam angka di layar ponsel. Hanya berselang detik segala fitur hp terpampang jelas di depan mata.
Wanita itu tampak tenang, karena untuk keamanan, khusus aplikasi wa, sudah ia kunci dengan kata sandi. Pun nama Wira sudah ia ganti dengan nama Bang Ojol.
Setelah ponsel dihidupkan, kini kedua netra sang suami malah beralih menatap Tiara. Sedikit risih wanita itu menyentuh baju mandinya, barang kali ada yang terbuka hingga tatapan Yudhi intens padanya.
Kecanggungan kembali meliputi mereka.
"Adik wangi banget," katanya sambil mendekatkan hidung pada rambut Tiara yang terbungkus handuk.
Tiara menjadi semakin gugup. Seulas senyum terkembang dari bibirnya untuk menetralkan suasana hati.
"Mas mau ngapain dengan ponsel Tiara?" tanyanya memecah kecanggungan.
"Boleh Mas lihat kontaknya, Dik?"
"Buat apa?"
"Cuma mau tau aja, selama ini adik dekat sama siapa-siapa aja?"
Merasa semua aman, karena sudah membersihkan semua kontak. Dia menyerahkan ponselnya.
"Iya boleh, Mas. Tapi Tiara ganti baju dulu, ya."
Lelaki itu mengangguk lalu kembali fokus pada ponsel di tangannya. Tiara jadi mulai menebak-nebak, sepertinya Yudhi tipe lelaki posesif yang pencemburu. Sifatnya bertolak belakang dengan Wira.
Dulu saat malam pertamanya dengan Wira, lelaki itu tidak ingat apa-apa selain pemenuhan kebutuhan biologisnya. Tetapi Yudhi berbeda.
'Mungkin aku harus memulainya terlebih dahulu. Supaya cepat selesai. Tunggu Mama Sayang Danu, Mama akan segera pulang.'
Dada Tiara berdebar tak karuan, keringat mengucur di pelipis. Di tatapnya Yudhi yang sedang sibuk dengan ponsel.
Dengan cepat Tiara menggunakan langerie seksi pemberian ibu mertua. Dirasa amat risih, wanita itu memilih memakai jubah di atasnya.
'Ah, kenapa terbuka banget begini. Waduh, tidak-tidak. Ini tidak bisa digunakan bersama Mas Yudhi. Sebaiknya kusimpan saja, dan akan kugunakan nanti ketika sudah kembali bersama Mas Wira.'
Segera Tiara mengganti lingerie, lalu memakai baju piyama lengan panjang. Langkahnya kini kembali mendekati sang suami.
"Mas lagi ngapain?"
"Ini Mas lagi mikir, kira-kira nama yang cocok untuk menyimpan nomor ponsel Mas di handphone kamu apa ya?"
Tiara hampir tertawa menyimak pertanyaan lelaki itu. Itu aja kok dibuat pusing. Pikirnya.
"Suamiku aja, Mas."
Dia menggeleng.
"Terlalu simpel. Bagaimana kalau 'Sang Muhallil'?"
Sesuatu menyentak organ pemompa darah Tiara, kenapa Yudhi malah teringat sebutan itu?
"Hihihi ... Mas bercanda. Kalau 'Sayang', gimana, cocokkan?"
Tiara mengangguk dengan perasaan tak enak.
"Nomor Adik juga Mas save dengan nama Sayang, ya?"
"Iya, Mas."
"Emm ... kontak mantan suami Adik, namanya apa?"
"Buat apa Mas, bukankah Mas sudah berjanji tidak akan mengungkit masa lalu."
"Iya, Mas ingat. Mas hanya ingin tahu saja, siapa tahu entar perlu sesuatu, bisa langsung telpon."
Tiara bergeming sejenak. Sudah ia duga akan begini, untungnya Tiara dan Wira sudah memprepare segalanya. Wira sengaja memakai dua nomor untuk saat ini, satu nomor bebas yang bisa dihubungi siapapun, yang satunya lagi khusus untuk mereka berdua.
"Mas Wira, Mas," jawab wanita itu pelan.
Yudhi tampak segera mengetik nama Wira di pencarian. Sesaat setelah nama itu muncul, dia segera mengeklik untuk melihat foto profilnya.
Yudhi tersenyum sambil kembali menatap Tiara.
"Mantan suami Adik tampan ya, Dik. Mirip Darius suaminya Dona itu."
Pandangan Tiara seketika teralih.
"Nggak selevel sama Mas, lah. Emang kamu sudah move on dari Mas Darius ini, Dik?"
"Mas Wira, Mas."
"Eh, iya. Mas sampai lupa, habis mirip banget."
Tiara hanya tersenyum.
"Mau jawaban jujur, apa bohong, Mas?"
Yudhi mendelik, kedua alisnya terangkat.
"Dua-duanya."
Tiara ikut tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau jawaban jujur, belum, Mas. Tapi kalau jawaban bohong, sudah."
Yudhi terlihat tercengang. Tidak puas.
"Masih on proses, Mas. Semoga setelah kita ...."
Tiara berucap sembari menyentuh pundak suaminya. Ingin segera mengakhiri permainan ini dengan persatuan mereka.
"Ehm ...."
Deheman Yudhi membuat Tiara tersentak dan menarik tangan. Mereka saling memandang.
"Boleh lihat-lihat foto, Dik?"
Tiara menghela napas. Dia menangkap Yudhi seperti sedang mengundur malam pertama mereka. Tapi kenapa, bukankah semua pengantin baru ingin segera bermalam pertama bersama kekasih halal mereka?
"Kok dikunci juga, Dik?"
Pertanyaan Yudhi membuat Tiara tersadar dari lamunan. Karena terus memikirkan janjinya pada mantan suami dan ibu mertua, ia jadi lupa kalau foto syur yang tadi dikirim Wira pasti sudah masuk ke dalam galeri. Jangan sampai Yudhi membuka galeri sebelum ia berhasil menghapus fotonya.
"Biar saya buka kuncinya, Mas."
Tiara segera merebut ponsel dari tangan Yudhi. agar lelaki itu tidak bebas memeriksa ponselnya, hampir semua fitur di ponsel telah dikunci oleh Tiara.
"Kenapa semua fitur dikunci, Dik?"
"Buat jaga-jaga aja, Mas. Takut ada teman yang syirik lalu menyalahgunakan foto."
"Iya Mas sudah bisa tebak, pasti banyak yang syirik sama Adik, wong Adik cantik," puji lelaki itu membuat Tiara tersipu sejenak.
Tiara segera menghapus foto yang dikirimkan Wira, sedang foto-foto lainnya memang terlebih dahulu sudah diamankan. Hanya tersisa fotonya bersama Dayu. Dan selembar foto keluarga, ia, mantan suami dan Dayu. Foto itu memang tak dihapus Tiara, teringat karena Yudhi yang pesan agar foto keluarganya dahulu tak perlu semuanya dimusnahkan.
Tiara memberi ponsel kepada Yudhi setelah keperluannya terlaksana. Lama lelaki itu memandang sambil menggeser. Sekali waktu sampai diputar, bahkan kepalapun ikut miring saat berhenti di sebuah foto dengan posisi miring. Terakhir tangannya berhenti dan wajah pun terangkat, saat melihat foto Tiara bersama Wira dan Dayu.
"Yang ini kok belum dihapus, Dik?"
"Kan Mas yang bilang nggak perlu dimusnahkan semuanya."
"Oh Mas lupa."
"Sini, Dik. Kita foto berdua, biar ada foto berdua juga."
"Tapi, Mas. Saya nggak pakai jilbab."
Yudhi bangkit dan mengambil jilbab Tiara yang tergantung di hanger. Secepat kilat ia kembali dan memakaikan asal di kepala sang istri.
"Ini boleh 'kan, Dik?"
Tiara hanya tersenyum, perasaannya aneh.
"Lihat kameranya, Dik. Satu, dua ti ...."
Yudhi mencium pipi Tiara saat blizt dari kamera ponsel menyala.
"Mas?"
Tiara memandang lelaki itu. Yudhi hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk kepala. Lalu dia mulai memasang foto hasil jepretannya sebagai foto pada layar utama dekstop.
Lagi-lagi, Tiara hanya mampu menghela napas.
"Semoga kamu bisa segera melupakan mantan suamimu, Dik."
Kedua netra Tiara terasa berat. Mana mungkin dia jujur, tentu hal itu tak mungkin ia lakukan. Bahkan, pernikahan inipun ia niatkan agar dirinya bisa kembali pada Wira.
'Semoga nanti kamu bisa menerima, Mas. Bahwa aku ingin kembali pada mantan suamiku. Tidak ada niat untuk selamanya bersamamu, kamu hanya ...."
"Jangan jadikan Mas sebagai suami muhallil ya, Dik?"
Deg!
Pertanyaan Yudhi kembali menyentak jantung Tiara. Haruskah ia jujur.
"Bukan, Mas."
"Alhamdulillah, soalnya kalau Mas pikir-pikir, adik kecepatan cari jodoh. 'Kan baru lepas masa Iddah. Ah, tapi nggak papa jugalah. Namanya nafsu ya, Dik. Mana nunggu setahun dua tahun. Daripada zina lebih baik nikah."
Aku menunduk sambil memejamkan mata. Biarlah dia mengira aku menikah karena sudah tak sanggup menahan nafsu. Bukankah itu perihal baik.
"Jadi, anakmu Danu kenapa kamu kasih ke ayahnya, Dik? Biasa perempuan itukan lebih berhak sama anak-anak mereka?"
Tiara bergeming sejenak.
"Kami punya kesepakatan, Mas. Danu akan tinggal secara bergantian di rumahku, dan di rumah Papanya. Lagian rumah Mas Wira juga tidak jauh dari sini. Hanya butuh waktu tiga puluh menit aja untuk sampai ke sana. Jika rindu, aku pun bisa menjenguknya."
"Oh ...."
Kini mulut lelaki itu berhenti berucap. Kedua netranya justru membidik mata Tiara. Dia memegang jemari tangan Tiara, lalu membimbing agar mereka bisa merebahkan tubuh di atas bantal secara bersamaan.
Beberapa detik terus saling bertatap, menghadirkan gelenyar aneh di dada masing-masing.
"Jika Adek tidak keberatan, Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Kita baru kenal satu minggu, bertemu sekali, eh Adik langsung minta nikah. Sebenarnya Mas ingin mengundur, tapi takut kehilangan Adik. Mas terlanjur jatuh cinta dan hanya ingin menikah dengan Dik Tiara seorang. Cuma waktu segitu belum cukup bagi Mas. Mas ingin mengenalmu luar dalam sebelum kita bersatu jiwa raga. Kamu nggak keberatan 'kan, Dik?
Tiara tercengang, sepertinya lelaki di hadapannya bukan lelaki gampangan. Sejenak berbagai pertanyaan di kepala beradu hebat.
'Lambat asal selamat, biar lama asal misiku tercapai.'
"Nggak papa, Mas. Saya nggak keberatan kok."
"Alhamdulillah. Kamu sudah mengantuk, Dik?"
Tiara mengangguk.
"Baiklah, yuk kita tidur, Dik."
Yudhi bangkit untuk mencium kening sang istri.
"Malam ini cukup segini, jika proses perkenalan yang Mas inginkan sudah tercapai, Mas akan langsung meminta jatah," ucapnya sambil merentangkan tangan lalu meminta Tiara tidur dalam bentangan lengannya.
Ah, terasa aneh memang di diri wanita itu. Biasa ia tidur dalam dekapan lengan kokoh lelaki bernama Wira, tapi malam ini dirinya tidur bersama lelaki lain. Tak percaya jika ternyata lelaki itu adalah suami keduanya.
"Maafkan hamba Ya Allah, andai perceraian kami tak pernah terjadi. Tentu hamba tak harus terlibat dalam pernikahan ini. Hamba tahu ini dosa besar. Tapi setelah semua ini selesai, hamba akan bertaubat."
***
Bersambung
Terima kasih.
Utamakan baca Al-Quran.
[Bangun, Mas.]Suara Tiara terdengar lirih di telpon. Sudah menjadi hal yang biasa, setiap pagi Tiara bertugas membangunkan mantan suaminya, meski status sudah tak lagi mahrom.[Iya Sayang, Mas sudah bangun. Gimana semalam, sudah?][Belum, Mas.][Kenapa belum?Terdengar suara Wira sedikit meninggi. Lelaki itu memang cepat naik darah jika kemauannya tak segera dituruti. Itu yang membuat Tiara kadang mengeluh dalam diam. Tapi rasa cinta dan kagum, menutupi semua itu. Ya, Tiara sangat mencintai Wira, juga begitu kagum akan segala yang dimiliki mantan suaminya itu.[Mas Yudhi minta waktu, Mas.][Waktu, untuk apa?][Dia mau mengenal Tiara lebih dekat.][Astaga Tiara, itu cuma taktik dia doank. Dia ingin memiliki hatimu, hingga kau sulit untuk lepas darinya. Mana mungkin manusia normal seranjang sama perempuan nggak bereaksi. Mas nggak percaya!]Tiara terdiam. Wira yang menyadari telah terlanjur meninggikan suara, seketika merasa bersalah.[Yank ...]Tiara tetap bergeming, air mata sudah mu
Pandangan Yudhi tidak lekang dari menatap sang istri yang nampak sibuk mengemas diri. Mulai dari memilih baju, hingga polesan wajah. Seperti akan menghadiri kondangan saja, pikir lelaki itu.Yudhi bahkan harus ekstra menahan diri dari nafsu lelaki yang sudah lama vakum semenjak sang istri telah tiada.Bersyukur ia memilih berpuasa, tanggung jawabnya pada Allah membuat ia lebih sabar dan terkontrol hingga tak cepat tersulut bisikan-bisikan itu.Tiara mengibas-ngibas tangan setelah selesai berdandan."Yuk, Mas," ajaknya semangat.Yudhi meletakkan ponsel, sehabis menerima telpon dari uminya. Mata lelaki itu membelalak lebar."Ada apa, Mas? Bajunya kurang cocok, ya?"Yudhi berdehem menetralisir kecanggungan."Ini terlalu terbuka, Sayang."Yudhi menurunkan jilbab segi empat yang kedua ujungnya dinaikkan ke pundak oleh Tiara. Wanita itu hanya diam tak bereaksi."Bentar ya."Yudhi berjalan menuju lemari, beberapa pakaiannya sudah ditaruh rapi oleh Tiara ke dalam lemari.Dia membuka tas ranse
"Kok diam terus, Dik? Masih rindu, ya?" Yudhi mengawali pembicaraan setelah Tiara mendudukkan tubuh pada kursi mobil. Wanita itu mengangguk. "Baru saya sadari sekarang, Mas, berpisah dari anak sakitnya seratus kali lipat dari ditinggal suami ...."Tangis Tiara tak lagi terbendung. Air mata luruh membasahi wajah. Yudhi segera menepikan mobilnya, lalu ia bawa wanita yang sudah ia cintai dengan segenap jiwa itu dalam dada."Jangan menangis lagi, Dik. Bersabar ya, kita akan berjuang agar Danu bisa bersamamu."Ucapan Yudhi bukan menenangkan wanita itu, tapi lebih membuatnya terluka. Bagaimana rasanya, jika diwaktu bersamaan kamu diwajibkan untuk menjaga dan memenuhi keinginan banyak orang? Sedang tak sepenuhnya yang mereka inginkan sejalan dengan inginmu. Begitupula dengan seorang Tiara. Semua yang terjadi dalam hidupnya, tak semua berjalan sesuai keinginannya.Malam itu, saat pertengkaran dengan Wira terjadi, Tiara tak bermaksud minta cerai. Hanya ingin menggertak agar Wira mengubah ke
Tok ... Tok ..."Assalamualaikum, Dik Tiara."Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu. Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi."Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan."Apaan itu?"Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas."Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara. Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut."Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi."Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Y
"Nduk, kamu tahu kan maksud hukum talak tiga ini untuk apa? Supaya lelaki itu tidak mengobral hak talak yang Allah berikan kepada mereka. Perjuangkanlah hakmu sebagai perempuan Sayang, ada anak yang berhak memilih untuk hidup denganmu. Ada hak waris yang menjadi bagianmu dalam sebuah perceraian. Jika semua kamu biarkan menggantung tanpa putusan sidang, kamu adalah pihak yang dirugikan, Anakku. Wanita memang dilahirkan sebagai yang berada di bawah naungan kaum lelaki, tapi bukan berarti dia harus pasrah menerima ketidak adilan yang berlaku padanya. Sedang agama dan negara telah menjamin kedudukan dan haknya."***"Menikah siri? Tapi kenapa, Yud?"Yudhi terdiam sesaat, tak ada kata instant yang bisa langsung keluar sebagai alasan. Ia tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang ibu."Tiara belum sah bercerai dari suaminya, Mi."Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Kenapa nggak nunggu sebentar Yud, jika perceraian sudah dilaporkan, tentu tak akan lama prosesnya berjalan. Umi
Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le
"Demi Allah, Ma, Tiara nggak seperti yang Mama tuduhkan.""Lalu apa? Mama lihat tatapan matamu kini berbeda Tiara, nggak seperti biasanya. Kamu seperti malas kembali ke rumah ini.""Astaghfirullah, Ma, gimana Tiara bisa malas, sedang anak Tiara satu-satunya ada di rumah ini ....""Jadi, cuma Danu yang kamu khawatirkan, apa kamu lupa, Wira masih setia menantimu. Dia lelaki normal Tiara, punya syahwat yang harus disalurkan. Jika kamu tidak bisa kembali dalam waktu sebulan, Mama akan mengurus perceraian kalian. Dan ingat satu hal yang pasti Tiara, kamu tidak akan pernah mendapat hak asuh Danu! Ingat itu!"Tiara tergugu tanpa sepatah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Memang, jika berhadapan dengan wanita itu, Tiara tak bisa banyak membantah.Selama ini mantan mertuanya itu terkenal arogan. Pernikahannya dengan Wira memang sempat ditentang diawal. Namun seiring berjalan waktu, perlahan kehadiran Tiara sudah mendapat pengakuan, bahkan sudah begitu menyatu dengan keluarga besar Prange
Suasana di stasiun penyiaran tampak ramai. Hari ini ada acara favorit ditemani penyiar idola, 'Samsa'. Sudah bisa dipastikan, banyak anak gadis yang nongkrong, nungguin DJ kesayangan selesain on air.Semasa muda, Yudhi juga memulai karirnya sebagai seorang penyiar radio. Meski digandrungi banyak wanita, Yudhi tak seperti teman-teman DJ-nya yang lain. Mereka bisa tiap tahun bahkan tiap bulan ganti pasangan. Yudhi justru yang sebaliknya.Tapi itu pula yang menjadi alasan mengapa dia bisa mendapatkan hati seorang Kirana Putri Dee. Seorang inspirator cantik yang kerap mengisi acara yang di bawakan oleh Yudhi. Wanita itu tidak sembarang memilih imam, dari sekian yang melamar, hanya Yudhi-lah, lelaki sederhana dengan tampang seadanya yang mampu membuat hati wanita itu jatuh pada cinta.Mereka menikah tepat di usia Yudhi yang ke tiga puluh. Bertepatan dengan itu pula, Yudhi berhenti menjadi seorang penyiar, dan mendapat posisi terbaiknya di radio tersebut. Ia diberikan wewenang oleh produser
Februari 2019Tak terasa, semua berlalu begitu cepat. Kini, Danu yang dahulu masih balita telah menjelma menjadi seorang remaja muslim yang gagah. Dialah putra kebanggaan Tiara. Keshalihannya mampu menjaga pemuda itu dari buruk pengaruh globalisasi dunia. Dia berprestasi dalam bidang akademik maupun agama. Danu terlihat sangat rapi. Seragam bermotif kotak-kotak berwarna biru kini melekat di tubuhnya. Ia terdaftar sebagai salah satu siswa pada sekolah bertaraf Internasional di Jakarta Barat. Dan hari ini adalah hari pertama Danu menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama tersebut.Sudah beberapa kali semenjak semalam, ia menghubungi papanya untuk ikut mengantar. Tapi tak satu kali pun panggilan darinya dijawab."Ma, Papa kok dari semalam di telpon nggak angkat terus ponselnya?" keluh Danu sambil merapikan semua bukunya ke dalam tas. Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah."Mungkin Papa lagi ada kegiatan, Nak. Yasudah langsung masuk nggih. Nanti Mama jemput, kamu jangan keman
[Assalamualaikum Tiara.]Jantung Tiara terasa berdegup kencang mendapati ibu mertua kini tengah menelponnya. Tak seperti biasa suara wanita itu tegas dan menusuk, kini suaranya terdengar serak dan lemah.[Waalaikum salam, Ma, Mama sehat?][Iya. Tolong bawa Danu ke rumah, Mama mau ketemu Danu.]Tiara meraba sejebak perasaan hati, memang jelas ia rasa wanita itu enggan berbicara banyak. Tapi mau menelpon saja mengungkapkan rindu pada cucunya, itu sudah cukup buat Tiara.[Baik, Ma. In Syaa Allah besok kami kesana][Terima kasih Tiara. Assalamualaikum.][Waalaikum salam, Ma.]Setelah menutup telpon, Tiara melempar pandangan pada Yudhi. Dua perasaan kini melingkupi batinnya, bahagia sekaligus takut. Bahagia sebab setelah sekian lama, wanita yang membencinya karena perceraian dengan Wira, tanpa disangka kini menelpon dan tidak untuk berdebat. Namun ketakutan jua menjadi alasan tatkala mengingat andai saja ini hanya siasat untuk kembali memiliki Danu."Ada apa, Dik?"Pertanyaan Yudhi membuya
Kedua alis Tiara tampak berkerut. Ia ingin menolak keinginan Mas Eko untuk menggelar resepsi bersama. Mengingat bagaimana kedudukan suaminya di hati Maya. namun merasa tak enak pada lelaki itu. Akhirnya, Tiara memilih diam sejenak, membuat Yudhi mengerti jika sang istri tak setuju dengan kemauan bosnya."Sepertinya bukan ide bagus Mas. Takutnya malah Maya merasa Mas terlalu mendesaknya. Menurut saya, Mas Eko biarkan Maya berpikir tentang semua ini. saya yakin jika dia memang jodoh Mas Eko, pasti akan bersatu dalam ikatan pernikahan. Sebaliknya, jika terlalu dipaksa, malah ditakutkan nanti akan berakibat buruk di kemudian hari Mas."Ucapan Yudhi ditelaah dengan baik oleh Eko. Ia memang tak pandai perihal cinta apalagi urusan hati. Dahulu pernah menikah, tapi karena terlampau cuek, si istri malah dibawa kabur orang lain. Kini ia tidak ingin hal itu terulang kembali. Ia akan menjaga Maya sebaik-baiknya penjagaan.Eko mendesah panjang. Jatuh cinta pada Maya membuatnya tersakiti, tapi untu
Setelah menyiapkan semua perlengkapan berliburan, hari itu juga mereka meneruskan perjalanan menuju Bogor. Pancaran kebahagiaan tak dapat ditutupi dari raut wajah keduanya. Setelah sekian lama, meski hari-hari dipenuhi kebahagiaan, namun sebelum resmi secara hukum negara, tetap saja terasa ada sebuah beban berat yang menimpa diri. Tapi hari ini, beban itu seperti terangkat sudah.Tepat pukul lima sore mereka sampai di rumah ibu mertua. Sambutan hangat mengantarkan Danu ke pangkuan sang nenek. Wanita paruh baya yang selama ini belum pernah menggendong seorang cucu, begitu bahagia dengan kehadiran Danu meski bukan terlahir membawa genetik anaknya.Danu dimanja, disayang, ia terlihat begitu bahagia. Rasa percaya diri semakin besar terbangun terlebih setelah penerimaan yang baik dari keluarga ayah sambungnya.Tiara yang menyaksikan tak henti mengucap syukur. Tak ada yang lebih membahagiakan selain yang ia rasakan kini.*Malam hari tanpa mengukur waktu, mereka mengajak Danu untuk mengunju
Tiara melirik jam yang bertengger di dinding, sudah hampir magrib, tapi dua orang yang begitu ia cintai belum jua sampai ke rumah, Yudhi juga Danu. "Kemana mereka?"Saat hendak mengambil gawai untuk menghubungi sang suami, dari luar rumah terdengar ketukan pintu. Tiara urungkan keinginan itu untuk kemudian berjalan mengecek siapa yang lebih dahulu sampai ke rumah."Mas Yudhi?"Sang suami terlihat berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan disembunyikan ke belakang."Assalamualaikum, Sayang," ucapnya sambil mengarahkan sebuah buket bunga pada Tiara. Seketika netra sang istri berbinar bahagia."Waalaikumsalam," jawab Tiara sambil meraih bunga pemberian Yudhi lalu dia memeluk sang suami penuh cinta."Mas kenapa kok tiba-tiba ngasih bunga?""Nggak kenapa-kenapa, lagi pengen bahagiain istri Mas aja.""Benar?"Tiara semakin mengeratkan pelukan. Namun mendadak kedua tangannya terlepas, saat netra wanita itu berhasil menangkap sosok lain di belakang Yudhi."Mas Wira."Mendengar nama Wira t
[Mas, bisa ketemuan nggak?]'Maya, kenapa tiba-tiba dia minta ketemuan?'[Ada apa, May?][Ada yang mau saya bicarakan, Mas.]Yudhi tampak berpikir sejenak. Belum sempat mengetik balasan, pesan dari Maya kembali masuk.[Di kantor aja Mas, sekalian ada beberapa hal yang mau saya beresi bersama Evi.][Oke siap.]Yudhi menutup chat lalu kembali menerawang langit-langit seraya memikirkan masalah apa yang kiranya akan disampaikan Maya. Ah, tak jua mampu mendapat jawaban, akhirnya Yudhi menulis sesuatu pada sebuah undangan. Hanya berselang beberapa menit, Maya terlihat sampai di kantor."Silahkan masuk, May."Wanita itu memasuki ruangan Yudhi sambil melempar senyuman. Kelihatan begitu menawan, Yudhi sampai terlihat menarik napas."Maaf Mas Yudhi menganggu waktunya.""Ah, tidak mengganggu kok. Saya lagi bebas dari kerjaan. Em, sebenarnya ada masalah apa ne, kayaknya serius sekali."Maya terlihat gugup. Sekian lama tidak menatap sosok yang begitu ia cintai itu, walau nyata perasaannya sudah d
Tiara terlihat begitu gugup, kedua jemarinya saling meremas. Hari ini menjadi hari terakhir sidang perceraiannya dengan Wira. Meski sudah tahu apa yang akan diputuskan nanti di pengadilan, namun kegugupan itu tak mampu menyingkir dari jiwanya.Saat nomor register perkaranya di panggil, Tiara yang ditemani ibu mertua juga adik ipar segera memasuki ruangan persidangan. Yudhi yang meminta agar sang ibu menemani istrinya pada persidangan hari ini, sebab mereka telah sepakat untuk tidak membawa Danu dalam ruang persidangan.Suara hakim dibarengi ketukan palu terdengar nyaring di telinga semua yang hadir di persidangan."Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar'i yang berkaitan dengan perkara ini :Mengadili:1. Mengabulkan gugatan penggugat.2. Menjatuhkan talak satu Bain sugra tergugat kepada penggugat.3. ...*"Alhamdulillah ...."Ibunda dan adik ipar Tiara menyerukan tahmid seraya mengusap wajah. Sedang di samping mereka, Tiara pun ikut mengus
"Mas Wira?" Tiara begitu terkejut mendapati mantan suami ada di depan rumahnya. Wajah lelaki itu terlihat lebih pucat dari biasa. Tubuhnya yang dahulu gagah berisi, terlihat lebih kurusan."Mas apa kabar?"Tiara mencoba mencairkan suasana."Beginilah Tiara. Mas sakit," ucapnya lirih.Keduanya kembali diliputi keheningan. Jika ditanya tentang perasaan, Tiara tak pernah menaruh dendam pada mantan suaminya itu. Pun atas segala perlakuan tidak baik yang dialaminya selama pernikahan. Tiara tak pernah merasa sakit hati. Karena buatnya, tiap satu kesalahan tertutupi oleh satu kebaikan lain. Begitulah ia menyikapi hidup, selain memang sifatnya yang tidak mau memperbesar masalah.Pun pernikahan kedua ini, Tiara tak pernah membayangkan akan sedemikian jatuh cinta pada sosok Yudhi. Tiara berpikir, jika bukan karena ide Wira untuk kembali menikah. Saat ini, mungkin dirinya masih sendiri, memilih kembali bekerja, atau merawat Danu seorang diri."Mas mau bicara sama kamu, apa suamimu ada di rumah?
Assalamualaikum Mas WiraApa kabar Mas, Tiara harap Mas selalu dalam lindungan Allah SWT, dan segera diberi kesembuhan atas penyakit yang Mas alami sekarang.Mas, sebelumnya Tiara mau ngucapin terima kasih, karena keikhlasan Mas untuk tidak mempersulit jalannya persidangan. Semoga kebaikan Mas ini, Allah balas dengan seribu kebaikan lain.Sebagai seseorang yang pernah menjadi bagian dari kehidupan Mas Wira, saya sadari bahwa diri ini membawa banyak kekurangan dan kesalahan. Maka sebab itu, ijinkan Tiara menyampaikan permintaan maaf yang terdalam dari hati Tiara, jika selama kita berumah tangga, banyak kekurangan dan kesalahan yang sebabnya berasal dari Tiara sendiri.Mas, percayalah, bahwa dari cobaan yang kita hadapi kini. Kita harus sama-sama yakin, bahwa Allah sudah menyimpan rahasia besar untuk kita ambil hikmah bersama. Bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan pada hamba-Nya, tanpa ada jalan keluar terbaik sebagai penawar. Kita sebagai manusia hanya harus pandai mencermati dengan