Tok ... Tok ...
"Assalamualaikum, Dik Tiara."
Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu.
Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi.
"Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan.
"Apaan itu?"
Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas.
"Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara.
Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.
Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut.
"Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi.
"Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"
Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Yudhi yang menyadari hanya tersenyum, lalu ia bangkit membuka pintu kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.
Ia hidupkan saklar.
"Alhamdulillah, sudah diperbaiki. Padahal bulan yang lalu Mas pulang, masih rusak. Pasti kerjaan Umi ini," lirihnya pelan.
Yudhi masuk lebih dalam, menghidupkan kran air lalu keluar dan mempersilahkan permaisurinya mandi.
Tiara segera membuka koper lalu mengambil baju handuk. Saat berpas-pasan di depan pintu kamar mandi, mereka saling melempar pandang.
"Permisi, Mas."
"Oh, iya. Saking terpananya sama permaisuri Mas sampai lupa udah menutupi jalan utama ke kamar mandi."
Guyonan Yudhi tak terlalu Tiara tanggapi. Hanya tersenyum kecil, lantas wanita itu segera meluncur ke dalam kamar mandi.
Di dalam ruangan kecil itu, Tiara menatap wajahnya pada sebuah kaca yang terletak di atas wastafel. Teringat dan kembali memikirkan apakah Wira bisa melalui malam ini dengan menahan gejolak dalam dirinya.
Tiara seolah bisa merasakan apa yang sedang dirasakan Wira. Rindu Wira, seakan menyelimuti tubuhnya.
"Pasti menyakitkan untukmu, Mas. Maafkan aku Mas, harusnya aku tahu kamu gampang terpancing emosi. Tak seharusnya aku membuatmu semakin tersulut amarah. Tapi aku sudah nggak tahan Mas. Sungguh bukan perceraian yang aku inginkan, tapi perubahan pada sikapmu, Mas."
Sekilas kejadian malam itu kembali terngiang di benak Tiara.
*
"Oke, Mas ceraikan kamu. Silahkan kamu menju** dirimu di luaran sana!"
"Nyebut, Mas. Mas sudah mentalak saya untuk ketiga kalinya!"
"Biar! Bukankah itu yang kamu mau, sekarang kamu bebas, menikahlah dengan lelaki manapun. Puaskan keinginanmu."
"Kamu keterlaluan, Mas! Aku benci sama kamu!"
*
Tiara menghela napas panjang. Setiap kali mengingat perceraian itu, dadanya terasa sesak.
Tak lagi tenang, ia mulai mencentongi air dengan gayung lalu menumpahkannya ke sekujur tubuh.
Bayangan Danu, tangisan bocah itu, tatapan matanya, genggaman tangan yang enggan membiarkan Tiara pergi. Semua terasa begitu membekas di diri Tiara.
"Danu, Mama rindu, Nak ...."
Tangis Tiara beriringan bersama titisan air. Lagi, seolah tak mampu meredam rasa sakit di dadanya, Tiara kembali menyirami tubuh berkali-kali tanpa henti. Seolah segala kesedihan akan luruh seiring tetesan air yang jatuh ke lantai.
Tapi kenyataan, ingatan akan Danu semakin dalam, semakin sakit pula terasa di dadanya.
Tak hanya Danu, kini kata rindu yang ia dengar dari Wirapun mulai ikut membebani. Ia merasa bertanggung jawab untuk meredakan gemuruh rindu dalam hati mantan suaminya.
"Aku menyalahkanmu atas perceraian ini, Mas. Padahal akupun turut ambil andil. Hiks ...."
Seperti hilang ingatan, Tiara terus menyiram tubuhnya dengan air tanpa jeda. Yudhi yang mendengar, menjadi cemas. Ia bangkit dan mengetuk pintu kamar mandi.
"Dik ...."
Tak ada jawaban.
Yudhi semakin kalap. Ia ketuk kembali sambil memanggil nama Tiara.
"Dik ...."
Tetap tak ada jawaban, justru suara siraman air itu terdengar semakin kencang.
***
Sudah setengah bak air berkurang, karena Tiara terus menyirami tubuhnya seperti sedang kerasukan. Karena kelelahan, ia rebah bersandar di dinding.
Terdengar namanya dipanggil dari luar.
"Dik, mandinya udah tho? Kenapa lama banget?"
"Iya, Tiara udah siap, Mas."
"Kalau gitu buka pintunya, Dik."
Dengan sedikit kesusahan Tiara bangkit meraih handuk mandi dan menyematkan ke tubuh. Setelah selesai Tiara berjalan hendak membuka pintu. Tapi mendadak penglihatannya kabur, samar ia masih bisa melihat knop pintu kamar mandi.
Walaupun tubuh sudah tak seimbang tapi tangan berhasil membuka kunci dan menekan knop ke bawah. Tapi setelah itu, Tiara merasa penglihatannya benar-benar menjadi gelap. Napasnya tertahan, jantung melemah.
Tiara ambruk.
"Tiara ...."
Yudhi yang ada di hadapan, segera menahan tubuh sang istri.
"Kamu kenapa, Dik? Ya Allah, Tiara ...."
Bersamaan dengan diangkatnya tubuh yang sudah tak lagi berdaya itu, azan mengalun di mushalla samping rumah.
"Alhamdulillah sudah waktunya berbuka. Allahumma lakasumtu wabika amantu waaala rizkika aftartu birahmatima yaa arhamarrahimin."
Yudhi berhasil menidurkan Tiara di atas ranjang. Kecemasannya bahkan membuat lelaki itu lupa untuk meneguk segelas air. Yang ia ingat hanya keselamatan Tiara. Dengan cepat, Yudhi mengambil minyak kayu putih di dalam tas sandang sang istri, lalu menggosok-gosokkan minyak di pelipis juga menciumkan aromanya di hidung Tiara.
"Bismillah, Tiara sadarlah, Sayang."
Pelan, Tiara mulai membuka mata.
"Mas ...."
"Kamu kenapa Tiara, dimana yang sakit?"
Tiara kembali menumpahkan air matanya.
"Hatiku yang sakit, Mas ...,"jawabnya sambil terisak. Yudhi yang mendengar pun sama sakitnya, mengetahui istri belum move on dari masa lalu, ternyata sama sakit dengan diselingkuhi.
"Kamu yang sabar, Dik. Semua masalah ada jalan keluarnya. Kamu hanya harus berserah diri sambil ikhtiar. In Syaa Allah, Allah akan beri jalan keluar terbaik."
"Semua ini salahku, Mas. Aku yang meminta cerai dari Mas Wira. Sejujurnya, aku tak sungguh-sungguh ingin bercerai, hanya ingin dia berubah. Tapi ternyata, permintaanku dia iyakan ...."
Tiara kembali berderaikan air mata. Yudhi yang mendapati kenyataan itu, sungguh merasa amat terguncang.
"Semua sudah jalan Allah, Dik. Ikhlas."
Tiara tak berespons, masih terisak dalam kedukaan yang teramat dalam.
"Jangan menangis lagi, Dik. Kamu harus memikirkan kondisimu, jika kamu sakit, bagaimana bisa kita kembali ke Jakarta. Bukankah kamu bilang kamu kangen Danu?"
Ucapan Yudhi membuat tangis Tiara seketika terhenti. Ia memandang sang suami, membuat lelaki itu merasa begitu iba.
"Sudah selesai azan, Dik. Mas harus berbuka dan melaksanakan shalat magrib. Jika Adik terus menangis, Mas tidak bisa ngapa-ngapain?"
Tiara menunduk sambil menahan isakan.
Sedang Yudhi bangkit dan berjalan menuju meja. Ia ambil gelas berisi air mineral yang diletakkan ibunya di tempat itu.
"Adik minum dulu, yuk. Biar seger badannya."
Tiara bangkit dan meminum air itu beberapa teguk. Setelah Tiara kembali berbaring, Yudhi mencari bekasan dimana Tiara meletakkan bibirnya pada gelas tersebut.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sambil meneguk habis air di dalam gelas.
Tiara melihatnya dengan perasaan tak menentu. Terlalu sulit ia membaca sikap romantis sang suami tersebab begitu banyak beban di kepala wanita itu.
"Mas sedang mencoba mempraktikkan apa yang dilakukan Rasul dahulu bersama istrinya Aisyah, Dik. Minum dari bekasan bibir sang istri," lanjutnya kemudian sambil tersenyum.
Tiara terhenyak. Ia memandang lelaki itu yang setelah mengucapkan kalimat romantisnya bangkit untuk kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.
Selepas kepergian Yudhi, Tiara kembali bergelimpangan air mata. Bayangan kebersamaannya bersama Yudhi walau baru dua hari, tapi teramat berkesan di dalam hati. Tapi detik berikutnya, kebersamaannya bersama Wira ikut membayangi. Semua yang melintas dalam jiwa membuat Tiara kembali terguncang.
"Ya Tuhan, aku ingin semua ini segera berakhir."
***
Yudhi baru saja selesai melaksanakan shalat magrib. Ia bangkit setelah melipat sajadah, berjalan mendekati ranjang untuk mengetahui keadaan Tiara.
Dipandanginya sang istri, tampak sudah tertidur pulas. Niat Lelaki itu membangunkan untuk makan malam, terpaksa ia urungkan, terlebih setelah mendengar dengkuran halus pertanda tidur nyenyak.
Akhirnya Yudhi memutuskan untuk keluar seorang diri. Saat sampai di ruang makan, sang ibu ternyata sudah terlebih dahulu ada di tempat itu. Tampak sibuk mengatur menu di atas meja.
"Lho, Yud, mana Tiara?"
Yudhi menarik kursi lalu mendudukkan tubuh di atasnya. Dia menarik sepotong peyek udang, lalu mengunyah dengan nikmat.
"Tiara sakit, Mi."
"Sakit opo tho? Tadi sehat bener?"
"Habis mandi dia pingsan."
"Hah? Pingsan, Astaghfirullah! Sekarang gimana, Yud?"
"Sudah sadar, Mi. Tapi sudah tertidur, nanti biar Yudhi bawakan nasi buat Tiara ke kamar, Mi."
Wanita itu terlihat menghela napas. Kemudian ia menghentikan kegiatan dan memilih duduk di kursi samping sang anak.
"Katakan pada Umi Yud, ada apa?"
Yudhi menggeleng sambil melanjutkan mengunyah peyek di tangannya. Sang ibu yang tahu anaknya berusaha menyembunyikan sesuatu, mengeluarkan tangan kiri lelaki itu yang ia letakkan di bawah meja.
"Sejak kapan kamu belajar berbohong sama Umi, Yud?"
Yudi berhenti mengunyah sambil melihat jemari tengah dan manisnya yang saling terpaut. Semenjak kecil ia memang tidak bisa berbohong. Sekali waktu Umi mendapatinya berbohong tapi jemari tangan kirinya saling terpaut. Semenjak itu sang ibu sudah bisa menghapal bagaimana watak sulungnya itu ketika menyumbunyikan sesuatu hal.
"Ini petanda bohong apa jujur?"
Yudhi tersenyum sambil menunduk.
"Ada apa, Yud?" Sang ibu mengulang pertanyaannya.
"Kali ini Yudhi malu Um untuk bercerita."
"Sama Umi kok malu? Jika yang kamu lakukan itu bertentangan sama agama, seharusnya kamu malunya sama ...?"
"Allah, Um."
Pertanyaan Umi menampar kewarasan lelaki itu. Betapa bodohnya ia mengiyakan keinginan Tiara untuk menikah di bawah tangan.
"Hem, kamu udah dewasa, apapun yang kamu lakukan, Umi tahu pasti sudah kamu pertimbangkan baik buruknya. Ayo sekarang jujur?"
Sejenak hening. Yudhi sedang mengumpulkan keberanian untuk menjawab. Detik selanjutnya ...
"Sebenarnya Yudhi sama Tiara masih nikah siri, Mi?"
"Astaghfirullah!"
***
Bersambung
"Nduk, kamu tahu kan maksud hukum talak tiga ini untuk apa? Supaya lelaki itu tidak mengobral hak talak yang Allah berikan kepada mereka. Perjuangkanlah hakmu sebagai perempuan Sayang, ada anak yang berhak memilih untuk hidup denganmu. Ada hak waris yang menjadi bagianmu dalam sebuah perceraian. Jika semua kamu biarkan menggantung tanpa putusan sidang, kamu adalah pihak yang dirugikan, Anakku. Wanita memang dilahirkan sebagai yang berada di bawah naungan kaum lelaki, tapi bukan berarti dia harus pasrah menerima ketidak adilan yang berlaku padanya. Sedang agama dan negara telah menjamin kedudukan dan haknya."***"Menikah siri? Tapi kenapa, Yud?"Yudhi terdiam sesaat, tak ada kata instant yang bisa langsung keluar sebagai alasan. Ia tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang ibu."Tiara belum sah bercerai dari suaminya, Mi."Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Kenapa nggak nunggu sebentar Yud, jika perceraian sudah dilaporkan, tentu tak akan lama prosesnya berjalan. Umi
Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le
"Demi Allah, Ma, Tiara nggak seperti yang Mama tuduhkan.""Lalu apa? Mama lihat tatapan matamu kini berbeda Tiara, nggak seperti biasanya. Kamu seperti malas kembali ke rumah ini.""Astaghfirullah, Ma, gimana Tiara bisa malas, sedang anak Tiara satu-satunya ada di rumah ini ....""Jadi, cuma Danu yang kamu khawatirkan, apa kamu lupa, Wira masih setia menantimu. Dia lelaki normal Tiara, punya syahwat yang harus disalurkan. Jika kamu tidak bisa kembali dalam waktu sebulan, Mama akan mengurus perceraian kalian. Dan ingat satu hal yang pasti Tiara, kamu tidak akan pernah mendapat hak asuh Danu! Ingat itu!"Tiara tergugu tanpa sepatah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Memang, jika berhadapan dengan wanita itu, Tiara tak bisa banyak membantah.Selama ini mantan mertuanya itu terkenal arogan. Pernikahannya dengan Wira memang sempat ditentang diawal. Namun seiring berjalan waktu, perlahan kehadiran Tiara sudah mendapat pengakuan, bahkan sudah begitu menyatu dengan keluarga besar Prange
Suasana di stasiun penyiaran tampak ramai. Hari ini ada acara favorit ditemani penyiar idola, 'Samsa'. Sudah bisa dipastikan, banyak anak gadis yang nongkrong, nungguin DJ kesayangan selesain on air.Semasa muda, Yudhi juga memulai karirnya sebagai seorang penyiar radio. Meski digandrungi banyak wanita, Yudhi tak seperti teman-teman DJ-nya yang lain. Mereka bisa tiap tahun bahkan tiap bulan ganti pasangan. Yudhi justru yang sebaliknya.Tapi itu pula yang menjadi alasan mengapa dia bisa mendapatkan hati seorang Kirana Putri Dee. Seorang inspirator cantik yang kerap mengisi acara yang di bawakan oleh Yudhi. Wanita itu tidak sembarang memilih imam, dari sekian yang melamar, hanya Yudhi-lah, lelaki sederhana dengan tampang seadanya yang mampu membuat hati wanita itu jatuh pada cinta.Mereka menikah tepat di usia Yudhi yang ke tiga puluh. Bertepatan dengan itu pula, Yudhi berhenti menjadi seorang penyiar, dan mendapat posisi terbaiknya di radio tersebut. Ia diberikan wewenang oleh produser
"Astaghfirullah ...."Yudhi mengusap wajah seraya menghela napas. Sedang Tiara sudah tak punya keberanian sedikitpun untuk mengangkat kepalanya. Seberdosa-berdosanya perbuatan yang ia lakukan dalam hidup, belum seberapa dengan perasaan bersalah yang kini menghujam dadanya."Jadi sekarang Mas 'kan sudah tau kebenarannya, saya wanita brengsek! Sangat tidak pantas untuk menjadi istri dari seorang lelaki sebaik Mas Yudhi. Maka itu, ceraikan saya Mas!"Yudhi menarik napas panjang, ingin menertawai sifat kekanakan yang dimiliki istrinya. Tapi ia harus tampil sebagai lelaki bijaksana. "Adik tahu, perkara halal yang paling dibenci Allah?"Tiara bergeming."Ialah perceraian, istriku Sayang. Maka sampai kapanpun Mas tidak dengan mudah mengucap talak kecuali jika kamu melakukan kemaksiatan atau hal-hal yang melanggar syariat, yang jika Mas mengingatkan justru kamu tolak atau kamu bantah. Tapi selama kita bersama, tak satupun permintaan Mas kamu tolak. Mas minta kamu ulurkan jilbab menutupi dada
Mereka baru saja selesai menyantap nasi dengan lauk yang tadi pagi dititip ibu mertua. Sejenak meneguk air dalam gelas, lalu dengan sigap Yudhi membantu Tiara membereskan bekas sampah.Setelah semua bersih, mereka kembali bersantai dengan duduk di atas karpet yang terletak di depan ranjang. Rumah ini memang cukup sederhana, hanya ada satu kamar, ruang tamu, dapur dan satu buah kamar mandi. Jika dilihat-lihat memang sangat layak untuk dihuni oleh anak kosan.Yudhi mulai bertanya-tanya, semenjak kapan Tiara menetap di rumah ini."Dik, sebenarnya udah berapa lama Adik tinggal di rumah ini?"Pertanyaan monohok membuat Tiara berhenti membuka aplikasi Facebook yang ada di handphonenya. Wanita itu tampak ragu menjawab."Baru, seminggu, Mas."Yudhi menghela napas. Apa yang selama ini tak ingin ia sangkali benar, sepertinya akan berkebalikan."Jadi selama masa Iddah kamu tinggal di rumah mana, Dik?"Tiara memilih bergeming, malu untuk berterus terang."Kok diam, dijawablah?"Sejenak mereka dik
Selepas kepulangan warga, Yudhi memasuki rumah dengan perasaan campur aduk.Tiara harus segera mengurus perceraiannya, atau kejadian serupa akan terulang kembali. Itulah yang terpikir di benak lelaki itu. Dengan tetap berusaha tenang ia memasuki kamar. Memang diakuinya, setelah pernikahan kedua ini, bagai diundang masalah datang menghampiri. Tapi karena ikrar nikah mereka adalah ucapan suci yang di persaksikan tidak hanya di depan manusi, melainkan di hadapan Sang Pemilik Jiwa. Mana mungkin Yudhi menyerah begitu saja. Atau melimpahkan semua keadaan ini pada sang istri. Sudah barang tentu Tiarapun pasti tak menginginkan berada pada situasi ini.Yudhi menghela napas sambil mendekati Tiara yang tampak merengut dalam tangis. Lelaki itupun duduk kembali di sebelah sang istri, bersandar pada kaki tempat tidur.Baru hendak membuka suara, tiba-tiba ponsel Tiara berdering. Yudhi kembali menyimpan semua unek-uneknya. Sang istri tampak bangkit menuju nakas yang terletak di sebelah kanan ranjan
Dengan bantuan Maya, Tiara berhasil mendapatkan rumah sewa sementara. Meski jujur, ada rasa cemburu yang ikut membarengi hati wanita itu tatkala melihat suaminya berbicara dengan wanita muda yang kata Yudhi adalah teman semasa SMA nya dahulu.Cemburu sebab jika dilihat dari luar, wanita itu memiliki segala yang diimpikan Yudhi sebagai pendamping hidup. Sedang Tiara begitu bertolak belakang dengan wanita itu. Jika keseharian Tiara masih kerap mengenakan jeans dipadukan dengan kemeja atau tunik, maka wanita itu terlihat anggun dengan gamis serta jilbab lebar menutupi dada. Persis seperti yang diidam-idamkan suami keduanya."Hai ...."Yudhi menyentuh pundak sang istri yang sedari tadi nampak melamun. Sudah seminggu berlalu setelah Tiara mendatangi pengadilan agama untuk mengajukan gugatan cerai. Selama itu pula, ia tak pernah mendapat kabar pun tak bisa bertemu dengan Danu.Wira menutup semua akses.Andai bisa diluapkan, rasa rindu di dada sudah seperti anak Gunung Krakatau yang hampir
Februari 2019Tak terasa, semua berlalu begitu cepat. Kini, Danu yang dahulu masih balita telah menjelma menjadi seorang remaja muslim yang gagah. Dialah putra kebanggaan Tiara. Keshalihannya mampu menjaga pemuda itu dari buruk pengaruh globalisasi dunia. Dia berprestasi dalam bidang akademik maupun agama. Danu terlihat sangat rapi. Seragam bermotif kotak-kotak berwarna biru kini melekat di tubuhnya. Ia terdaftar sebagai salah satu siswa pada sekolah bertaraf Internasional di Jakarta Barat. Dan hari ini adalah hari pertama Danu menginjakkan kaki di Sekolah Menengah Pertama tersebut.Sudah beberapa kali semenjak semalam, ia menghubungi papanya untuk ikut mengantar. Tapi tak satu kali pun panggilan darinya dijawab."Ma, Papa kok dari semalam di telpon nggak angkat terus ponselnya?" keluh Danu sambil merapikan semua bukunya ke dalam tas. Mereka sudah sampai di depan gerbang sekolah."Mungkin Papa lagi ada kegiatan, Nak. Yasudah langsung masuk nggih. Nanti Mama jemput, kamu jangan keman
[Assalamualaikum Tiara.]Jantung Tiara terasa berdegup kencang mendapati ibu mertua kini tengah menelponnya. Tak seperti biasa suara wanita itu tegas dan menusuk, kini suaranya terdengar serak dan lemah.[Waalaikum salam, Ma, Mama sehat?][Iya. Tolong bawa Danu ke rumah, Mama mau ketemu Danu.]Tiara meraba sejebak perasaan hati, memang jelas ia rasa wanita itu enggan berbicara banyak. Tapi mau menelpon saja mengungkapkan rindu pada cucunya, itu sudah cukup buat Tiara.[Baik, Ma. In Syaa Allah besok kami kesana][Terima kasih Tiara. Assalamualaikum.][Waalaikum salam, Ma.]Setelah menutup telpon, Tiara melempar pandangan pada Yudhi. Dua perasaan kini melingkupi batinnya, bahagia sekaligus takut. Bahagia sebab setelah sekian lama, wanita yang membencinya karena perceraian dengan Wira, tanpa disangka kini menelpon dan tidak untuk berdebat. Namun ketakutan jua menjadi alasan tatkala mengingat andai saja ini hanya siasat untuk kembali memiliki Danu."Ada apa, Dik?"Pertanyaan Yudhi membuya
Kedua alis Tiara tampak berkerut. Ia ingin menolak keinginan Mas Eko untuk menggelar resepsi bersama. Mengingat bagaimana kedudukan suaminya di hati Maya. namun merasa tak enak pada lelaki itu. Akhirnya, Tiara memilih diam sejenak, membuat Yudhi mengerti jika sang istri tak setuju dengan kemauan bosnya."Sepertinya bukan ide bagus Mas. Takutnya malah Maya merasa Mas terlalu mendesaknya. Menurut saya, Mas Eko biarkan Maya berpikir tentang semua ini. saya yakin jika dia memang jodoh Mas Eko, pasti akan bersatu dalam ikatan pernikahan. Sebaliknya, jika terlalu dipaksa, malah ditakutkan nanti akan berakibat buruk di kemudian hari Mas."Ucapan Yudhi ditelaah dengan baik oleh Eko. Ia memang tak pandai perihal cinta apalagi urusan hati. Dahulu pernah menikah, tapi karena terlampau cuek, si istri malah dibawa kabur orang lain. Kini ia tidak ingin hal itu terulang kembali. Ia akan menjaga Maya sebaik-baiknya penjagaan.Eko mendesah panjang. Jatuh cinta pada Maya membuatnya tersakiti, tapi untu
Setelah menyiapkan semua perlengkapan berliburan, hari itu juga mereka meneruskan perjalanan menuju Bogor. Pancaran kebahagiaan tak dapat ditutupi dari raut wajah keduanya. Setelah sekian lama, meski hari-hari dipenuhi kebahagiaan, namun sebelum resmi secara hukum negara, tetap saja terasa ada sebuah beban berat yang menimpa diri. Tapi hari ini, beban itu seperti terangkat sudah.Tepat pukul lima sore mereka sampai di rumah ibu mertua. Sambutan hangat mengantarkan Danu ke pangkuan sang nenek. Wanita paruh baya yang selama ini belum pernah menggendong seorang cucu, begitu bahagia dengan kehadiran Danu meski bukan terlahir membawa genetik anaknya.Danu dimanja, disayang, ia terlihat begitu bahagia. Rasa percaya diri semakin besar terbangun terlebih setelah penerimaan yang baik dari keluarga ayah sambungnya.Tiara yang menyaksikan tak henti mengucap syukur. Tak ada yang lebih membahagiakan selain yang ia rasakan kini.*Malam hari tanpa mengukur waktu, mereka mengajak Danu untuk mengunju
Tiara melirik jam yang bertengger di dinding, sudah hampir magrib, tapi dua orang yang begitu ia cintai belum jua sampai ke rumah, Yudhi juga Danu. "Kemana mereka?"Saat hendak mengambil gawai untuk menghubungi sang suami, dari luar rumah terdengar ketukan pintu. Tiara urungkan keinginan itu untuk kemudian berjalan mengecek siapa yang lebih dahulu sampai ke rumah."Mas Yudhi?"Sang suami terlihat berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan disembunyikan ke belakang."Assalamualaikum, Sayang," ucapnya sambil mengarahkan sebuah buket bunga pada Tiara. Seketika netra sang istri berbinar bahagia."Waalaikumsalam," jawab Tiara sambil meraih bunga pemberian Yudhi lalu dia memeluk sang suami penuh cinta."Mas kenapa kok tiba-tiba ngasih bunga?""Nggak kenapa-kenapa, lagi pengen bahagiain istri Mas aja.""Benar?"Tiara semakin mengeratkan pelukan. Namun mendadak kedua tangannya terlepas, saat netra wanita itu berhasil menangkap sosok lain di belakang Yudhi."Mas Wira."Mendengar nama Wira t
[Mas, bisa ketemuan nggak?]'Maya, kenapa tiba-tiba dia minta ketemuan?'[Ada apa, May?][Ada yang mau saya bicarakan, Mas.]Yudhi tampak berpikir sejenak. Belum sempat mengetik balasan, pesan dari Maya kembali masuk.[Di kantor aja Mas, sekalian ada beberapa hal yang mau saya beresi bersama Evi.][Oke siap.]Yudhi menutup chat lalu kembali menerawang langit-langit seraya memikirkan masalah apa yang kiranya akan disampaikan Maya. Ah, tak jua mampu mendapat jawaban, akhirnya Yudhi menulis sesuatu pada sebuah undangan. Hanya berselang beberapa menit, Maya terlihat sampai di kantor."Silahkan masuk, May."Wanita itu memasuki ruangan Yudhi sambil melempar senyuman. Kelihatan begitu menawan, Yudhi sampai terlihat menarik napas."Maaf Mas Yudhi menganggu waktunya.""Ah, tidak mengganggu kok. Saya lagi bebas dari kerjaan. Em, sebenarnya ada masalah apa ne, kayaknya serius sekali."Maya terlihat gugup. Sekian lama tidak menatap sosok yang begitu ia cintai itu, walau nyata perasaannya sudah d
Tiara terlihat begitu gugup, kedua jemarinya saling meremas. Hari ini menjadi hari terakhir sidang perceraiannya dengan Wira. Meski sudah tahu apa yang akan diputuskan nanti di pengadilan, namun kegugupan itu tak mampu menyingkir dari jiwanya.Saat nomor register perkaranya di panggil, Tiara yang ditemani ibu mertua juga adik ipar segera memasuki ruangan persidangan. Yudhi yang meminta agar sang ibu menemani istrinya pada persidangan hari ini, sebab mereka telah sepakat untuk tidak membawa Danu dalam ruang persidangan.Suara hakim dibarengi ketukan palu terdengar nyaring di telinga semua yang hadir di persidangan."Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum syar'i yang berkaitan dengan perkara ini :Mengadili:1. Mengabulkan gugatan penggugat.2. Menjatuhkan talak satu Bain sugra tergugat kepada penggugat.3. ...*"Alhamdulillah ...."Ibunda dan adik ipar Tiara menyerukan tahmid seraya mengusap wajah. Sedang di samping mereka, Tiara pun ikut mengus
"Mas Wira?" Tiara begitu terkejut mendapati mantan suami ada di depan rumahnya. Wajah lelaki itu terlihat lebih pucat dari biasa. Tubuhnya yang dahulu gagah berisi, terlihat lebih kurusan."Mas apa kabar?"Tiara mencoba mencairkan suasana."Beginilah Tiara. Mas sakit," ucapnya lirih.Keduanya kembali diliputi keheningan. Jika ditanya tentang perasaan, Tiara tak pernah menaruh dendam pada mantan suaminya itu. Pun atas segala perlakuan tidak baik yang dialaminya selama pernikahan. Tiara tak pernah merasa sakit hati. Karena buatnya, tiap satu kesalahan tertutupi oleh satu kebaikan lain. Begitulah ia menyikapi hidup, selain memang sifatnya yang tidak mau memperbesar masalah.Pun pernikahan kedua ini, Tiara tak pernah membayangkan akan sedemikian jatuh cinta pada sosok Yudhi. Tiara berpikir, jika bukan karena ide Wira untuk kembali menikah. Saat ini, mungkin dirinya masih sendiri, memilih kembali bekerja, atau merawat Danu seorang diri."Mas mau bicara sama kamu, apa suamimu ada di rumah?
Assalamualaikum Mas WiraApa kabar Mas, Tiara harap Mas selalu dalam lindungan Allah SWT, dan segera diberi kesembuhan atas penyakit yang Mas alami sekarang.Mas, sebelumnya Tiara mau ngucapin terima kasih, karena keikhlasan Mas untuk tidak mempersulit jalannya persidangan. Semoga kebaikan Mas ini, Allah balas dengan seribu kebaikan lain.Sebagai seseorang yang pernah menjadi bagian dari kehidupan Mas Wira, saya sadari bahwa diri ini membawa banyak kekurangan dan kesalahan. Maka sebab itu, ijinkan Tiara menyampaikan permintaan maaf yang terdalam dari hati Tiara, jika selama kita berumah tangga, banyak kekurangan dan kesalahan yang sebabnya berasal dari Tiara sendiri.Mas, percayalah, bahwa dari cobaan yang kita hadapi kini. Kita harus sama-sama yakin, bahwa Allah sudah menyimpan rahasia besar untuk kita ambil hikmah bersama. Bahwa Allah tidak pernah memberi cobaan pada hamba-Nya, tanpa ada jalan keluar terbaik sebagai penawar. Kita sebagai manusia hanya harus pandai mencermati dengan